Anda di halaman 1dari 54

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Diare merupakan penyakit anak dengan beban kesakitan dan kematian serta biaya yang tinggi di berbagai negara di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diare merupakan penyebab 13%-36% kematian penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit diare hingga saat ini merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan diantara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan

penatalaksanaan yang baik kejadian diare akan sembuh dalam 3-6 hari. Hanya 25-30% kasus berlangsung 7-14 hari dan 5-15% lebih dari 14 hari. Firmansyah melaporkan, 85% diare akut akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, 10% sembuh dalam 7-14 hari dan 5% melanjut lebih dari 14 hari. Diare akut karena infeksi masih sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal di daerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan. Di Indonesia diare pada anak terbanyak adalah diare akut akibat Rotavirus. Hal ini berdasarkan data epidemiologi yang menyatakan bahwa secara keseluruhan diare akut karena Rotavirus di Indonesia sebesar 42,3%. Di RSUP Dr. Sarjito 47%, RSUD Yogyakarta 58,2% dan RSUD Purworejo Jawa Tengah 58,5%. Sebodo, melaporkan bahwa Rotavirus berperan pada 34,8% diare akut pada anak di Jakarta. Pada tahun dan tempat yang sama, Alrasjid, mendapatkan hasil 20,9%. Di Surabaya, 34,5%- 42% diare anak usia 0-24 bulan yang terjadi sepanjang tahun 1996-1997 disebabkan oleh Rotavirus. Hasil penelitian tahun 2001-2004 di Yogyakarta dan Jawa Tengah menunjukan bahwa lebih dari 50% diare pada balita disebabkan karena Rotavirus.

Pada studi kasus Community Health Analysis salah satu wilayah Puskesmas Rawalo, kasus Diare menempati urutan delapan besar penyakit yang paling sering terjadi. Desa Tipar merupakan salah satu daerah cakupan Puskesmas Rawalo dengan jumlah kasus kasus diare terbanyak dari bulan Januari sampai dengan Juni 2011.

B. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui angka kejadian diare pada balita di Desa Rawalo. b. Mengetahui perilaku pemberian ASI eksklusif di Desa Rawalo. c. Mengetahui pengetahuan ibu tentang diare di Desa Rawalo. d. Mengetahui higienitas dan sanitasi ibu di Desa Rawalo. e. mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa Rawalo.

C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan terutama dalam mengatasi penyakit diare. 2. Manfaat Praktis Sebagai panduan untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan kasus diare di Puskesmas Rawalo. 3. Manfaat bagi masyarakat Sebagai panduan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang diare dan tata cara pencegahannya.

II.

ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja Kecamatan Rawalo merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 4.975 km2 atau 3,74 % dari luas Kabupaten Banyumas. Kecamatan Rawalo terbagi menjadi 9 desa, terdiri dari 79 RW dan 273 RT. Desa Tambaknegara merupakan desa yang paling luas wilayahnya di antara 9 desa yang terdapat di Kecamatan Rawalo, yaitu sekitar 892,5 km2, sedangkan Desa Pesawahan merupakan desa dengan luas wilayah yang paling sempit yaitu sekitar 185,3 km2. Secara geografis letak Kecamatan Rawalo berbatasan dengan wilayah beberapa kecamatan yaitu: a. Di sebelah Utara : Kecamatan Purwojati b. Di sebelah Selatan : Kecamatan Kebasen dan Kabupaten Cilacap

c. Di sebelah Barat : Kecamatan Jatilawang d. Di sebelah Timur : Kecamatan Patikraja

B. KEADAAN DEMOGRAFI KECAMATAN RAWALO a. Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data dari Statistik Kecamatan Rawalo, hasil registrasi penduduk akhir tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Rawalo adalah 51.876 jiwa terdiri dari 25.760 jiwa laki-laki dan 26.116 jiwa perempuan yang tergabung dalam 12.746 KK. Mengalami kenaikan sebesar 0, 99 % dibandingkan 2010. Jumlah penduduk tahun 2011 yang tertinggi di desa Tambaknegara sebanyak 7.210 jiwa, sedangkan terendah di desa Pesawahan dengan jumlah penduduk 2.692 jiwa. b. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk Kecamatan Rawalo tahun 2011 sebesar 1.019 jiwa/Km2, dengan kepadatan tertinggi pada Desa Rawalo, sedangkan kepadatan terendah ada pada Desa Sidamulih sebesar 718 jiwa/Km2. c. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Rawalo tahun 2011 kelompok umur terbesar pada umur 15-19 tahun sebanyak 4.603 jiwa sedangkan kelompok dengan jumlah penduduk terkecil adalah umur 75 keatas sebanyak 560 jiwa. C. TINGKAT SOSIAL EKONOMI 1. Tingkat Pendidikan Berdasarkan data dari BKCKB Kecamatan Rawalo, sampai akhir tahun 2011 jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Pendidikan Tidak/belum sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD/MI SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat AK/Diploma D IV/ S-1 Laki-laki 813 3431 2661 2559 2155 280 247 Perempuan 851 3546 2729 2360 2174 210 196 Jumlah 1664 6977 5390 4919 4392 490 443

Sumber: Profil Puskesmas Rawalo 2011 Dari tabel tersebut diatas tingkat pendidikan paling banyak adalah Tidak Tamat SD (26,45%) kemudian Tamat SD/MI (22,16%) dan

SLTA/sederajat (20,96). Sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit adalah tingkat sarjana/S1 (1,27%). 2. Mata Pencaharian Berdasarkan data yang diperoleh dari data monografi Kecamatan Rawalo pada tahun 2011, mata pencaharian/ jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Rawalo dari 10 besar sesuai urutan adalah sebagai berikut: Petani Sendiri (16,36%), Buruh Tani (12,69%), Buruh Bangunan (3,06%), Pedagang (1,16%), Buruh Industri (1,53%), PNS (2,8%), Pengangkutan (2,7%), Pengusaha (0,45%), ABRI (1,35%), dan Nelayan (0,40%).

