Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK PENGUJIAN SIFAT AGRONOMIS DAN NILAI HETEROSIS BEBERAPA KOMBINASI HIBRIDA PADI SAWAH Sukirman1

roduksi padi dapat ditingkatkan dengan menggunakan varietas hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang mampu meningkatkan potensi hasil 15-20% lebih tinggi daripada varietas inbrida. Cina adalah negara pertama di dunia yang menggunakan padi hibrida secara komersial pada tahun 1976. Di negara tersebut, luas areal pertanaman padi hibrida mencapai 17 juta ha dengan rata-rata hasil 6-7 t/ha. Sebagai dampaknya produksi padi di Cina meningkat dari 136,9 juta ton pada tahun 1978 menjadi 169,1 juta ton pada tahun 1988 (Virmani 1994). Varietas padi hibrida juga telah ditanam pada areal yang luas di India dan Vietnam sejak tahun 1996. Di Indonesia, 13 varietas padi hibrida telah dilepas dengan potensi hasil lebih tinggi daripada varietas inbrida, empat di antaranya dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Padi (Suwarno et al. 2003). Diharapkan padi hibrida tersebut mampu meningkatkan produksi padi nasional. Heterosis merupakan fenomena biologis yang menunjukkan keunggulan hasil persilangan F1 atau hibrida melebihi kedua tetuanya. Pada beberapa tanaman, pemanfaatan gejala heterosis dapat meningkatkan hasil, termasuk pada padi (Virmani 1994). Berdasarkan penampilan hibrida F1, terdapat tiga kriteria heterosis (Virmani et al. 1997), yaitu: (1) mid-parent heterosis yaitu perbandingan rata-rata F1 dengan nilai rata-rata kedua tetua; (2) heterobeltiosis yaitu perbandingan nilai rata-rata F1 dengan nilai rata-rata tetua tertinggi; (3) standar heterosis yaitu perbandingan rata-rata F1 dengan varietas pembanding (check variety). Dari ketiga kriteria heterosis tersebut, standar heterosis paling banyak digunakan dalam penelitian padi hibrida karena lebih aplikatif dan menunjukkan secara nyata keunggulan padi hibrida daripada varietas pembanding. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui heterosis hasil dan sifat agronomis kombinasi hibrida padi sawah hasil persilangan beberapa galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan dibandingkan dengan varietas pembanding. Percobaan ini merupakan observasi hasil padi hibrida yang merupakan rangkaian awal pengujian suatu varietas sebelum dilepas.
1

BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di kebun Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor pada bulan Juni-November 2003. Bahan percobaan meliputi benih padi hasil persilangan antara enam galur mandul jantan (IR59025A, IR62829A, IR68885A, IR68886A, IR68888A, dan IR68897A) dengan 10 galur pemulih kesuburan (BR827, IR53942, MTU9992, IR65155, B4070D, B10277, B9645E, Bio9, B7974F, dan S4325D) yang ditanam sebelum percobaan dilakukan. Benih padi yang digunakan adalah 60 kombinasi hibrida padi sawah yang digunakan sebagai perlakuan serta data varietas pembanding IR64 dan Memberamo, masing-masing 10 g. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, dan KCl serta pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Alat yang digunakan adalah traktor, cangkul, caplak, meteran, mistar, tali rafia, timbangan, gelas ukur, ember, sprayer, sabit bergerigi, terpal, kantong contoh, papan nama plot, pulpen, dan buku catatan data. Persiapan Benih dan Persemaian Sebelum benih disemai, bedengan disiapkan dengan lebar 120 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Bedengan dibersihkan dari gulma kemudian dibuat larikan (tempat benih ditabur) sesuai dengan benih yang akan ditabur sehingga benih setiap perlakuan ditabur dalam satu larikan. Kerapatan benih dalam satu larikan dengan panjang 100 cm adalah 10 g. Jarak antarlarikan adalah 20 cm dan batas sisi bedengan 10 cm. Pada sisi kanan dan kiri bedengan dibuat parit membujur untuk mencegah tercampurnya benih antarperlakuan, mencegah genangan air, dan memudahkan pemeliharaan. Pada saat tabur dilakukan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl serta karbofuran 3% dengan cara disebar merata di atas bedengan kemudian dicampur dengan tanahnya. Persiapan Lahan Pengolahan lahan dilakukan selama masa persemaian, agar pada saat bibit siap dipindah dari persemaian ke areal penanaman, lahan telah siap. Pengolahan tanah dilakukan

