Anda di halaman 1dari 19

BENIGN PROSTAT HYPERTROPHY (BPH)

PENDAHULUAN
Hipertrofi prostat benigna / pembesaran prostat jinak merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, pada waktu itu ada peningkatan yang cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30an. Hipertrofi prostat benigna timbul dalam jaringan kelenjar periurethral, yang terlibat tanpa fungsi penting prostat atau tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar periuretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut kapsula bedah. Jaringan hiperplastik bisa terdiri dari satu diantara lima pola histologi : stroma, fibromuskular, muskular, fibroadenomatosa dan fibromioadenomatosa. Istilah hipertrofi sendiri sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya yang terjadi adalah hiperplasi kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan kemudian menjadi simpai bedah / kapsul bedah. Hipertrofi prostat merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di Jakarta dan merupakan kelainan kedua tersering setelah batu saluran kemih.

DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah (pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.

ANATOMI
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Beratnya sekitar 20 gram dan bentuknya seperti buah kenari pada pria dewasa dan terdiri dari bagian anterior dan bagian posterior. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskuler dan glandular.

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4 bagian utama2: 1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4). 2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular, membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal. 3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular, dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan

bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular. 4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Secara histologi, prostat terdiri dari jaringan ikat, serabut otot polos dan kelenjar epitel yang dilapisi oleh sel toraks tinggi dan lapisan sel basal gepeng. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dilairkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat. Fungsi prostat yang normal tergantung pada testosteron, yang dihasilkan oleh sel Leydig testis dalam respon terhadap rangsangan oleh hormon luteinisasi (LH) dari hipofisis.

Testosteron dimetabolisme menjadi dehidrotestosteron oleh 5-reduktase di dalam prostat dan vesikula seminalis. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat hubungannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging ( penuaan). Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi, perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat di ternukan pada usia 30 - 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahanlahan, maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebabnya Hiperplasia prostat adalah : Teori dehidrotestosteron, yaitu bahwa walaupun kadar dehidrotestosteron pada BPH tidak jauh berbeda dari kadar prostat normal, namun akitivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap dehidrotestosteron sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal Ketidak seimbangan antara estrogen dan testosteron, dimana kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron meningkat. Interaksi stroma-epitel, adanya peranan growth factor sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis), yang menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Teori sel stem menyatakan bahwa terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel. Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel yang mati.Keadaan ini disebut Steady State. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproli serasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia kelenjar penuretral.

PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal sebagai gejala prostatismus Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala ini terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher buli-buli. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala ini terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari bull-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Bila keadaan ini berlangsung terus akan mengakibatkan terjadinya hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya ke arah gagal ginjal.

Mekanisme sfingter pada urethra pria dan wanita. (Dari Webster, G. D.: Dalam Paulson, D. F. (Ed.): Genitourinary Surgery, New York, ChurchillLivingstone,1984.)

GEJALA KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. 1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah Disebut juga Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) atau Prostatismus. Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi a. Gejala Obstruksi Hesitansi menunggu saat permulaan miksi Pancaran miksi lemah weak Stream Intermitensi pancaran miksi terputus-putus Miksi tidak puas Menetes setelah miksi b. Gejala Iritasi Frekuensi Nokturi Urgensi

Disuri

WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan beratnya gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptoms Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi

PERTANYAAN JAWABAN DAN SKOR Keluhan pada bln terakhir Tidak sama sekali Apakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah b.a.k Beberapa kali anda hendak b.a.k lagi dalam waktu 2 jam setelah b.a.k Beberapa kali terjadi bahwa arus air kemih berhenti 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 <1 sampai 5 kali 1 >5 sampai 15 x 2 3 4 5 15 kali > 15 kali Hampir selalu

sewaktu b.a.k Beberapa kali terjadi anda tidak dapat menahan air kemih Beberapa kali terjadi arus Pernah sekali sewaktu b.a.k Beberapa kali tjd anda 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5

mengalami kesulitan memulai b.a.k. Beberapa kali anda bangun Tdk Lx 2x 3x 4x 5x

untuk pernah b.a.k di waktu pernah malam Andaikata cara bak seperti anda alami skrg ini akan seumur hidup tetap seperti ini 0 1 2 3 4 5

Nilai :

0 = baik sekali

1 = baik 2 = kurang baik 3 = kurang 4 = buruk 5 = buruk sekali

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan sehingga jatuh ke fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya

dekompensasi buli-buli disebabkan oleh beberapa faktor yaitu volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh, massa prostat tiba-tiba membesar dan setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher bulibuli.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhannya berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (merupakan tanda hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih


Kadang pasien datang ke dokter mengeluhkan adanya hernia inguinalis atau haemorrhoid. Timbulnya kedua penyakit ini mungkin karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda dari irikontinensia paradoksa.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat.

Pada perabaan dengan colok dubur perlu diperhatikan Konsistensi prostat (pada pembesaran jinak, konsistensinya kenyal) Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.

Derajat Berat BPB berdasarkan Gambaran Klinik Colok Dubur Derajat I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai III IV Batas atas prostat tidak dapat diraba 100 m Retensi urin total 50 - 100 m < 50 ml Sisa volume urin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih

Kultur urin mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan Pemeriksaan darah o elektrolit o ureum (blood urea nitrogen) o kreatinin Untuk mengetahui fungsi ginjal.

Prostate Specific Antigen (PSA) 4 dicurigai adanya keganasan Foto polos perut mencari adanya batu saluran kemih. Adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin.