D. SITUASI DERAJAT KESEHATAN Sebagai salah satu cara mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan diperlukan indikator, antara lain Indikator Indonesia Sehat dan indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal di bidang kesehatan. Berikut akan dibahas dan diuraikan menurut indikator-indikator seperti diatas: 1. Indikator Indonesia Sehat a. Mortalitas Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian yang ada. Kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan di bawah ini: 1) Angka Kematian Bayi Baru Lahir Pada tahun 2011 terdapat 889 kelahiran hidup dimana jumlah lahir mati sebanyak 9 bayi. Angka kematian bayi (AKB) di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sebesar 10,1 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010 AKB di Kecamatan Rawalo sebesar 15,8 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian terjadi penurunan AKB pada tahun 2011 sebesar 5,7 per 1000 kelahiran hidup dibanding tahun 2010. Jika dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat terhitung masih rendah (IIS 2010= 40 per 1000 kelahiran hidup). 2) Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2011 di Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 225 per 100.000 kelahiran hidup,

dengan demikian terjadi kenaikan AKI jika dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 0 (tidak ada kasus) menjadi 2 kasus. Menurut Indikator Indonesia Sehat (IIS Tahun 2010) AKI sebesar

150/100.000 kelahiran hidup, jika dibandingkan nilai tersebut AKI di Kecamatan Rawalo masih di atas IIS. 3) Angka Kematian Balita Jumlah balita pada tahun 2011 sebanyak 3720 dengan jumlah balita mati sebanyak 18 balita. Dengan demikian Angka Kematian Balita di tahun 2011 adalah 20,2 per 1000 kelahiran hidup. 4) Angka Kecelakaan Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terjadi kecelakaan sebanyak 352 kejadian. Dari peristiwa tersebut terdapat korban mati sebanyak 15 orang, luka berat sejumlah 322 orang dan luka ringan 546 orang. Dengan demikian angka kejadian kecelakaan di Kecamatan Rawalo selama tahun 2011 adalah sebesar 0,71 per 100.000 penduduk. b. Morbiditas 1) Malaria Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan adanya 2 kasus malaria di Desa Sanggreman. Sedangkan pada tahun 2010 tidak ditemukan kasus malaria, hal ini perlu diwaspadai. 2) TB Paru Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus atau CDR 24 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus TB Paru positif pada tahun 2008 sama yaitu sebanyak 14 kasus atau CDR 24 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2010 jumlah penderita TB Paru masih tetap. 3) HIV/ AIDS Sampai dengan tahun 2011 di Kecamatan Rawalo tidak ditemukan adanya kasus HIV / AIDS atau nihil. 4) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah kasus Demam Berdarah yang ada di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah sejumlah 6 kasus, tersebar di 4

desa dari 9 desa yang ada. Tidak ada korban yang meninggal dari 6 kasus tersebut. 5) Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyakit tidak menular yang terdata di Puskesmas Rawalo pada tahun 2011 terdiri dari: hipertensi esensial (754 kasus), DM (201 kasus), asma bronchial (202 kasus), gangguan prostate (8 kasus), dekompensasi kordis (6 kasus), stroke non hemoragik (3 kasus), angina pectoris (2 kasus), dan stroke hemoraghik (1 kasus). Kasus terbanyak adalah hipertensi esensial. c. Status Gizi Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya

dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas Rawalo tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk : 0,07 % : 96,05 % : 3,66 % : 0,23 %

KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 % Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita

dengan gizi buruk, yang semuanya mendapat dari Dinas Kesehatan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk balita gizi buruk mendapatkan perawatan sebesar 100%. Dengan demikian cakupan gizi buruk yang mendapat perawatan di Kecamatan Rawalo dibanding dengan SPM sudah memenuhi target. d. Keadaan Lingkungan 1) Pembinaan Kesehatan Lingkungan Pada tahun 2011 jumlah institusi yang terdiri dari sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 216 buah sedangkan yang dibina adalah sejumlah 141 buah atau 65,3%. Standar Pelayanan Minimal untuk institusi yang dibina sebesar 70%, dengan

demikian institusi yang dibina di Kecamatan Rawalo belum mencapai standar. 2) Rumah Sehat Dari jumlah keluarga yang ada di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah 14.760 keluarga dan yang diperiksa 356 keluarga (2,4%). Keluarga yang memiliki jamban sehat hanya 224 keluarga (86,5%). Terdapat 59 keluarga yang memiliki tempat sampah sehat (16,5%), sedangkan untuk pengelolaan airlimbah sehat dimiliki oleh 53 keluarga (14,8%). Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah Kecamatan Rawalo karena hasil cakupan masih jauh dari total rumah di Kecamatan rawalo. e. Perilaku Hidup Masyarakat 1) PHBS Dalam kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi masyarakat telah dilaksanakan pendataan PHBS tatanan rumah tangga. Dari 14.760 rumah tangga yang ada, dilaksanakan pemantauan PHBS terhadap sejumlah 6.151 rumah tangga yang dilaksanakan secara acak maka diperoleh hasil pemantauan sebagai berikut : i. Strata Pratama sejumlah 0 rumah (0,00%)

ii. Strata Madya sejumlah 449 rumah (7,29%) iii. Strata Utama sejumlah 5.512 rumah (89,6%) iv. Paripurna sejumlah 190 rumah (3,09%) 2) Posyandu Dari 71 buah posyandu yang aktif setelah dinilai tingkat perkembangan posyandu maka dapat dilihat strata posyandu sebagai berikut : Posyandu Pratama Posyandu Madya Posyandu Purnama Posyandu Mandiri : 1 posyandu (1,4%) : 2 posyandu (2,8%) : 53 posyandu (74,6%) : 15 posyandu (21%)

f. Sumber Daya Kesehatan Tenaga kesehatan menurut jenisnya: a) Tenaga Medis sejumlah : 3 orang dengan perincian dokter umum 2 orang dan dokter gigi 1 orang b) Tenaga Perawat dan bidan : 28 orang dengan perincian untuk perawat sejumlah 6 orang dengan pendidikan DIII 4 orang, lulusan SPK 1 orang, dan lulusan SPRG 1 orang. Sedangkan untuk tenaga bidan terdapat 22 orang dengan lulusan DIII sejumlah 13 orang dan DI sejumlah 9 orang. c) Tenaga Sanitasi d) Tenaga Teknisi Medis e) Tenaga Kesmas f) Tenaga Laborat : 2 orang dengan pendidikan DIII. ::: 1 orang dengan pendidikan DIII

1 orang lulusan SLTA (dilatih) g) Tenaga Apoteker h) Sopir i) Tenaga kebersihan : 1 orang dengan pendidikan DIII : 1 orang : 2 orang

2. Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal Upaya pelayanan kesehatan dasar adalah langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan masyarakat. Berbagai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi 1) Pelayanan K-4 Tahun 2011 tercatat sebanyak 1063 jumlah ibu hamil di Kecamatan Rawalo, adapun yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 945 ibu hamil (88,9 %) dibandingkan dengan tahun 2010 ibu hamil yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 899 ibu hamil (88,8 %). Berarti pelayanan K-4 mengalami peningkatan sebesar 0,1%.