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Penelitian Tanaman Padi Outreach Muara, Bogor, Jalan Astana Gede No. 25C, Muara, Bogor 16119, Telp. (0251) 322064, Faks. (0251) 322064.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

29

dengan menggunakan traktor untuk membajak dan cangkul untuk meratakan lahan hingga siap tanam. Pembajakan dilakukan dua kali yaitu pada 17 dan 10 hari sebelum tanam. Pada saat pembajakan, lahan dalam keadaan tergenangi air, dan pintu saluran masuk dan keluar ditutup agar kesuburan tanah dapat dipertahankan. Untuk meratakan lahan, dilakukan pencangkulan pada 3 hari sebelum tanam. Selanjutnya lahan dibuat plot-plot percobaan dengan ukuran 1 m x 2,4 m. Percobaan ini diulang dua kali sehingga jumlah plot adalah 124 plot. Pengukuran plot dilakukan dengan cara menarik tali rafia sepanjang lahan percobaan dan dipotong setiap 1 m (lebar plot) hingga memenuhi jumlah perlakuan yaitu 62 potongan. Setiap potongan tersebut ditarik tali tegak lurus, diukur 2,4 m (panjang plot) sehingga akan terbentuk persegi panjang yang berjejer sejumlah 62 plot pada ulangan pertama. Pada setiap plot dipasang papan nama sesuai dengan perlakuan percobaan. Dengan cara yang sama dibuat plot dan pengkodean untuk ulangan ke dua. Total bersih luas lahan sawah yang digunakan adalah 310 m 2. Antara plot satu dengan lainnya tidak diberi jarak agar pertumbuhan tanaman tidak dipengaruhi oleh tanaman pinggiran yang cenderung lebih subur. Selain itu, pada bagian terluar dari plot percobaan ditanam tanaman pemenuh untuk mengurangi pengaruh tanaman pinggiran.

Pemeliharaan Tanaman Pada awal tanam sampai dengan 10 HST atau menjelang penyiangan pertama, tinggi air dipertahankan 3 cm agar bibit tidak terendam. Setelah bibit tumbuh dan muncul anakan sampai masa pengisian bulir, tinggi air diatur 10-15 cm. Penyulaman dilakukan pada umur 10 HST. Setiap perlakuan disediakan cadangan bibit yang ditanam di dekat papan nama plotnya agar tidak tertukar dengan bibit perlakuan lain. Bibit ini digunakan sebagai pengganti tanaman yang mati sehingga populasi tanaman tiap plot tetap terjaga. Penanggulangan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida, baik pada saat tanam, fase vegetatif maupun saat memasuki fase generatif. Karbofuran 3% dengan takaran 17 kg/ha diberikan dengan cara disebar pada permukaan tanah, sedangkan bpmc 490 g/l dengan dosis 1,52 cc/l disemprotkan pada tanaman. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh agar tidak mengganggu pertanaman. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kecepatan pertumbuhan gulma atau menjelang pemupukan.

Pengamatan Pengamatan dilakukan pada setiap plot percobaan, dimulai sejak tanaman berumur 60 HST. Peubah yang diamati adalah (1) umur berbunga, dihitung saat populasi 50% berbunga; (2) umur panen, dihitung saat populasi masak gabah 85%; (3) tinggi tanaman pada fase generatif, diukur dari permukaan tanah sampai ke ujung malai terpanjang, diamati lima tanaman contoh; (4) jumlah anakan produktif, diamati menjelang panen pada lima tanaman contoh; (5) hasil gabah tiap plot yaitu hasil panen 25 rumpun tanaman tengah yang mewakili 1 m 2 ubinan. Parameter standar heterosis dihitung dengan rumus: (F1-CV)/CV x 100%. F1 adalah hasil hibrida dan CV adalah hasil varietas pembanding. Analisis peubah sifat agronomis dan parameter nilai heterosis dihitung dari ratarata dua ulangan. Pemanenan Panen dilakukan jika 85% gabah/malai telah masak. Sebelum panen, lahan dikeringkan selama 7-10 hari agar gabah masak merata dan memudahkan panen. Kemasakan gabah setiap plot diamati dan dicatat waktunya kapan dapat dipanen sehingga diperoleh data umur panen. Panen dilakukan sesuai dengan umur masing-masing varietas. Pada setiap plot, diambil 25 rumpun yang mewakili

