Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN Bahan semen glass ionomer, pertama kali diperkenalkan di Inggris pada tahun 1971 oleh Wilson &

Kent. Bahan tambal ini memiliki beberapa sifat yang cukup baik diantaranya memiliki daya rekat yang baik pada gigi, warna cukup estetis, sederhana cara pengaplikasiannya, serta mengandung fluor yang dapat menghambat laju perjalanan karies (Van Noort,1994 ; Saleh & Khaiil., 2006). Saat ini bahan tambal glass ionomer telah diproduksi oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara farmasi yang produksi pertamanya diluncurkan secara simbolis oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 29 Juli 2000 (Sutrisna, 2000). Bahan tambal glass ionomer sangat mudah diaplikasikan sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam metoda ART, akan tetapi bahan tambal ini sangat peka terhadap kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan air liur yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber dam atau dapat pula digunakan teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish (Katsuyama, 1993) atau cocoa butter (Sutrisna, 2000). Penggunaan varnish pada permukaan tambalan glass ionomer bukan saja bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh & Khaiil , 2006). Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadap pulpa (Phillips & Moore, 1994 ; Van Noort, 1994 ; Craig dkk, 1996 ; Craig, 2002 ; Anusavice, 2003 ). Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa dari iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya ; untuk keperluan ini varnish berada diantara dentin dan bahan restorasi (Phillips & Moore, 1994 ; Van Noort, 1994 ; Craig dkk, 1996 ; Craig, 2002 ; Anusavice, 2003). Varnish tidak larut dalam cairan mulut (Craig dkk, 1996) dan air, tahan terhadap cairan mulut serta bertahan di permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya varnish terhadap bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah terabrasi. (Ferracane, 2001). Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural (seperti copal) dan resin sintetik (berupa nitrat selulosa) atau rosin (Grossman, 1952 ; Phillips & Moore, 1994 ; Van Noort, 1994 ; Craig dkk, 1996 ; Craig, 2002 ; Roberson, 2002 ; Anusavice, 2003).. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic seperti kloroform, alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat, amil asetat atau ether (Craig, 2002). Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu kali olesan, karena seringkali menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi. (Phillips & Moore, 1994 ; Ferracane, 2001 ; Anusavice, 2002). Cocoa butter merupakan lemak yang diekstraksi dari biji coklat. Biasa dikenal juga dengan nama minyak theobroma. Sediaan cocoa butter berwarna agak kekuningkuningan. Pada kehidupan sehari-hari, biasa digunakan untuk keperluan dapur, kosmetik dan kesehatan kulit terutama untuk wanita yang sedang mengandung. Akan tetapi dapat pula digunakan untuk keperluan farmasi yaitu untuk pembuatan supositoria dan obat per oral dalam bentuk kapsul. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah untuk menentukan salah satu bahan yang lebih baik dalam menjaga kondisi bahan tambal dilihat dari daya serapnya

terhadap saliva, yaitu antara coccoa butter dengan varnish ; bila digunakan sebagai pelapis tambalan glass ionomer

Anda mungkin juga menyukai