Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Mengingat peran pendidikan tersebut maka sudah seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Karena itu, maka perlu adanya peningkatan mutu pendidikan matematika. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan prestasi belajar matematika siswa di sekolah. Dalam pembelajaran di sekolah, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran matematika diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi. Artinya dalam penggunaan metode mengajar tidak harus sama untuk semua pokok bahasan, sebab dapat terjadi bahwa suatu metode mengajar tertentu cocok untuk satu pokok bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain. Kenyataan yang terjadi adalah penguasaan siswa terhadap materi matematika masih tergolong rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Kondisi seperti ini terjadi pula pada SMP Negeri 1 Batuatas. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika yang mengajar di kelas VIII bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa masih tergolong rendah. Salah satu materi matematika yang penguasaan siswa rendah adalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah, di mana pada materi tersebut banyak siswa yang belum bisa menentukan cara yang mudah dalam menyelesaikan suatu sistem persamaan linear dua peubah dari beberapa cara yang ada, siswa juga kurang bisa menyatakan suatu bentuk model matematika dari soal cerita yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua peubah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada semester I tahun 2004/2005 sebesar 5,0 dan pada semester II tahun 2005/2006 sebesar 4,76. Rendahnya hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Negeri 1 Batuatas menunjukan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran konvesional yakni suatu model pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diduga merupakan salah satu penyebab terhambatnya kreativitas dan kemandirian siswa sehingga menurunkan prestasi belajar matematika siswa. Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, guna meningkatkan prestasi belajar matematika disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar

pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan. Hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengkaji dan menguasai materi pelajaran matematika sehingga nantinya akan meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Model pembelajaran kooperatif terdiri dari empat pendekatan yaitu: STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, IK (Investigasi Kelompok), dan pendekatan struktural. Pendekatan struktural terdiri dari dua tipe yaitu tipe Think Pair Share dan tipe Numbered Heads Together (NHT). Melihat penguasaan siswa terhadap materi matematika khususnya pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah, maka dalam penelitian ini model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together), karena pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerja sama dalam kelompok dengan ciri utamanya adanya penomoran sehingga semua siswa berusaha untuk memahami setiap materi yang diajarkan dan bertanggung jawab atas nomor anggotanya masing-masing. Dengan pemilihan model ini, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada siswa. Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul :Meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang dikemukakan adalah:Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah di kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas dapat ditingkatkan?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas dan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas khususnya pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Peubah.

D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat : 1. Bagi guru, dapat meningkatkan dan memperbaiki sistem pembelajaran di kelas. 2. Bagi siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa khususnya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah. 3. Bagi sekolah, dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka memberikan

pembelajaran matematika pada khususnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Proses Belajar Mengajar Matematika di Sekolah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya (Usman, 1995: 5). Belajar sebagai suatu proses, ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Winkel (1986: 36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif, konstan dan berbekas. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kebiasaan, kemampuan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara proses belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya Soejanto (1997: 21) menyatakan bahwa belajar adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan yang menyangkut banyak aspek, baik karena kematangan maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang relatif lama tersebut disertai dengan berbagai usaha, sehingga Hudoyo (1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif lama atau tetap. Dari beberapa pendapat para ahli pada intinya belajar merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang bersifat menetap. Pengertian mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman kecakapan kepada anak didik atau usaha mewariskan nilai-nilai kebudayaan kepada generasi muda/penerus, sejalan dengan pendapat De Quelyu dan Gazali dalam Abdurrahman(1990: 73) mengatakan bahwa belajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat . Usman (1995: 6) menyatakan mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup berat, karena berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar (Usman, 1995: 6). Sejalan dengan itu, Hamalik (2001: 8) menyatakan bahwa mengajar adalah usaha guru untuk mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas yang menunjang kegiatan belajar mengajar. Menurut Tabrani (1989: 27) bahwa mengajar bukan upaya guru menyampaikan bahan pelajaran, melainkan bagaimana siswa dapat mempelajari bahan pelajaran sesuai tujuan. Dari pengertian belajar dan mengajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapatlah dikatakan

bahwa proses belajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Dalam proses belajar mengajar, keberhasilan guru dalam pengajaran ditentukan oleh prestasi atau hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting dan diharapkan dapat membimbing siswa agar mereka menguasai ilmu dan keterampilan yang berguna serta memiliki sifat positif. Dalam mengajar matematika perubahan tingkah laku diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengarahkan individu kepada berpikir matematis berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis. Materi matematika disusun secara teratur dalam urutan yang logis dan hirarkis, artinya topik matematika yang telah diajarkan merupakan prasyarat untuk topik berikutnya. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui oleh orang itu. Karena itu untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut. Hudoyo (1988: 4) menyatakan bahwa belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Sehubungan dengan itu, maka dalam mengajar guru hendaknya dapat memberikan pengetahuan prasyarat sebagai dasar untuk mempelajari topik matematika yang diajarkan agar dalam menyelesaikan soal-soal matematika tidak terlalu banyak mengalami kesulitan. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika adalah proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa secara simultan, di mana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengantarkan siswa pada berpikir matematis berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis, sedangkan guru dalam mengajar hendaknya dapat memilih topik-topik matematika sesuai dengan urutan logis. 2. Prestasi Belajar Matematika Poerwadarminta (1974: 769) mendefinisikan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang dilakukan atau dikerjakan. Defenisi di atas sejalan dengan pendapat Winkel (1986: 102) yang menyatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang dicapai. Istilah prestasi selalu digunakan dalam mengetahui keberhasilan belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukan hasil yang tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu. Selanjutnya Soejanto (1979: 12) menyatakan bahwa prestasi belajar dapat pula dipandang sebagai pencerminan dari pembelajaran yang ditunjukan oleh siswa melalui perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis, evaluasi serta nilai dan sikap. Prestasi belajar siswa ditentukan oleh dua faktor yaitu intern dan ekstren. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang berasal atau bersumber dari siswa itu sendiri, sedangkan faktor ekstern

