Anda di halaman 1dari 22

ISSN 0215 - 8250

114

PEMBELAJARAN LAFAL BERPENDEKATAN HOLISTIK DALAM RANGKA MEMPERBAIKI KOMPETENSI KOMUNIKATIF MAHASISWA SEMESTER I DALAM MATA KULIAH SPEAKING I oleh Razak Rudiyanto Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah pembelajaran terpadu berpendekatan holistik dapat memperbaiki kompetensi komunikatif, meningkatkan ketepatan lafal (pronunciation), dan memperbaiki kelancaran (fluency) berbahasa Inggris mahasiswa semester satu dalam mata kuliah Speaking I (ING-4109). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang terdiri atas tiga siklus dan setiap siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Setiap siklus terdiri dari empat tatap muka sehingga dalam tiga siklus terdapat dua belas tatap muka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam pelafalan sebelum diberikan tindakan berada pada kriteria poin 2 (kurang, tingkat penguasaan 57.55%), dengan deskriptor tidak begitu tepat, ada banyak kesalahan, dan setelah diberikan tindakan kemampuan pelafalan mereka meningkat pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 78.55%), dengan deskriptor sebagian besar tepat, sedikit ada kesalahan, seperti penutur asli. Sedangkan mengenai kelancaran dalam berbahasa Inggris sebelum diberikan tindakan berada pada kriteria poin 3 (cukup, tingkat penguasaan 61.11%) , dengan deskriptor lancar, ada beberapa jeda, tidak persis seperti penutur asli, dapat dimengerti, dan setelah diberikan tindakan, kelancaran berbahasa Inggris mereka meningkat pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 80.83%), dengan deskriptor sangat lancar, sedikit ada jeda, seperti penutur asli. Strategi pembelajaran lafal yang mengintegrasikan teknik reading aloud, meaningful drill, dan communicative drill secara nyata telah melibatkan mahasiswa semester satu secara aktif, kreatif, dan partisipatif sehingga hal ini memberikan dampak yang positif terhadap kesadaran metakognitif mereka dalam belajar. Kata kunci: lafal, pendekatan holistik, kompetensi komunikatif.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

115

ABSTRACT This research aimed at investigating whether integrated learning strategies based on holistic approach could improve students communicative competence, pronunciation, and fluency in English, more specifically in learning Speaking I (ING-4109). This research was concerned with action-based research, in which it consisted of three cycles, each of which comprised four phases, namely: planning, action, observation, and reflection. Each cycle had four meetings, so altogether within four cycles there were twelve meetings. The results of the research showed that before the actions were conducted, the students ability in pronunciation lay to the criteria point 2 (insufficient, level of mastery 57.55%), described as not too accurate, so many mistakes. However, it increased to the criteria point 4 (good, level of mastery 78.55%), described as the majority being accurate, very few mistakes, like native speaker. Regarding students fluency in English, it was found out that before the actions were conducted, the students fluency lay to the criteria point 3 (sufficient, level of mastery 61.11%), described as fluent, with some intervals, not exactly like native speaker, understandable, but it increased to the criteria point 4 (good, level of mastery 80.83%), described as very fluent, few intervals exist, like native speaker. It was obvious that the teaching of pronunciation by integrating reading aloud, meaningful drill, and communicative drill had made the students involve in the teaching learning process actively, creatively, and participatively, and in turn this brought about positive effect towards their metacognitive awareness in learning. Key words : pronunciation, holistic approach, communicative competence.

1. Pendahuluan Tujuan pembelajaran dalam konteks pembelajaran komunikatif mengarah kepada upaya untuk mencetak pembelajar yang mampu menggunakan bahasa yang dipelajari dalam berkomunikasi pada situasi yang nyata atau riil berbahasa. Untuk maksud tersebut pembelajaran diprioritaskan pada pembelajaran keterampilan
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

