Anda di halaman 1dari 24

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kandidiasis kutis adalah infeksi akut atau kronik kulit yang disebabkan oleh jamur dari genus Candida. (1) 2.2 Epidemologi Penyakit ini terdapat diseluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat berupa saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat. (1) Di Argentina, dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr. J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel tersebut diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6 % adalah positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki. (2) Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46 laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis. Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat setelah 8 minggu setelah terapi. (2) Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 (1 %) dari 72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo (347 kasus) merupakan manifestasi klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper kandidiasis tercatat 102 kasus. (2)
1

Saat ini kasus kandidosis kutis masih banyak dijumpai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agung R, Sirait DP dan Soekandar TMSR di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang periode Januari 1995 sampai Desember 1998, didapatkan 399 kasus (1,72%) kandidosis kutis dari 23.078 pasien baru, terdiri atas 166 laki-laki (41,60%) dan 233 perempuan (58,39%) dengan kelompok umur terbanyak pada umur 0-1 tahun sejumlah 177 (44,36%).2 Sedangkan

berdasarkan penelitian pada periode Januari 1999 sampai Desember 2004 oleh Puruhito B, Dewi AK, Soekandar TMSR, dan Soejoto didapatkan 528 kasus kandidosis kutis (0,82%) dari 36.709 pasien baru di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi yang terdiri dari 193 laki-laki (36,5%) dan 335 perempuan (63,5%), dimana kelompok umur terbanyak adalah 0-1 tahun sebanyak 124 kasus (23,5%), terdiri dari laki-laki 45 (36,3%) dan perempuan 79 (63,7%). (3)

2.3 Etiologi Penyebab tersering adalah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal (Kuswadji. 2007). Secara mikroskopis, sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6m hingga 2-5,5 x 5-28,5m, tergantung pada umurnya. Sedangkan secara mikroskopis, koloni pada medium pada agar Sabouraud sedikit menonjol dari permukaan medium, permukaan halus licin, atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni tergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair, jamur biasanya tumbuh pada dasar tabung. (2) Klasifikasi berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk (1971), membagi candidiasis menjadi kandidiasi kutis sebagai berikut: (4)
2

a.

Lokalisata
- Candidiasis intertriginosa

- Candidiasis perianal b. c. d. Generalisata Paranokia dan onikomikosis Kandidiasis kutis granulomatosa

2.4 Patofisiologi Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang lain memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ dalam tubuh. Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut, traktus vagina, dan usus. Mereka berkembang biak melalui ragi yang berbentuk oval. Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan kulit (stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong secara horizontal di bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis ditemukan lesi merah, halus, permukaan mengkilap, cigarette paper-like, bersisik, dan bercak yang berbatas tegas. (5) Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi,walaupun faktor virulensi tersebut kurang patogenik. Kemampuan bentuk yeast untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan paling penting untuk memproduksi hifa dan jaringan penetrasi. Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan traktus gastrointestinal dengan flora endogen akan menyebabkan penghambatan mikroflora endogen, kebutuhan lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi tanda dari pertumbuhan kandida. (2)

Infeksi kandida merupakan infeksi oportunis yang dimungkinkan karena menurunnya daya tahan tubuh. Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insidensi kolonisasi dan infeksi kandida yaitu: (6) 1. Faktor Mekanis : Trauma, kelembaban atau maserasi (gigi palsu, pakaian yang ketat, kegemukan) 2. 3. 4. Faktor nutrisi Perubahan fisiologi Penyakit sistemik : Avitaminosis, defisiensi besi : Umur sangat muda atau sangat tua, kehamilan, menstruasi : Diabetes melitus dan endokrinopathies tertentu lainnya, uremia, malignansi, dan keadaan imunodefisiensi instrinsik (missal infeksi HIV AIDS) 5. Penyebab iatrogenik : Faktor barier lemah (pemasangan kateter, penyalahgunaan obat iv), radiasi sinar x, obat-obatan oral, parenteral, topikal dan aerosol (kortikosteroid dan imunosupresi lainnya, antibiotic spectrum luas, metronidazole, transquilizer, kontrasepsi oral/estrogen) 6. Idiopatik. Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab, pengobatan steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang berkaitan dengan penurunan imunitas seluler memberi kesempatan ragi menjadi patogenik dan memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau hifa yang utuh dengan dinding septa. (5) Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur. Dan pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk kondisi rematik dan dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia lanjut memberikan resiko yang tinggi. (2)
4

2.5 Gambaran Klinis Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang lain. (7) Gejala klinis kandidiasis kutis dapat berupa: 1. Kandidiasis intertriginosa Lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan umbilikus. Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. (7)

Gambar 2.1. Kandidiasis intertriginosa(8)

2.

