Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg. Menurut World Health

Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Hipertensi juga didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price dan Wilson, 2005). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi. Hipertensi dikenal dengan dua jenis klasifikasi, diantaranya adalah Hipertensi primer (essensial) dan hipertensi sekunder (Purnomo, 2009). Hipertensi primer merupakan suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah yang tinggi akibat pengaruh gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Sedangkan hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang menderita penyakit lainnya meliputi gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh (Lubis, 2008).

Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 29,2% (Lubis, 2008). Berdasarkan data Lancet, jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Di Indonesia angka kejadian stroke yang terpapar hipertensi meningkat tiga kali dibandingkan yang tidak terpapar hipertensi (Sadiyah, 2007). Sedangkan prevalensinya mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke (Dr.Tjandara Yoga, 2009, dikutip dari Dinkes Bonebolongo, 2009) dan prevalensi tertinggi

ditemukan di provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) terendah di Papua barat (20,1%). (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada saat ini hipertensi adalah faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kamatian dini. (Depkes, 2006). Hipertensi membuka peluang 12 kali lebih besar bagi penderitanya untuk menderita stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan jantung, serta 5 kali lebih besar kemungkinan meninggal karena jantung (congestif heart failure). Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti otak, ginjal, mata dan jantung serta kelumpuhan anggota gerak. Namun kerusakan yang paling sering adalah stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. (Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan Penanganan Hipertensi). Oleh karena itu tindakan pengendalian

hipertensi sangat perlu dilakukan. Adapun upaya pengendalian hipertensi antara lain dengan melakukan pencegahan primordial, promosi kesehatan, proteksi spesifik, diagnosis dini, pengobatan tepat dan rehabilitasi (Bustan , 2007). Pengendalian faktor-faktor risiko stroke seperti hipertensi adalah tindakan yang paling tepat untuk pencegahan stroke. Pencegahan stroke itu sendiri dapat dilakukan dengan cara: memodifikasi faktor resiko dengan menangani hipertensi, menggunakan obat antiplatelet (aspirin dosis rendah), Antikoagulan (warfarin) dan endarterektomi karotis. (Lionel, 2008). Tetapi kenyataan membuktikan bahwa tindakan pencegahan stroke tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan baik dari penderita, tenaga kesehatan, obat-obatan maupun pelayanan kesehatan (Fadilah, 2007). Perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan. Perilaku seseorang juga dapat diperoleh dari kebiasaan pasien sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari- hari pasien juga harus memperhatikan bagaimana perilaku pasien pada anggota keluarga terhadap pencegahan stroke sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Pencegahan terhadap diri pasien yaitu dengan melakukan pengobatan secara teratur, minum obat, olahraga secara teratur, tidak merokok dan minum alkohol, diet garam atau lemak (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 5 Mei 2012 di Panti Werdha Pangesti Lawang Malang didapatkan data bahwa sebagian besar warga di Panti menderita hipertensi yaitu berjumlah 61 orang

dari 69 orang jumlah total warga yang tinggal di Panti. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit degeneratif Hipertensi telah mendominasi. Perilaku pencegahan stroke penderita hipertensi di Panti Werdha Pangesti kemungkinan besar dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan penderita yang sebagian masih kurang mengetahui bahwa penyakit hipeternsi dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke. Sehingga proses kurangnya

pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam membentuk perilaku pencegahan stroke di Panti Werdha Pangesti. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Penderita Hipertensi di Panti Werdha Pangesti.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan stroke pada Penderita Hipertensi di Panti Werdha Pangesti, Lawang-Malang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku

pencegahan stroke pada penderita hipertensi di Panti Werdha Pangesti, Lawang-Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan penderita hipertensi tentang hipertensi meliputi pengertian, gejala, penyebab, dan upaya pencegahan stroke. 2. Mengidentifikasi perilaku pencegahan stroke pada penderita hipertensi meliputi minum obat secara teratur, olahraga, tidak merokok dan minum alkohol, diet garam atau lemak. 3. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan stroke pada Penderita Hipertensi di Panti Werdha Pangesti, Lawang-Malang.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi pendidikan Dengan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi instansi pendidikan serta sebagai tambahan referensi bagi kurikulum NR tentang hasil penelitian. 2. Bagi peneliti Sebagai pengalaman dan latihan bagi penulis dalam mengajarkan suatu penelitian serta mengkaji teori dari pendidikan dan belajar menemukan permasalahan yang ada di lapangan. 3. Bagi pasien Memberikan informasi pada penderita tentang pentingnya pemahaman hipertensi yang dapat berlanjut pada kejadian stroke sehingga

menimbulkan motivasi yang positif dalam melakukan pencegahan.

4. Bagi pembaca Memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai