Anda di halaman 1dari 6

Efusi Pleura Pengertian Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleur a bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit yang serius yang dapa t mengancam jiwa penderita (Sarwono, 1995 Hal 786). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga p leura (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704) Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan dalam rongga pleura l; antara lapisan visera dan parietal (Susan Martin Tucker, 1998 Hal 265). Etiologi Secara umum penyebab efusi pleura adalah sebagai berikut : Pleuritis karena bakteri piogenik Pleuritis tuberkulos Efusi pleura karena kelainan intra abdominal, seperti sirosis hati, pankreat itis, abses ginjal, abses hati, dll. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi, seperti pada decompensasi kordis, em boli pulmonal dan hipoalbuminemia. Efusi pleura karena neoplasma, seperti mesolioma, karsinoma bronkhus, neopla sma metastatik, limfoma malignum. Efusi pleura karena trauma, yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada d ada, ruptur esophagus. Efusi pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Eksudat dibedakan dari transuda t dari kadar protein yang dikandungnya dan dari berat jenisnya. Transudat mempun yai berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%, sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak men gandung sel (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704). Transudat terjadi pada : Peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya payah jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pebgeluaran cairan dari pembuluh. Hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal, atau penekanan tumor pada vena kava. Sedangkan penimbunan eksudat dapat disebabkan oleh : Sekunder dari peradangan atau keganasan pleura. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Patofisiologi Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara pleura tersebut, karena biasanya di sana hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi denga n beberapa liter cairan atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan selanju tnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis via sis tem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visc eralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan kol

oid osmotic. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagia n kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyer apan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial Gambaran klinik Keluhan-keluhan yang sering didapat adalah berupa sesak nafas, rasa berat pada d ada serta keluhan/gejala lain penyakit dasarnya seperti : bising jantung (pada p ayah jantung), lemas yang progresif disertai berat badan yang menurun (pada neop lasma), batuk yang kadang kadang berdarah pada perokok (karsinoma bronkus), tumo r di organ lain (pada metastasis), demam subfebril (pada tuberkulosis), demam me nggigil (pada emfisema), asites (pada sirosis hati), asites dengan tumor di pelv is (pada sindrom Meig). Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan : fremitus yang menurun, perkusi yang peka k, tanda tanda pendorongan mediastinum, suara nafas yang menghilang pada auskult asi. Pemeriksaan laboratorium/diagnostik Sinar tembus dada (x-ray) Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seper ti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. B ila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam r ongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru paru sendiri. K adang kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan a dhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posis i lateral dekubitus. Torakosentesis Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan : 1.) Warna cairan.

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kekuningan (serous-xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasa n, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abeses karena ameba. Characteristic Significance Bloody Most likely an indication of malignancy in the absence of trauma; can also indicate pulmonary embolism, infection, pancreatitis, tuberculosis, mesothelioma, or spontaneous pneumothorax Turbid Possible increased cellular content or lipid content Yellow or whitish, turbid Presence of chyle, cholesterol or empyema Brown (similar to chocolate sauce or anchovy paste) Rupture of amebic liver abscess into the pleural space ( amebiasis with a hepatopleural fistula) Black Aspergillus involvement of pleura

Yellow-green with debris Rheumatoid pleurisy Highly viscous Malignant mesothelioma (due to increased levels of hyaluronic ac id) long-standing pyothorax Putrid odor Anaerobic infection of pleural space Ammonia odor Urinothorax Purulent Empyema Yellow and thick, with metallic (stainlike) sheen Effusions rich in cholesterol (longstanding chyliform ef fusion, eg, tuberculous or rheumatoid pleuritis) 2.) Biokimia.

