Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan pangan atau makanan jika dibiarkan di udara terbuka pada suhu kamar akan mengalami kerusakan atau bahkan kebusukan. Kerusakan atau kebusukan bahan pangan atau makanan dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari jenis bahan pangan atau makanan yang bersangkutan dan kondisi lingkungan dimana bahan pangan atau makanan diletakkan. Bahan pangan yang berasal dari tanaman seperti buah-buahan dan sayuran dalam keadaan segar adalah kelompok bahan pangan yang agak mudah rusak. Tidak seperti kelompok bahan pangan hewani, kelompok bahan pangan ini tergantung pada jenisnya, relatif dapat tahan beberapa hari pada suhu kamar sebelum menjadi busuk. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain : 1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba Pertumbuhan mikroba dapat dihambat dengan berbagai jenis radiasi seperti radiasi sinar-X, radiasi sinar ultra violet dan radiasi ionisasi yang disebut iradiasi. Dengan dosis tertentu radiasi dapat mematikan mikroba dan menginaktifkan enzim dalam bahan pangan. Radiasi ionisasi atau iradiasi dengan sinar-gamma saat ini umum dilakukan untuk berbagai jenis bahan pangan mentah dari mulai rempah-rempah sampai udang beku.

2. Aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan pangan, atau dapat pula berasal dari mikroba yang mencemari bahan pangan yang bersangkutan. Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba dapat menimbulkan perubahan bau, warna, dan tekstur pada bahan pangan. Karena merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulakan kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika bahan pangan yang bersangkutan akan diawetkan. 3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat. Serangga merusak bahan pangan bukan hanya memakan bahan pangan tetapi luka yang ditimbulkan pada permukaan bahan pangan akan mengundang mikroba untuk mencemari luka tersebut dan tumbuh serta berkembang di sana. Di samping itu, air kencing dan kotoran serangga yang berkumpul pada tumpukan bahan pangan juga merupakan tempat yang cocok bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Salah satu contoh parasit yang dapat merusak bahan pangan adalah cacing. Cacing tersebut masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa-sisa makanan yang dimakan hewan yang bersangkuatan. Tikus merupakan salah satu hama yang sering menyerang tanaman bahan pangan. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang ini dapat mennghabiskan hasil panen, tetapi juga kotorannya termasuk air kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba.

4. Kandungan air dalam bahan pangan Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan. Air yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya dalam jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut, dan makanan menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. 5. Suhu, baik suhu tinggi maupun rendah Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Oleh karena itu, jika proses pendinginan atau pemanasan tidak dikendalikan dengan benar, maka dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Hasil pertanian hortikultura khususnya buah-buahan dan sayuran tropis sifatnya peka terhadap suhu rendah. Umumnya pada suhu penanganan bahan pangan pangan, setiap kenaikan 10C, kecepatan reaksi kimia naik 2 kalinya. 6. Udara khususnya oksigen Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalamnya merupakan penyebab utama ketengikan bahan pangan yang berlemak. Demikian juga,

oksigen dapat merusak vitamin, terutama vitamin A dan C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna sehingga produk pangan jadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidup mikroba aerob, karena itu sering ditemukan di permukaan bahan pangan atau di celah-celahnya. 7. Sinar Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan tau makanan dapat menjadi pucat karena pengaruh sinar. Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. 8. Waktu penyimpanan Sesudah bahan pangan dipanen, diperah (susu) atau disembelih (daging), ada waktu sesaat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu puncaknya, akan tetapi sesudah itu mutu akan turun terus-menerus. Penurunan mutu karena faktor waktu ini sangan dipengaruhi oleh faktor-faktor kerusakan bahan pangan lainnya (Anonim. 2008). Teknik pengawetan makanan ada beberapa cara, antara lain : 1. Pendinginan Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan

pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan

mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah. 2. Pengeringan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu

karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan. 3. Pengemasan Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer. Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya

dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi sinar gamma. 4. Pengalengan Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai. 5. Penggunaan Bahan Kimia Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran.

Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. 6. Pemanasan Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C. 7. Teknik Fermentasi Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal

yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkan akan muntahmuntah, diare, atau muntaber. Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat. 8. Teknik Iradiasi Sebagai cara baru di dalam pengawetan pangan, irradisai mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara-cara lain yaitu bahan pangan dapat tetap dalam keadaan semula, kenaikan suhu bahan disterilkan tidak akan melebihi 40C jika digunakan irradiasi pada dosis yang biasa sehingga sterilisasi dengan cara ini dapat disebut sebagai sterilisasi dingin (cold sterilization), bahan yang akan disterilkan dapat ditempatkan di dalam wadah seperti kaleng, alumunium dan lainlain dan karena prosesnya tidak menggunakan panas maka bahan-bahan tersebut dapat pula dibungkus dalam plastik, zat-zat atau bahan-bahan yang akan rusak jika disterilisasi dengan panas dapat disterilisasikan dengan cara ini.

Disamping itu cara irradiasi ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan serta masih banyak persoalan-persoalan yang masih perlu diatasi. Salah satu persoalan yang penting adalah aspek kesehatan dari bahan-bahan yang disinari khususnya bagi bahan pangan, pengaruh irradiasi terhadap bahan pangan dapat dibedakan atas pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Bumbu instan yang dibuat dari campuran rempah, gula, garam, dan mengandung air minimal 60% akan mudah rusak dalam beberapa hari pada suhu kamar apabila tidak diproses secara higienis, dan pemilihan teknik pengemasan yang keliru. Radiasi pengion sebagai proses non thermal pada dosis sedang (< 10 kGy) yang dikombinasikan dengan teknik lain dapat membantu mengatasi kerusakan yang akan timbul pada produk tersebut akibat aktifitas mikroba pembusuk, baik saat distribusi maupun selama penyimpanan tanpa fasilitas pendingin sampai 1 bulan. Keunggulan lain dari pemanfaatan teknologi ini adalah kemampuan meningkatkan khasiat dan cita rasa produk karena proses radiasi dapat men-degradasi jaringan matriks komponen bahan pangan secara acak, sehingga zat aktif dari bumbu akan terekstrak lebih sempurna. Radiasi pengion yang dihasilkan oleh paparan sinar gamma yang berasal dari radionuklida maupun mesin berkas elektron dapat menimbulkan kerusakan apabila tidak dilakukan menurut pedoman cara radiasi yang baik (Good Radiation Practices). Proses radiasi pengion adalah proses fisika biasa, dan tidak meninggalkan residu apapun di dalam produk pangan yang disinari. Teknologi radiasi pada bahan pangan yang dirintis oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang bekerja sama dengan instansi terkait, telah diimplementasikan

10

secara komersial dalam skala besar untuk konsumsi masyarakat dunia sejak tahun 1992. Iradiasi dengan dosis maksimum 10 kGy dilakukan terhadap berbagai jenis bahan pangan baik dalam bentuk kering (rempah - rempah), beku (komoditi perikanan) yang pelaksanaannya mengacu sepenuhnya pada Regulasi Menteri Kesehatan No. 152/MENKES/11/1995. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi ( PATIR ) Badan tenaga Atom Nasional ( BATAN ) Pasar Jumat, Jakarta Selatan merupakan lembaga instansi penelitian khususnya di bidang pengawetan pangan, telah menciptakan suatu inovasi pengawetan makanan dengan cara irradiasi dengan menggunakan sinar gamma dengan berbagai dosis yang sangat inovatif. Produk olahan pangan hasil irradiasi yang dihasilkan memiliki kekhasan sendiri yaitu diawetkan dengan cara mengirradiasi produk olahan pangan itu sendiri. Dalam menyesuaikan proses pengawetan pangan dengan menggunakan irradiasi ini telah memenuhi standar mutu permintaan pasar dan juga telah memenuhi standar mutu keamanan pangan yang berlaku. Terdapat kemungkinan besar timbul kendala yang harus dihadapi produsen selama pengawetan produk pangan dengan menggunakan irradiasi ini. Hal ini mendorong Penulis untuk mempelajari dan menelaah lebih lanjut proses pengawetan serta aspek-aspek yang berpengaruh pada proses pengawetan produk olahan pangan khususnya bumbu pasta, di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi ( Patir ) Badan Tenaga Atom Nasional ( Batan ) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