merupakan faktor yang berasal atau bersumber dari luar peserta didik. Faktor intern meliputi prasyarat belajar, yakni pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran berikutnya, keterampilan belajar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian dan mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap, cita-cita, dan hubungannya dengan orang lain. Faktor ekstern antara lain meliputi proses belajar mengajar, sarana belajar yang dimiliki, lingkungan belajar, dan kondisi sosial ekonomi keluarga (Usman, 1995: 12). Berdasarkan pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli, maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dan merupakan interaksi antara beberapa faktor. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : 1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3. Pengembangan keterampilan sosial Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (1993) dengan tiga langkah yaitu : 1. Pembentukan kelompok 2. Diskusi masalah 3. Tukar jawaban antar kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah tersebut adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Linda Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : 1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2. Memperbaiki kehadiran 3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 5. Konflik antara pribadi berkurang 6. Pemahaman yang lebih mendalam 7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8. Hasil belajar lebih tinggi. B. Kerangka Berpikir Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya tanggap yang lama.

Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT, yaitu membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang siswa dan setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang beragam, ada yang pintar, sedang, dan ada pula yang tingkat kemampuannya kurang. Kemudian setiap anggota kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal dalam kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa takut salah. Oleh karena itu tidak tampak lagi mana siswa yang unggul karena semuanya berbaur dalam satu kelompok dan sama-sama bertanggung jawab terhadap kelompoknya tersebut. Dengan demikian, untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas khususnya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah, guru perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan tersebut karena daya serap siswa dalam menerima materi pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah tidak sama dan diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa akan mempunyai tingkat kemampuan yang relatif sama terhadap materi sistem persamaan linear dua peubah dan pada akhirnya prestasi belajar siswa akan lebih baik. E. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Wa Sinar (2003) yang menyimpulkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar matematika. Syamsidar (2004) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT kemampuan siswa kelas I3 semester I SLTP Negeri 2 Raha dalam memahami konsep operasi hitung pada bilangan bulat dapat ditingkatkan.

F. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas dapat ditingkatkan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK), dengan ciri utamanya adalah adanya tindakan yang berulang dan metode utamanya adalah refleksi diri yang bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Batuatas Kabupaten Buton. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2005 sampai tanggal 13 Desember tahun 2006.

C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII1 SMP Negeri 1 Batuatas yang berjumlah 35 orang yang terdiri dari 14 orang laki-laki dan 21 orang perempuan, dengan kemampuan yang heterogen. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Lembar observasi, untuk memperoleh data tentang kondisi pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas. b. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. c. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi diri. E. Faktor yang Diselidiki Untuk lebih memudahkan dalam pemecahan masalah, ada beberapa faktor yang diselidiki : 1. Faktor siswa, melihat atau memperhatikan keaktivan dan kemampuan siswa dalam belajar. 2. Faktor guru, melihat atau memperhatikan guru dalam menyajikan materi pelajaran secara tekhnik yang digunakan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan benar. 3. Faktor sumber pelajaran, melihat sumber atau bahan pelajaran yang digunakan apakah dapat mendukung pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. F. Defenisi Operasional Agar tidak terjadi kekeliruan menafsirkan istilah dalam penelitian, maka perlu diberikan defenisi operasional sebagai berikut: 1. Prestasi belajar adalah suatu nilai yang dicapai oleh siswa menurut kemampuannya dalam mengerjakan atau menyelesaikan soal-soal evaluasi tes hasil belajar pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua peubah. 2. Sistem persamaan linear dua peubah adalah materi pembelajaran matematika di kelas VIII dengan sub-sub pokok bahasan yaitu bentuk-bentuk persamaan linear dua peubah, sistem persamaan linear dua peubah, penyelesaian sistem persamaan linear dua peubah, cara menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan sistem persamaan linear, cara menyelesaikan sistem persamaan non linear dua peubah. 3. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen, yang melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas. Langkah-langkah pekerjaannya yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, menjawab.