116

berbahasa yang meliputi listening, speaking, reading, dan writing. Di samping itu, pembelajaran aspek kebahasaan, seperti grammar (tatabahasa), vocabulary (kosakata), dan pronunciation (lafal) sangat perlu mendapat perhatian khusus, karena tanpa pengetahuan aspek kebahasaan yang memadai, pembelajar mustahil mampu mengaplikasikan keterampilan berbahasa mereka. Tatabahasa ialah suatu sistem yang mengatur bagaimana kata-kata dan bagian-bagiannya disusun untuk menjadi kalimat yang berarti. Kosakata ialah perbendaharaan bahasa yang terdiri atas kata lepas, dan lafal atau ucapan ialah unsur bahasa yang mengatur cara-cara mengucapkan kata-kata dan kalimat-kalimat. Dalam hubungannya dengan pembelajaran keterampilan berbicara (speaking), maka aspek lafal memegang peranan penting karena lafal yang benar dan tepat merupakan salah satu kriteria kompetensi komunikatif. Proses komunikasi bisa gagal atau terganggu apabila pelafalan kata-kata dan kalimat-kalimat tidak akurat. Dalam keadaan seperti ini, tujuan berkomunikasi untuk menyampaikan pesan kepada lawan berbicara tidak berhasil. Selama ini pembelajaran lafal kurang mendapat perhatian oleh pengajar dalam proses belajar mengajar. Dalam wawancara informal dengan para pengajar bahasa Inggris terungkap bahwa tidak difokuskannya pembelajaran lafal adalah karena tuntutan dari pendekatan yang dianut dalam kurikulum yang menghendaki penekanan pembelajaran lebih banyak pada pemahaman (comprehension and meaningfulness). Konsep pemikiran seperti ini cenderung mengecilkan arti dan manfaat lafal terhadap ketepatan seseorang dalam komunikasi. Di samping adanya miskonsepsi terhadap pentingnya pembelajaran lafal dalam pembelajaran bahasa Inggris, beberapa pengajar bahasa Inggris sering mengeluhkan sulitnya menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan lafal. Atas dasar inilah, tim pelaksana penelitian teaching grant sepakat untuk mengadakan diagnose awal terhadap masalah-masalah yang
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

117

berhubungan dengan pembelajaran lafal. Diagnose awal diadakan dengan mengadakan observasi kelas dan wawancara informal dengan mahasiswa semester satu. Sebelum observasi dilakukan, kepada para mahasiswa diberitahukan tentang upaya peneliti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mata kuliah Speaking I (ING-4109). Dengan demikian, mahasiswa diharapkan dapat mengungkapkan dengan jujur permasalahan yang dihadapi dalam belajar. Secara jujur para mahasiswa mengungkapkan bahwa kelemahan mereka dalam hal lafal adalah karena (1) pengajar tidak pernah atau jarang mengajarkan lafal, (2) aktifitas belajar monoton yang lebih menekankan pada membaca diam (silent reading), dan (3) strategi pembelajaran yang kurang bervariasi dan kurang menarik. Simpulan yang dapat ditarik dari refleksi awal adalah kurangnya pemahaman serta kemampuan mahasiswa dalam melafalkan kata-kata bahasa Inggris secara benar dan tepat. Hal ini terjadi karena pembelajaran kurang berfokus pada lafal serta kurang bervariasinya strategi pembelajaran sehingga menyebabkan kekurang-aktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Dengan mengacu kepada adanya kenyataan di atas, penerapan pengajaran, tim pelaksana penelitian teaching grant sepakat untuk mengupayakan strategi pembelajaran lafal untuk memperbaiki kemampuan lafal mahasiswa dalam rangka meningkatkan kompetensi komunikatifnya. Adapun alternatif pemecahan yang diajukan oleh tim dalam pembelajaran ini adalah pemanfaatan strategi pembelajaran terpadu yang berpendekatan holistik. Pendekatan holistik (holistic approach) adalah a teaching-learning approach that emphasizes the wholes of subject matter and the integration of parts with wholes (Harris dan Hodges, 1981:141). Dalam hal ini pembelajaran lafal tidak diajarkan pada bunyi-bunyi bahasa tertentu secara fonetis, tetapi lebih memiliki perspektif ke arah suprasegmental dan pragmatis. Strategi pembelajaran yang dikembangkan adalah dengan memvariasikan teknik membaca keras (reading aloud), latihan
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

118

bermakna (meaningful drill), dan latihan komunikasi (communicative drill). Melalui teknik membaca keras, mahasiswa dilatih untuk melafalkan kata-kata bahasa Inggris dalam konteks tertulis dan lisan, sehingga peneliti bisa melihat keakuratan lafal mereka. Selanjutnya melalui pemanfaatan latihan makna, mahasiswa diarahkan agar dapat berlatih melafalkan kata-kata dalam bentuk percakapan terpimpin (guided conversation), dan melalui latihan komunikasi, mahasiswa diarahkan pada usaha pelafalan kata-kata bahasa Inggris dalam situasi percakapan bebas (free conversation). Dengan pemanfaatan kombinasi ketiga teknik di atas, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kelancaran (fluency) mereka dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Melalui kegiatan tanya jawab, pengajar senantiasa mendorong pembelajar untuk berkomunikasi tanpa melupakan lafal, tekanan, ritme, dan intonasi kalimat yang benar. Lafal (pronunciation) adalah the way a certain sound or sounds are produced (Richard, Platt and Weber, 1995:232); tekanan (stress) adalah the loudness or softness with which we utter the different syllables in the speech stream (Roberts, 1956:228); ritme (rhythm) adalah the pattern of recurring strong and weak syllabic stress in speech (Harris and Hodges, 1983:281); dan intonasi (intonation) adalah the term used to describe the pitch or melody pattern of any group of words (Clarey and Dixson, 1963:15). Lafal, tekanan, ritme, dan intonasi sangat penting karena cara kita mengungkapkan makna sangat dipengaruhi oleh keempatnya, seperti diketengahkan oleh Eagleson, Threadgold dan Collins (1985:141) sebagai berikut: We are able to tell, merely from the intonations people use, whether they are asking a question, agreeing with us, giving us an order, orperhaps being difficult, hesitant or annoyed. We can do this because there are certain patterns or rising and falling intonation that are recognized by speakers of English as conveying certain kinds of meaning in a systematic way.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