11

B. Tujuan dilakukannya kerja praktek :

a. Mengetahui dan mempelajari proses pengawetan dengan menggunakan irradiasi sinar gamma untuk menghasilkan produk akhir berupa bumbu pasta. b. Mengkaji berbagai kendala yang muncul dan alternatif pemecahan yang berhubungan dengan proses pengawetan dengan menggunakan irradiasi sinar gamma untuk menghasilkan produk akhir berupa bumbu pasta. c. Mendapatkan pengalaman kerja dengan membandingkan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan dengan realitas yang ada di lapangan dengan cara berpartisipasi aktif, khususnya pada pengawetan produk olahan pangan.

C. Manfaat Praktek Kerja Lapang

Manfaat yang dapat diperoleh setelah melakukan kerja praktek di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi ( Patir ) Badan Tenaga Atom Nasional ( Batan ) Pasar Jumat, Jakarta Selatan adalah: 1. Bertambahnya wawasan, pengetahuan, serta pengalaman tentang pengawetan dengan menggunakan irradiasi sinar gamma untuk menghasilkan produk akhir berupa bumbu pasta.

12

2. Memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi pada proses pengawetan dengan menggunakan irradiasi sinar gamma untuk menghasilkan produk akhir berupa bumbu pasta serta upaya pemecahannya. 3. Memperoleh pengalaman bekerja di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi ( Patir ) Badan Tenaga Atom Nasional ( Batan ) Pasar Jumat, Jakarta Selatan 4. Terciptanya hubungan baik antara pihak akademisi (universitas) dengan pihak praktisi (perusahaan).

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Irradiasi Pangan

Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan. Irradiasi bertujuan sama dengan pengolahanyang lain yaitu untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan, serta membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa makanan. Tetapi, teknik dan peralatan yang digunakan untuk irradiasi pangan, persyaratan kesehatan dan keselamatan yang harus diperhatikan, serta beragam masalah yang unik pada cara pengawetan ini, menjadikan irradiasi memiliki kategori sendiri. Irradiasi pangan menggunakan energi elektromagnetik tertentu, yaitu energi dari radiasi pengion. Sinar-X salah satu bentuk sinar pengion yang ditenukan pada tahun 1895. Radioaktivitas dan radiasi pengion yang berkaitan dengannya, yaitu sinar alfa,beta dan gamma, ditemukan berikutnya. Pemanfaatan praktis irradiasi pangan banyak berkaitan dengan pengawetan, radiasi menonaktifkan organisme perusak pangan termasuk bakteri, kapang, dan khamir. Selain itu, juga efektif untuk memperpanjang masa simpan sayuran, buahbuahan dan juga makanan lainnya. Menurut penelitian menunjukkan manfaat

14

irradiasi pangan, juga mengalami keterbatasan dan masalahnya. Masalah pada aroma dan rasa pada produk pangan hyang diirradiasi dapat dicegah dengan menggunakan dosis radiasi yang lebih kecil. Dosis radiasi yaitu jumlah energy radiasi yang diserap ke dalam pangan, adalah factor kritis pada radiasi pangan. Seringkali, untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Jika jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak tercapai. Sebaliknya, jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen. Jumlah energi yang diserap dinyatakan dalam gray (Gy), yaitu energy yang dihasilkan radiasi pengion yang diserap bahan per satuan massa. Satu Gy setara dengan satu joule per kilogram. Sekarang, dosis radiasi yang dianjurkan oleh Komisi Codex Alimentarius FAO/WHO untuk digunakan pada irradiasi pangan tidak melebihi 10.000 gray, biasanya ditulis 10 kGy. Jumlah energi ini sebenarnya sangat kecil, setara dengan jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air 2,40C. Dengan jumlah energy yang kecil ini, tidak mengherankan jika pangan mengalami perubahan kecil akibat proses radiasi. Dengan kata lain, pangan yang mengalami radiasi demikian, aman dikonsumsi manusia. Berikut merupakan penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan :

15

Tujuan Dosis rendah (s/d 1 kGy) Pencegahan pertunasan

Dosis (kGy)