BAB I PENDAHULUAN
Pemilihan metode pembelajaran sangat menentukan kualitas pengajaran dalam proses belajar mengajar. Menurut Riris pujiwati (2003) untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan penggunaan metode pembelajaran yang optimal. Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran khususnya matematika harus diorganisasi dengan strategi

A. Latar Belakang M asalah

pengorganisasian yang tepat dan selanjutnya disampaikan kepada siswa dengan strategi yang tepat pula. Peningkatan kualitas ini sejalan dengan dasar-dasar teori belajar yang lain (Ruseffendi,1990:18). Contoh Model pembelajaran merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi motivasi dan prestasi belajar siswa. Selama ini pembelajaran yang dilakukan disekolah lebih bersifat konvensional. Maksudnya murid hanya mendengarkan apa saja yang dijelaskan oleh guru. Dalam pembelajaran konvensional biasanya peranan guru sangat dominan menerima. sedangkan siswa biasanya bersifat pasif dan hanya dapat

Skripsi

Penggunaan

model

pembelajaran

tersebut

mengakibatkan keterlibatan siswa selama pembelajaran menurun atau keaktifan siswa rendah. Dalam hal ini siswa tidak berperan sebagai subyek belajar yang aktif dan kreatif melainkan obyek pembelajaran. Tanggung jawab siswa dalam hal kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkapkan pengetahuannya

menjadi berkurang.Contoh

Skripsi

Berangkat dari kurang tepatnya pembelajaran konvensional seperti diatas, banyak penelitian-penelitian dilancarkan dan sampai pada kesimpulan bahwa pembelajaran konvensional dengan metode ceramah kurang tepat dengan karakteristik mata pelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar. Salah satu pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar adalah pembelajaran kooperatif, karena pada pelajaran matematika memuat hal-hal yang hanya bukan sekedar mendengar, menghafal atau mengingat rumus-rumus tetapi harus menguasi konsep yang diterima, dengan metode pembelajaran kooperatif ini siswa dapat belajar bekerjasama untuk mencapai tujuan pribadi anggota kelompok harus membantu teman dalam

kelompoknya dengan cara melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil dan yang lebih penting mendorong teman dan kelompoknya untuk melakukan upaya maksimum sehingga siswa lebih berani mengungkapkan pendapat dan bertanya satu sama lain serta rasa takut pada diri siswa akan teratasi. Arends (Ibrahim 2000:29) membagi model pembelajaran kooperatif menjadi empat pendekatan yaitu: STAD, Jigsaw,

Investigasi Kelompok (IK), dan Pendekatan Struktural. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas pendekatan struktural model NHT (Numbered Heads Together). Dengan pendekatan ini, siswa diharapkan dapat saling berinterkasi dan bekerja sama dalam kelompok sehingga dapat memecahkan permasalahannya, sedangkan guru sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara

memecahkan permasalahan.

Kagan (dalam Riris Pujiwati, 2003;3) menyimpulkan bahwa belajar secara kooperatif akan mendorong prestasi belajar dan pembelajaran ketrampilan siswa untuk semua tingkat usia. Serta memberikan dampak positif pada penghargaan individu, motivasi yang tinggi dan sikap yang lebih positif terhadap pelajaran. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pembealjaran kooperatif dengan model NHT

(Numbered Heads Together). Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis memberiakan judul penelitian ini "Pembelajaran Kooperatif model NHT (Numbered Heads Together) pada pelajaran Matematika kelas 1 SLTP ".

B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keefektifan pembelajaran kooperatif dengan model NHT (Numbered matematika? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif model NHT? Heads Together) pada mata pelajaran maka dapat

2. Persamaan Linear Dua Variabel


Kamu telah mempelajari dan memahami persamaan linear satu variabel. Materi tersebut akan membantu kamu untuk memahami persamaan linear dua variabel. Coba kamu perhatikan bentuk-bentuk persamaaan berikut.

Persamaan-persamaan tersebut memiliki dua variabel yang belum diketahui nilainya. Bentuk inilah yang dimaksud dengan persamaan linear dua variabel. Jadi, persamaan dua variabel adalah persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing variabel berpangkat satu. Untuk lebih jelasnya, coba kamu perhatikan dan pelajari Contoh Soal 4.3 berikut.

3. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel


Coba kamu perhatikan bentuk-bentuk persamaan linear dua variabel berikut.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa masing-masing memiliki dua buah persamaan linear dua variabel. Bentuk inilah yang dimaksud dengan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Berbeda dengan persamaan dua variabel, SPLDV memiliki penyelesaian atau himpunan penyelesaian yang harus memenuhi kedua persamaan linear dua variabel tersebut. Contoh, perhatikan sistem SPLDV berikut.

Penyelesaian dari sistem persamaan linear adalah mencari nilai-nilai x dan y yang dic ari demikian sehingga memenuhi kedua persamaan linear. Perhatikan Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 menjelaskan bahwa persamaan linear 2x + y = 6 memiliki 4 buah penyelesaian. Adapun persamaan linear x + y = 5 memiliki 6 buah penyelesaian. Manakah yang merupakan penyelesaian dari 2 x + y = 6 dan x + y = 5? Penyelesaian adalah nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan linear tersebut. Perhatikan dari Tabel 4. 1 nilai x = 1 dan y = 4 sama-sama memenuhi penyelesaian dari kedua persamaan linear tersebut. Jadi, dapat dituliskan:

Anda mungkin juga menyukai