Penanaman dan Pemupukan Bibit dipindah ke lahan percobaan setelah berumur 21 hari. Bibit ditanam satu bibit tiap lubang dengan kedalaman tanam 2-3 cm, dan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Populasi tanaman pada setiap plot adalah 60 rumpun yang akan digunakan untuk pengamatan. Pengaturan jarak tanam menggunakan caplak berukuran 20 cm. Caplak ditempatkan pada ujung (pinggir) areal percobaan kemudian ditarik, dilakukan dua arah perpotongan tegak lurus sehingga tampak baris-baris di permukaan lahan yang berbentuk bujur sangkar. Pada perpotongan tersebut ditanam bibit padi. Pupuk diberikan dengan takaran yang sama untuk setiap plot dan dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) saat tanam 150 kg SP-36/ha dan 80 kg KCl /ha; (2) pada umur 7 hari setelah tanam (HST) 100 kg urea/ha; (3) pada umur 28 HST 100 kg urea/ha; dan (4) pada umur 49 HST 100 kg urea dan 20 kg KCl/ha. Pupuk disebar merata pada permukaan tanah. Pada saat pemupukan, pintu saluran pengairan masuk dan keluar ditutup dan tanah dalam keadaan macak-macak dan bersih dari gulma agar pupuk tidak banyak yang hilang dan dapat diserap oleh tanaman seefektif mungkin.

30

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

1 m2 ubinan. Batang rumpun dipotong lalu ditumpuk di atas terpal agar gabah tidak berceceran. Perontokan gabah dilakukan dengan cara diinjak-injak di atas alas terpal untuk menghindari gabah hilang karena terlempar. Gabah dimasukkan ke kantong sampel yang telah diberi tulisan sesuai dengan kode plot dan tanggal panen, kemudian ditimbang untuk mengukur bobot kering panennya.

standar heterosis 21%, 17%, dan 16% terhadap Memberamo. Umur panen kombinasi hibrida lebih cepat 3-7 hari dibanding IR64, atau 6-10 hari lebih cepat dibanding Memberamo, kecuali IR59025A/IR53942 dengan umur panen sama dengan Memberamo. Kombinasi hibrida padi sawah yang diuji mempunyai tinggi tanaman 79-108 cm, jumlah anakan produktif 10-21 batang, umur berbunga 84-100 hari, dan umur panen 109-125 hari. Varietas IR64 mempunyai tinggi tanaman 87 cm, jumlah anakan produktif 12 batang, umur berbunga 95 hari, dan umur panen 120 hari. Memberamo mempunyai tinggi tanaman 98 cm, jumlah anakan produktif 13 batang, umur berbunga 98 hari, dan umur panen 123 hari. Hal ini menunjukkan bahwa sifat agronomis hibrida tersebut mendekati atau berada di sekitar varietas pembandingnya. Jumlah anakan varietas unggul yang ditanam dengan cara tanam pindah (transplanting) berkisar 10-30 batang tiap rumpun (Manurung dan Ismunadji 1988). Jumlah ini mendekati atau sebanding dengan jumlah anakan produktif hibrida padi sawah yaitu 10-21 batang tiap rumpun. Empat kombinasi padi sawah hibrida terbaik mempunyai jumlah anakan produktif lebih tinggi dari IR64 dan Memberamo. Siregar (1981) menggolongkan umur panen padi menjadi tiga, yaitu umur panjang (125-150 hari), umur sedang (115-125 hari), dan umur genjah (100-115 hari). Berdasarkan penggolongan umur tersebut, maka hibrida padi sawah yang diuji berumur genjah sampai sedang, yakni 109-125 hari. Demikian pula IR64 dan Memberamo yang digunakan sebagai pembanding tergolong dalam umur sedang, yakni 120 dan 123 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan sifat agronomis 60 kombinasi hibrida padi sawah beragam menurut persilangannya. Hal ini ditunjukkan dengan persentase standar heterosis terhadap varietas pembanding IR64 dan Memberamo, serta hasil, tinggi tanaman, anakan produktif, umur berbunga 50%, dan umur panen (Tabel 1). Standar heterosis dihitung terhadap varietas pembanding IR64 dan Memberamo. Hasil perhitungan standar heterosis terhadap IR64 menunjukkan bahwa 54 kombinasi hibrida padi sawah mempunyai nilai positif dengan kisaran 057%. Untuk standar heterosis terhadap Memberamo, 16 kombinasi hibrida mempunyai nilai positif dengan kisaran 126%. Hal ini berarti bahwa hasil hibrida terhadap IR64 lebih tinggi 57%, sedangkan terhadap Memberamo hanya lebih tinggi 26%. Hibrida IR68885A/IR65515 memberikan hasil tertinggi (9,6 t/ha) atau mencapai heterosis 57% terhadap IR64 dan 26% terhadap Memberamo. Hibrida lain yang memberikan hasil tinggi adalah IR68888A/S4325D, IR59025A/ IR53942, dan IR59025A/S4325D berturut-turut dengan

