Anda di halaman 1dari 7

Suspensi SUKRALFAT

Efek samping samping yang mungkin terjadi yaitu berupa konstipasi, yang mungkin disebabkan oleh ion alumunium, mulut kering, mual (nausea), dan ruam-ruam merah (rashes)

sukralfat merupakan sukrosa alumunium sulfat kompleks yang mengikat asam hidroklorida (HCL) di lambung dan bertindak seperti penyangga asam dengan properti sitoprotektif. Namun dalam kaitannya dengan efek obat terhadap pH, maka akan lebih banyak pathogen baru ditemukan pada penerima antasida dibandingkan terapi dengan sukralfat.

Karena diaktivasi oleh asam, maka disarankan agar sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong satu jam sebelum makan bukan setelah makan; selain itu harus dihindari penggunaan antasid dalam waktu 30 menit setelah pemberian sukralfat. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi (2%). Sejumlah kecil aluminium dapat diabsorpsi pada penggunaan sukralfat, karenanya perhatian khusus perlu diberikan pada pasien yang mengalami gagal ginjal yang beresiko terhadap kelebihan alumunium. Karena sukralfat membentuk suatu lapisan kental di lambung, maka obat ini dapat menghambat absorpsi obat-obat lain dan mengubah ketersediaan hayati obat-obat tersebut. Obat-obat tersebut diantaranya adalah fenitoin, digoksin, simetidin, ketokonazol, dan antibiotik fluorokuinolon. Oleh karena itu, sukralfat sebaiknya digunakan minimal 2 jam setelah pemakaian obat lain.

Tugas Farmasis sebagai Pengelola Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK KRIPTOGENIK

Hipertiroid dan Limfadenitis Tuberculosis


April 15, 2010 by fathelvi ILUSTRASI KASUS Seorang pasien dengan riwayat penyakit hipertiroid sejak delapan bulan yang lalu, masuk ke Rumah Sakit X pada pada tanggal 30 Maret 2010 jam 16.45 dengan keluhan utama : Demam sejak minggu yang lalu, sakit kepala, nyeri ulu hati, mual muntah lebih dari 3 kali, lalu mengalami kejang atau kaku pada tangan dan rahang 3 jam sebelum di bawa ke rumah sakit. Riwayat penyakit terdahulu : Hipertiroid Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada Riwayat kebiasaan : Sejak beberapa bulan yang lalu sangat gampang kelelahan, dada berdebar-debar, terasa ada yang mengganjal di leher jika menelan. PEMERIKSAAN FISIK Data lab: Data lab yang menunjang adalah data lab untuk penyakit tiroid yang dilakukan pada tanggal 2809-2009 yaitu : T4= 10.12* (4.65-9.3 ug/dL) dan T3 = 1.01 (0.6-1.52 ng/dL) Pemeriksaan di laboratorium patologi anatomi Rumah Sakit Y pada tanggal 10-3-2010 adalah : Dalam sediaan hapus dari bajah nodul leher laterak kanan mikroskopik tampak sel-sel leukosit, sel-sel sentrum germinativum, sel-sel histosit dan sel epiteloid. Tak tampak sel ganas. Diagnosa : Limfadenitis krinik spesifik. DIAGNOSA PENYAKIT PASIEN : Komplikasi Hipertiroid dan Limfadenitis TB

PENATAALAKSANAAN Ketika masuk, pasien diberikan : injeksi diazepam 1 ampul secara iv vomitas 10 mg antasida inpepsa syrup (Sukralfat) 500 mg Sopralan (Lansoprazole) 30 mg terapi ipertiroid lanjut (PTU 100 mg) O2 2-4 L selama 1 jam Infuse RL 16 gtt/1 FOLLOW UP Hari pertama rawatan (31-03-2010) S : Pasien merasa mual dan sakit perut. Demam masih ada. Dada terasa berdebarP: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Ranitidin 150 mg Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1 Lansoprazol 30 mg 1X1 Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Dumin 500 mg 3X1 Ranitidine 150 mg 2X1 Infus RL 16 gtt/1 Terapi OAT ditunda

Hari kedua rawatan (01-04-2010) S : Pasien merasa mual dan sakit perut. Sakit kepala. Masih demam. Dada masih berdebar-debar. P: 1. Ranitidin 150 mg2X1, 2. Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1,

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Lansoprazol 150 mg1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Dumin 500 mg 3X1 Infuse RL Terapi OAT ditunda

Hari ketiga rawatan (02-04-2010) S : Pasien masih merasa mual dan sakit perut. Sakit kepala. Demam sudah tidak ada. Dada masih berdebar. P: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, Lansoprazol 30 mg 1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Dumin 500 mg 3X1 Terapi OAT ditunda

Hari keempat rawatan (02-04-2010) S : Pasien kadang-kadang masih merasa mual dan sakit perut. Kepala masih sakit. Dada masih terasa berdebar-debar kadang-kadang. P: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ranitidin 150 mg 2X1, Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, Lansoprazol 30 mg 1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Dumin 500 mg 3X1 Terapi OAT ditunda

Hari kelima rawatan (03-04-2010) S : Pasien masih merasa mual, tapi sudah jarang dan sakit perut kadang-kadang masih terasa. Dada kadang-kadang masih berdebar. P: 1. Ranitidin 150 mg 2X1, 2. Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, 3. Lansoprazol 30 mg 1X1,

4. 5. 6. 7.

Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 3X1 100 mg, Dumin 500 mg 3X1 Terapi OAT ditunda

Hari keenam rawatan (04-04-2010) S : Pasien masih merasa mual dan sakit perut masih sedikit terasa, dada masih berdebar kadangkadang. P: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ranitidin 150 mg 2X1, Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, Lansoprazol 30 mg 1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Terapi OAT ditunda

Hari ketujuh rawatan (05-04-2010) S P: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ranitidin 150 mg 2X1, Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, Lansoprazol 30 mg 1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1, Terapi OAT ditunda asien masih merasa mual, tapi sudah jarang. Dada kadang-kadang berdebar-debar.