119

Menurut Larsen-Freeman (1986) teknik reading aloud sangat efektif digunakan untuk melatih ketepatan lafal pembelajar. Melalui integrasi pembelajaran membaca, pembelajar dapat berlatih sekaligus memahami materi teks yang dibaca. Sementara itu, meaningful drill dan communicative drill (Paulston, 1990) dapat diaplikasikan dalam pembelajaran lafal dalam konteks kebahasaan yang lebih mengarahkan pembelajar untuk menggunakan bahasa target yang dipelajari. Dalam meaningful drill pembelajar dapat melatih lafal dalam bentuk komunikasi sederhana yang banyak dikontrol oleh guru. Dengan kata lain respon pembelajar masih diarahkan dalam bentuk percakapan terpimpin (guided conversation). Namun, communicative drill pembelajar sudah lebih bebas memberikan respon dalam kegiatan berkomunikasi. Jadi, setelahmeaningful drill dilakukan, selanjutnya guru dapat menggunakan communicative drill, yang bentuk kegiatannya berupa percakapan bebas (free conversation). Dengan strategi pembelajaran meaningful drill dan communicative drill ini guru dapat mengintegrasikan pembelajaran lafal dalam konteks berbahasa natural, yaitu dengan keterampilan berbicara. Natural disini mengandung arti bahwa dalam konteks berbicaralah aspek lafal ini sangat memegang peranan penting. Berhasil tidaknya sebuah percakapan atau komunikasi sangat tergantung pada pemanfaatan lafal yang tepat dan benar (Hinofotis dan Bailey dalam Okita, 1999). Hal ini ditegaskan pula oleh Teresa Pica bahwa Accurate pronunciation of key words in the message is often crucial to how effectively the message is conveyed (Pica, 1984:2). Pendapat Pica ini menunjukkan kepada kita bahwa kejelasan suatu pesan (message) dalam suatu komunikasi sangat tergantung upada keakuratan pelafalan kata-kata kunci yang terkandung di dalam pesan tersebut yang berupa content words (lihat Clarey dan Dixson, 1963). Di samping itu, keakuratan pelafalan kata-kata juga akan memberi kejelasan yang mengenakkan atau comfortable intelligibility (Abercrombie, 1991:93) bagi penerima pesan.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

120

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

121

2. Metode Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester satu Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris tahun akademik 2003/2004 yang wajib mengambil mata kuliah Speaking I (ING-4109) sebagi prasyarat Speaking II (ING-4210) yang akan dimunculkan pada semester genap berikutnya. Jumlah subjek 18 orang, yang terdiri atas 5 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas dan menawarkan suatu cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan atau profesionalisme pengajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas (Suyanto, 2001). Hal serupa juga dikemukakan oleh Thorne dan Qiang (1996:255) sebai berikut: we not only improved our classroom management, but also built up a close contact with our students, which made it much easier to communicate with them, consequently it turned out to be easier for us to improve our classroom teaching. Ditinjau dari segi akademik, penelitian tindakan kelas bermanfaat untuk membentu guru menghasilkan pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki pembelajaran dalam jangka pendek. Pada prinsipnya kegiatan pembelajaran lafal ini dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dalam setiap siklus ada empat kali tatap muka, sehingga dalam tiga siklus terdapat dua belas kali tatap muka. Efektif tidaknya tindakan dapat diketahui melalui observasi kelas. Observasi kelas dilakukan oleh tim pengajar. Evaluasi dilakukan pada setiap akhir siklus dengan menggunakan tes membaca keras dan dialog untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan dalam melafalkan kata-kata bahasa Inggris dengan tepat dan benar. Di samping ketepatan pelafalan, kelancaran (fluency) menggunakan bahasa baik dalam membaca maupun dalam berdialog juga menjadi kriteria evaluasi. Dengan demikian,
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

122

ada dua jenis evaluasi dalam kegiatan pembelajaran lafal, yaitu evaluasi ketepatan lafal dan evaluasi kelancaran berkomunikasi. Adapun kriteria keberhasilan yang dipakai dalam mengevaluasi kemampuan mahasiswa dalam kedua aspek di atas adalah dengan menggunakan skala Likert 1-5 dengan rincian sebagai berikut: 5 = sangat bagus (tingkat penguasaan 85%-100%), 4 = bagus (tingkat penguasaan 70%-84%), 3 = cukup (tinkat penguasaan 55%-69%), 2 = kurang (tingkat penguasaan 30%-54%), 1 = sangat kurang (tingkat penguasaan di bawah 29%). Deskriptor yang dipakai untuk menentukan keberhasilan mahasiswa adalah sebagai berikut: Tabel 1 Deskriptor Ketepatan Pelafalan (Pronunciation Accuracy). Kriteria 5 4 3 2 1 Deskriptor Sangat tepat, tidak ada kesalahan, seperti penutur asli Sebagian besar tepat, sedikit ada kesalahan, seperti penutur asli Tepat, ada beberapa kesalahan Tidak begitu tepat, ada banyak kesalahan Sangat tidak tepat, banyak kesalahan

