Anda di halaman 1dari 10

PEMANASAN GLOBAL DAN UPAYA-UPAYA SEDERHANA DALAM MENGANTISIPASINYA Oleh: P.

Nasoetion (Jaringan Hijau Mandiri) Dalam beberapa tahun belakangan ini perbincangan tentang isu Pemanasan Global bukan lagi monopoli para Aktivis Lingkungan, para kepala pemerintahan di berbagai negara, tapi juga sudah menjadi perbincangan yang hangat di kalangan masyarakat awam. istilah-istilah dan kalimat Climate Change dan Pemanasan Global tampaknya juga sudah mulai akrab ditelinga kita dan hampir tiap hari bisa kita temukan baik di koran, majalah, TV, internet, billboard, poster, spanduk maupun di tempat-tempat umum lainnya seperti di mall, pasar, terminal, pusat rekreasi, kantor, sekolah, dll. Mungkin kalau kita coba menanyakan hal tersebut kepada seseorang yang kebetulan kita jumpai ditengah jalan barangkali kita akan memperoleh jawaban yang lugas tentang hal tersebut, walaupun mungkin pemahaman orang tersebut tentang hal yang dimaksud hanya sepenggal-sepenggal dan kulit luarnya nya saja. Walaupun demikian, hal tersebut setidaknya sudah mengisyaratkan dan menunjukkan kepada kita bahwa ditengah masyarakat kita saat ini, ternyata sudah ada pemahaman serta rasa keprihatinan, bahkan rasa ketakutan yang cukup mendalam tentang hantu yang disebut pemanasan global atau climate change, yang diyakini suatu waktu akan datang dan dapat mengancam kehidupan umat manusia di bumi. Persepsi yang demikian adalah tidak keliru bila dikaitkan dengan berbagai isyarat/tanda-tanda dan fenomena alam yang muncul akhir-akhir ini dengan silih berganti seolah tak henti menghampiri kita. Sebut saja banjir, rob, erosi pantai, intrusi air laut, kekeringan yang panjang, suhu yang sangat ekstrim yang kita rasakan sehari-hari, puting beliung, badai dahsyat, dll. Seperti diketahui Perubahan iklim (climate change) adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan global. Kenaikan suhu udara ini dipicu oleh semakin tingginya kadar Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, diantaranya oleh CO2 yang banyak dihasilkan dari

aktivitas manusia seperti kegiatan pembakaran bahan bakar fosil (mis: minyak, gas, batubara) yang banyak digunakan untuk industri, transportasi, rumah tangga, pembangkit, dll. Menurut para ahli, dalam waktu 70 tahun sejak tahun 1940 suhu udara rata-rata di bumi diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 0,50 C. Pemanasan global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub, kemudian gelombang panas akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang dapat memporakporandakan bangunan di berbagai kota. Disadari atau tidak fenomena pemanasan global tersebut sebagian besar adalah akibat dari ulah aktivitas manusia di bumi yang kelewat tinggi sejalan dengan trend gaya hidup manusia modern, dimana setiap hari kita saksikan jutaan industri dan kendaran bermotor memuntahkan gas-gas polutan ke atmosfer khususnya CO2. Kondisi atmosfer kita saat ini ibaratnya seperti keranjang sampah raksasa, yang berfungsi sebagai wadah dari bermacam-macam gas yang dimuntahkan dari bumi. Kondisi ini semakin diperparah dengan semakin tingginya laju pemusnahan vegetasi/pohon oleh manusia yang ada di bumi, seperti pembalakan hutan yang seakan tiada hentinya, yang tidak diimbangi dengan upaya-upaya pemulihan dan pelestarian, sehingga diluar kemampuan alam untuk menetralisir & mendaurulang kembali gas-gas tersebut. Dengan kondisi atmosfer kita yang demikian, Lantas hal-hal apa kiranya yang dapat kita lakukan dalam upaya mengantisipasi atau minimal memperlambat fenomena pemanasan global tersebut sehingga tidak semakin parah? Dewasa ini bila kita perhatikan, secara perlahan namun pasti, tampaknya telah mulai tumbuh kesadaran masyarakat secara global khususnya di Negara-negara maju untuk mulai mengoreksi, kemudian mengadakan perubahan mendasar dalam semua pola pandang serta gaya hidup (Life Style) yang selama ini dipraktekkan, khususnya dalam berinteraksi dengan alam lingkungannya. Oleh karena itu, jangan heran saat ini hampir semua aktivitas ataupun kegiatan mereka, termasuk gaya hidupnya banyak yang sudah bernuansa lingkungan. Segi-segi lingkungan tampaknya hampir melekat di semua bidang dan sendi kehidupan mereka.

