Anda di halaman 1dari 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Masalah Virus AIDS ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain juga bisa ditemukan (seperti misalnya cairan ASI) tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (14-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%. Pada awalnya dimulai dengan penularan pada kelompok homoseksual (gay). Karena diantara kelompok homoseksual juga ada yang biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan. Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan pelanggannya. Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada istri dari pelanggan pelacur. Pada tahap keempat, mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu yang mengidap HIV.(SRIPO. Kamis, 27 desember 2005) A.Perkembangan dan Perjalanan HIV/AIDS Kasus pertama ditemukan di San Fransisco pada seorang gay tahun 1981. Menurut UNAIDS (Badan PBB untuk penanggulangan AIDS) s/d akhir 1995, jumlah orang yang terinfeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) di dunia telah mencapai 28 juta dimana 2,4 juta diantaranya adalah kasus bayi dan anak. Setiap hari terjadi infeksi baru sebanyak 8500 orang, sekitar 1000 diantaranya bayi dan anak. Sejumlah 5,8 juta orang
1

telah meninggal akibat AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), 1,3 juta diantaranya adalah bayi dan anak. AIDS telah menjadi penyebab kematian utama di Amerika Serikat, Afrika Sub-Sahara dan Thailand. Di Zambia, epidemi AIDS telah menurunkan usia harapan hidup dari 66 tahun menjadi 33 tahun, di Zimbabwe akan menurun dari 70 tahun menjadi 40 tahun dan di Uganda akan turun dari 59 tahun menjadi 31 tahun pada tahun 2010. Pada saat seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV + ini maka keadaan fisik ybs tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini ybs sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah. Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dsb. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut. Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas pelayanan yang lebih baik. Pola infeksi secara global, sekitar 90% kasus HIV/AIDS ada di negara berkembang.(SUMEKS. 14 mei 2006) Saat ini penyebabnya adalah : Afrika Sub-sahara : yang terjangit HIV sebanyak 14 juta, Asia Selatan-Tenggara : yang terjangkit HIV sebanyak 4,8 juta, Asia Timur-Pasifik : yang terjangkit HIV
2

sebanyak 35.000, Timur Tengah : yang terjangkit HIV sebanyak 200.000, Karibia : yang terjangkit HIV sebanyak 270.000, Amerika Latin :yang terjangkit HIV sebanyak 1,3 juta, Eropa Timur-Asia Tengah : yang terjangkit HIV sebanyak 30.000, Australia : yang terjangkit HIV sebanyak 13.000, Eropa Barat : yang terjangkit HIV sebanyak 470.000, Amerika Utara : yang terjangkit HIV sebanyak 780.000. Dengan globalisasi, pergerakan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, episentrum infeksi HIV/AIDS saat ini bergeser ke Asia. Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta orang dan pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara. Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di Amerika Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus baru/tahun. Pola serupa juga terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru. Penurunan kasus baru berkait dengan tingkat pemakaian kondom, berkurangnya jumlah pasangan seks dan memasyarakatnya pendidikan seks untuk remaja. Penurunan infeksi HIV juga menjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini dan pengobatan yang adekuat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania, daerah yang pelayanan PMSnya berjalan baik mempunyai insiden HIV yang 40% lebih rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika memperlihatkan bahwa pengobatan PMS juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity. D.Situasi HIV/AIDS di Indonesia Sampai dengan bulan September 1996, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 449 orang, dengan kelompok umur terbanyak pada usia 20-29 tahun (47%) dan kelompok wanita sebanyak 27%. Kelompok usia produktif (15-49 tahun) mencapai 87%. Dilihat dari lokasi, kasus terbanyak ditemukan di DKI Jakarta, Irian Jaya dan Riau.

Jumlah kasus yang tercatat di atas adalah menurut adalah menurut catatan resmi yang jauh lebih rendah dari kenyataan sesungguhnya akibat keterbatasan dari sistem surveilance perangkat kesehatan kita. Permasalahan HIV/AIDS di banyak negara memang memperlihatkan fenomena gunung es, dimana yang tampak memang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah sesungguhnya. Upaya penanggulangan AIDS di Indonesia masih banyak ditujukan kepada kelompokkelompok seperti para pekerja seks dan waria, meskipun juga sudah digalakkan upaya yang ditujukan pada masyarakat umum, seperti kaum ibu, mahasiswa dan remaja sekolah lanjutan. Yang masih belum digarap secara memadai adalah kelompok pekerja di perusahaan yang merupakan kelompok usia produktif. Proyeksi perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan akan menembus angka 1 juta kasus pada tahun 2005, dan sesuai pola epidemiologis yang ada maka jumlah kasus terbanyak akan ada pada kelompok usia produktif (patut diingat bahwa pada tahun 2003 Indonesia akan memasuki pasar bebas APEC dan membutuhkan SDM yang tangguh untuk bersaing di pasar global). 1.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1.2.1. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala,

penatalaksanaan, patofisiologi dan penunjang.. 1.2.2. Untuk mengetahui siapa saja yang rentan terkena HIV/ AIDS. 1.2.3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pencegahan HIV/ AIDS.