Tabel 2 Deskriptor Kelancaran (Fluency) Kriteria 5 4 3 2 1 Deskriptor Sangat lancar, tidak ada jeda, seperti penutur asli Sangat lancar, sedikit ada jeda, seperti penutur asli Lancar, ada beberapa jeda, tidak persis seperti penutur asli, dapat dimengerti Tidak begitu lancar, ada banyak jeda, tidak persis seperti penutur asli, masih dapat dimengerti Sangat tidak lancar, banyak jeda, tidak persis seperti penutur asli, dapat dimengerti

Kegiatan mengajar diakhiri jika kriteria keberhasilan sudah ada pada poin 4 dengan kategori bagus dan tahap penguasaan 70%-84%. Skala Likert 1-5 juga
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

123

dipergunakan untuk mengetahui tanggapan mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran terpadu berpendekatan holistik yang diselenggarakan dengan teknik penyebaran angket. Sebelum tindakan dikenakan pada subjek, terlebih dahulu dilakukan refleksi awal untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh mahasiswa dan apa kira-kira penyebab masalah tersebut, kemudian dipikirkan bagaimana pemecahannya. Hasil refleksi awal menunjukkan bahwa penyebab kelemahan lafal bersumber pada (1) bunyi-bunyi bahasa yang mirip dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia atau bahasa ibu, misalnya bunyi panjang dalam bahasa Inggris diucapkan pendek; bunyi [ ] cenderung diucapkan seperti kalau mereka mengucapkan katakata pendek, jelek, merengek; (2) bunyi-bunyi bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Indonesia ataupun bahasa ibu (non-existing sounds) seperti: [ f ], [ v ], [ t ], [ d ], [ ], [ ], [ ], [ ], [ z ], cenderung diucapkan tidak semestinya; (3) kesalahan pelafalan kata,, baik fonetis maupun tekanan (stress), umumnya disebabkan oleh penggunaan analogi dalam pelafalan, misalnya kata pushing, pulling diucapkan [pasin], [palin], mestinya [pu in], [pulin], dan hal ini terjadi mungkin karena atas dasar pengalaman belajar sebelumnya. Atas dasar pengetahuan penyebab dari masalah yang dihadapi oleh mahasiswa , tim peneliti menyusun rencana tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rencana tindakan ini berupa skenario pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus 1, tahap 1, 2, dan 3; siklus 2, tahap 1, 2, dan 3; dan siklus 3, tahap 1, 2, dan 3, dengan menggunakan bahan ajar yang disusun oleh tim berdasarkan bunyibunyi bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem tata bunyi bahasa Indonesia atau bahasa ibu. Bunyi-bunyi tersebut sebagai berikut: (1) voiceless alveopalatal fricative [ ], (2) voiced alveopalatal fricative [ ], (3) voiceless alveopalatal affricate [ t ], (4) voiced alveopalatal affricate [d ], (5) voiceless labiodental
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

124 [

fricative [ f ], (6) voiced labiodental fricative [ v ], (7) voiceless dental fricative ], (8) voiced dental fricative [ ], dan (9) voiced alveopalatal fricative [ z ].

Pada setiap akhir siklus diadakan refleksi dan apabila ditemukan kekurangan maka kekurangan tersebut dijadikan masukan dalam menyusun rencana tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian 1) Kemampuan Lafal Hasil refleksi awal menunjukkan bahwa kelemahan lafal mahasiswa terletak pada bunyi-bunyi bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Indonesia (non-existing sounds), sedangkan bunyi-bunyi bahasa Inggris yang sama atau mirip dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia tidak begitu banyak menimbulkan masalah. Karena itu, bunyi-bunyi bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Indonesia menjadi pusat perhatian utama tim pelaksana penelitian teaching grant, dengan tujuan pokok agar para mahasiswa semester satu mampu mengenali, memahami, serta menghasilkan bunyi-bunyi bahasa Inggris tersebut dengan tepat dan akurat. Mengingat pentingnya penguasaan lafal secara tepat dan akurat, kepada mahasiswa dikenalkan dan didemonstrasikan (modelling) bagaimana bunyi-bunyi bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Indonesia tersebut harus diucapkan atau dihasilkan.Misalnya bunyi [ f ] (voiceless labiodental fricative) dihasilkan dengan Bite the inside of the lower lip with the upper front teeth and blow out, with a voiceless sound (Clarey dan Dixson, 1963:37). Sementara dosen mendemonstrasikan bagaimana menghasilkan bunyi [ f ], mahasiswa diminta untuk mengamati dengan seksama, kemudian menirukan model. Kegiatan menirukan model ini dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

125

sebagai berikut: production, comparison, sentences, phrasing and intonation, dan review paragraph untuk setiap bunyi bahasa Inggris yang telah dipilih oleh tim peneliti. Dengan melalui latihan-latihan seperti di atas, mahasiswa diharapkan dapat mengenali, memahami, dan mampu menghasilkan bunyi-bunyi bahasa Inggris tersebut dalam konteks secara tepat dan akurat. Pada Tabel 3 dapat dilihat kemajuan mahasiswa semester satu dalam hal lafal yang dicapai dari satu siklus ke siklus yang lain. Penilaian yang digunakan untuk menentukan kemampuan ketepatan lafal seperti terlihat pada Tabel 1 berdasarkan tingkat penguasaan mahasiswa dalam empat aspek lafal yaitu fonetis, tekanan, ritme, dan intonasi.

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250 Tabel 3 Ketepatan Lafal (Pronunciation Accuracy)


Kode Mahasiswa A B C D E F G H I J K L M N O P Q R Rerata Rerata Fon. 60 70 70 60 70 70 60 60 70 70 60 60 70 60 60 60 60 60 63.88 SIKLUS 1 Tek. Rit. 60 70 60 70 70 70 60 70 70 70 70 70 70 60 60 70 60 70 60.66 70 70 60 70 70 70 60 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 68.88 Int. 60 70 60 70 60 70 60 70 70 60 70 60 70 70 60 60 60 60 64.44 KETEPATAN LAFAL SIKLUS 2 Fon. Tek. Rit. Int. 65 65 65 75 75 75 65 65 65 75 65 65 75 75 75 75 75 75 70.55 75 65 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 74.44 75 65 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 65 75 75 73.88 75 65 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 74.44 Fon. 80 80 85 85 85 85 80 80 80 80 80 65 80 80 65 65 80 80 75

126

SIKLUS 3 Tek. Rit. 80 80 85 85 85 85 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 81.11 80 80 85 85 85 85 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 81.11

Int. 80 80 85 85 85 85 80 80 80 80 65 65 80 80 80 65 80 80 75

65.97

74.57

78.06

Pada Tabel 3 tampak bahwa kemampuan mahasiswa dalam hal lafal menunjukkan peningkatan yang berarti jika dibandingkan dengan hasil tes awal (pre-test) yang berada pada kriteria poin 2 (kurang, tingkat penguasaan 57.55%). Pada siklus 1 kemampuan lafal mahasiswa berada pada kriteria poin 3 (cukup, tingkat penguasaan 65.97%), siklus 2 pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 74.57%), dan pada siklus 3 pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 78.06%). Hal ini disebabkan oleh tindakan yang telah dilaksanakan secara terus menerus yang pada gilirannya memberikan perubahan ke arah perbaikan lafal dipihak mahasiswa.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

127

Tindakan-tindakan yang diterapkan oleh dosen pada saat melaksanakan siklus 1 tidak selalu mulus dan mengalami kendala, namun kendala-kendala tersebut merupakan temuan yang berguna bagi perbaikan selanjutnya. Misalnya, dalam pembelajaran lafal umumnya mahasiswa tidak menyadari bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang bercirikan stress-timed language (Okita, 1990:18), artinya bahwa di dalam bahasa Inggris tidak semua kata (syllables) dalam suatu kalimat mendapat tekanan. Jadi tidak sama dengan bahasa Indonesia dimana semua kata ditekan karena bahasa Indonesia termasuk bahasa yang bercirikan syllable-timed language. Karena itu, ketika mempelajari bahasa Inggris kebiasaan memberi tekanan pada setiap sukukata ini diterapkan dalam bahasa Inggris, tanpa menyadari bahwa dalam bahasa Inggris hanya content words saja yang mendapat tekanan, sedangkan function words tidak mendapat tekanan (Wahba, 1998; Clarey dan Dixson, 1963). Temuan-temuan yang lain adalah mahasiswa belum menyadari bahwa dalam bahasa Inggris terdapat bunyi vokal panjang dan bunyi vokal pendek, bunyi cluster, bunyi aspirasi (aspirated sounds) pada fonem [ p ], [ t ], [ k ] terutama apabila bunyi-bunyi ini terdapat pada sukukata yang mendapat tekanan utama (primary stress), baik pada posisi awal (initial position) maupun pada posisi tengah (medial position). Selanjutnya dengan memperhatikan temuan-temuan di atas, pada saat melaksanakan siklus 2 dan siklus 3 , strategi yang diambil adalah membuat mahasiswa menyadari dan memahami segala hal yang menjadi temuan Tim Peneliti teaching grant tersebut dengan cara memberikan penjelasan dengan contohcontoh, mendemonstrasikan, dan mengintensifkan latihan-latihan. Dengan strategi seperti ini mahasiswa akhirnya memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai, terutama dalam mengenali, mengidentifikasi, dan menghasilkan bunyibunyi bahasa Inggris, termasuk bunyi vokal panjang dan vokal pendek, bunyi
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