Produk

Kentang, bawang putih, 0,05 0,15 bombay, jahe Pembasmian serangga dan Serealia, kacang-kacangan parasit 0,15 0,50 segar dan kering, ikan, daging Perlambatan proses fisiologi 0,50 1,00 Buah dan sayur segar Dosis sedang (1 10 kGy) Perpanjangan masa simpan Pembassmian mikroorganisme perusak dan patogen Perbaikan sifat teknologi pangan Dosis tinggi (10 50 kGy) Pensterilan industri 10 - 50 Daging, daging unggas, makanan siap hidang Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil iradiasi (1 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang 2,00 7,00 1,00 3,00 1,00 3,00 Ikan, arbei segar Hasil laut segar dan beberapa unggas segar/beku Anggur

16

toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia (H. Huzaifah. 2009).

B.

Proses Radiasi

Selama proses irradiasi, pangan terkena energi sedemikian rupa sehingga memungkinkan terserapnya dosis khusus yang tepat. Agar hal ini terjadi, perlu diketahui keluaran energi sumber per satuan waktu dan jarak antara sumber energi dan bahan sasaran. Selain itu, bahan harus dikenai energi untuk waktu tertentu. Dosis radiasi yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan berkisar antara 50 Gy dan 10 kGy, tergantung pada jenis pangan dan efek yang diinginkan. Sarana irradiasi pangan berbeda rancangan dan pengaturan fisiknya, disesuaikan dengan maksud penggunaannya. Ada dua tipe yaitu jirangan dan sinambung. Pada sarana jirangan, sejumlah bahan diirradiasi pada waktu tertentu. Wadah (sel) tempat bahan yang diirradiasi dikosongkan dan kemudian diisi lagi dengan bahan yang akan diirradiasi. Pada sarana sinambung, pangan dilewatkan ke dalam sel pada laju yang diatur dan sudah diperhitungkan untuk memastikan bahwa seluruh bahan mendapat dosis yang tepat. Rancangan dan cara kerja sarana untuk irradiasi sarana jirangan lebih sederhana dibandingkan dengan sara sinambung, dan lebih mudah diubah-ubah.

17

Sarana ini pun dapat digunakan untuk dosis yang berbeda-beda dan mudah diterapkan pada percobaan. Sebaliknya, sarana sinambung lebih sesuai untuk memperlakukan sejumlah besar pangan sejenis pada satu dosis tertentu. Proses sinambung lebih disukai industri pangan antara lain karena lebih ekonomis.

C.

Efek Irradiasi Pangan

a) Radioaktivitas yang terimbas Pada tahap energi yang tinggi radiasi pengion dapat menjadikan beberapa bagian tertentu dalam pangan bersifat radioaktif. Akan tetapi, di bawah batas ambang energi tertentu, reaksi ini tidak terjadi. Berdasarkan hasil percobaan dan perkiraan teori, dalam tahun 1980, Komite Pakar Gabungan FAO/IAEA/WHO mengenai keamanan pangan yang diiradiasi menyarankan pembatasan

penggunaan sumber irradiasi dalam pengolahan pangan. Batasnya adalah tahap energi dibawah tahap yang menimbulkan radioaktifitas dalam pangan yang diolah (WHO Technical Report Series, No. 659,1981). Pangan yang diolah dengan irradiasi sesuai dengan saran Komite tersebut, yaitu tidak menjadi radioaktif. Tetapi komponen kimia pangan dapat berubah karena radiasi, dan pihak yang berwenang menilai keamanan pangan yang diirradiasi harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa senyawa kimia tertentu yang terbentuk selama irradiasi pangan mungkin berbahaya. b) Penelitian kimia Akhir-akhir ini ilmu kimia radiasi telah diakui sebagai alat bantu untuk menilai penelitian toksikologi, dan metode yang digunakan telah banyak