1.3.

Manfaat Penulisan 1.3.1. Manfaat Bagi mahasiswa : Disini mahasiswa di harapkan dapat memahami dan bisa membuat cara proses keperawatan AIDS agar apabila mereka menemukan masalah mengenai penyakit dengan AIDS dapat memposisikan diri bagaimana cara mengikuti alur guna mencari yang terbaik.

1.3.2. Manfaat bagi Masyarakat : Dari pembuatan dan penyusunan ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang penyakit AIDS, bahayanya penyakit ini dan bagaimana mereka bersosialisasi dengan orang-orang yang terdiagnosa dengan penyakitini.

1.3.3. Manfaat bagi Profesi Keperawatan Dalam penyusunan ini di harapkan di profesi keperawatan dapat meningkatkan kinerja dan dapat membentuk sistem yang lebih care lagi kepada kliens dengan AIDS di sini juga di harapkan bahwa di keprofesian dapat menjadikan penyakit ini sebagai bahan yang perlu diteliti guna meningkatkan kinerja dan mengembangkan kemajuan pendidikan dibidang kesehatan.

BAB II
5

TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224). AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992 : 2). AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241). AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998). AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satusatunya teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998) Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. 2.2. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic selsel yang ditumpanginya.
6

Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi

darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI) Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV : 1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. 2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia). 3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang) 2.3. Patofisiologi

Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu. HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
7

Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak. Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi. Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut : Infeksi Akut Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.

Infeksi kronik Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
8

Pembengkakan kelenjar limfe Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal. Penyakit lain akan timbul antara lain : Penyakit kontitusional Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease) Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia complex) Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum). Kanker sekunder Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
9

Penyakit lain Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga HIV menguasai tubuh. 2.4. Manifesasi Klinis

Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain: Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia. Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
10

Berat badan lahir rendah Gagal tumbuh limfadenopati umum Hepatosplenomegali Sinusitis Infeksi saluran pernapasan atas berulang Parotitis Diare kronik atau kambuhan Infeksi bakteri dan virus kambuhan Infeksi virus Epstein-Barr persisten Sariawan orofarings Trombositopenia Infeksi bakteri seperti meningitis Pneumonia interstisial kronik Lima puluh persen anak-anak sebagai dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang yang

memanifestasikan

dirinya

ensefalopati

progresif,

perkembangan

terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris. 2.5. Komplikasi

Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC) Pneumonia interstitial limfoid Tuberkulosis (TB) Virus sinsitial pernapasan
11

Candidiasis esophagus Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening) Diare kronik 2.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara :Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ; Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis. Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya : ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot. Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif. Imonofivoresceni assay (IFA) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA) Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV Status imun
12

Tes fungsi sel CD4 Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen Kadar imunoglobutin meningkat Hitung sel darah putih normal hingga menurun Rasio CD4 : CD8 menurun Complete Blood Covnt (CBC) Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV. CD4 cell count Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan. Blood Culture Immune Complek Dissociaced P24 Assay Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik antara lain : Tuberkulin skin testing Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC. Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi) Pap smear setiap 6 bulan
13

Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV : Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut Penurunan persentase CD4 Penurunan rasio CD4 terhadap CD3 Limfopenia Anemia, trombositopenia Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM) Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus) Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan terinfeksi HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan terpajan pada masa perinatal. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan seroreverter 2.7. Penatalaksanaan

14

Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak. Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS Kategori Imun Kategori Klinis (N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda Tanda dan Gejala (1) Tanpa tanda N1 dan Gejala Ringan A1 dan Gejala Sedang B1 dan Gejala Hebat C1

supresi (2) Tanda supresi N2 A2 B2 C2

sedang (3) berat Keterangan : Kategori Klinis HIV Kategori N : Tidak bergejala Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV Kategori A: Gejala ringan Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini: Limfadenopati Hepatomegali
15

Tanda

supresi N3

A3

B3

C3

Splenomegali Dermatitis Parotitis Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media. Kategori B: Gejala sedang Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut : Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan Kardiomiopati Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan Diare, kambuhan atau kronik Hepatitis Stomatitis herpes, kambuhan Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan. Herpes zoster, dua atau lebih episode Leiosarkoma Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH) Varisela zoster persisten Demam persisten > 1 bulan
16

Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi) Kategori C : Gejala Hebat Anak dengan kondisi berikut ini: Infeksi bakterial multipel atau kambuhan Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner Kriptosporodisis, intestinal kronik Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan) Ensefalopati HIV Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan saat berusia > 1 bulan. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan) Sarkoma Kaposi Limfoma, primer di otak Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik) Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner. Penumonia Pneumocystis carinii Leukoensefalopati multifokal progresif
17

Septikemia salmonela, kambuhan Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan. Wasting syndrome karena HIV Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia interstisial. Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP). Pemberian imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV). Memulihkan sistem imun. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang. Memberantas virusnya. Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan inhibiton reserve transcriptace dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik. Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah : Upaya preventif meliputi :
18

Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah, organ atau cairan semen. Modifikasi tingkah laku dengan : Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup. Pandangan hidup yang positif Memberikan dukungan psikologis dan sosial Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV Edukasi yang bertujuan : Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan. 2.8. Pencegahan

Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah : Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang mempunyai banyak partner

19

Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat suntik. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan jangan melahirkan.

PATOFLOW HIV
Plasenta ASI Transmisi dari ibu ke anak HIV masuk ke dalam tubuh Menyerang sistem Imun (sel darah putih/limfosit) Menginfeksi limfosit DNA virus terintegrasi dalam sel DNA host Imun Menurun Risiko Infeksi AIDS Perubahan pertumbuhan dan perkembangan Transfusi darah jarum suntik Hubungan seksual

20

Demam Hiperter mi

Diare kronik

Mual muntah

BB menurun Resiko Kehilangan kerusaka volume Kelemahan cairan aktif n fisik integrita Kekurang s kulit an volume cairan Dipsneu Pola nafas tidak efektif

Perubahan status kesehatan Cemas

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kurang pengetah uan

BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. a. b. turun c. d. 2. a. b. c. d. e. Dispneu (serangan) Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya) Data Objektif, meliputi: Kulit, lesi, integritas terganggu Bunyi nafas Kondisi mulut dan genetalia BAB (frekuensi dan karakternya) Gejala cemas
21

Data Subjektif, mencakup: Pengetahuan klien tentang AIDS Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB

3. a. b.
c.

Pemeriksaan Fisik Pengukuran TTV Pengkajian Kardiovaskuler Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Pengkajian Respiratori Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, Pengkajian Neurologik Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku,

Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV. d. e. f. g.

hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.

nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan. h. i. menelan, Pengkajian Gastrointestinal Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan bercak putih kekuningan candidisiasis pada mukosa selaput mulut, lender faringitis, kering, esophagus, mulut,

candidisiasis j. k. l. m. n. 4. 5. 6.

pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa. Pengkajain Renal Pengkajaian Muskuloskeletal Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia) Pengkajian Hematologik Pengkajian Endokrin Kaji status nutrisi Kaji adanya infeksi oportunistik Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

Uji Laboratorium dan Diagnostik


1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk

mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
22

2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV. 3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi. 4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak). 5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV. 6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV : Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut Penurunan persentase CD4 Penurunan rasio CD4 terhadap CD8 Limfopenia Anemia, trombositopenia Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM) Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus).
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili,

Haemophilus influenzae tipe B) 3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun 2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun 3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare) 7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
23

9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan 10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius 11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3.3.

INTERVENSI

1. Diagnosa 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi NOC : immune status

Kriterias hasil : a. b. c. d. e. f. Status gastrointestinal normal Status respirasi norml Status BB normal Status integritas kulit normal Tidak menunjukan kelemahan Menunjukan kekebalan tubuh

Skala penilaian : 1 = Extreme 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = Tidak kompromi NIC : imunisation / vaccination administration
24

Intervensi : a. b. c. d. e. Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti kolera, Sediakan informasi mengenai imunisasi Pantau pasien setelah mendapat imunisasi Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC

2. Diagnosa II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukan tanda pertumbuhan yang normal NOC Kriteria hasil: a. b. c. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan Turgor kulit baik Tanda-tanda vital baik : pertumbuhan

Skala penilaian: 1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan 2 = Penyimpangan ringan 3 = Penyimpangan sedang 4 = Penyimpangan berat 5 = Extrim NIC : Peningkatan pertumbuhan
25

Intervensi: a. b. c. d. e. Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-tanda Tentukan makanan yang disukai klien Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan Kaji keadekuatan asupan nutrisi Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan

vital dan pemeriksaan fisik )