10

Standar pelayanan minimal untuk cakupan kunjungan ibu hamil, K-4 adalah sebesar 95%. Oleh sebab itu Kecamatan Rawalo masih belum memenuhi SPM yang diharapkan, sehingga masih perlu ditingkatkan. 2) Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan Jumlah ibu bersalin di Kecamatan Rawalo pada tahun 2010 adalah sejumlah 896 bulin dan semuanya ditolong oleh tenaga kesehatan. Tahun 2010 hanya 83,54 % bulin yang ditolong oleh nakes dari 966 bulin yang ada. Berarti pelayanan kesehatan oleh nakes mengalami peningkatan sebesar 16,46%. Hal tersebut harus dipertahankan, mengingat sudah melampaui target SPM untuk pertolongan nakes sebesar 95%, dengan demikian cakupan persalinan nakes di Kecamatan Rawalo sudah memenuhi SPM. 3) Bumil Risti dirujuk Jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi (risti) yang ada di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 431 ibu hamil atau (45,6 %) dari jumlah keseluruhan ibu hamil. Sebanyak 166 ibu hamil risti dirujuk. Terjadi peningkatan jumlah ibu hamil risti sebanyak 111 kasus, jika dibandingkan dengan jumlah ibu hamil risti pada tahun 2010. 4) Bayi dan Bayi BBLR Jumlah bayi yang lahir di tahun 2011 di Kecamatan Rawalo sejumlah 889 bayi, terdapat bayi dengan BBLR sejumlah 49 bayi (5,7 %) dan sudah ditangani sebanyak 100%. Dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 terjadi peningkatan kasus BBLR. Target SPM tahun 2011 adalah 100% . Artinya penanganan BBLR di Puskesmas Rawalo sudah memenuhi standar. 5) Pelayanan Keluarga Berencana Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 8.786 pasang,

11

dengan jumlah PUS pengguna KB aktif sebanyak 7.548 pasang (86 %). Hal ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan jumlah PUS pengguna KB aktif pada tahun 2010, yakni dari 9337 pasangan terdapat 7.190 PUS pengguna KB aktif atau sekitar 77 %. Kemudian terjadi pula peningkatan jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebesar 1.635 orang. 6) Pelayanan Imunisasi Kegiatan pelayanan imunisasi meliputi pemberian

imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur atau calon pengantin, ibu hamil, dan imunisasi untuk anak usia SD (kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT). Kegiatan imunisasi di Kecamatan Rawalo telah memenuhi SPM. Selain itu semua desa di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sudah mencapai Universal Child immunization (UCI). Sedangkan target standar pelayanan minimal untuk desa UCI adalah 85%, dengan demikian kecamatan Rawalo sudah mencapai target. 7) Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan, dan Penunjang Pelayanan kesehatan dasar yang dilayani di Puskesmas Rawalo baik rawat jalan maupun rawat inap dan rujukan yang telah dilaksanakan pada tahun 2011 adalah: Rawat jalan sejumlah 42.072 orang (85,36%) dengan SPM sebesar 15%. Sedangkan kunjungan rawat inap sejumlah 1.711 orang (3,31%) dan SPM Rawat Inap 1,5%, dengan demikian untuk SPM Rawat Jalan dan Rawat inap sudah mencapai standar. b. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 1) Pencegahan dan pemberantasan polio Terdapat 1 kasus AFP di wilayah kerja Puskesmas Rawalo selama tahun 2011. Hal ini belum memenuhi SPM rate untuk AFP, sebab standarnya adalah 1 per 100.000 penduduk usia kurang dari 15 tahun. 2) Pencegahan dan pemberantasan TB paru

12

Sumber data dari profil dan pemegang TB Paru, kasus TB Paru (klinis dan positif) sebanyak 25 kasus. Mendapat pengobatan lengkap dan dinyatakan sembuh sebanyak 25 orang juga (100%). Hal ini telah memenuhi SPM kasus TB Paru, yakni sebesar 85%. 3) Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA Kasus Pnemonia pada balita di Puskesmas Rawalo untuk tahun 2011 ditemukan sebanyak 27 kasus, yang ditangani sejumlah 27 kasus (100%). SPM untuk untuk balita dengan Pneumonia yang ditangani sebesar 100%, dibanding dengan SPM masih rendah, tetapi dalam hal penemuan kasus jauh dari target (10% x jumlah balita (3.851) = 385 ). 4) Pencegahan atau pemberantasan HIV Selama tahun 2011 tidak ditemukan kasus HIV positif di Kecamatan Rawalo. 5) Pencegahan dan pemberantasan DBD Sejumlah 6 kasus DBD ditemukan di Kecamatan Rawalo selama tahun 2011 dan terbesar pada 4 desa. Dari jumlah tersebut seluruhnya telah mendapatkan penanganan (100%). Semua kasus DBD yang terjadi selama tahun 2011 merupakan kasus impor atau pendatang, yaitu disebabkan karena tertular dari tempat lain akibat mobilitas penduduk. 6) Pengendalian Penyakit Malaria Selama tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan 2 kasus malaria dan langsung mendapat penanganan dan pengobatan. Selain itu dilakukan pula upaya-upaya untuk mencegah penyebaran penyakit. 7) Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan

Penanggulangan KLB. Kasus Kejadian Luar Biasa yang terjadi pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo adalah 4 orang terserang DBD, 1 orang menderita diare, dan 2 orang menderita malaria.

13

SPM untuk desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam sebesar 100%. Dengan demikian cakupan di Kecamatan Rawalo dibandingkan dengan SPM sudah tercapai. 8) Pelayanan pengendalian Vektor Vektor sebagai binatang pembawa kuman atau bibit penyakit harus dikendalikan. Hal ini untuk mencegah penyebaran suatu penyakit. Tahun 2011 telah dilakukan upaya pengendalian vektor terhadap nyamuk untuk

memberantas vektor penyakit DBD, Chikungunya, dan Malaria. Sementara vektor penyakit lain baru sebatas penyuluhan, pemantauan, dan penyebaran informasi. c. Pembinan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar 1) Pelayanan Kesehatan Lingkungan Jumlah institusi di Kecamatan Rawalo yang terdiri dari sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran dan instalasi pengolahan air minum di Kecamatan Rawalo sebanyak 129 buah pada tahun 2011. Sejumlah 85 buah (65,9 %) telah dibina. 2) Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-tempat Umum Dari 188 TTU/ TUPM yang ada dan yang diperiksa 128 buah (68,08%) yang memenuhi syarat 56 buah (29,78%). Dibandingkan dengan hasil kegiatan tahun 2009 untuk TTU/ TUPM adalah sejumlah 190 buah yang diperiksa 63 atau 33,15% sedangkan yang memenuhi syarat adalah sebesar 43 atau 22,63%. d. Perbaikan Gizi Masyarakat 1) Pemantauan Pertumbuhan Balita Berdasarkan laporan bulanan penimbangan Balita