18

disempurnakan. Karena itu, jawaban tehadap pertanyaan mengenai keamanan pangan yang diirradiasi dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang memadai berdasarkan informasi mengenai komposisi pangan dan efek radiolitik (perubahan kimia yang terjadi karena irradiasi) yang terjadi pada keadaan yang berbeda-beda. Komite Pakar Gabungan FAO/IAEA/WHO mengenai Keamanan Pangan yang diirradiasi menerima penalaran ini dalam tahun 1976. Dikemukakan bahwa penafsiran reaksi radiolitik akan sangat mengurangi keperluan untuk melakukan pengujian toksikologi dan selanjutnya akan menyederhanakan tata cara pengujian. Telah banyak diketahui mengenai berbagai zat yang terbentuk bila pangan diirradiasi demikian juga faktor seperti suhu, kelembapan, ada atau tidak adanya oksigen yang mempengaruhi pembentukan hasil radiolisis. Faktor peubah yang sangat penting adalah dosis radiasi. Misalnya, pada dosis rendah yang diperlukan untuk memberantas serangga pada biji-bijian (< 0,5 kGy), sukar sekali menemukan perubahan kimia pada pangan yang diirradiasi. Pada dosis tinggi seperti yang dibutuhkan untuk sterilisasi (>30 kGy), mungkin terjadi banyak perubahan kimia. Hal lain yang menarik bahwa komponen pangan seperti asam amino, gula dan vitamin, secara sendiri-sendiri dapat rusak oleh irradiasi, tidak demikian bila komponen tersebut dalam keadaan kompleks sebagai bahan pangan yang utuh yang bersifat melindungi. Selain itu, hasil radiolisis bukanlah sesuatu yang luar biasa, dan tidak khas terdapat di dalam pangan yang diirradiasi. Pada suatu penelitian ditemukan 60 hasil radiolisis dalam daging sapi yang diirradiasi dengan

19

60 kGy. Akan tetapi, kebanyakan daripadanya terdapat dalam jumlah kecil dan semuanya juga dijumpai dalam berbagai pangan yang tidak diirradiasi. Kecilnya jumlah hasil radiolisis, dan bahwa semua zat itu tidak khas terdapat di dalam pangan yang diirradiasi berarti bahwa sekarang ini belum ada metode meyakinkan yang dapat digunakan secara pasti untuk mengenali pangan yang diirradiasi dengan dosis yang lazim digunakan pada pengolahan pangan. c) Perubahan sifat inderawi (organoleptik) Perubahan kimiawi yang dihasilkan radiasi dapat mengarah ke perubahan yang tertera pada aroma dan rasa. Tingkat perubahan tergantung pada jenis pangan yang diirradiasi, dosis radiasi, dan berbagai faktor lain seperti suhu selama radiasi. Beberapa jenis pangan menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan meskipun pada dosis radiasi rendah. Susu dan hasil olahan susu merupakan pangan yang peka terhadap radiasi. Dosis serendah 0,1 kGy akan menimbulkan bau yang tidak disukai konsumen. Dosis tinggi yang diperlukan untuk sterilisasi berkaitan dengan perubahan aroma dan rasa yang tidak diinginkan pada daging, dan nampaknya perubahan itu lebih banyak terjadi pada bagian daging yang tidak berlemak. Daging tidak berlemak bila diirradiasi akan menunjukkan perubahan aroma dan rasa yang lebih besar daripada daging berlemak. Daging sapi, daging ayam dan berbagai produk daging lainnya yang enzimnya sudah dinonaktifkan, kemudian dikemas dalam hampa udara dan diirradiasi dengan 50 kGy pada suhu -300C agar dapat disimpan