Hampir semua kegiatan pembangunan dan aktivitas mereka juga diupayakan berorientasi lingkungan. Pola hidup mereka sudah mulai lagi berpaling ke alam (Back to Nature). Demikian juga akhir-akhir ini telah banyak bermunculan gerakan-gerakan maupun program-program lingkungan baik yang diprakarsai oleh pemerintah, LSM, maupun masyarakat, yang pada dasarnya adalah merupakan wujud kepedulian, partisipasi dan tanggungjawab serta rasa keprihatinan yang mendalam dalam merespon perubahan lingkungan yang terjadi seperti halnya pemanasan global tersebut. Misalnya kita banyak mengenal dan mendengar istilah green consumer, green product, green building, green office (eco-office), green hospital, green campus, green market, green port, green citizen, green festival, sampai pada green lifestyle, dimana kesemuanya itu bermuara kepada adanya upaya-upaya manusia dalam melestarikan lingkungan dan penghematan sumberdaya alam sekaligus upaya-upaya untuk mengurangi pemanasan global. Sebetulnya kita semua dapat berperan dalam upaya mengurangi pemanasan global tersebut sekecil apapun upaya yang kita lakukan. Upaya tersebut misalnya bisa dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, sampai Negara/pemerintah. Pada masyarakat kita misalnya sejak jaman dulu telah banyak dijumpai tradisi-tradisi ataupun kebiasaan serta pengetahuan dan budaya yang pada dasarnya sangat baik dalam pelestarian lingkungan, yang kita kenal dengan kearifan lokal (indigenous knowledge). Kearifan lokal tersebut saat ini lebih popular dengan istilah atau konsep 4 R (Recycling, Reuse, Reduce dan Repair ; / Recovery / Recuperation/Replant). Nenek moyang kita jaman dahulu misalnya selalu memanfaatkan kembali limbah/sampah yang dihasilkan baik limbah rumahtangga maupun pertanian yang berupa bahan organik menjadi pupuk (Recycling), menggunakan kembali bahan-bahan atau alat-alat yang ada setelah dipakai (ReUse), kemudian ada juga upaya penanaman kembali pohonpohon yang sudah ditebang dihutan (replanting) ataupun reboisasi. Kegiatan ini disamping dapat melestarikan lingkungan, juga sekaligus dapat menghemat penggunaan sumberdaya alam (efisiensi).

Di lingkungan rumah, kita juga dapat berperan dalam mengatasi dan mengantisipasi pemanasan global tersebut dengan upaya sederhana, misalnya dengan mulai memilah sampah yang kita hasilkan sehari-hari antara sampah organik dan anorganik, penghematan air yang digunakan (mandi, cuci, minum, menyiram tanaman, cuci mobil, dll), penghematan sumber energy listrik (mis: penerangan, kulkas, TV, mesin cuci, computer, dll). Matikan lampu penerangan bila tidak digunakan terutama siang hari, gunakan kembali barang2 bekas yang masih dapat dimanfaatkan (mis: botol, plastik, dll). Upayakan membeli semua peralatan rumah tangga yang hemat energy dan ramah lingkungan (mis: kulkas, mobil, dll). Bahkan saat ini telah mulai ada trend terutama di kota-kota besar rumahrumah yang memanfatkan sinar matahari sebagai sumber energi, terutama untuk penerangan. Manfaatkan lahan-lahan atau pekarangan yang ada di lingkungan rumah sedapat mungkin untuk ditanami, sekecil apapun lahan yang tersedia, hiasi rumah kita dengan tanaman-tanaman di pot, bila lahan masih cukup tersedia upayakan dibuat sumur resapan ataupun biopori untuk menampung air hujan agar tidak sia-sia terbuang ke laut. Disamping itu, sumur resapan dapat berfungsi sebagai cadangan air yang dapat mengisi kembali air tanah yang sangat dibutuhkan pada saat musim kemarau panjang tiba. Tampaknya kegiatan-kegiatan sebagaimana disebutkan diatas adalah sangat sederhana, namun bila semua rumahtangga melakukan hal yang sama katakanlah dalam suatu kota/wilayah, bahkan dalam lingkup Negara-negara di dunia, dampak dan kontribusinya sangat luar biasa bagi upaya kita dalam melestarikan lingkungan, sekaligus mengurangi Pemansan Global tersebut. Mengapa kita tidak memulainya dari sekarang?