(F/III/Gizi) Puskesmas Rawalo tahun 2010 adalah sebagai berikut: Jumlah seluruh balita (S) = 3891 anak

14

Jumlah balita ditimbang (D)

= 3062 anak

Jumlah balita naik berat badannya (N) = 2115anak

2) Pelayanan Gizi Dari jumlah balita pada tahun 2011 yang ada 3036 balita yang mendapat kapsul Vit A 2x adalah 3036 (100%). Sedangkan untuk bayi usia 6 11 bulan sejumlah 447 bayi yang mendapat Vit A sejumlah 447 (100%). e. Kefarmasian Ketersediaan obat Selama tahun 2011 ketersediaan obat di Puskesmas Rawalo untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat telah

dinyatakan cukup. Meski masih disayangkan ada beberapa obat yang ketika diterima telah dekat masa kadaluwarsanya.

15

III.

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH Permasalahan yang ada di puskesmas Rawalo dapat diidentifikasi dari 6 program pokok puskesmas. Masalah timbul apabila salah satu dari 6 program tersebut tidak memenuhi standar nilai yang harus dicapai. Berikut kami jabarkan masalah dari masing- masing program pada tahun 2011 ;

A. P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) Pada Program Pokok Pemberantasan penyakit Menular

didapatkan penyakit yang melebihi jumlah kasus maksimum yang harus ditemukan dari jumlah penduduk yang ada, yakni TB paru, Diare, DHF, dan Malaria. Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus dengan CDR 12 per 100.000 penduduk. Hal ini menggambarkan bahwa kejadian TB paru melebihi target maksimum sedangkan Diare, DHF, dan Malaria telah menjadi suatu kejadian luar biasa. Diare dikatakan kejadian luar biasa karena dari kasus terdapat satu kasus kematian. Pada DBD ditemukan ada 4 kasus dikatakan kejadian luar biasa karena Sedangkan pada Malaria terdapat 2 kasus, dikatakan kejadaian luar biasa karena. B. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana) Permasalah pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) didapatkan dari angka mortalitas dan upaya pelayanan kesehatan. Angka mortalitas menunjukan adanya masalah dengan ditemukannya satu kasus kematian Ibu pada saat persalinan. Sedangkan permasalahan upaya pelayanan kesehatan

ditemukan tidak terpenuhinya pelayanan K4 secara optimal dengan dasar ditemukannya data pelayanan K4 baru mencakup 88,8 % ibu hamil yang seharusnya terpenuhi 95%, terjadinya pengingkatan jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi dari data tahun 2010 sebanyak 320 ibu hamil menjadi 431 ibu hamil pada tahun 2011, dan cakupan asi ekslusif yang tidak memenuhi target minimal dengan data pemenuhan ASI ekslusif baru tercapai sebesar 66,4%. C. Gizi Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas Rawalo tahun 2011 adalah sebagai berikut:

16

1. Gizi lebih 2. Gizi baik 3. Gizi kurang 4. Gizi buruk

: 0,07 % : 96,05 % : 3,66 % : 0,23 %

5. KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 % Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita dengan gizi buruk. Gizi buruk merupakan permasalahan yang mendapatkan perhatian khusus dari bagian program gizi. D. Kesehatan Lingkungan Pada Kesehatan lingkunga tidak ditemukan permasalahan dimana target minimal sebesar ................. telah tercapai. E. Promosi Kesehatan Pada promosi kesehatan tidak ditemukannya permasalahan dimana target program sudah tercapai dan secara keseluruhan sudah baik. F. Pengobatan Pengobatan pada semua penyakit telah dilakukan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Permasalahan yang berarti tidak ditemukan pada program pengobatan didasarkan pada pemenuhan standar pelayanan minimal. G. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu) Pada data Puskesmas Rawalo ditemukan adanya empat kasus kejadian luar biasa, yakni AKI, DBD, Malaria, dan Diare sehingga KLB menjadi prioritas masalah yang harus diselesaikan ketimbang permasalahanpermasalahan yang ada. Untuk mengetahui prioritas masalah dari keempat kejadian luar biasa dilakukan pemrioritasan dengan metode Hanlon. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu: 1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah 2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah, penilaian terhadap

dampak, urgensi dan biaya 3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah

17

4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic, acceptability, resources availability, legality Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas Wangon adalah sebagai berikut : Kriteria masalah) Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya masalah KLB di Puskesmas Rawalo tahun 2011 Masalah kesehatan 1 AKI Diare DBD Malaria X X X X Besarnya masalah berdasarkan jumlah kasus 2 3 4 5 6 NILAI 1 1 6 2 A (besarnya

Kriteria B (kegawatan masalah) Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian) a. Tidak gawat b. Kurang gawat c. Cukup gawat d. Gawat e. Sangat gawat Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan kematian) a. Tidak urgen b. Kurang urgen c. Cukup urgen d. Urgen e. Sangat urgen

18

Biaya (biaya penanggulangan) a. Sangat murah b. Murah c. Cukup mahal d. Mahal e. Sangat mahal Tabel 3.3. Kriteria B (Kegawatan Masalah) Masalah AKI DBD Diare Malaria Kegawatan 4 4 4 4 Urgensi 5 5 5 5 Biaya 3 2 2 2 Nilai 12 11 11 11

Kriteria (penanggulangan masalah)

Pertanyaan yang harus dijawab dalam menilai penanggulangan masalah adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil. a. Sangat sulit ditanggulangi b. Sulit ditanggulangi c. Cukup bisa ditanggulangi d. Mudah ditanggulangi e. Sangat mudah ditanggulangi Dilakukan pengambilan suara dari 5 orang yang kemudian diratarata untuk menentukan skor pada tahap ini, dimana skor tertinggi merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut : AKI DBD Diare (3+2+4+2+3)/5 = 2,8 (5+4+4+4+4)/5 = 4,2 (5+5+5+5+5)/5 = 5

19

Malaria

(4+3+4+4+3)/5 = 3,6

Kriteria D (PEARL faktor) Propriety Economic Acceptability : Kesesuaian (1/0) : Ekonomi murah (1/0) : Dapat diterima (1/0)

Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0) Legality : Legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.4. Kriteria D (PEARL faktor) Masalah AKI DBD Diare Malaria P 1 1 1 1 E 1 1 1 1 A 1 1 1 1 R 1 1 1 1 L 1 1 1 1 Hasil Perkalian 1 1 1 1

Penetapan nilai Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut : Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Metode Hanlon Kuantitatif Masalah A B C P AKI DBD Diare Malaria 1 6 1 2 12 2,8 11 4,2 11 5 11 3,6 1 1 1 1 E 1 1 1 1 D A 1 1 1 1 R 1 1 1 1 L 1 1 1 1 36,4 71,4 60 46,8 36,4 71,4 60 46,8 NPD NPT Urutan Prioritas IV I II III

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :

20

1. DBD 2. Diare 3. Malaria 4. AKI H. Daftar Kasus Malaria di Bulan Januari 2011-Desember 2011 Tabel 3.6. Kasus Diare di Puskesmas Rawalo Januari 2011-Maret 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Desa Rawalo Tambaknegara Banjar Parakan Menganti Losari Sanggreman Tipar Pesawahan Sidamulih Jumlah Kasus 531 303 282 265 291 179 373 151 236

Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012 I. Data Kasus Diare di Desa Rawalo Periode Januari 2011-Maret 2012 Tabel 3.7. Kasus Diare di Desa Rawalo Januari 2011-Maret 2012 No 1 2 3 Usia < 1 tahun 1-4 tahun 5 tahun Jumlah Jumlah 65 185 284 534 % 12,17 34,64 53,19 100

Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012

21

IV.

KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

1. Diare A. Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Buang besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Markum, 2002). Definisi lain, WHO (1980), memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (Richard, 2006). B. Manifestasi Klinis Klasifikasi Diare berdasarkan penyebabnya terdiri dari: proses inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas (Asnil, 2003). 1. Diare Inflamasi Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, feses yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losingenterophaty. Mekanisme inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi intestinal. Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya feses yang berisi cairan atau darah tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chrons Disease. Gambaran klinik berupa: diare, nyeri abdomen, neusea, muntah, penurunan berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi edema ferofer, asites dan anasarka.

22

2. Diare Osmotik Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya dilabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotik yang mendesak cairan kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat sebagai cairan yang gagal dicerna dan diabsorbsi. Pada umumnya penyebab diare osmotik adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat. Diare osmotik dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa. 3. Diare Sekretori Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena abnormalitas cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan dengan makanan yang dimakan. Diare terjadi karena sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik, maldigesti lemak akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu. 4. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility) Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan perubahan motilitas intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable Bowel Syndrome. Diare ini ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam defaksi. Pada beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang berkurang dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan motilitas intestinal. Diare terjadi akibat pengaruh fekal atau obstruksi tumor dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses atau obstruksi. C. Diagnosis Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya. Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis: 1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)

23

2.

Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.

3.

Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.

4. 5.

Dimana tempat tinggal penderita. Pola kehidupan seksual. Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited

disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah. D. Penatalaksanaan Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas. Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak (> 100 ml/kgBB/hari) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur.

24

a.

Dehidrasi Ringan-Sedang Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak. Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia

memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu: 1. 2. 3. 4. 2) 3) 4) 5) 6) b. Menggunakan CRO (cairan rehidrasi oral) Cairan hipotonik Rehidrasi oral cepat 3-4 jam Realiminasi cepat dengan makanan normal Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan ASI diteruskan Suplemen dengan CRO (CRO rumatan) Anti diare tidak diperlukan

Dehidrasi Berat Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit

parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut: Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam

25

Selain penggantian cairan, penatalaksanaan diare dapat dengan memberikan terapi simptomatik dan terapi kausatif. Berikut ini merupakan obat-obatan yang dapat mengatasi simptom pada diare: 1) Obat anti diare: a. Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga

enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. b. Kelompok opiat Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2-4 mg/ 3-4x sehari dan lomotil 5mg 3-4 x sehari. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. c. Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. d. Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet. 2) Probiotik

26

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/

menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare A. Faktor Agent Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya. Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh (Siregar, 2004): 1. Bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera perfringens, non 01, Vibrio

parachemolyticus,

Clostridium

Campylobacter

(Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis. 2. Parasit Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.

27

3. Virus Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus. B. Faktor Host 1. Faktor status gizi Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Konsumsi gizi tersebut, tidak bisa dipenuhi karena faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal menyangkut keterbatasan ekonomi keluarga sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli makanan, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat didalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan pada anak balita atau juga bisa karena kekurangan gizi yang didapat dari sejak lahir oleh karena kekurangan gizi pada ibu saat ibu hamil. Oleh sebab itu, konsumsi gizi anak lebih diperhatikan karena akan menyebabkan status gizi kurang pada balita. Menurut Scrimsham, ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya tekanan interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan/gizi akibat penyakit diare ysng terus menerus sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan infeksi diare pada anak balita. Apabila masukan makanan atau zat gizi kurang- akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita penyakit diare. Oleh sebab, itu masukan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh.

28

2. Pemberian ASI ekslusif Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Menurut Soekirman (1991), ada perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan dan jarang memerlukan perawatan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman herbal, lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif. Penelitian lagi juga menyimpulkan bila dalam dua bulan kehidupan bayi tidak mendapat ASI eksklusif, maka

29

bayi beresiko meninggal 25 kali lebih besar akibat diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. C. Faktor Lingkungan (Environment) 1. Sanitasi Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui fecal oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat dari keluarga. Sanitasi adalah pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi yang berhubungan dengan kejadian diare adalah kualitas jamban, kualitas sistem pembuangan limbah, kualitas sistem pembuangan sampah, kualitas sumber air. Menurut Adisasmito, faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian diare sarana air bersih (SAB), penggunaan jamban dan sarana pembuangan air limbah. Dari segi sarana air bersih yang diteliti adalah risiko pencemaran SAB, kualitas SAB dan kepemilikan SAB. Dari 12 penelitian yang meneliti tentang jenis SAB, tujuh diantaranya menunjukkan hasil yang signifikan dengan rata-rata odd ratio (OR) sebesar 3,19. Untuk risiko pencemaran BAB ada lima penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar 7,89, namun pada penelitian ini terdapat skor ekstrim 17 dengan OR sebesar 26,86 95% CI: 9,61-75,10. Penelitian oleh program Magister Kedokteran Universitas Sebelas Maret di lima profinsi di Indonesia yang mendapatkan proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG) pada bulan Agustus-September 2003 didapatkan bahwa keluarga yang mempunyai sumber air bersih dari sumur dan ledeng dapat mencegah diare pada anak sebanyak (66 % OR 0,34 95 % interval kepercayaan = 0,16 0,70) dan membuang sampah pada tempat sampah khusus dapat mencegah diare dimana

