Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Status Agama Alamat No. RM Ruangan Tgl masuk RS Tgl keluar RS 2. Anamnesa 2.1. Keluhan utama : Kaki kiri nyeri dan bengkak 10 hari SMRS 2.2 Keluhan tambahan : sulit tidur 2.3.Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu. Pasien juga mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri awalnya kemerahan lalu terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna kuning. Pasien mengeluh kaki kiri sering kesemutan dan telapak terasa baal sebelum memakai sandal Pasien sudah ke dokter klinik hari Senin (5/7/10) dan pada bercak putih tersebut dilubangi kemudian keluar nanah. Pasien mendapat antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri. 2.4.Riwayat penyakit dahulu Pasien mengaku sakit kencing manis sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan sering lapar, haus dan sering buang air kecil ( 5 kali) pada malam hari. : Tn.M : 55 tahun : Laki-laki : Sudah Menikah : Islam : Tanah Tinggi RT 10/RW 10 : 134161 : Wijaya Kusuma - Cempaka : 7 Juli 2010 : 14 Juli 2010

Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi dan malam sebelum makan. Penyakit asma, penyakit jantung, dan darah tinggi disangkal pasien, tidak ada riwayat pernah dirawat dan di operasi sebelumnya. 2.5. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang sedang menderita penyakit serupa dengan pasien. Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, jantung, dan asma. 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Freukuensi nadi Pernapasan Suhu Tinggi Badan Berat Badan : 50 kg : tampak sakit ringan : Composmentis : 130/80 mmhg : 64 x/menit : 30 x/menit : 36.4 C : 160 cm

3.1. Kepala Bentuk Rambut : Normocephal, simetris : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- , pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+) Telinga: Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang, membran timpani intak, serumen (-) Hidung: Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi, Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada. Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil tidak hiperemis.

3.2. Leher Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-) Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-) JVP tidak meningkat 3.3. Thoraks Anterior Inspeksi kiri Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Batas atas Batas kiri : sela iga III garis sternalis kiri : sela iga V garis midklavikula kiri Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) 3.4. Thoraks Posterior Inspeksi : punggung simetris kanan = kiri Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : Pernafasan vesikuler 3.5. Abdomen Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi: Seluruh lapang abdomen timpani Auskultasi : Bising usus (+) normal 3.6. Ekstremitas : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan =

Superior

: Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-)

Inferior: Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/+) , ulkus pada telapak kaki kiri 2 x 1 cm 3.7. Genitalia Laki-laki, tidak ada kelainan 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan glukosa darah (6 Juli 2010) Glukosa darah Puasa Glukosa darah 2 jam PP 5. Diagnosis Sementara Ulkus Diabetes Pedis Sinistra Diabetes Mellitus tipe II 6. Diagnosis Banding 7. Penatalaksanaan Diet DM 1700 kalori IVFD RL 20 tetes/menit Injeksi Humalog 3 x 6 IU Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram Tablet Nonflamin 2 x 1 Plan : kultur pus Konsultasi dokter bedah umum 222 mg/dL 342 mg/dL

8. Prognosis Ad bonam

Pemeriksaan anjuran: 1. Pemeriksaan Darah Lengkap 2. Pemeriksaan Glukosa darah Puasa dan 2 Jam PP 4

3. Tes fungsi hati dan ginjal 4. Pemeriksaan masa perdarahan dan masa pembekuan 5. Foto thoraks PA dan EKG Hasil Konsultasi dengan Dokter Spesialis Bedah Umum (7 Juli 2010) 1. Rawat bersama 2. Rencana debridement jika kadar glukosa darah < 200 mg/dl 3. Perawatan luka 2 kali/hari : gentamycin + betadine + NaCl + ganti verband 4. Terapi dilanjutkan ditambah flagyl suppositoria 3 x 1 5. Rencana foto pedis sinistra AP & lateral