128

aspirasi, dan bunyi cluster yang terkandung di dalam bentuk-bentuk bahasa tertentu yang digunakan untuk berkomunikasi. 2) Kelancaran (Fluency) Kemampuan kelancaran mahasiswa semester satu dalam bahasa Inggris sebelum tindakan diberikan berada pada kriteria poin 3 (cukup, tingkat penguasaan 61.11%) dan ini berarti bahwa kelancaran awal mahasiswa semester satu dalam berbahasa Inggris termasuk lancar, ada beberapa jeda, tidak persis seperti penutur asli dan dapat dimengerti. Secara umum, setelah mahasiswa semester satu dikenakan tindakan, mereka memiliki kemampuan dalam mengelompokkan unit-unit kebahasaan, sehingga dalam kegiatan membaca keras maupun memperagakan dialog-dialog dan melaksanakan percakapan bebas, bahasa lisan yang mereka tampilkan diwarnai dengan apa yang disebut catenation yang diwujudkan dalam the linking of sounds together in speech, such as the grouping of phonemes into syllables, and the grouping of syllables and words through assimilation, elision, and juncture (Richards, Platt dan Weber, 1992:36). Dengan kata lain bahwa kelancaran mahasiswa semester satu dalam berbahasa Inggris secara relatif telah mendekati kualitas yang alamiah dan normal yang meliputi penggunaan tekanan kata (stress), ritme (rhythm), sedikit jeda, penggunaan intonasi naik dan intonasi turun, serta penggunaan kata seru (interjections) dan penyelaan (interruptions). Jadi apa yang dipaparkan pada tabel 2 merupakan cerminan dari kemajuan mahasiswa dalam meningkatkan kelancaran (fluency) mereka, setelah diberikan tindakan yang berupa penyadaran dan latihanlatihan intensif tentang hal-hal seperti disebutkan di atas. Penilaian yang digunakan untuk menentukan kelancaran berdasarkan tingkat penguasaan mahasiswa terutama

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

129

dalam hal kejelasan penyampaian ide mereka dalam bahasa lisan serta penggunaan catenation di atas. Tabel 4 Kelancaran (Fluency) Kode Mahasiswa A B C D E F G H I J K L M N O P Q R Rerata Siklus 1 60 60 70 70 70 70 60 70 60 60 70 60 70 70 60 70 60 70 65.55 Kelancaran (Fluency) Siklus 2 65 65 65 75 75 75 75 75 65 75 65 65 75 75 75 65 75 75 71.66 Siklus 3 80 80 85 85 85 85 80 85 80 80 80 80 85 80 65 80 80 80 80.83

Pada Tabel 4 tampak bahwa kelancaran mahasiswa semester satu dalam mata kuliah Speaking I menunjukkan peningkatan penguasaan dari siklus ke siklus. Pada siklus 1, kelancaran (fluency) mahasiswa dalam berbahasa Inggris berada pada kriteria poin 3 (cukup, tingkat penguasaan 65.55%), pada siklus 2 pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 71.66%), dan pada siklus 3 pada kriteria poin 4
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

130

(bagus, tingkat penguasaan 80.83%). Dengan kata lain, bahwa kelancaran berbahasa Inggris mahasiswa terus berkembang menjadi baik dari siklus ke siklus. Dibandingkan dengan hasil tes awal (pre-test) dimana kelancaran berbahasa Inggris berada pada kriteria poin 3 (cukup, tingkat penguasaan 61.11%) dengan deskriptor lancar, ada beberapa jeda, tidak persis seperti penutur asli, dapat dimengerti, maka setelah tindakan diberikan, kelancaran (fluency) berbahasa Inggris mahasiswa menunjukkan kemajuan yang berarti. Dalam rangka memperbaiki kelancaran (fluency), maka temuan-temuan yang diperoleh pada siklus 1 dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan untuk melaksanakan tindakan pada siklus 2 dan siklus 3. Secara nyata dapat dikemukakan disini bahwa mereka tidak menyadari akan pentingnya linking pronunciation yaitu two sounds are connected between adjacent words and pronounced in a continuous flow from one word to another (Okita, 1999:18). Terdapat beberapa mahasiswa yang cenderung mengucapkan kata per kata dalam kalimat, seperti halnya kalau mereka berbahasa Indonesia. Demikian halnya dengan intonasi, terdapat beberapa mahasiswa yang cenderung mantransfer intonasi bahasa Indonesia atau bahasa ibu ke bahasa Inggris dan akibatnya ialah hampir semua kalimat tanya (interrogatives) dalam bahasa Inggris diucapkan dengan intonasi naik. Atas dasar temuan di atas maka strategi yang digunakan untuk memperbaiki kelancaran dan juga lafal adalah dengan penjelasan, demonstrasi, dan latihan-latihan intensif. Dengan cara ini, kelancaran berbahasa Inggris meningkat dari siklus ke siklus. Peningkatan ini dimungkinkan berkat tindakan yang dilakukan oleh tim peneliti secara bertahap melalui latihan secara intensif, yang pada akhirnya mahasiswa semester satu mampu (1) menghasilkan bahasa lisan dengan lebih baik, (2) menghasilkan ujaran yang tidak menyebabkan lawan bicara bingung atau tidak mengerti, (3) mengekspresikan ide dan pikirannya secara efektif, dan (4) berbicara bahasa Inggris dengan penguasaan lafal dan intonasi secara tepat.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