Kandidiasis perianal

Lesi berupa maserasi dengan eritema seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani dan rasa seperti terbakar. Faktor psikis sering menjadi pemicu dari kandidiasis ini. (1)

Gambar 2.2. Kandidiasis perianal (9)

3.

Kandidiasis kutis generalisata Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik. (1)

4.

Paronokia dan onikomikosis Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang biasanya tidak bernanah, lunula kuku tidak tampak, kuku menjadi tebal, mengeras, berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan dibawah kuku seperti tinea unguinum. Biasanya sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air. (10)
6

Gambar 2.3 paranokia (2) 5. Kandidiasis napkin (diaper rash) Bentuk paling sering pada kandidiasis kutis. Khas adanya eritema, edema dan cairan purulen, tebal, pus putih, dan terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti. Mengenai kulit lembab pada pantat, genetalia pada bayi, lipatan paha, tersering pada area kulit yang terpapar air seni bayi terlalu lama. (1)

Gambar 2.4 kandidiasis napkin (8) 6. Kandidiasis granulomatosa

HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahwa penyakit ini sering menyerang anakanak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat timbul seperti tanduk sepanjang 2 cm. lokasi tersering terdapat dimuka, kepala, kuku, badan, dan tungkai. (10)

. Gambar 2.5 kandidiasis granulomatosa (8)

2.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik (Kelainan kulit seperti eritema, adanya maserasi ataupun fisura, adanya gambaran lesi satellite dengan disertai rasa gatal dan rasa seperti terbakar). Selain itu, diagnosa juga disertai dengan pemeriksaan penunjang, dimana bahanbahan klinis yang dapat digunakan untuk pemeriksaan adalah kerokan kulit, urin, bersihan sputum dan bronkus, cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, dan biopsi jaringan dari organ-organ visceral. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : (2) 1. Preparat KOH Merupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif untuk mendiagnosis, tapi tidak cukup untuk menyingkirkan bukti klinis yang lain. (5)
8

Gambar 2.6 mikroskopis candida albicans (8)

2.

Pemeriksaan Biakan Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan didalam suhu kamar atau lemari es 37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony (Kuswadji, 2007). Kultur dari pustul yang utuh, biopsi jaringan kulit, atau deskuamasi kulit dapat membantu untuk mendukung diagnosis. (1)

Gambar 2.7 Tipe koloni Candida (11)


9

3.

Histopatologi Keuntungan yang utama dari pemeriksaan ini adalah cepat, biaya rendah, identifikasi presumtif dari jamur yang spesifik dan demonstrasi dari reaksi jaringan. Tapi kalau tidak menggunakan tekhnik khusus, missal imunoflouresen atau organism memiliki struktur yang unik, sulit untuk melakukan diagnosis. Pewarna histology yang digunakan untuk visualisasi jamur termasuk Gomori methenamiine silver (GMS) dan PAS. GMS lebih disukai karena dapat mewarnai elemen jamur lebih efesien dari yang lainnya. Hematoxyclin dan Eosin (H&E) sangat berguna untuk visualisasi respon tubuh tetapi tidak mewarnai kebanyakan jamur. Sehingga GMS dan H&E biasanya digunakan bersamaan untuk melihat komponen jamur dan reaksi jaringan. Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan pewarna periodic acid-schiff (PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang menunjukkan kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea. (11)

Gambar 2.8 PAS candadida (9)

2.7 Differensial Diagnosis 10

1.