3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan NOC Kriteria hasil : a. Tekanan darah normal b. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam c. Tidak ada distensi vena jugularis d. Hidrasi kulit e. Membran mukosa normal f. Turgor kulit baik Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjaukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan
26

: fluid balance

NIC : fluid management Intervensi : a. Timbang popok jika diperlukan b. Pertahankan intake dan output c. Monitor status hidrasi d. Monitor vital sign e. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

4. Diagnosa IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif NOC : Respitarory status

a. RR alam batas normal b. Irama nafas normal c. Ekspansi dada simetris d. Tidak ada dispneu e. Tidak ada traktil fremitus f. Auskultasi bunyi nafas normal

Skala penilaian : 1 = Extreme 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan


27

5 = Tidak kompromi NIC : Oxygen terapy Intervensi : a. b. c. d. e. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oxygenasi Monitor aliran oxygen Petahankan posisi pasien NIC : Vital Sign Monitoring Intervensi : a. b. c. Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR Monitor frekuensi dan irama pernafasan Monitor suhu warna dan kelembaban kulit

5. Diagnosa V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi NOC a. b. c. d. : Nutritional status

Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Skala penilaian : 1= Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan
28

3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : nutrition management Intervensi : a. b. protein c. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori NIC : nutrition monitoring a. Monitor adanya penurunan berat badan b. Monitor interaksi anak / orang tua selama makan c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi d. Monitor turgor kulit e. Monitor mual dan muntah f. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 6. Diagnosa VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan bebas iritasi NOC a. b. c. d. : Tissue integrity Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, Tidak ada luka atau lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Mampu melindungi kulit
29

Kaji adanya alergi makanan Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan

temperature dan pigmentasi )

e.

Mampu mempertahankan kelembaban kulit

Skala penilaian : 1 = Selalu 2 = Sering 3 = Kadang-kadang 4 = Jarang 5 = Tidak pernah NIC : Exercise Therapy a. b. c. iritasi Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tandaLindungi permukaan kulit yang bergesekan Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang

tanda iritasi kemerahan

7. Dignosa VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal NOC a. b. c. d. : Thermoregulation Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan Perubahan warna kulit tidak ada

Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan


30

3 = Kadang menunjukan 4 = Selalu menunjukan 5 = Sering menunjukan NIC : Fever management Intervensi : a. b. c. d. e. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan Pantau warna kulit dan suhu Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya Berikan cairan intravena

mengenali secara dini hipertermia selembar pakaian

8. Dignosa VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas seperti biasa NOC Kriteria hasil : a. Menyadari kjeterbatasan energi b. Menyeimbangkan aktifitas dan energi c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas Skala penilaian : 1 = Tidak sama sekali 2 = Jarang 3 = Kadang
31

: Penghematan energi

4 = Sering 5 = Selalu NIC : Pengelolaan enegi Tentukan penyebab keletihan Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi Batasi rangsangan lingkungan Bantu dengan aktifitas fisik teratur 9. Diagnosa IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang NOC Kriteria hasil : Monitor intensitas cemas Mengurangi penyebab cemas Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas Memberikan informasi untuk mengurangi cemas Melaporkan penurunan cemas Melaporkan keadekuaan tidur Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan
32

: Anxiety control

NIC : penurunan cemas 1. Gunakan pendekatan yang menangkan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 3. Pahami persepsi pasien terhadap stress 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan 5. Identifikasi tingkat kecemasan 6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan

10. Diagnosa X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak menunjukan perilaku kedekatan NOC Kriteria hasil : Saling percaya dan dapat manghadapi masalah Mengatasi masalah Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga Tetapkan prioritas Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Selalu menunjukan 5 = Sering menujukan NIC : Support keluarga
33

: Koping keluarga

a.

b.

c.

d.

Intervensi : Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien Berikan timbal balik atas koping keluarga Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi 11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga pengetahuannya bertambah NOC Kriteria hasil : a. Mengenal nama penyakit b. Deskripsi proses penyakit c. Deskripsi factor penyebab d. Deskripsi tanda dan gejala e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : Pembelajaran proses penyakit a. Jelaskan tanda dan gejala b. Identifikasi penyebab penyakit
34

a.

b.

c.

d.

e.

: Proses penyakit

c. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik

3.4.

EVALUASI

1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun a.


b.

Status gastrointestinal normal 4 Status respirasi normal 3 Status BB normal 3 Status integritas kulit normal 3 Tidak menunjukan kelemahan 3 Menunjukan kekebalan tubuh

c.

d.
e.

f.

2. Dx II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun a.


b.

Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan 2 Turgor kulit baik 3 Tanda-tanda vital baik 2

c.