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksakan juga pada cairan pleura : Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeks i, arthritis rheumatoid, dan neoplasma. Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis ad enokarsinoma. Table 2. Specialized tests for detecting causes of pleural effusion Test Diagnosis Triglycerides >110 mg/dL Chylothorax Amylase >200 U/dL Esophageal perforation, malignancy, pancreatic disease, ruptured ectopic pregnancy Isoenzyme: salivary Esophageal disease, malignancy (especially lung) Isoenzyme: pancreatic Pancreatitis, pancreatic pseudocyst Rheumatoid factor >1:320 and > serum titer Rheumatoid effusion Antinuclear antibodies >1:160 and > serum titer Lupus pleuritis Carcinoembryonic antigen >10 ng/mL Malignancy Adenosine deaminase >43 U/L Tuberculous pleuritis 3.) Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyak it pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel terte ntu. 4.) Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganism e, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dap at mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleuran adalah : pneumokok, E. co li, Kleibsiella, Pseudomonas, Enterobacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %. Biopsi pleura Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukka n 50-75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ter nyata hasil biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsy ulan gan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau

tumor padan dinding dada (Sarwono, 1995 Hal 788) Pemeriksaan cairan sitologi Pewarnaan gram, kultur, dan sensitivitas cairan pleura. Penanganan Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga kulit keluar atau bila emp iemanya multikular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu de ngan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (Betadine). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi terapi ini tidak b erarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pl eura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) Ble omycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa dan lain-lain. Therapeutic thoracentesis may be done if the fluid collection is large and causi ng pressure or shortness of breath. Treatment of the underlying cause of the eff usion then becomes the goal. For example, pleural effusions caused by congestive heart failure are treated wi th diuretics and other medications that treat heart failure. Pleural effusions c aused by infection are treated with antibiotics specific to the causative organi sm. In patients with cancer or infections, the effusion is often treated by usin g a chest tube to drain the fluid. Chemotherapy, radiation therapy, or instillin g medication within the chest that prevents re-accumulation of fluid after drain age may be used in some cases. Tube thoracostomy Definite indications include empyema (presence of pus in the pleural spa ce); hemothorax; large pneumothorax; and parapneumonic effusion with a positive finding with Gram staining of pleural fluid, pH less than 7.0, or a glucose leve l less than 40 m/dL. A chest tube also might be indicated for parapneumonic effu sion with a pH between 7.00 and 7.20 or an LDH level above 1000 IU/L. Patients w ith these findings should be admitted, and a pulmonologist should decide if ches t tube placement is required. A chylothorax can be managed with a chest tube, al though placement of a pleuroperitoneal shunt is preferred because it prevents ma lnourishment and immunologic compromise. When chest tubes are inserted in the ED for the treatment of a spontaneo us pneumothorax, they initially should be connected to an underwater-seal draina ge apparatus or a Heimlich valve rather than to a suction device. Suction can cr eate negative pleural pressures and increase the risk of reexpansion pulmonary e dema. A pulmonologist should be consulted when change to a suction device is con sidered. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi antara lain : Pneumotoraks Pneumonia Emfisema Obat-Obatan Drug Category: Antibiotics Expeditiously initiate empiric systemic antibiotic co