Kandidiasis intertriginosa a. Tinea kruris Pada tinea kruris akut, lesi dimulai dengan suatu makula dan papul eritema di lipatan pangkal paha, biasanya pada kedua sisi. Lesi kemudian lama kelamaan membesar dan dapat berkembang dalam pola yang tidak tertentu. Ruam kemudian menjadi makula eritema bentuknya semilunar dan berskuama dengan batas tegas, tepi lesi tampak lebih eritema. Tidak ditemukan adanya maserasi dan lesi satelit. Jika terdapat koinfeksi dengan organisme kandida, ruam cenderung lebih merah dan basah. Kulit penis mungkin terlibat. Pemeriksaan laboratorium, baik sediaan langsung dengan KOH 10-20% maupun histopatologi dengan pengecatan PAS akan ditemukan adanya elemen-elemen dermatofita seperti hifa dan spora, sedang pemeriksaan kultur dengan SDA dapat dibiakkan spesies dermatofita. (1)

Gambar 2.9 Tinea Cruris (8)

b. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik secara klinis, ditandai dengan dengan adanya rasa perih atau gatal, kadang disertai maserasi. Berbeda dengan kandidiasis intertriginosa, disini biasanya
11

dijumpai adanya eritema yang ditutupi skuama berminyak berwarna putih kekuningan. Keparahan bervariasi dari skuama ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Selain di inguinal, biasanya lesi juga dijumpai di area seboroik lain. Pemeriksaan KOH tidak dijumpai pseudohifa ataupun blastospora. (11)

Gambar 2.10 Dermatitis seboroik (8)

c. Eritrasma Pada eritrasma akan sama-sama terdapat peradangan dengan klinis yang dominan adalah eritema. Tempat predileksi yang paling sering adalah pada toe webspaces (di antara jari kaki), lipat paha, aksila. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa, tidak terlihat vesikulasi. Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral-red). Pada sediaan langsung dari hasil kerokan lsi tampak organisme berupa batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1m atau kurang dengan bentuk basil kecil atau difteroid. (7)

12

Gambar 2.11 Eritrasma (8) 2. Kandidiasis perianal a. Tinea kruris 3. Kandidiasis kutis generalisata a. Tinea kruris b. Dermatitis seboroik

4. Paronokia dan onikomikosis

a. Tinea unguinum Lesi didistal dan lateral kuku, semakin lanjut, kuku terkikis dan mudah rusak/rapuh (distrofik) dan bila ditekan tidak terasa sakit. (6)

13

Gambar 2.12 Tinea unguinum (8) 5. Kandidiasis napkin (diaper rash) a. Dermatitis kontak iritan Disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan iritan, bisa akut ataupun kronis. Lesi polimorf tanpak makula eritematosa, batas tidak tegas, diatas makula terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. (12)

Gambar 2.13 dermatitik kontak iritan 6. Kandidiasis granulomatosa a. Dermatitis seboroik

(8)

2.8 Terapi
14

A. Umum (13) Penatalaksanaan terpenting adalah menghindari atau menghilangkan faktor

predisposisi. Mengobati infeksi sekunder dengan kompres sol. Sodium chloride 0.9% selama 3 hari dan antibiotik yang tidak berspektrum luas (erytromycine, cotrimoksazole, lincomycine, dan clindamycine) selama 5-7 hari B. Obat Oral (13) Penggunaan obat anti jamur yang standar hanya ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, dan flusitosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat antijamur golongan azol terbaru antara lain voriconazole, ravuconazole, posaconazole mekanisme kerja grup azole adalah menghambat pembentukan ergosterol dengan memblok aksi 4-alpha demethylase. Dapat diberikan dengan dosis 200 mg perhari selama 10 hari sampai 2 minggu. (14) Indikasi pemakaian obat anti jamur adalah bila lesi luas, penderita imunocompremised berat, dan paronikhia yang gagal dengan pengobatan topikal. (6) C. Obat Topikal (13) Adapun secara topikal menggunakan golongan azol antara lain mikonazol 2% berupa krim atau bedak dioleskan sehari 2 kali selama 14 hari, dapat lebih sampai 4 minggu, sebaiknya 1-2 minggu sesudah sembuh/ KOH negatif. Untuk kandida paronikia memerlukan waktu 3-4 bulan, klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, tiokonazol, bufonazol, isokonazol, dan siklopiroksolamin 1% berupa krim. (10)

2.9 Prognosis

15

Prognosis kandidiasis kutis umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit dihilangkan. Infeksi berulang merupakan hal yang umum terjadi. (10)

2.10 Pencegahan Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi kandida, yakni dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena. Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi. (7)

BAB II
16

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama Umur Agama Jenis kelamin Pekerjaan Suku Bangsa Alamat : Ny. Rina : 70 tahun : Islam : Perempuan :: Jawa : Mojoroto-Kediri