131

3.2. Pembahasan Pembelajaran lafal berpendekatan holistik dalam rangka memperbaiki kompetensi komunikatif mahasiswa semester satu dilaksanakan melalui dua tahap yaitu proses latihan lafal dan latihan komunikasi. Penerapan model pembelajaran terpadu pada mata kuliah Speaking I (ING-4109) merupakan proses berkesinambungan dan padat, secara nyata telah menunjukkan hasil yang relatif baik. Kemampuan mahasiswa dalam lafal dan kelancaran memang meningkat setelah diberikan tindakan. Adapun peningkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, pembelajaran lafal berpendekatan holistik dimaksudkan untuk megajarkan lafal bukan secara fonetis terisolasi (phonetically isolated) tetapi sebagai suatu kesatuan yang lebih menekankan pada perspektif suprasegmental sehingga cakupannya lebih luas. Cakupan tersebut antara lain adalah (1) Bagaimana pembelajar mampu mengidentifikasi dan menghasilkan bunyi-bunyi bahasa Inggris secara tepat dan akurat; (2) Bagaimana pembelajar mampu mengenali dan menempatkan tekanan (stress) pada kata-kata bahasa Inggris dengan benar; (3) Bagaimana pembelajar mampu mengenali dan menghasilkan intonasi berbagai macam kalimat dengan benar; dan (4) Bagaimana pembelajar mampu mengidentifikasi ritme (rhythm) yang berbeda-beda untuk menyampaikan pesan yang berbeda kepada lawan bicara secara tepat. Dalam pembelajaran lafal, dosen berperan sebagai model yang harus menjelaskan dan mendemontrasikan keempat hal di atas sekaligus melatihkannya kepada pembelajar secara intensif. Di samping dalam rangka memperbaiki kelancaran berbahasa, dosen juga harus membuat pembelajar menyadari pentingnya catenation yaitu perhubungan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, misalnya: penggabungan bunyi-bunyi bahasa menjadi

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

132

sukukata, dan penggabungan sukukata-sukukata dan kata-kata melalui proses asimilasi, elisi, dan hubungan atau pertautan bunyi bahasa (juncture). Kegiatan pemodelan dan latihan intensif tampaknya memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan kemampuan lafal. Dapat dijelaskan bahwa 100% subjek menyatakan bahwa keakuratan dalam lafal sangat penting untuk dikuasai, karena itu mereka setuju diberi latihan-latihan intensif agar dapat mengenali dan mampu menghasilkan bunyi-bunyi bahasa Inggris dengan baik. Mereka (94.4%) sangat termotivasi untuk lebih giat memperbaiki kemampuan lafal dan intonasi dalam kaitannya dengan mempelajari bahasa Inggris. Karena itu, penggabungan antara pemodelan, pelatihan, dan semangat serta kesadaran untuk memperbaiki diri merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran lafal. Hal ini dimungkinkan karena adanya tindakan yang telah dikenakan kepada mereka. Kedua, strategi pembelajaran lafal yang mengintegrasikan teknik reading aloud, meaningful drill, dan communicative drill secara nyata telah melibatkan mahasiswa semester satu secara aktif, kreatif, dan partisipatif dalam kegiatan pembelajaran. Fenomena ini diamati melalui kegiatan mereka baik dalam menirukan pemodelan, menjawab pertanyaan terhadap isi teks-teks latihan, maupun dalam mendemonstrasikan percakapan bebas yang harus mereka buat dengan pasangannnya. Dalam hal ini percakapan bebas mereka direkam dalam pita kaset. Hal ini memberikan dampak positif terhadap kesadaran metakognitif mereka. Intinya adalah bahwa kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman memerlukan kesadaran. Dengan melakukan latihan secara intensif, kesadaran mahasiswa semester satu terhadap tujuan pem,belajaran lafal dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut dapat meningkat secara proporsional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan mahasiswa secara aktif, kreatif, dan partisipatif yang disertai dengan kesadaran akan pentingnya pembelajaran lafal memberikan kontribusi yang positif terhadap
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