FOLLOW UP
Tanggal Keluhan 7/7/2010 Kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari yang lalu Sulit tidur Ringan/CM 130/80 64 x/menit 30 x/menit 36.4 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) Glukosa darah (mg/dL) (6/7/10) Puasa : 222 2PP : 342 8/7/2010 Kaki kiri nyeri dan bengkak Sulit tidur Lemas Ringan/CM 130/70 76 x/menit 30 x/menit 36.6 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar,bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) Hb 13.0 g/dl Ht 42 % T 664.000/mm3 L 12.200/mm3 Ba 9/7/2010 Kaki kiri nyeri dan bengkak Nyeri pada daerah sekitar kanul infus Ringan/CM 130/80 76 x/menit 24 x/menit 36 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar,bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) Glukosa (mg/dL) Puasa : 145 2PP : 226 darah 10/7/2010 Kaki kiri nyeri dan bengkak 11/7/2010 Kaki kiri nyeri dan bengkak Sulit tidur Batuk kering Ringan/CM 140/80 80 20 36 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) Hb 12.7 g/dl Ht 41 % T 679.000/mm3 L 13.400/mm3 BT 215 12/7/2010 Kaki kiri nyeri 13/7/2010 TAK 14/7/2010 TAK

Pemeriksaan Fisik - KU/KS - Tekanan Darah - Nadi - Pernafasan - Suhu Mata -Sklera Ikterik -Konjungtiva anemis Thorak -Cor -Pulmo Abdomen Ekstremitas

Ringan/CM 130/70 76 24 36 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+) NT(-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) -

Baik/CM 150/70 74 20 36.2 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) GDS 168 mg/dL Foto pedis sinistra AP & lateral : soft tissue swelling sekitar phalanx prosimal

Baik/CM 120/70 78 20 36 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) Glukosa darah (mg/dL) Puasa : 123 2 PP : 223

Baik/CM 140/90 80 20 36 C (-/-) (-/-) BJ I-II reguler murmur (-) gallop (-) SN vesikuler rhonki (-/-) wheezing (-/-) Supel,datar, bising usus (+), NT (-) Akral hangat Edema S (-/-) I (-/+) Sianosis S (-/-) I (-/-) -

Hasil Lab

Penatalaksanaan

IVFD RL 20 tpm Inj. Humalog 3 x 6 IU Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr Nonflamin 2 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari Plan : kultur pus

E Staf 1 % Segmen 71 % Limfosit 25% Monosit 2 % LED 113 Ureum 26 Creatinin 0,77 SGOT 21 SGPT 30 GDS 159 mg/dL IVFD RL 20 tpm Inj. Humalog 3 x 6 IU Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr Nonflamin 2 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari Ambil pus kultur

CT 12 Glukosa darah (mg/dL) Puasa : 206 2PP : 292

dan distal digiti 1 sampai ke interphalanx proximal digiti 1-2 dan 2-3 foto thoraks : dbn EKG : dbn

IVFD RL 20 tpm Inj. Humalog 3 x 10 IU Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr Nonflamin 2 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 20 tpm Inj. Humalog 3 x 10 IU Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr Nonflamin 2 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 20 tpm Inj. Humalog 3 x 15 IU Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr Nonflamin 2 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Ketorolac 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

Debridement IVFD RL 30 tpm Inj. Humalog 3 x 15 IU Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Ranitidine 3 x 1 amp Drip Cefalexim 3 x 1 gr Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

IVFD RL 30 tpm Inj. Actrapid 3 x 20 IU Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Ranitidine 3 x 1 amp Drip Ketorolac 3 x 1 gr Drip Novalgin 2 Ampul/hari Flagyl supp 3 x 1 Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari

Inj. Actrapid 3 x 20 IU

ANALISA KASUS
Anamnesa pada pasien ini didapatkan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu. Pasien juga mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri awalnya kemerahan lalu terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna kuning. Pasien mengeluh kaki kiri sering kesemutan dan telapak terasa baal sebelum memakai sandal Pasien sudah ke dokter klinik 2 hari SMRS dan pada bercak putih tersebut dilubangi kemudian keluar nanah. Pasien mendapat antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri. Pasien mengaku sakit kencing manis sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan sering lapar, haus dan buang air kecil ( 5 kali) pada malam hari. Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi dan malam sebelum makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 64 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu 36.4 C, konjungtiva tidak anemis, akral hangat, sianosis (-), edema kaki kiri, ulkus pada telapak kaki kiri 2 x 1 cm, pemeriksaan leher, thoraks, abdomen, genitalia dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan : 1. Pemeriksaan Glukosa darah (6 Juli 2010) Glukosa darah puasa Glukosa darah 2 jam PP : 222 mg/dL : 342 mg/dL