Datang ke poli : 23 November 2011 2.2 Anamnesis Keluhan utama : gatal sudah 3 bulan pada selangkangan kanan-kiri Keluhan tambahan : Panas Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Gambiran Kediri dengan keluhan gatal yang sudah berlangsung sejak 3 bulan yang lalu pada kedua selangkangan. Awalnya muncul langsung gatal dan timbul bercak kemerahan. Dilokasi lesi tersebut terasa gatal, perih, dan panas. Sudah periksa ke puskesmas dan diberikan obat salep dan pil. Obat salepnya yaitu hidrokortison, inerson; sedangkan pilnya tidak tau namanya. Akan tetapi gatal tidak hilanghilang bahkan terdapat bentukan kehitaman yang bertambah meluas.

Riwayat Penyakit Dahulu :


17

Penderita tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya Tidak ada riwayat kontak dengan bahan iritan Riwayat alergi makanan dan obat ataupun alergi yang lain disangkal Kencing manis sudah 15 tahun Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga ataupun teman yang sakit serupa Riwayat alergi pada anggota keluarga disangkal Kencing manis (+) Riwayat Penyakit Sosial : Riwayat sosial ekonomi menengah 2.3 Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis Keadaan Umum: baik Kesadaran Kepala Leher Thoraks Abdomen Ekstremitas : compos mentis ( 4-5-6 ) : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : lihat status dermatologi

B.

Status Dermatologis
18

Pada regio inguinal dextra-sinistra tampak makula eritematosa dengan batas jelas, skuama, papula, vesikel, bula, erosi, pustula disekeliling lesi (satelit pustule).
2.4 Resume

Penderita datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Gambiran Kediri dengan keluhan gatal yang sudah berlangsung sejak 3 bulan yang lalu pada kedua selangkangan. Awalnya muncul langsung gatal dan timbul bercak kemerahan. Dilokasi lesi tersebut terasa gatal, perih, dan terasa panas. Sudah periksa ke puskesmas dan diberikan obat salep dan pil. Obat salepnya yaitu hidrokortison, inerson; sedangkan pilnya tidak tau namanya. Akan tetapi gatal tidak hilang-hilang bahkan terdapat bentukan kehitaman yang bertambah meluas. Pada regio inguinal dextra-sinistra tampak makula eritematosa dengan batas jelas, skuama, papula, vesikel, bula, erosi, pustula disekeliling lesi (satelit pustule). 2.5 Diagnosis Kandidiasis Intertriginosa 2.6 Diagnosis Banding Tinea kruris, Dermatitis seboroik, Eritrasma. 2.7 Penatalaksanaan a. Medikamentosa Topikal :
o Mikonazol 2 % krim

Oral :
o Chlorpheniramine maleat (4mg) 3 x 1 tab jika gatal

o Ketokonazol (200mg) 2x1 b. Non medikamentosa


19

Jaga kelembapan dan kebersihan pribadi Kontrol rutin agar GDA tidak tinggi 2.8 Prognosis Baik, jika pasien mematuhi dan melaksanakan terapi (medikamentosa dan non medikamentosa). 2.9 Foto Kasus

BAB III PEMBAHASAN


20

Pada kasus ini pasien dengan identitas Ny.Rina seorang perempuan, berusia 70 tahun, dengan suku bangsa jawa. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa kandidiasis intertriginosa dapat mengenai pada semua, wanita lebih sering terkena dari pada pria. (2,3) Penderita datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Gambiran Kediri dengan keluhan gatal yang sudah berlangsung sejak 3 bulan yang lalu pada kedua selangkangan. Awalnya muncul langsung gatal dan timbul bercak kemerahan. Dilokasi lesi tersebut terasa gatal, perih, dan terasa panas. Sudah periksa ke puskesmas dan diberikan obat salep dan pil. Obat salepnya yaitu hidrokortison, inerson; sedangkan pilnya tidak tau namanya. Akan tetapi gatal tidak hilang-hilang bahkan terdapat bentukan kehitaman yang bertambah meluas. Dari anamnesis riwayat penyakit keluarga sekarang menyatakan bahwa pasien sudah menderita diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu. Hal ini sesuai dengan etiopatogenesis dari kandidiasis intertriginosa yaitu faktor usis dan gangguan endokronopati (DM). (7) Pada pemeriksaan fisik pasien pasien dalam kondisi dengan keadaan umum baik dan kesadaran kompos mentis. Status generalnya dalam batas normal. Pada status dermatologis regio inguinal dextra-sinistra tampak makula eritematosa dengan batas jelas, skuama, papula, vesikel, bula, erosi, pustula disekeliling lesi (satelit pustule). Pada kepustakaan juga dikatakan terdapat bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. (7) Dalam kasus ini tidak dilakukan periksaan penunjang dikarenakan dilihat dari anamnesa dan pemeriksaan fisik sudah jelas untuk menentukan diagnosis.
21