verage for infections or potentially septic conditions (eg, parapneumonic effusi ons, empyemas, esophageal perforation, intraabdominal abscesses) in the ED. Base initial antibiotic selection on the microorganisms presumed present and the ove rall clinical picture. Considerations include the patients age, comorbid conditio ns, duration of the illness (acute vs subacute or chronic), setting (community v s nursing home), geographic location, and prevalence of resistance. When availab le, results of pleural fluid Gram staining should help guide antibiotic selectio n. Generally for parapneumonic effusions, initial antibiotics used in the ED should have a broad spectrum of coverage for both aerobic microorganisms and anaerobic microorganisms. Various effective single and combination antimicrobial therapie s exist. A combination therapy may include a third-generation cephalosporin such as ceftriaxone and a macrolide or alternatively monotherapy with a new generati on antipneumococcal fluoroquinolone. If the patient is immunosuppressed or has s tructural lung disease (eg, bronchiectasis), a cephalosporin with enhanced antip seudomonal activity, such as ceftazidime (Fortaz) is recommended. If the patient is in septic shock, a combination antimicrobial therapy may include vancomycin with a new generation antipneumococcal fluoroquinolone (eg, levofloxacin) and ge ntamicin if recently hospitalized/nursing home residence. Drug Name Ceftriaxone (Rocephin) Third-generation cephalosporin with broad -spectrum, gram-negative activity; lower efficacy against gram-positive organism s; higher efficacy against resistant organisms. Arrests bacterial growth by bind ing to one or more penicillin-binding proteins. Adult Dose 1-2 g IV qd Pediatric Dose 50-75 mg/kg/d IV qd or divided q12h; not to exceed 4 g/d Contraindications Documented hypersensitivity; neonates (potential for cau sing kernicterus) Interactions Probenecid may increase levels; coadministration with ethacrynic acid, furosemide, and aminoglycosides may increase nephrotoxicity Pregnancy B Usually safe but benefits must outweigh the risks. Precautions Adjust dose in renal impairment; caution in breastfeeding women and allergy to penicillin Drug Name Clindamycin (Cleocin) Lincosamide for treatment of serious skin and soft-tissue staphylococcal infections. Also effective against aerobic and an aerobic streptococci (except enterococci). Inhibits bacterial growth, possibly b y blocking dissociation of peptidyl t-RNA from ribosomes, arresting RNA-dependen t protein synthesis. Adult Dose 450-900 mg IV q8h Pediatric Dose Not established Contraindications Documented hypersensitivity; regional enteritis, ulcerat ive colitis, hepatic impairment, antibiotic-associated colitis Interactions Increases duration of neuromuscular blockade induced by tubocura rine and pancuronium; erythromycin may antagonize effects; antidiarrheals may de lay absorption Pregnancy B Usually safe but benefits must outweigh the risks. Precautions Adjust dose in severe hepatic dysfunction; no adjustment necessa ry in renal insufficiency; associated with severe and possibly fatal colitis; ca n cause pseudomembranous enterocolitis secondary to Clostridium difficile infect ion Drug Category: Diuretics Loop diuretics decrease plasma volume and edema by caus ing diuresis. Drug Name Furosemide (Lasix) Increases excretion of water by interfering w ith chloride-binding cotransport system, which in turn inhibits sodium and chlor ide reabsorption in ascending loop of Henle and distal renal tubule. Adult Dose 20-40 mg/d IV; then 80 mg within 2 h prn Pediatric Dose 1 mg/kg/dose IV slowly q6-12h with close supervision; not to exc eed 6 mg/kg/dose; do not administer more frequently than q6h Contraindications Documented hypersensitivity; hepatic coma; anuria; sever

e electrolyte (K, Mg, Na) depletion Interactions Metformin decreases concentrations; interferes with hypoglycemic effect of antidiabetic agents and antagonizes muscle relaxing effect of tubocur arine; auditory toxicity appears to be increased with coadministration of aminog lycosides; hearing loss of varying degrees may occur; anticoagulant activity of warfarin may be enhanced when taken concurrently; increased plasma lithium level s and toxicity are possible when taken concurrently Pregnancy C Safety for use during pregnancy has not been established. Precautions Frequently determine serum electrolyte, CO2, glucose, creatinine , uric acid, calcium, and BUN levels during the first few months of therapy and periodically thereafter; observe for blood dyscrasias and liver or kidney damage Drug Name Spironolactone (Aldactone) For management of edema resulting fro m excessive aldosterone excretion. Competes with aldosterone for receptor sites in distal renal tubules, increasing water excretion while retaining potassium an d hydrogen ions. Adult Dose 100 mg PO initial dose; adjust dose thereafter depending on indi vidual response Pediatric Dose Not established Contraindications Documented hypersensitivity; anuria, renal failure or hy perkalemia Interactions May decrease effect of anticoagulants; potassium and potassium s paring diuretics may increase toxicity of spironolactone Pregnancy D Unsafe in pregnancy Precautions Caution in renal and hepatic impairment DAFTAR PUSTAKA Carpenito Lynda Juall, (1995), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 6,EGC. Jaka rta. C. Long Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah, Buku 2,Alih bahasa Yayasan Doenges E. Marilynn et all., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan Indo nesia), Edisi 2 Jakarta. Guyton dan Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9 Penerbit EGC Ik atan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Banduing. Price A. Sylvia, (1995), Patofisiologi, Buku II, Edisi IV, Cetakan I, EGC. Jakar ta. Sarwono Waspadji Suparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta. Tucker Martin Susan, (1998),Standar Perawatan Pasien, Edisi 5 EGC. Jakarta. www.emedicine.com/emerg/pulmonary.com www.medicineplus.com www.virtualrespiratorycenter.com www.postgradmed.com

Anda mungkin juga menyukai