2. Pemeriksaan Darah Lengkap (8 Juli 2010) Hb 13.0 g/dl Ht 42 % T 664.000/mm3 L 12.200/mm3 Ba E Staf 1 % Segmen 71 % 8

Limfosit 25% Monosit 2 % LED 113

3. Pemeriksaan Fungsi Hati, Ginjal, Endokrin (8 Juli 2010) SGOT/SGPT : 21/30 Ureum/Creatinin : 26/0.77 GDS : 159 mg/dL

4. Pemeriksaan Glukosa darah (9 Juli 2010)


Glukosa darah puasa Glukosa darah 2 jam PP

: 145 mg/dL : 226 mg/dL

5.

Pemeriksaan Glukosa darah (11 Juli 2010)


Glukosa darah puasa Glukosa darah 2 jam PP

: 206 mg/dL : 292 mg/dL

6.

Pemeriksaan Glukosa darah (12 Juli 2010)

Glukosa darah sewaktu 168 mg/dL

7. Foto pedis sinistra AP & lateral (12 Juli 2010)

soft tissue swelling sekitar phalanx prosimal dan distal digiti 1 sampai ke interphalanx proximal digiti 1-2 dan 2-3

8.

Pemeriksaan Glukosa darah (13 Juli 2010)


Glukosa darah puasa Glukosa darah 2 jam PP

: 123 mg/dL : 223 mg/dL

Oleh karena itu, diagnosis yang ditegakkan adalah ulkus diabetes pedis sinistra dan diabetes mellitus tipe II.

Pemberian terapi awal pada pasien ini adalah : 1. Diet DM 1700 kalori 2. IVFD RL 20 tpm 3. Inj. Humalog 3 x 6 IU 4. Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr 5. Nonflamin 2 x 1 6. Flagyl supp 3 x 1 7. Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari Pemberian terapi awal tepat guna karena Diet DM 1700 kalori Kebutuhan kalori : BBI x 35 kalori : 54 x 30 kalori = 1620 kalori Dengan koreksi : di atas usia 40 tahun : - 5% Aktivitas ringan Koreksi : + 10% :+5% BBI : (160-100) 10% = 54 kg

Kebutuhan kalori : 1620 kalori + 5% = 1701 kalori ~ 1700 kalori

Inj. Cefotaxim 2 x 1 gram dan Flagyl supp 3 x 1

Leukosit 12.200/mm3, Nanah + Nonflamin 2 x 1

Nyeri dan bengkak Inj. Humalog 3 x 6 IU : 222 mg/dL : 342 mg/dL Glukosa darah 2 jam PP

Glukosa darah puasa

Prognosis pasien ini adalah ad bonam

10

PEMBAHASAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi, fungsi atau kerja insulin atau keduanya. DM diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan onset yaitu DM tipe I, DM tipe II, diabetes gestasional, DM tipe lain. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita diabetes gestasional. Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,52,3%. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur tahun 1989, prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993). Sementara di Depok dan Jakarta, tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998). Etiologi DM tipe 1 adalah destruksi sel beta karena autoimun atau idiopatik, DM tipe 2 bervariasi mulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes gestasional terjadi akibat menurunnya produksi hormon insulin selama kehamilan dan DM tipe lain diakibatkan oleh penyakit seperti pankreatitis, infeksi, obat dan lain-lain. Diagnosis klinis DM umumnya dapat ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada perempuan. Jika keluhan khas,