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dapat diambil diagnosis kandidiasis intertriginosa. Pada kasus ini terdapat diagnosis banding yaitu tinea kruris, dermatitis seboroik, dan eritrasma. Dalam kasus diatas pasien mendapatkan terapi medikamentosa berupa obat topikal mikonazol 2% krim, chlorpheniramine maleat (4mg) 3x1 tab jika gatal, dan ketokonazol (200mg) 2x1 tab. Untuk terapi non medikamentosa pasien kita sarankan untuk menjaga kelembapan dan kebersihan pribadi serta kontrol rutin agar GDA tidak tinggi. Prognosis baik, jika pasien mematuhi dan melaksanakan terapi (medikamentosa dan non medikamentosa).

BAB IV

22

KESIMPULAN

Dilaporkan bahwa terdapat pasien dengan diagnosis kandidiasis intertriginosa pada Ny.Rina berusia 70 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dengan keluhan gatal sudah 3 bulan yang lalu pada region inguinal dextra-sinistra. Keluhan tambahan rasa perih dan panas. Riwayat penyakit sekarang adalah Diabetes melitus. Dari pemeriksaan fisik pada regio inguinal dextra-sinistra tampak makula eritematosa dengan batas jelas, skuama, papula, vesikel, bula, erosi, pustula disekeliling lesi (satelit pustule). Dalam penatalaksanaan pasien mendapatkan terapi medikamentosa berupa obat topikal mikonazol 2% krim, chlorpheniramine maleat (4mg) 3x1 tab untuk mengatasi gatal, serta ketokonazol (200mg) 2x1 tab untuk anti jamurnya. Untuk terapi non medikamentosa pasien kita sarankan untuk menjaga kelembapan dan kebersihan pribadi serta kontrol rutin agar GDA tidak tinggi. Prognosa pada pasien ini baik, jika pasien mematuhi dan melaksanakan terapi (medikamentosa dan non medikamentosa).

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Abdullah, Benny. 2009. Dermatologi Pengetahuan Dasar pada Kasus di Rumah Sakit. Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga. Surabaya. 2. Scheinfeld, Noah S. 2010. Candidiasis Cutaneous. Available from: //http:dermatologicaljournalofeurope.ac.uk.21331.15.cc// 3. Putri Nastiti, Kesesuaian Pemeriksaan Laboratorium antara Lesi Utama dan Lesi Satelit Pada Penderita Kandidosis Kutis,FK Universitas Diponegoro Semarang, 2008. 4. Arnold Harry L, Odom Richard B, James William D. Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. 8 th ed. Philadelphia. W.B. Saunders Company; 1990 5. Habif, Thomas P, eds. 2004. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition. Pennsylvania. Mosby, inc. 6. Murtiastutik, Dwi dkk.2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: FK UNAIR. 7. Smith, D. Scott. 2006. Cutaneous Candidiasis. 8. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen.2008.Fitzpatricks Colour Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.McGraw Hill. New York. 9. Atlas Penyakit Kulit Dan Kelamin. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya. 10. Kuswadji. 2007. Kandidosis. In : Djuanda, Adhi, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 11. Gibbs Richard C, Editor. Defferential Diagnosis in Dermatology. A Colour Atlas of Dermatological Conditions presented by bodysite. New York: Oyster Bay; 1997. 12. Larsen WG, Allergic Contact Dermatitis, In : Moschella SL., Hurley HJ. 2001 13. Pedoman Diagnosa Dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dokter Soetomo Surabaya, edisi III, 2005. 14. Simatupang, Maria Maghdalena. 2009. Candida Albicans. Usu Repository. 15. Dermatology,3rd ed, London : WB Sauders Co., 1992, p. 913-921. Available from URL : http://medlinux.blogspot.com/2007/12/dermatitis.html 16. Unandar B. Mikosis. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke lima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

24

Anda mungkin juga menyukai