30

yang tidak mempunyai tempat sampah khusus mempunyai risiko 2 kali lipat terkena diare dibanding yang membuang sampah ditempat khusus. Faktor lingkungan berdasarkan jamban, yang lebih banyak diteliti adalah sarana jamban, kepemilikan jamban dan kondisi jamban. Dari delapan penelitian mengenai sarana jamban, empat penelitian diantaranya menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR 17,25, namun pada penelitian ini terdapat skor ekstrim dengan OR sebesar 56,767 95% CI: 13,443239,729. Untuk kepemilikan jamban, lima penelitian menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar 3,32. Hasil ini sejalan dengan data terakhir dari departemen kesehatan yang mengatakan bahwa sanitasi yang buruk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya diare. 2. Higienitas Higienitas adalah Kebersihan fisik dan mental yang dapat menciptakan lingkungan sehat dan tubuh yang sehat. Higienitas yang mempengaruhi kejadian diare diantaranya kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah makan dengan sabun, mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun, mencuci alat makan dan botol susu dengan sabun dan air bersih mengalir, tidak jajan diluar rumah, memotong kuku setiap minggu, merebus air hingga matang, dan mencuci buah dan sayur sebelum dimasak/dimakan.Pada bayi faktor higienitas ini sangat ditentukan oleh peran serta orang terdekat. Orang terdekat pada umumnya adalah ibu kandung yang keseharian

merawat bayi. Maka untuk itu faktor pengetahuan Ibu terhadap penyakit diare sangat berperan dalam higienitas host (bayi). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut (Hariweni, 2003) Notoatmodjo mengatakan bahwa

31

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai terbentuk. c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. Pengetahuan Ibu sangat berperan dalam kejadian diare. Pengetahuan ibu yang baik akan berdampak pada prilaku ibu tersebut ketika memberikan makanan kepada bayinya. Penularan diare pada bayi biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena bisa saja bayi menelan makanan yang terkontaminasi. Penelitian di daerah kumuh Karachi, Pakistan menyatakan bahwa program pemberian sabun gratis pada masyarakat dapat menurunkan 53 % kasus diare pada anak-anak dan balita. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Hutin Y dkk pada KLB di kota Kano, Nigeria dimana didapatkan Age-adjusted odds ratio (AAOR) untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan yaitu sebesar 0,2 ; 95% CI = 0,1-0,6 yang berarti bahwa mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dapat mencegah diare pada bayi sebesar 80 % dibandingkan dengan yang tidak. Jelas bahwa apabila ibu tahu akan mekanisme penularan diare maka prilaku ibu akan mencegah penularan diare. Dari beberapa penelitian yang dilakukan Asidasmito,

menunjukkan hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu. Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya.

32

3. Kerangka Teori Agent Bakteri, Parasit, Virus

Diare

Host Status Gizi Asi ekslusif

Environment Sanitasi Higenitas

Pengetahuan Ibu

4. Kerangka Konseptual

Host Asi ekslusif

Pengetahuan Ibu Environment Higenitas

Diare

33

5. Hipotesis a. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan higienitas di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. b. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan pemberian asi ekslusif di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. c. Terdapat hubungan antara perilaku pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. d. Terdapat hubungan antara tingkat higienitas ibu dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

34

V.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Desain Penelitian Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional analitik dengan metode cross sectional. Dilakukan Konsekuensi rancangan penelitian ini adalah pengumpulan data variabel dilakukan dalam satu kali pada satu waktu tanpa melakukan intervensi kemudian dilakukan analisis. Desain ini memungkinkan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko, dan perbandingan antar variabel dengan proses yang relatif mudah, murah, cepat, dan cukup memadai untuk digeneralisasikan (Sastroasmoro dan Ismael, 2008).

B.

Ruang Lingkup Kerja Ruang lingkup penelitian adalah Puskesmas Rawalo.

C.

Populasi

dan

Sampel

(Perhitungan

Besar

Sampel,

Teknik

Pengambilan Sampel, Kriteria Inklusi dan Ekslusi) 1. Populasi a) Populasi Target Populasi target adalah semua balita di Desa Rawalo. b) Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah balita yang dibawa oleh ibu ke Posyandu Desa Rawalo. 2. Sampel Metode pengambilan sampel adalah simple random sampling. 3. Besar Sampel Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang responden. D. Variabel Penelitian a. Variabel Terikat Kejadian Diare b. Variabel Bebas

35

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita: 1. Higienitas ibu 2. Pengetahuan ibu tentang diare 3. Pemberian ASI eksklusif

E.

Definisi Operasional Variabel 1. Diare a. Definisi Buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya yang dialami oleh anak balita dalam tiga bulan terakhir. b. Kriteria Ya dan Tidak c. Skala Nominal 2. Higienitas ibu a. Definisi Perilaku higienitas ibu, seperti mencuci tangan saat menyiapkan makanan, setelah buang air besar, dan pencucian botol susu. b. Kriteria Skoring berdasarkan jawaban kuesioner. Skor 4 diklasifikasikan baik, sedangkan skor < 4 diklasifikasikan buruk. c. Skala Nominal 3. Pengetahuan ibu tentang diare a. Definisi Pengetahuan ibu tentang hal-hal dasar dari penyakit diare. Termasuk didalamnya definisi, gejala, dan penanganan awal. b. Kriteria

36

Skoring berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner. Diklasifikasikan menjadi baik jika skor 7 dan diklasifikasikan menjadi buruk jika skor < 7. c. Skala Nominal 4. Pemberian ASI eksklusif a. Definisi Perilaku pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya. Berupa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, tanpa pemberian makanan pendamping ASI ataupun susu formula. b. Kriteria Ya dan Tidak c. Skala Nominal

F.

Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner) Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita.

G.

Rencana Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi masing-masing faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi untuk semua variabel yang diteliti. 2. Analisis Analitik Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang

37

terdapat dalam hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.

H.

Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu tanggal 10 dan 11 Agustus 2012 dengan lokasi di Posyandu Desa Rawalo Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

38

VI.

HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Deskripsi Data Dasar Data yang digunakan adalah data primer yang diambil menggunakan kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Data diambil dari ibu yang membawa balitanya ke posyandu dengan jumlah 60 balita, menggunakan metode simple random sampling. Hasil karakteristik responden dapat dilihat di tabel 6.1. Tabel 6.1 Karakteristik Responden Karakteristik Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Ibu D3 D1 SMA SMP SD Tidak Sekolah Pekerjaan Ibu Ibu Rumah Tangga Pedagang Kejadian Diare Diare Tidak ASI Eksklusif Ya Tidak Higienitas Ibu Baik Buruk Pengetahuan Ibu tentang Diare 60 0 100 0 35 25 58,3 41,7 40 20 66,7 33,3 58 2 96,7 3,3 1 1 15 31 10 2 1,7 1,7 25,0 51,7 16,7 3,3 F 27 33 % 45,0 55,0

Baik 29 48,3 Buruk 31 51,7 Tabel 6.1 menunjukkan terdapat 27 balita berjenis kelamin perempuan (45,0 %) dan 33 balita laki-laki (55,0 %) yang menjadi sampel penelitian ini. Pendidikan ibu dari balita terbanyak merupakan lulusan SMP, yakni sebanyak 31 orang (51,7 %), lalu diikuti oleh lulusan SMA sebanyak 15 orang (25,0 %), lulusan SD 10 orang (16,7 %), D3 satu orang (1,7 %), D1 satu orang (1,7 %),

39

dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang (3,3 %). Sedangkan untuk pekerjaan ibu, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (96,7 %) sebanyak 58 orang dan hanya terdapat 2 orang ibu (3,3 %) yang bekerja sebagai pedagang. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 40 balita (66,7 %) terkena diare dalam 3 bulan terakhir ini, dan 20 (33,3 %) balita tidak terkena diare. Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif diperoleh data sebanyak 35 balita (58,3 %) mendapatkan ASI eksklusif dan 25 balita (

41,7%) lainnya tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dinilai dari tingkat higienitasnya, tabel 6.1 menunjukkan bahwa semua ibu memiliki higienitas yang baik. Berdasarkan tingkat pengetahuan tentang diare, 29 orang ibu atau 48,3 % memiliki pengetahuan yang baik tentang diare, sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan yang buruk tentang diare sejumlah 31 orang (51,7 %).

B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab 1. Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare Diare Ya ASI eksklusif: Tidak Ya Total 18 22 40 7 13 20 25 35 60 0,459 Tidak Total P-value

Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan diare, didapatkan nilai p = 0,459 atau probabilitas di atas 0,05 ( 0,459 > 0,05), maka kesimpulannya adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan diare. 2. Hubungan Higienitas Ibu dengan Diare Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Higienitas Ibu

40

Diare Ya Higienitas Ibu: Buruk Baik Total 0 40 40 0 20 20 0 60 60 Tidak Total

P-value

.a

Berasarkan uji chi square pada analisis hubungan perilaku cuci tangan dengan diare, didapat nilai p = .a atau tidak terjadi kesimpulan secara

statistik, karena higienitas ibu merupakan data yang konstan. Hal ini disebabkan oleh keseluruhan data yang sama, yakni baik (100 %). 3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Diare Tabel 6.3 Hasil Analisis Chi-Square Pengetahuan Ibu tentang Diare Diare Ya Pengetahuan Ibu: Buruk Baik Total 25 15 40 6 14 20 31 29 60 0,018 Tidak Total P-value

Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan diare, didapatkan nilai p = 0,018 atau probabilitas di bawah 0,05 ( 0,018 < 0,05), maka kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan diare. Berdasarkan data-data yang diperoleh dan dianalisa secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian diare di Desa Rawalo, kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. C. Pembahasan 1. Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare

41

Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo dengan nilai p = 0,459. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Filipina yang melakukan penelitian tentang perbedaan kejadian diare pada anak yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi cairan tanpa nilai gizi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak yang diberi air putih atau cairan herbal berisiko 2-3 kali lebih besar untuk terserang diare, dibandingkan dengan anak yang diberi ASI eksklusif. 2. Hubungan antara Higienitas dengan Diare Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo I dengan nilai p = ,a. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indan (2000) bahwa higienitas yang buruk dalam hal ini khususnya cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan penyakit yang lain. Berdasarkan data yang diperoleh, semua ibu-ibu dari balita yang diteliti di Desa Rawalo sudah memiliki tingkat higienitas yang baik. Termasuk di dalamnya penggunaan air untuk minum yang baik, kebiasaan mencuci tangan, mencuci peralatan makan dan masak, serta mengajarkan anaknya untuk cuci tangan sebelum makan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan/ jajan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. Tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Contoh kontak langsung adalah bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain, sedangkan kontak tak langsung seperti menggunakan permukaanpermukaan lain seperti handuk dan gelas. Sehingga seseorang tidak

42

sadar bahwa dirinya sedang ditularkan melalui tangan (Mujiyanto, 2009). 3. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Diare Penelitian tentang Diare di Desa Rawalo menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita, dengan nilai p = 0,018. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulisa (2008), yang menunjukkan ada pengaruh tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare. Sebagian besar ibu di Desa Rawalo masih memiliki pengetahuan yang rendah tentang diare. Hal ini diperkirakan karena masih rendahnya pendidikan sang ibu. Menurut Notoatmodjo (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan.

Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Selain itu masih ada kemungkinan tradisi dan keyakinan masyarakat sekitar bahwa anak yang diare tidak boleh diberi makan.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare Usia Pengalaman Sosial Budaya Lingkungan Dan Ekonomi Media informasi ASI eksklusif Pendidikan Pengetahuan Diare Higienitas Sanitasi

Status gizi

43

J.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

1. Pendidikan Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi proses belajar. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik kemampuan orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Namun seorang dengan pendidikan yang rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, namun juga bisa diperoleh dari pendidikan nonformal. 2. Media Informasi Informasi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menyebabkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Seiring dnegan kemajuan teknologi, muncul bermacam-macam media massa yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Media massa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi yang berpengaruh terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang-orang. Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain dapat membawa pesan yang berisikan sugesti serta informasi baru dalam pembentukan pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. 3. Sosial, Budaya, dan Ekonomi Kebiasaan serta tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, menyebabkan pengetahuan seseorang akan bertambah meskipun tidak melakukan. Status ekonomi juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang.

44

4. Lingkungan Segala sesuatu yang berada di sekitar individu baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akhirnya akan direspon sebagai pengetahuan oleh individu tersebut. 5. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran tentang pengetahuan dengan mengulang kembali pengetahuan yang pernah diperoleh dalam memecahkan masalah di masa lalu. Pengalaman yang dikembangkan dapat memberikan pengetahuan, keterampilan, dan mengembangkan kemampuan mengambil keputusan sebagai manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik. 6. Usia Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia maka semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik.

