Anda di halaman 1dari 4

Analisis Masalah

Dimas, Kevin Pertanyaan (1e, 3b, 4g), LI (5) 1. Tn. Budi, 30 tahun, transmigran, tinggal di Amaroppa Papua, mengeluh demam, menggigil, berkeringan disertai sakit kepala dan mual-mual. e. Mengapa gejala baru terjadi satu bulan setelah tinggal di Papua? Ada banyak alasan, salah satunya Plasmodium penyebab malaria memiliki masa inkubasi. Kemungkinan masa inkubasi dari plasmodium yang menyerang tuan budi baru timbul. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium. Jika kaitannya dengan antibody mungkin secara logika dan analogi yaitu kita mengetahui bahwa plasmodium falciparum ini memiliki sifat dorman/tertidur dalam tubuh inangnya/ pejamu dan akan relaps/ menunjukkan gejala/ kambuh ketika system imun penderita menurun sehingga akan tampaklah gejala klinis berupa demam dsb. Jika demikian berarti tuan budi ini telah terekspos/ terpapar terlebih dahulu dgn plasmodium falciparum baru dia mengalami relaps Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam. P. Falciparum : 9 14 (12) hari P. Vivax P. Ovale P. Malariae : 12 - 17 (15) hari : 16 - 18 (17) hari : 18 - 40 (28) hari

3. Gejala-gejalanya tidak berkurang walaupun telah meminum obat sesuai petunjuk dokter. b. Adakah kelainan genetik yang menyebabkan resistensi obat antimalaria? i. Kalau ada, mengapa seseorang dapat mengalami resistensi terhadap obat antimalaria? ii. Apa yang mengalami resistensi? 4. Hasil pemeriksaan peran laboratorium sistem menyatakan tubuh Plasmodium falciparum (+++)

g. Bagaimana

imun

terhadap

Plasmodium

falciparum?

Imunologi terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan hampir seluruh komponen sistim imun baik imun spesifik maupun nonspesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang timbul secara alami maupun didapat akibat infeksi atau vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek (short lived) dan barangkali tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna. Bentuk imunitas terhadap malaria dibedakan atas : 1. Imunitas alamiah non-imunologis berupa kelainan-kelainan genetik polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya hemoglobin S (sickle cell trait), hemmoglobin C, hemoglobin E, talasemia /, defisiensi G6PD, ovalositosis herediter, golongan darah Duffy negatif kebal terhadap infeksi P.vivax, individu dengan HLA tertentu misalnya HLA Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi dari malaria berat. 2. Imunitas didapat non-spesifik (non-adaptive/innate) Sporozoit yang masuk ke darah segera dihadapi oleh respon imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh parasit (sitotoksik) 1. Imunitas didapat spesifik Tanggapan sistim imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit (stage specific), dibagi menjadi : - Imunitas pada stadium eksoeritrositer Eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium sporozoit), respons imun pada stadium ini : - antibodi yang menghambat masukmya sporozoit ke hepatosit - antibodi yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi. Contoh : circumsporozoid protein (CSP), sporozoid threonin and asparagin rich protein (STARP), sporozoid and liver stage antingen (SALSA), plasmodium falciparum sporozoit surface protein-2 (SSP-2/trombospondinrelated anonymous protein=TRAP) Eksoeritrositer intrahepatik, respons imun pada stadium ini : Limfosit T sitotoksik CD8+, antigen/antibodi pada stadium hepatosit : Liver stage antigen-1 (LSA-1), LSA-2, LSA-3.

- Imunitas pada stadium aseksual eritrositer berupa antibodi yang mengaglutinasi merozoit, antibodi yang menghambat cytoadherance, antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit. Contoh : antigen dan antibodi pada stadium merosoit : Mreozoit surface antigen/protein-1 (MSA/MSP-1), MSA-2, MSP-3, Apical membrane Antigen (AMA-1), Eritrocyte Binding Antigen-175 (EBA-175), Rhoptry Associated Protein-1 (RAP-1), Glutamine Rich Protein (GLURP) Antigen dan Antibodi pada stadium aseksual eritrositer: Pf -155/Ring Eritrocyte Surface Antigen (RESA), Serine Repeat Antigen (SERA), Histidine Rich Protein-2, P.falciparum Eritrocyte Membrane Protein-1/Pf-EMP-1, Pf-EMP-2, Mature Parasite Infective Eritrocyte Surface Antigen (MESA), Pf-EMP-3, Heat Shock Protein-70 (HSP-70) - Imunitas pada stadium seksual berupa : antibodi yang membunuh gametosit, antibodi yang menghambat fertilisasi, antibogi yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinete, antigen/antibodi pada stadium seksual prefertilisasi : Pf-230 (Transmission blocking antibody), PF-48/45, Pf-7/25, Pf-16, Pf-320, dan antigen/antibodi pada stadium seksual postfertilisasi, misal Pf-25, Pf-28 Perhatian pembuatan vaksin banyak ditujukan pada stadium sporozoit terutama dengan menggunakan epitop tertentu dari sirkum sporozoid. Respon imun spesifik ini diatur dan / atau dilaksanakan langsung oleh limfosit T untuk imunitas seluler dn limfosit B untuk imunitas humoral.

LI
5. Resistensi Parasit Malaria Terhadap Obat Malaria Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup dan/ atau berkembang biak walaupun pemberian dan absorbsi obat sesuai dosis standar atau lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan tetapi masih dapat ditoleransi hospes. Resistensi terhadap obat malaria timbul karena mutasi spontyan pada level molekul yang memengaruhi struktur dan aktivitas target obat atau memengaruhi access obat terhadap target yaitu plasmodium. Seleksi obat terhadap parasit terjadi bila konsentrasinya tidak cukup untuk menghambat parasit yang bermutasi. Hal ini dipicu oleh kadar obat dalam plasma yang berada di bawah kadar terapetik dan dapat juga disebabkan oleh kurva datar antara dosis obat dan responsnya. Proses evolusi

P. Falciparum menjadi resisten terhadap obat belum dimengerti seluruhnya, walaupun dasar perubahan molekul yang berhubungan dengan resistensi sekarang sudah lebih jelas. Perkembangan P. Falciparum yang resisten terhadap klorokuin mungkin memerlukan mutasi beberapa gen secara berurutan dan hal ini berlangsung lamban. Ada indikasi bahwa pada P. Falciparum terjadi mutasi pada gen transporter-like pada permukaan vakuol makanan P. Falciparum dan melibatkan gen Plasmodium falciparum Chroquine resistance transporter (Pfcrt), selain gen Plasmodium falciparum multidrug resistance (Pfmdr).

Anda mungkin juga menyukai