20

lama, dan agar mempunyai aroma dan rasa yang dapat diterima oleh para penguji dan konsumen yang dilibatkan dalam suatu penelitian tersebut. Warna adalah sifat daging yang juga berubah karena irradiasi. Dosis yang lebih tinggi dari 1,5 kGy mengakibatkan timbulnya warna cokelat bila daging terkena udara. Batas dosis untuk irradiasi buah dan sayuran ditentukan oleh efeknya terhadap kekerasan jaringan. Tergantung pada jenisnya, dosis 1-3 kGy menyebabkan pelunakan buah. Efek ini sebenarnya tidak langsung disebabkan oleh irradiasi, melainkan merupakan reaksi faali kerusakan membran oleh enzim. Pelunakan tidak segera nampak, baru muncul beberapa jam atau hari setelah irradiasi. Perubahan sifat inderawi atau sifat fisik lain yang disebabkan irradiasi ialah pengenceran sup atau saus yang patinya pati kentang atau serealia, telah diirradiasi. Efek ini tidak terjadi pada dosis rendah yang diperlukan untuk mencegah pertunasan atau memberantas serangga, tetapi pada dosis lebih tinggi diatas 1 kGy. Pada keadaan tertentu, efek ini diinginkan, misalnya untuk mengurangi waktu pemasakan sup kering atau memperbaiki kemampuan rehidrasi buah kering. d) Perubahan mutu gizi Metode pengolahan dan pemasakan pangan pada umumnya cenderung mengakibatkan kehilangan zat gizi. Seperti pada reaksi kimia lain akibat irradiasi, perubahan gizi terutama berkaitan dengan dosis. Komposisi pangan dan faktor lain seperti suhu dan ada tidaknya oksigen juga mempengharuhi kehilangan zat

21

gizi. Pada dosis rendah, sampai 1 kGy, kehilangan zat gizi dari pangan tidak bermakna. Pada dosis sedang, 1-10 kGy kehilangan vitamin dapat terjadi pada pangan yang terkena udara selama irradiasi atau penyimpanan. Pada dosis tinggi, 10-50 kGy kehilangan vitamin dapat dikurangi dengan upaya perlindungan irradiasi pada suhu rendah dan menghilangkan oksigen selama pengolahan dan penyimpanan. Semua upaya ini dapat mengurangi kehilangan vitamin yang berkaitan dengan dosis tinggi, sehingga sama dengan yang diakibatkan oleh dosis sedang tanpa upaya perlindungan. Beberapa vitamin yaitu riboflavin, niasin, dan vitamin D tidak begitu peka terhadap irradiasi. Vitamin lain, yaitu vitamin A,B,B1,E, dan K mudah rusak. Masih sedikit yang kita ketahui mengenai efek irradiasi terhadap asam folat, dan hasil penelitian mengenai efek irradiasi terhadap asam folat, dan hasil penelitian mengenai efek irradiasi terhadap vitamin C dalam buah dan sayuran yang dilaporkan saling bertentangan. Makna kehilangan vitamin karena irradiasi pada suatu pangan tentu saja tergantung pada kedudukan pangan bersangkutan sebagai sumber vitamin bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Misalnya, jika suatu pangan merupakan satu-satunya sumber vitamin A di masyarakat, maka irradiasi pangan tersebut tidak dianjurkan karena akan sangat mengurangi ketersediaan zat gizi yang esensial ini. Selain itu, karena pangan yang diirradiasi umumnya dimasak, jumlah kehilangan vitamin karena pengolahan dan pemasakan harus diperhitungkan.

22

e) Efek terhadap mikroorganisme Mikroorganisme dapat dimusnahkan dengan irradiasi, namun spora bakteri hanya mati dosis tinggi yang berarti bahwa penyakit terbawa makanan dan sangat ganas, tidak selalu tercegah oleh irradiasi. Suatu dosis radiasi sksn mrmbunuh sebagian populasi bakteri yang terkena, berapa pun jumlahnya yang ada. Hal ini, berarti makin besar populasi bakteri perusak misalnya,yang ada sebelum irradiasi, makin banyak yang tersisa setelah irradiasi. Dan tentu saja, kalau kerusakan telah terjadi, irradiasi tidak dapat memperbaikinya. Karena itu, seperti metode pengawetan pangan lainnya, irradiasi bukan pengganti cara yang baik untuk menjaga higiene pada produksi dan pengolahan pangan. Beberapa bagian dari populasi mikroorganisme yang terbasmi oleh radiasi, seperti efek radiasi lainnya, tergantung pada beberapa faktor, termasuk suhu pada waktu irradiasi. Suhu yang lebih tinggi menyebabkan organisme lebih peka terhadap radiasi, organisme lain lebih dipengaruhi radiasi kalau kadar air dalam pangan tinggi. Pada dosis tertentu, mikroorganisme kurang peka terhadap radiasi kalau berada di dalam pangan daripada kalau didalam air.