Tabel 1. Sifat agronomis, hasil, dan standar heterosis kombinasi hibrida padi sawah, Muara-Bogor, MK 2003 Hibrida/Varietas IR59025A/BR827 IR68886A/BR827 IR59025A/IR53942 IR62829A/MTU9992 IR68888A/MTU9992 IR68885A/IR65515 IR68886A/B4070D IR68886A/B10277 IR68888A/B10277 IR59025A/S4325D IR68888A/S4325D IR64 Memberamo Tinggi tanaman (cm) 108 82 106 89 91 99 95 79 90 96 100 87 98 Jumlah anakan produktif 14 14 19 21 15 17 10 14 16 15 17 12 13 Umur berbunga (hari) 100 84 98 94 91 92 87 85 91 88 88 95 98 Umur panen (hari) 125 109 123 119 116 117 112 110 116 113 113 120 123 Hasil (t/ha) 5,8 6,4 8,9 8,0 7,8 9,6 5,8 7,2 6,1 8,9 9,3 6,1 7,6 Standar heterosis (%) IR64 -6 4 46 31 27 57 -6 18 0 45 51 Memberamo -24 -17 17 5 1 26 -25 -5 -20 16 21

(3)

(1)

(4) (2)

Angka dalam kurung pada standar heterosis menunjukkan urutan terbaik.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

31

KESIMPULAN DAN SARAN Hibrida padi sawah IR68885A/IR65515 memberikan hasil paling tinggi (9,6 t/ha) dengan standar heterosis 26%, diikuti oleh hibrida IR68888A/S4325D, IR59025A/IR53942, dan IR59025A/S4325D yang memberikan standar heterosis lebih dari 15% terhadap varietas pembanding terbaik Memberamo (7,6 t/ha). Hibrida tersebut juga mempunyai jumlah anakan produktif lebih tinggi dan umur panennya lebih genjah dibanding IR64 maupun Memberamo, kecuali IR59025A/ IR53942 yang umur panennya sama dengan Memberamo. Hibrida padi sawah yang diuji berumur 109-125 hari, tinggi tanaman 79-108 cm, jumlah anakan produktif 10-21 batang tiap rumpun, dan umur berbunga 50% antara 84-100 hari. Untuk mengetahui heterosis hasil dan sifat agronomis hibrida padi sawah yang lebih mantap perlu diuji lagi pada musim yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Dalam M. Ismunadji, S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono (Ed.). Padi. Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 55-102. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Jakarta. 317 hlm. Suwarno, M. Diredja, Satoto, Yudhistira N., Maulana, Sukirman, A. Somad, dan A. Sudradjat. 2003. Laporan Akhir Tahun, Evaluasi Keragaan Padi Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Virmani, S.S. 1994. Heterosis and Hybrid Rice Breeding. IRRI, Los Banos. Philippines. 162 pp. Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S. Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI, Los Banos, Philippines. 151 pp.

32

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

Anda mungkin juga menyukai