Hari kedelapan rawatan (06-04-2010) S : Mual sudah mulai hilang, terasa kadang-kadang. Dada berdebar-debar kadang-kadang masih terasa. P: 1. 2. 3. 4. 5. Ranitidin 150 mg 2X1, Tilidon (Domperidon) 10 mg 3X1, Lansoprazol 30 mg 1X1, Inpepsa 500 mg 3X1, PTU 100 mg 3X1,

Pasien pulang pada sore hari dan OAT diberikan, yaitu Rifampicin 450 mg 1 X 1 hari, Bacbutinh (Ethambutol 250 mg dan Isoniazid 100 mg, Vit B6 5 mg) 3 x 1 hari, dan Pyrazinamide 500 mg 3 X 1 hari. DISKUSI DAN PEMBAHASAN Dari diagnose dokter, pasien mengalami komplikasi antara limfadenitis TB dan hipertiroid. Kedua penyakit ini tidak memiliki hubungan yang korelatif. Masing-masing merupakan penyakit tersendiri dan memerlukan terapi sendiri-sendiri. Limfadenitis tuberculosis adalah terjadinya infeksi pada kelenjer getah bening akibat dari bakteri Mycobacterium tuberculosis. Jalinan pembuluh limfe terdiri dari tiga ruangan utama. Kapiler limfe merupakan tempat absorpsi limfe seluruh tubuh. Kapiler-kapiler ini bermuara kedalam pembuluh pengumpul yang melewati ekstremitas dan rongga tubuh, yang kemudian bermuara kedalam sistem vena melalui duktus torasikus. Pembuluh pengumpul secara periodik diselingi oleh kelenjar limfe, yang menyaring limfe dan terutama melakukan fungsi imunologi. Pada kasus ini pasien didiagnosa mengalami limfadenitis TB pada tanggal 10 Maret 2010. Diperkirakan keluhan pasien ketika masuk rumah sakit yaitu demam adalah akibat infeksi dan terjadinya kejang adalah karena demam yang terus menerus dan suhu yang tinggi selama satu minggu sebelum dibawa ke rumah sakit. Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck. Pada pasien ditemukan bengkak-bengkak kecil pada leher. Pada limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru. Pemeriksaan pada pasien ini di laboratorium patologi anatomi RS Y menunjukan bahwa pasien positif mengalami limfodenitis kronis spesifik yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Terjadinya mual dan muntah diduga disebabkan adanya limfadenitis karena jika kelenjar limfa ini mencapai saluran cerna, dapat menyebabkan mual dan muntah. Dalam kasus ini, pasien juga mengeluhkan sakit perut dan nyeri ulu hati. Selain itu pasien juga mengeluhkan jarang makan, padahal untuk kasus hipertiroid dia diharuskan untuk diit tinggi kaloi dan tinggi protein. Untuk pengobatan terhadap kondisi ini selama dirawat, pasien diberikan terapi : Lansoprazol, sukralfat, ranitidine. Ketiga obat ini berkerja dengan cara yang berbeda. Ranitidine bekerja menghambat histamine pada reseptor H-2 secara kompetitif dan menghambat sekresi asam lambung. Sukralfat bekerja dengan membentuk kompleks dari sukrosa oktasulfat dan polialuminium hidroksida membentuk lapisan pelindung yang menutup ulkus dan melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu. Lansoprazol berkerja menghambat sekresi asam labng yang efektif yang secara spesifik menghambat (H+/K+) ATP-ase (pompa proton) dari sel parietal di mukosa lambung. Untuk mengatasi mual dan muntah, pasien diberikan tilidon (domperidon) dan untuk mengatasi demam dan sakit kepala, pasien diberikan dumin (parasetamol). Terdapat DRP/ drug related problem selama dirawat, yaitu pasien tidak memperoleh obat anti tuberculosis. Padahal, pasien sudah didiagnosa menderita limfadenitis TB. Hal ini disebabkan

pasien menolak untuk meminum obat. Pasien merasa khawatir karena terlalu banyak makan obat. Maka selama dirawat, dokter menginstruksikan untuk menunda obat TB. Hal ini disebabkan pasien tidak mengerti tujuan terapi yang diberikan kepadanya. Karena tidak adanya pemahaman ini, pasien tidak mendapatkan terapi untuk pengobatan penyakitnya. Di sini diperlukan peran farmasis untuk menjelaskan tujuan terapi dan cara penggunaannya agar tidak terjadi DRP sehingga pasien mendapatkan pencapaian terapi. Setelah pasien pulang dan diberikan pengertian mengenai pengobatan limfadenitis TB ini, pasien kemudian bersedia minum OAT. OAT diminum setelah obat pulang dari rumah sakit habis kecuali PTU (propilthiouracil) yang harus dikonsumsi terus-menerus untuk pengobatan hipertiroid. Dosis OAT yang digunakan sudah tepat dan sudah sesuai dengan pilihan terapi lini pertama. Pada obat yang diberikan, ada interaksi obat antara sukralfat dan lansoprazol yaitu menurunkan efek lansoprazol jadi, salah satu obat itu diberikan satu jam sebelum makan dan salah satunya lagi diberikan dua jam setelah makan. Pengobatan TB, rifampicin, isoniazid dan pyrazinamide dapat meningkatkan risiko hepatotoksik. Maka, disarankan kepada pasien agar mengkonsumsi curcuma untuk memelihara fungsi hati.

Anda mungkin juga menyukai