2. Pemeriksaan Pencitraan

Pielografi Intravena (PIV) Untuk mengetahui: a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis b. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh dentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter c. penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Dapat dilakukan secara Ultrasonografi). 1. Ultrasonografi transrektal digunakan untuk : a. mengetahui besar / volume kelenjar prostat b. adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna c. sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat d. menentukan jumlah residual urin e. mencari kelainan lain yang ada di buli-buli 2. Ultrasonografi transabdominal, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. transabdominal dan transrektal (TRUS = Trans Rectal

3. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan, derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi

Ditentukan dengan cara

Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri

DIAGNOSA BANDING
Proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elasitisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu faktor tersebut, yang bisa dijadikan diagnosa banding dalam BPH. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan saraf, misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes,bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, dan lain lain. Kekakuan leher vesika disebabkan proses fibrosis. Resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra struktur uretra. Kelainan ini dapat dilihat dengan sistoskopi.

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya: 1. Struktur uretra 2. Kontraktur leher vesika 3. Batu buli-buli kecil 4. Kanker prostat 5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obatobat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh : 1. Instabilitas detrusor 2. Karsinoma in situ vesika 3. Infeksi saluran kemih 4. Prostatitis 5. Batu ureter distal 6. Batu vesika kecil.

KOMPLIKASI
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut a. Inkontinensia Paradoks b. Batu Kandung Kemih c. Hematuria d. Sistitis e. Pielonefritis f. Retensi Urin Akut Atau Kronik g. Refluks Vesiko-Ureter h. Hidroureter i. Hidronefrosis j. Gagal Ginjal

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan niksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit. 1 . Watchfull waiting Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran mengenai hal yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol, batasi penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama.

2. Medikamentosa Terdapat 3 golongan obat : Penghambat receptor adrenergik

Beberapa golongan obat yang dipakaii adalah prazosin (dua kali sehari), terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine. Penghambat 5 -reduktase Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam selsel prostat. Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Fitofarmaka Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen, memperkecil volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya.

3. Terapi Bedah Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila : Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa Mengalami retensi urin Mengalami infeksi saluran kemih yang berulang Hematuria Gagal ginjal Timbul batu saluran kemih atau penyulit lain akibat saluran obstruksi saluran kemih bagian bawah Bedah Konvensional 1. Pembedahan terbuka Indikasi absolut yang memerlukan pembedahan terbuka dibanding pilihan bedah lainnya adalah terdapatnya keterlibatan kandung kemih yang perlu diperbaiki seperti adanya divertikel atau batu kandung kemih yang besar. Prostat yang melebihi 80-100 cm3 biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan pengangkatan prostat secara terbuka. Pembedahan terbuka mempunyai nilai komplikasi setelah operasi seperti tidak dapat menahan buang air kecil dan impotensi. Perbaikan klinis yang terjadi sebesar 85-100%.

2. Transurethral resection of the prostate (TURP) TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra (saluran kencing). Secara umum indikasi untuk metode TURP adalah pasien dengan gejala sumbatan yang menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi obat lagi. Prosedur ini dilakukan dengan anestesi regional atau umum dan membutuhkan perawatan inap selama 1-2 hari. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan berupa larutan non ionik, yang sering dipakai adalah H20 steril (aquades).

Transurethral Prostatic Resection Illustration (Johnson D. E., A. J. Costello and K. L. Wishnow; Transurethral laser prostatectomy using a right-angle delivery system; Laser Surg Med (Suppl.) 3:76, 1991.)

3. Transurethral incision of the prostate (TUIP) Metode ini digunakan pada pasien dengan pembesaran prostat yang tidak terlalu besar dan umur relatif muda. 4. Laser prostatekomi Dengan teknik laser ini komplikasi yang ditimbulkan dapat lebih sedikit, waktu penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang setiap tahunnya. Penggunaaan laser ini telah berkembang pesat tetapi efek lebih lanjut dari pemakaian laser belum diketahui secara pasti. Terapi Invasi Minimal 1. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA) TUNA termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada pasien yang gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak tertarik pada pengobatan medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan TURP. Teknik ini menggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum yang menghantarkan gelombang radio yang panas sampai mencapai 100oC di ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan prostat.

Pasien dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gram adalah pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini. Kelebihan teknik TUNA dibanding dengan TURP antara lain pasien hanya perlu diberi anestesi lokal. Selain itu angka kekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari TURP. 2. Transurethral electrovaporization of the prostate

Teknik ini menggunakan rectoskop (seperti teropong yang dimasukkan melalui anus) standar dan loop konvensional. Arus listrik yang dihantarkan menimbulkan panas yang dapat menguapkan jaringan sehingga menghasilkan timbulnya rongga di dalam uretra. 3. Termoterapi Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui kateter transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah). Namun terapi ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keefektivitasannya. 4. Intraurethral stents Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih tetap terbuka. Setelah 4-6 bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya digunakan pada pasien dengan usia harapan hidup yang minimum dan pasien yang tidak cocok untuk menjalani operasi pembedahan maupun anestesi. Saat ini metode ini sudah jarang dipakai. 5. Transurethral balloon dilation of the prostate Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.

4. Tindakan invasif minimal Selain tindakan vasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini dikembangkan tindakan invasif minimal yang ditujukan untuk pasien yang beresiko tinggi pada pembedahan. Diantaranya adalah Thermoterapi pemanasan dengan gelomhang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam uretra. TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate) Stent (prostacath) dipasang pada uretra prostatika untuk mengatami obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. HIFU (High intensity focused ultrasound)

PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064. 2. Purnomo.BB. Dasar dasar Urologi. Edisi Kedua, Pererbit CV Sagung Seto; Jakarta 2003. 69-85. 3. 4. Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.1994. 479-481. 5. Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000. 592593. 6. Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995. 161-170. 7. Johnson D. E., A. J. Costello and K. L. Wishnow; Transurethral laser prostatectomy using a right-angle delivery system; Laser Surg Med (Suppl.) 3:76, 1991

Anda mungkin juga menyukai