11

pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dL. Retinopati, nefropati, dislipidemia,hipertensi, koma, ketosis, dan ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi diabetes. Selain itu, neuropati dan kaki diabetes berupa ulkus juga dapat terjadi. Pengobatan diabetes dapat berupa terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis dapat berupa pengaturan pola makan yang berdasarkan status gizi diabetesi dan latihan jasmani.Terapi farmakologis berupa penyuntikan insulin, obat hipoglikemik oral seperti glibenklamid, metformin, acarbose dan lain-lain. Anatomi dan Fisiologi Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (cauda) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan (corpus) yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang

12

terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : (1). Sel sel jumlahnya sekitar 20 40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai aktivitas anti-insulin. (2). Sel sel jumlahnya sekitar 60 80 % , memproduksi insulin. (3). Sel sel jumlahnya sekitar 5 15 %, memproduksi somatostatin. Masing masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin disintesis sel pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.

13

Patofisiologi

Klasifikasi

1. Diabetes mellitus tipe I


Diabetes mellitus tipe I, diabetes anak-anak (childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah reaksi autoimun yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimuni tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan 14

dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan ketoasidosis diabetikum bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga) juga diperlukan. Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitasaktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglikemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. 2. Diabetes mellitus tipe II Diabetes mellitus tipe II (adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe DM yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi glukosa darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati. DM tipe II juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistensi insulin. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglikemia dapat diatasi

15

dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar. Namun, semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin dalam kaitan dengan pengeluaran adipokines yang merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan kira-kira 90% dari pasien dunia dan didiagnosis DM tipe II. Diabetes tipe II awalnya diobati dengan cara perubahan pola hidup berupa olahraga, diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Hal ini dapat mengembalikan kepekaan hormon insulin. Langkah berikutnya adalah penggunaan obat hipoglikemik oral yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (sulfonylureas) dan menurunkan produksi glukosa hati serta meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel usus (metformin), dan meningkatkan aktivitas hormon insulin (thiazolidinediones). Jika gagal, pengobatan dengan hormon insulin diperlukan untuk memelihara kadar glukosa darah sampai atau mendekati normal. 3. Diabetes gestasional Diabetes gestasional (gestational diabetes) atau diabetes melitus pada kehamilan melibatkan kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup dan terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. Diabetes gestasional bersifat temporer dan harus diterapi. Jika tidak diterapi dapat menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk makrosomia, janin cacat dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan. Peningkatan kadar hormon insulin pada janin menyebabkan penurunan produksi surfaktan, hiperbilirubinemia sampai kematian. Seksio cesaria mungkin dilakukan jika terdapat kesulitan saat melahirkan normal akibat makrosomia seperti distosia bahu serta indikasi gawat janin. 4. DM tipe lain DM tipe lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, kerja insulin juga penyakit eksokrin pankreas seperti pankreatitis, trauma/pankreotomi dan lain-lain. Selain itu, tipe ini juga dapat 16

disebabkan oleh penggunaan obat seperti glukokortikoid, tiazid serta infeksi virus CMV dan lainnya. Pada sindrom Klinefelter, Down, Turner dan lainnya juga dapat terjadi DM tipe ini. Diagnosis

Glukosa darah Sewaktu(mg/dL) Puasa (mg/dL)

Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler

Bukan DM <110 <90 <110 <90

Belum pasti DM 110-199 90-100 110-125 90-109

DM 200 200 126 110

Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Penderita diberi beban glukosa dan kemampuan penderita terhadap beban glukosa tersebut dimonitor dengan mengukur kadar glukosa terhadap waktu. Persiapan Penderita :

17

1. Minimal 3 hari sebelum tes pasien diet karbohidrat minimal 150 g/hari 2. Obat yang mempengaruhi glukosa dalam darah dihindari atau dikurangi. 3. Sebelum dilakukan test, pasien puasa 10-12 jam, maksimal 16 jam.