23

III. METODE KERJA PRAKTEK LAPANG

A. Tempat dan Waktu

1. Tempat. Kerja praktek ini rencananya akan dilaksanakan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi (Patir) Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Pasar Jumat, Jakarta Selatan. 2. Waktu. Kerja praktek ini dilaksanakan selama 25 hari kerja pada bulan juli Agustus 2011.

B. Materi Kerja praktek

Materi dalam kerja praktek ini adalah: 1. Gambaran umum perusahaan a. Sejarah dan struktur organisasi perusahaan b. Lokasi dan kondisi geografis c. Manajemen sumber daya manusia 2. Proses pengawetan produk pangan dengan irradiasi a. Penanganan bahan baku b. Proses pengawetan

24

c. Pengemasan 3. Pengendalian mutu a. Pengendalian mutu bahan dasar b. Pengendalian mutu selama proses pengawetan irradiasi c. Pengendalian mutu produk akhir 4. Sanitasi dan penanganan limbah industri a. Sanitasi bangunan, peralatan, dan tenaga kerja b. Sanitasi selama proses pengawetan c. Sanitasi lingkungan di sekitar instansi d. Unit penanganan limbah industri 5. Pemasaran

C. Metode Kerja Praktek

Metode yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah : 1. Melakukan survei dan observasi langsung terhadap proses pengawetan dengan irradiasi dan pengendalian mutu bumbu pasta di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi (Patir) Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Pasar Jumat, Jakarta Selatan selama 25 hari kerja. 2. Partisipasi aktif dalam proses pengawetan dengan irradiasi dan pengendalian mutu bumbu pasta di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Dan Radiasi (Patir) Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

25

Pengambilan data meliputi : a). Data primer diperoleh melalui pengamatan secara visual dan turut serta berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan proses pengolahan dan wawancara dengan para staf perusahaan. b). Data sekunder yang diperoleh dari catatan, studi pustaka, dan dokumentasi hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah pengolahan dari instansi terkait.

26

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2009. Iradiasi. PT. Mahkotadewa Indonesia. Anonim. 2008. Dasar Pengawetan Pangan. Ilmu Pangan. Anonim. 2009. Irradiation. Wikipedia Foundation, Inc. Anonim. 2009. Iradiasi Pangan. Kamushukum. Anonim. 2009. Food Irradiation. Wikipedia Foundation, Inc. Ippm. 2009. Peningkatan Kualitas dan Masa Simpan Bandeng Asap dengan Iradiasi Nuklir. Research Center. E. Syamsir. 2008. Iradiasi Pangan. Shvoong. U. Khoirul. 2009. Prinsip Iradiasi Pangan. AKUman. H. Huzaifah. 2009. Pengolahan dan Pengawetan Bahan Makanan serta Permasalahannya. Biologi Online. Blog Elearning Pendidikan dan Biologi. WHO Technical Report Series, No. 659,1981. Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

27

Lampiran 1. Garis Besar Laporan Praktik Kerja Lapang

PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Kerja Praktik C. Manfaat Kerja Praktik BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III MATERI DAN METODE A. Waktu dan Tempat B. Materi C. Metode BAB IV KONDISI UMUM INSTANSI PATIR BATAN PASAR JUMAT A. Sejarah dan Perkembangan Instansi Patir Batan Pasar Jumat B. Lokasi dan Tata Letak Instansi Patir Batan Pasar Jumat C. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Instansi Patir Batan Pasar Jumat D. Tenaga Kerja BAB V PROSES PENGAWETAN DAN PENGEMASAN A. Bahan Baku B. Proses Pengawetan C. Peralatan Pengawetan BAB VII PENGENDALIAN MUTU A. Pengendalian Mutu Bahan Baku B. Pengendalian Mutu Selama Proses C. Pengendalian Mutu Produk Akhir

28

BAB VIII SANITASI INDUSTRI A. Sanitasi B. Penanganan Limbah

BAB IX

PEMBAHASAN A. Proses Pengawetan B. Pengendalian Mutu C. Analisis SWOT

BAB X

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

29

Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Kerja Praktek

Praktek Kerja lapang dilaksanakan selama 25 hari efektif dengan alokasi waktu dan kegiatan diatur sebagai berikut: Jenis Kegiatan Waktu (minggu) II III