45

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas tentang variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare balita adalah perilaku ibu. Dengan melihat faktor risiko ini, maka dapat dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait buruknya perilaku ibu yang dapat rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Metode yang digunakan adalah Hanlon Kuantitatif. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dijadikan referensi adalah sebagai berikut: 1. 2. Pembagian pamflet tentang penyakit diare. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media

penyampaian penyakit diare dan pencegahannya. 3. 4. Pemberian booklet kepada kader-kader posyandu Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan cara mencegah anak agar tidak terkena diare.

B. Prioritas Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut, diperlukan langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke untuk menentukan penyebab utama prevalensi diare pada penelitian ini. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efektifitas jalan keluar: a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) : 1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil 2. Masalah yang dapat diatasi kecil 3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

46

4. Masalah yang dapat diatasi besar 5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah : 1. Sangat tidak langgeng 2. Tidak langgeng 3. Cukup langgeng 4. Langgeng 5. Sangat langgeng c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah) : 1. Penyelesaian masalah sangat lambat 2. Penyelesaian masalah lambat 3. Penyelesaian cukup cepat 4. Penyelesaian masalah cepat 5. Penyelesaian masalah sangat cepat Kriteria efisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C): 1. 2. 3. 4. 5. Biaya sangat mahal Biaya mahal Biaya cukup mahal Biaya murah Biaya sangat murah

Prioritas pemecahan masalah pada kasus Diare Rawalo dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut:

Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke No Daftar alternatif jalan Efektifitas Efisiensi MxIxV keluar C M I V C 1 2 Pembagian pamflet tentang diare Penggunaan papan lembar balik

Urutan prioritas masalah I

50

40

II

47

3 4

Pemberian booklet Penyuluhan tentang diare

5 4

5 4

4 4

2 2

50 32

I III

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan

masalah, yaitu : 1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat dan pemberian booklet kepada kader-kader Posyandu. 2. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media

penyampaian penyakit diare dan pencegahannya. 3. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan cara mencegah anak agar tidak terkena diare.

48

VIII. RENCANA KEGIATAN A. Latar Belakang Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai diare menjadi alasan atas adanya kegiatan penyuluhan tentang penyakit diare di Desa Rawalo. Diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh sebagian besar balita di desa Rawalo. Berdasarkan penelitian ternyata pengetahuan masyarakat di Desa Rawalo tentang penyakit diare masih kurang. B. Tujuan Penetapan tujuan berdasarkan SMART (Spesific, Measurable,

Appropriate, Realistic, Time Bound): Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diare dan pencegahan diare sehingga masyarakat dapat memperbaiki perilaku dan kebiasaan yang kuarang baik dari 50% meningkat menjadi 100%.

C. Bentuk Kegiatan 1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat. 2. Pembagian booklet tentang penyakit diare kepada kader-kader Posyandu. 3. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media informasi diare. 4. Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare, baik bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan cara mencegah anak agar tidak terkena diare. Penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif 6 bulan tanpa penambahan makanan tambahan dalam mencegah terjadinya diare dengan pembagian leaflet tentang diare.

D. Sasaran 1. Masyarakat Desa Rawalo 2. Kader-kader Posyandu.

E. Pelaksanaan 1. Kader dikumpulkan dalam satu tempat dalam rangka penyuluhan dan tindakan.

49

2. Sosialisasi mengenai penyakit diare. 3. Pembagian booklet kepada para kader. 4. Diskusi dan evaluasi

F.

Hari/Tanggal dan Tempat Pelaksanaan Hari/Tanggal Pelaksanaan : Rabu, 16 Mei 2012, pukul 10.00-12.00 WIB Tempat Pelaksanaan : Balai Desa Rawalo

G. Rencana Anggaran Fotokopi pamflet Fotokopi + jilid booklet Fotokopi kuesioner Bolpoin 10 buah Total = Rp = Rp = Rp = Rp 30.000,00 80.000,00 15.000,00 5.000,00

= Rp 130.000,00

50

IX.

EVALUASI KEGIATAN

A. Evaluasi 1) Formatif a) Mengevaluasi kesesuaian antara pemecahan masalah dengan masalah yang ada. Berdasarkan hasil analisis masalah ternyata 41,6% ibu di Desa Rawalo masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang diare. Oleh sebab itu dibutuhkan sarana peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan menurunkan nilai prevalensi ini. Metode penyediaan media informasi berupa booklet dan pamflet melalui kader, kemudian dilanjutkan dengan penyuluhan kepada kader merupakan metode yang cukup tepat dan efisien untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat. b) Anggaran kegiatan Anggaran kegiatan yang digunakan dan perinciannya dalam pelaksanaan kegiatan adalah : Fotokopi pamflet Fotokopi + jilid booklet Fotokopi kuesioner Bolpoin 10 buah Total = Rp 30.000,00

= Rp 108.600,00 = Rp = Rp 15.000,00 5.000,00

= Rp 158.600,00 Dengan demikian terjadi kekurangan dana sebesar 28.600

rupiah. Terjadi ketidaksesuaian rencana anggaran dengan saat pelaksanaan kegiatan. Hal ini dikarenakan biaya pembuatan booklet yang ternyata melebihi anggaran. 2) Promotif Mengevaluasi pelaksanaan program yang meliputi : a. Waktu pelaksanaan kegiatan Kegiatan dimulai tepat pukul 08.00 WIB, sesuai yang dijadwalkan b. Jumlah peserta yang ditargetkan

51

Terjadi ketidaksesuaian antara target dengan jumlah peserta yang hadir. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 27 orang, lebih sedikit 3 orang dari target sebelumnya, yaitu 30 orang. 3) Sumatif Melihat peningkatan pengetahuan peserta antara sebelum dan setelah pembinaan. Cara evaluasi adalah dengan memberikan soal pre test dan post test. Peserta diminta menjawab pertanyaan sebelum dan sesudah penyuluhan secara tertulis. Susunan pertanyaan pre dan post test terlampir. Dari pretes dan post test dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan peserta dan penyampaian materi cukup dapat diterima peserta.

52

LAMPIRAN

1. Dokumentasi kegiatan Plan of Action

Gambar 1. Peserta (kader-kader POSYANDU) sedang mengerjakan pretes

53

Gambar 2. Pembagian Booklet dan Pamflet kepada Peserta

54

Gambar 3. Presentan sedang menyampaikan penyuluhan tentang diare

Gambar 4. Penyerahan Booklet dan Pamflet kepada Bidan dan Kader POSYANDU

Anda mungkin juga menyukai