35

3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) a. Tekanan darah normal 3 Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam Hidrasi kulit Membran mukosa normal Turgor kulit baik 3 3 3 3

4. Dx IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu RR alam batas normal Irama nafas normal Ekspansi dada simetris Tidak ada dispneu Tidak ada traktil fremitus Auskultasi bunyi nafas normal 3 3 3 3 3 3

5. Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5 3 3 4

6. Dx VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
a.

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, 3


36

elastisitas, temperature dan pigmentasi )

b.

Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5 Perfusi jaringan baik 4 Mampu melindungi kulit 3 Mampu mempertahankan kelembaban kulit 3

c.
d.

e.

7. Dx VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan Perubahan warna kulit tidak ada 3 4 4 4

8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Menyadari keterbatasan energi Menyeimbangkan aktifitas dan energi Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas 2 3 3

9. Dx IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan Monitor intensitas cemas Mengurangi penyebab cemas Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas Memberikan informasi untuk mengurangi cemas Melaporkan penurunan cemas Melaporkan keadekuaan tidur 4 4 3 5 3 3

37

10. Dx X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius Saling percaya dan dapat manghadapi masalah Mengatasi masalah Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga Tetapkan prioritas 5 5 5 5

11. Dx XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Mengenal nama penyakit Deskripsi proses penyakit Deskripsi factor penyebab Deskripsi tanda dan gejala Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 4 4 4 4 4

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC. Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta
38

http://www.4shared.com/office/WfGmrroq/ASKEP_AIDS.html

Tanya Jawab Hasil Presentasi Kelompok III

1. Apakah orang yang terkena hiv melakukan ciuman biasa menular hiv? (pertanyaan Randi Prabowo) 2. Bagaimana penerapan askep pada pasien HiV/AIDS secara psikologisnya? (pertanyaan Ebiem) 3. Apakah SEBELUM 6 bulan 10 tahun ada gejala lain dari HIV/AIDS? (pertanyaan Resti)
39

4. Apakah ada pencegahan pada ibu hamil yang terkena HIV, agar anaknya tidak ikut terkena HIV/AIDS? (pertanyaan Deka) 5. Bagaimana pada tusuk gigi yang digunakan penderita HIV, sengaja di tarokkan kembali oleh penderita HIV di warung. Apakah dapat menular pada orang lain yang menggunakan tusuk gigi yang sama? (pertanyaan Ahmad Dahlan) Jawab: 1. Kalau ciuman biasa dan apabila tidak ada selaput yang terluka/luka misal gusi/ bibir tidak menular dan apabila sebaliknya ada selaput yang terluka/luka misal gusi/bibir maka akan menular HIV. (dijawab Rangga Aditya) 2. Kita sebagai perawat harus melakukan pendekatan kepada pasien HIV, agar terjalin kepercayaan antara perawat dan pasien, jadi pasien bias mengungkapkan perasaan yang dirasakannya, baik tekanan batin akibat dirinya tidak menerima keadaan yang terjadi, belum lagi di jauhi orang-orang di sekitarnya seperti keluarga,,, dan kita sebagai perawat harus meyakinkan dan memberikan perhatian bahwa dia tidak sendiri masih banyak orang-orang yang sayang dan peduli terhadap dirinya,,, supaya pasien tidak semakin terpuruk, sebagai perawat ajak pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa agar hati dan pikirannya lebih tenang. (dijawab Geri Lanier, di tambahkan Yeni Silvia Rahmah, dan ditambahkan dari Selli Oktavia) 3. Sebelum 6 bulan -10 tahun, ada gejala pada pasien yang terkena HIV/AIDS, Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
40

(dijawab Agnes) 4. Ibu hamil yang terkena HIV/AIDS otomatis akan menular pada bayinya melalui plasenta karena bayi mendapat makanan dari plasenta, sedangkan HIV/AIDS menyerang pada leukosit yaitu trombosit CD4+ (dijawab Geri Lanier) 5. jika tusuk gigi yang digunakan orang yang terjangkit HIV/AIDS itu masih dalam kondisi basah maka orang ke-dua yang menggunakan tusuk gigi itu otomatis akan tertular HIV, dengan syarat ketika menggunakan tusuk gigi itu terjadi perdahan pada gusi. Dan apabila tusuk gigi yang digunakan orang yang terkena HIV itu telah mongering maka tetap bias tertular tetapi sangat sedikit kemungkinan orang ke-dua yang menggunakan tusuk gigi akan tertular. (dijawab Yeni Silvia Rahmah di tambahkan Geri Lanier)

41

Anda mungkin juga menyukai