133

peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan lafal yang tepat dalam bahasa Inggris. 4. Penutup Secara umum kompetensi komunikatif mahasiswa semester satu dalam mata kuliah Speaking I (ING-4109) menjadi baik setelah diberikan pemodelan dan latihan-latihan intensif melalui strategi pembelajaran terpadu dengan menggunakan teknik reading aloud, meaningful drill, dan communicative drill. Secara khusus kemampuan mahasiswa untuk masing-masing komponen, lafal suprasegmental meningkat cukup baik, misalnya: kemampuan mengidentifikasi dan menghasilkan bunyi-bunyi bahasa Inggris (sounds recognition and sounds production), terutama bunyi-bunyi bahasa bahasa Inggris yang tidak terdapat dalam sistem tata bunyi bahasa Indonesia dan bahasa ibu (non-existing sounds); kemampuan mengenali dan menempatkan tekanan (stress) pada kata-kata bahasa Inggris; kemampuan mengidentifikasi dan menggunakan intonasi kalimat (rising and falling intonations); kemampuan menggunakan ritme (rhythm) yang berbedabeda untuk menyampaikan pesan yang berbeda kepada lawan bicara. Demikian pula halnya dengan kelancaran (fluency) mahasiswa dalam berkomunikasi. Kemampuan lafal dan kelancaran tercermin pada pelaksanaan percakapan bebas (free conversation). Kemampuan lafal mahasiswa semester satu di akhir siklus berada pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 78.06%) dengan deskriptor sebagian besar tepat, sedikit ada kesalahan, seperti penutur asli, dan kelancaran berada pada kriteria poin 4 (bagus, tingkat penguasaan 80.03%) dengan deskriptor sangat lancar, sedikit ada jeda, seprti penutur asli. Dengan melihat kenyataan seperti dipaparkan di atas dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran lafal berpendekatan holistik telah menunjukkan perbaikan di pihak mahasiswa terutama dalam hal pelafalan dan kelancaran dalam bahasa Inggris.
________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

134

Agar pembelajar yang mengambil mata kuliah Speaking I (ING-4109) dapat ditingkatkan kemampuan komunikatifnya, khususnya untuk memperbaiki lafal dan kelancaran mereka, maka disarankan (1) dosen dan mahasiswa harus sabar, telaten, dan cukup waktu bagi kedua belah pihak agar selalu dapat melakukan interaksi bilateral, dan (2) faktor kecerdesan umum walaupun sulit diintervensi segera, harus senantiasadiupayakan untuk ditingkatkan melalui latihan-latihan terarah.

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, D. 1991. Teaching Pronunciation. Dalam A. Brown (ed.) Teaching English Pronunciation: A Book of Readings. New York: Routledge . Clarey, M.E. and Dixson, R.J. 1963. Pronunciation Exercises in English. New York: Regents Publishing Company, Inc. Eagleson, R.D., Threadgold, T. and Collins, P. 1985. Inside Language. Melbourne: Pitman Publishing Pty. Ltd. Harris, T.L. and Hodges, R.E. (co-eds.) 1981. A Dictionary of Reading and Related Terms. London: Heinemann Educational Books. Kemmis, S. and McTaggart, R. 1982. The Action Research Planner. Victoria, Australia: Deakin University Press. Larsen-Freeman, D. 1986. Techniques and Principles in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press. Okita, Y. 1999. Teaching Pronunciation. English Teaching Forum, Vol. 37, Number 1 : 16-20. Paulston, C.B. 1990. Linguistic and Communicative. Dalam Scarcella , R.C., Anderson, E.S. dan Krashen, S.D. (eds.) Communicative Competence in a Second Language. New York: Newbury House Publishers.

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

ISSN 0215 - 8250

135

Pica, T. 1984. Pronunciation Activities with an Accent on Communication. English Teaching Forum, Vol. XXII, Number 3: 2-6. Richards, J., Platt, J. and Weber, M. 1992. Longman Dictionary of Applied Linguistics. Harlow, Essex: Longman. Roberts, P. 1956. Patterns of English. New York: Harcourt, Brace and Company. Suyanto, K. 2001. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Peningkatan Profesionalisme Guru SLTP di Provinsi Kalimantan Timur. Makalah disajikan dalam kegiatan Pelatihan PeningkatanMutu Guru SLTP. Direktorat SLTP, Ditjen PDM, Departemen Pendidikan Nasional. Thorne, C. and Qiang, W. 1996. Action Research in Language Teacher Education ELT Journal, Vol.50, 3 July 1996, pp. 254-261. Wahba, E.H. 1998. Teaching Pronunciation Why?. English Teaching Forum, Vol. 36, Number 3: 32-33.

________________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVII April 2004

Anda mungkin juga menyukai