GREEN CAMPUS Vs. PEMANASAN GLOBAL Oleh: P. Nasoetion (Jaringan Hijau Mandiri) Isu Pemanasan Global dan Perubahan Iklim (Climate

Change) bukan lagi sekedar isapan jempol belaka, tapi sudah menunjukan bentuk & wujud yang sebenarnya kehadapan umat manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun hunian makhluk hidup. Berbagai fenomena alam yang cenderung mengalami penyimpangan (anomali) akhir-akhir ini seperti iklim yang kacau, panas yang Ekstrim berkepanjangan, intensitas curah hujan yang kelewat tinggi diluar normal, banjir, angin ribut, puting beliung, banyak dikaitkan dengan isu pemanasan global tersebut. Hal tersebut tidaklah keliru dan berlebihan bila melihat fakta dan hasil-hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa ada kecenderungan jumlah kadar gas rumah kaca seperti CO2 di atmosfer telah kelewat batas, yang terus menerus dimuntahkan dari bumi, dimana semakin hari jumlahnya dan konsentrasinya terus membumbung tinggi, serta ternyata sangat berkorelasi positif dengan semakin tingginya aktivitas manusia di Bumi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antara lain rumah tangga (termasuk institusi/kantor/rumah sakit/sekolah/kampus), industrI, transportasi, dan lain-lain. Berbagai bentuk antisipasi ataupun menyiasati berupa mitigasi serta adaptasi sebagai wujud kepedulian telah melahirkan berbagai program maupun gerakan-gerakan lingkungan dalam upaya memerangi pemanasan global tersebut, baik berupa program-program lingkungan yang diprakarsai oleh pemerintah (baca: Kementerian Lingkungan Hidup), gerakan-gerakan lingkungan oleh LSM Lingkungan, Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah, Pesantren dan Kampus, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dll. Salah satu program lingkungan yang akhir-akhir ini terutama ditujukan untuk lingkungan Perguruan Tinggi adalah yang disebut dengan program eco-campus (Green Campus). Pada dasarnya berbagai program lingkungan yang dibuat pemerintah tidak terkecuali eco-campus adalah bersifat sukarela (volunteer) dan merupakan program stimulus, dimana tidak ada unsur paksaan maupun tekanan dari pemerintah. Dengan demikian yang diharapakan adalah muncul dan terbangunnnya kesadaran dan kepedulian warga kampus sendiri dalam memelihara kelestarian lingkungan. Demikian juga kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual dan tempat dilahirkannya para intelektual muda generasi penerus bangsa diharapkan dapat menjadi model atau contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan

yang baik. Green Campus Program eco-campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh antara lain bahwa, lingkungan kampus diharapkan harus merupakan tempat yang nyaman, bersih, teduh (hijau), indah dan sehat dalam menimba ilmu pengetahuan; Kemudian lingkungan kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perkotaan tidak sedikit peranan dan sumbangannya bagi meningkatkan maupun dalam menurunkan pemanasan global. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana masyarakat kampus dapat mengimplementasikan IPTEK Bidang Lingkungan Hidup secara Nyata. Oleh karena itu program Eco-Campus adalah Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengurangi Pemanasan Global. Pengertian istilah Eco-Campus/ Green Campus dalam konteks pelestarian lingkungan bukan hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan Pepohonan yang Hijau ataupun kampus yang dipenuhi oleh Cat Hijau, ataupun barangkali karena kebetulan Jaket Almamater kampus yang bersangkutan berwarna hijau, namun lebih jauh dari itu makna yang terkandung dalam eco-campus adalah sejauh mana warga kampus dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan kampus secara efektif dan efisien, misalnya dalam pemanfaatan Kertas, alat tulis menulis, penggunaan Listrik, Air, Lahan, Pengelolaan Sampah, dll. Dimana semua kegiatan itu dapat dibuat neraca dan dapat diukur secara Kuantitatif baik dalam jangka waktu bulanan maupun tahunan. Indikator Green Campus Oleh sebab itu, dalam program eco-campus ada beberapa indikator ataupun parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran apakah kampus tersebut telah benar-benar telah mencapai sebutan eco-campus ataupun Green Campus. Adapun Ukuran keberhasilan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : Efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok

pengajaran Efisiensi pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran Efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape) Efisiensi penggunaan listrik Efisiensi penggunaan Air Efisiensi pemakaian sumber daya alam Upaya kontribusi pengurangan pemanasan Global Pengelolaan Sampah Kampus sebagai suatu Lembaga/ Institusi yang fungsinya utamanya menyelenggarakan proses pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat, tentunya dalam semua kegiatannya tidak terlepas dari penggunaan kertas yang cukup banyak. Harus diakui bahwa kondisi yang ada selama ini menunjukkan bahwa hampir semua lembaga/institusi baik pemerintah maupun swasta tidak terkecuali lembaga pendidikan sangat boros dalam pemakaian kertas. Hal ini bukan saja akan berdampak pada meningkatnya volume limbah yang dihasilkan di perkotaan secara langsung, dimana pada gilirannya akan memperpendek usia TPA, namun juga secara tidak langsung hal ini akan memboroskan penggunaan sumberdaya alam hutan (kayu). Pemusnahan limbah kertas dengan cara membakar seperti yang lazim dilakukan bukanlah penyelesaian masalah sampah, bahkan sebaliknya akan menimbulkan masalah baru berupa pencemaran udara, dengan dilepaskannya gas karbondioksida yang dapat memicu meningkatnya pemanasan global. Oleh sebab itu, di dalam lingkungan kampus diharapkan sudah tersedia tempat-tempat sampah sekaligus upaya-upaya pemilahan sampah antara organik & an-organik. Penerapan konsep 4 R (Reduce, Recycle, Reuse dan Repair atau Recovery) merupakan pilihan yang tepat dan bijak dalam mengatasi masalah sampah termasuk di lingkungan kampus. Pemanfaatan Lahan Efisiensi penggunaan lahan di lingkungan kampus juga perlu mendapat perhatian. Idealnya harus ada perimbangan

antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau. Minimal 30% lahan kampus sebaiknya dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Selama ini ada kecenderungan bahwa banyak lahan-lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung ditelantarkan atau dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping land) atau ruang hilang (lost space). Padahal bila lahan yang ada dimanfaatkan bagi berbagai macam tanaman, termasuk tanaman produktif misalnya buah-buahan akan memberikan manfaat ganda. Disatu sisi tanaman dapat mendaurulang gas-gas CO2 di udara, sekaligus menghasilkan udara segar (oksigen) yang memberikan kenyamanan bagi lingkungan sekitarnya, yang berarti juga akan mengurangi pemanasan global, disisi lain tanaman buah-buahan dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga kampus/masyarakat. Disamping itu dengan adanya vegetasi/tanaman dapat memberikan nilai estetika/keindahan tersendiri bagi lingkungan kampus.

Penggunaan Energi Penggunaan energi listrik juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menilai apakah suatu kampus telah berwawasan lingkungan atau belum. Hal ini sangat erat kaitannya dengan isu pemanasan global itu sendiri. Selama ini sebagian besar sumber energi utama manusia di bumi lebih terfokus pada penggunaan bahan bakar fosil (BBF) seperti minyak bumi, gas, dan batubara yang jelas-jelas telah banyak menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti CO2, dan telah memberikan kontribusi terbesar bagi pemanasan global. Disamping itu, mengingat BBF ini merupakan energi tersimpan, sehingga dapat diperkirakan stock yang ada di perut bumi, dimana hanya dapat dimanfaatkan untuk beberapa tahun ke depan. Untuk itu, perlu upaya-upaya efisiensi dalam penggunaannya sambil terus menerus mengembangkan energi alternatif lain yang ramah lingkungan seperti energi Matahari (solar cell) yang terus menerus mengalir dan tidak akan habis selama matahari masih bersinar, Energi Air, Energi Angin, Bio-fuel, Panas Bumi (geothermal), dll.