I Pengambilan data gambaran umum ***** perusahaan a. Sejarah dan struktur organisasi perusahaan b. Lokasi dan kondisi geografis c. Manajemen sumber daya manusia Partisipasi aktif dan pengambilan data pada proses pengawetan bumbu pasta a. Penanganan bahan baku b. Proses pengawetan c. Pengemasan Partisipasi aktif dan pengambilan data pengendalian mutu a. Pengendalian mutu bahan dasar b. Pengendalian mutu selama proses pengawetan c. Pengendalian mutu produk akhir Observasi dan pengambilan data sanitasi dan penanganan limbah industri a. Sanitasi bangunan, peralatan, dan tenaga kerja b. Sanitasi selama proses produksi c. Sanitasi lingkungan di sekitar instansi d. Unit penanganan limbah industri Observasi dan pengambilan data pemasaran Penyusunan laporan dan pelengkapan data

IV

*****

*****

*****

30

Lampiran 3. Format Laporan Harian Kegiatan Praktik Kerja Lapang

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN JL. Dr. Soeparno Kampus Karangwangkal telp. (0281) 638791 Purwokerto 53123

LAPORAN HARIAN KERJA PRAKTIK

Nama Tempat Praktik Kerja Lapang Waktu No. Tanggal

: Shinta Diana Ayuningtyas : BATAN PASAR JUMAT : ............................................... Kegiatan yang dilakukan Tanda tangan Pembimbing Lapang

Mengetahui, Pembimbing Lapang

2011 Pelapor

Shinta Diana Ayuningtyas

31

Lampiran 4.

Curriculum Vitae

SHINTA DIANA AYUNINGTYAS

Alamat Kampus Jl. Dr. Soeparno Purwokerto, Jawa Tengah 53141

Alamat Permanen Batan Indah Blok M-28 Serpong Tangerang, Banten 15310

TUJUAN Pengajuan proposal permohonan ijin melaksanakan Kerja Praktek

DATA PRIBADI Nama Jenis kelamin Tempat, tanggal lahir Kewarganegaraan Tinggi, berat badan Agama SIM yg dimiliki Alamat lengkap Telepon, handphone E-mail : Shinta Diana Ayuningtyas : Perempuan : Bandung, 10 January 1990 : Indonesia : 163 cm, 49kg : Islam : SIM C : Batan Indah Blok M-28 Serpong Tangerang : 021-7564745, 085722674132 : disini_tha@yahoo.com

PENDIDIKAN => Formal

32

2008-sekarang

: Program S1 Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

2005-2008 2002-2005 1999-2002 1996-1999 1996-1994

: SMA Negeri 1 Serpong-Tangerang : SMP Negeri 2 Cisauk-Tangerang : SD Negeri Batan Indah Serpong-Tangerang : SD Kartika III-3 Cimahi-Bandung : TK Bhakti Atomita Batan Indah Serpong-Tangerang

=> Non Formal 2005-2007 : Kursus Bahasa Inggris, LBPP LIA Tangerang

PENGALAMAN ORGANISASI Staff Bidang Advokasi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Unsoed, periode 2009-2010 Bendahara Umum pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Unsoed, periode 2010-2011 Dan berpengalaman pula dalam kepanitiaan kegiatan, seperti : Panitia buka dan sahur bersama HIMATETA 2009 Panitia Seminar Nasional Ketahanan Pangan HIMATETA 2010 Panitia MAKRAB PANGAN HIMATETA 2009 Panitia Pengembangan Potensi daerah HIMATETA 2009 Panitia Latihan Dasar kepemimpinan HIMATETA 2010 Panitia AGRITECH VAGANZA HIMATETA 2010 Panitia Banyumas Expo Pangan Lokal HIMATETA 2010 Panitia MAKRAB PANGAN HIMATETA 2010 Panitia Kunjungan Industri HIMATETA 2011

MOTTO HIDUP Never say never, karena hidup ini adalah sebuah pilihan.

33

34

Anda mungkin juga menyukai