Pemanfaatan Air Demikian juga halnya dengan pemanfaatan sumberdaya alam lainnya seperti air. Air merupakan kebutuhan Vital manusia dan makhluk hidup lainnnya. Pemanfaatan air oleh manusia ada kecenderungan terus menerus mengalami peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, baik diperkotaan maupun pedesaan serta menunjukkan pemakaian yang cenderung boros. Walaupun secara kuantitatif jumlah air di bumi relatif tidak berkurang, namun secara kualitas banyak sumber-sumber air yang telah mengalami pencemaran, baik air permukaan maupun air tanah. Pemanfaatan air permukaan (mis: air sungai) sebagai sumber air bersih dewasa ini bukan saja membutuhkan pengolahan dengan teknologi yang ekstra, namun juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Tidak mengherankan harga jual air oleh PDAM juga cenderung mengalami kenaikan yang terus menerus. Eksploitasi air tanah, terlebih sumur bor sebagai sumber air bersih dan air minum bukan saja berdampak pada semakin terkurasnya air tanah, namun juga dapat mengakibatkan menurunnya permukaan tanah (land subsidence) seperti yang dialami oleh banyak kota-kota besar saat ini seperti Jakarta, dimana selanjutnya akan berdampak pada terjadinya intrusi air laut. Dengan adanya gejala penurunan permukaan tanah yang terus menerus akan memudahkan air laut masuk ke daratan yang lebih dikenal dengan banjir laut (rob), terlebih lebih dewasa ini ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa volume air laut terus menerus bertambah karena mencairnya es di kutub sebagai dampak dari Pemanasan Global yang terjadi, yang akan memudahkan tenggelamnya daratan. Oleh sebab itu, efisiensi pemanfaatan air adalah sangat penting dilakukan oleh semua warga masyarakat tidak terkecuali di lingkungan kampus. Penghematan air misalnya dapat dilakukan dengan jalan memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dengan menggunakan teknologi resirkulasi air seperti yang telah bayak digunakan oleh institusi lain. Jadi sisa air yang telah digunakan untuk berbagai keperluan seperti dari kamar mandi, dapur, dll. ditampung kembali dalam kolam penjernihan terpadu, yang kemudian dimanfaatkan kembali. Di samping itu, lahan yang ada juga

dapat dimanfaatkan sebagai sumur resapan ataupun biopori untuk menampung air hujan yang jatuh agar tidak sia-sia mengalir sebagai air permukaan dan terbuang ke laut. Air hujan selanjutnya dapat mengisi air tanah, kemudian tersimpan sebagai air persediaan pada saat musim kemarau tiba. Berbagai parameter/indikator sebagaimana diuraikan diatas pada dasarnya adalah disusun berdasarkan pertimbanganpertimbangan ilmiah terutama dikaitkan dengan fenomenafenomena alam serta fakta-fakta yang terjadi bahwasanya saat ini lingkungan hidup manusia sedang mengalami degradasi dan kerusakan-kerusakan yang luar biasa, demikian juga terjadinya laju penyusutan sumberdaya alam dengan intensitas yang cukup tinggi yang bermuara pada timbulnya Pemanasan Global. Oleh karena itu, program ini juga bertujuan untuk melestarikan lingkungan serta upayaupaya efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, dimana pada gilirannya diharapkan dapat meminimalisir ataupun mengurangi pemanasan global. Sudah seyogyanya kita sebagai warga kampus yang hidup dalam lingkungan masyarakat ilmiah terdidik selalu tanggap dan bertanggungjawab dalam menyikapi berbagai masalah disekeliling kita dan menjadi contoh/model, tidak terkecuali masalah lingkungan seperti Pemanasan Global / Global Warming yang sedang menghantui kita yang dapat mengancam kelanjutan Bumi dan Kehidupan kita. Mengapa kita tidak Bertindak untuk memulainya?

Anda mungkin juga menyukai