Beban Glukosa : 1. 75 gr glukosa dilarutkan dalam 300 cc air (konsentrasi glukosa 25 g/dL) 2. untuk anak-anak, 1,75 gram per berat badan ideal Pelaksanaan Tes : 1. Ambil darah puasa (kadar glukosa darah) dan urin (kadar glukosa tereduksi) 2. Beban glukosa 75 gr/ 300 cc air harus habis dalam 5 menit 3. Ambil darah dan urin setiap 30 menit sampai dengan 3 jam Penatalaksanaan 1. Non-farmakologi = Pengubahan pola hidup Makanan
A.

Diet sesuai kebutuhan gizi diabetesi


B.

Karbohidrat : 60 70 % Protein : 15 20 % Lemak : 15 20% Penghitungan jumlah kalori Penghitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya penyakit akut dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat memakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Indeks Massa Tubuh =

Berat Badan (BB) Tinggi Badan (TB)2


Status gizi Berat badan kurang Berat badan Normal Berat badan lebih Dengan resiko Obes I Obes II

IMT < 18.5 18.5 22.9 23.0 23 24.9 25 29.9 30

Berat badan idaman (BBI) : (TB 100) 10%

18

BB < BBI 90 110% BBI 110 120% BBI > 120% BBI

Status gizi Berat badan kurang Berat badan normal Berat badan lebih Gemuk

Kebutuhan kalori :

: BBI x 30 kalori : BBI x 25 kalori Koreksi atau penyesuaian :


Umur di atas 40 tahun Aktivitas ringan (duduk, nonton tv, dll) Aktivitas sedang (kerja kantor, dokter) Aktivitas berat (olahragawan, kuli) BB gemuk BB lebih BB kurus Proses metabolik (infeksi, post op,stroke) Hamil trimester I & II Hamil trimester III, menyusui -5% + 10 % + 20 % + 30 % - 20 % - 10 % + 20 % + 10 30% + 300 kalori + 500 kalori

Makanan dibagi dalam porsi besar untuk makan pagi (30 35%), siang (30%), malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) Olah raga Frekuensi : 3-5 x/minggu Intensitas : ringan dan sedang Durasi : 30 60 menit Jenis : jalan, jogging, berenang, bersepeda

4. Farmakologi Insulin Sediaan : o Dosis rendah : orang kurus dan tua o Dosis Medium : berat badan ideal o Dosis Tinggi : berat badan lebih & obesitas o Dosis Sangat Tinggi : infeksi & menggunakan steroid

19

Glucose Level (mg/dL) Serum FBS <60 60-150 150-200 201-250 251-300 301-350 351-400 > 400

Low Dose Regimen Hypoglycemia Protocol and Call MD 0 0 3 4 6 9 9 Units and call MD

Medium Dose Regimen Hypoglycemia Protocol and Call MD 0 2 6 8 10 12 12 Units and call MD

High Dose Regimen Hypoglycemia Protocol and Call MD 0 4 8 12 14 16 16 Units and call MD

Very High Dose Regimen Hypoglycemia Protocol and Call MD 0 6 10 14 18 22 22 Units and call MD

Insulin disuntikkan subkutan di daerah deltoid, abdomen dan paha. Obat Hipoglikemik oral

20

Komplikasi Retinopati

21

nefropati dislipidemia hipertensi koma diabetikum ketosis ketoasidosis diabetikum neuropati kaki (ulkus) diabetikum

Ulkus diabetikum Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai. Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi : Faktor endogen 1. Genetik, metabolik 2. Angiopati diabetik 3. Neuropati diabetik
1.

Faktor eksogen

4. Trauma 5. Infeksi 6. Obat

Patofisiologi

22

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi. 1. Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose-reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa dan mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus diabetikum. Manifestasi klinis Ulkus diabetikum akibat mikroangiopati disebut juga ulkus panas walaupun terjadi nekrosis. Daerah akral tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

23

1. 2. 3. 4. 5.

Pain (nyeri) Paleness (kepucatan) Paresthesia (kesemutan) Pulselessness (denyut nadi hilang) Paralisis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine : 1. 2. 3. 4. Klasifikasi Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat menurut Wagner, yaitu : Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

Tingkat 0 I II III IV V

Keterangan tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus" ulkus superficial terbatas pada kulit ulkus dalam (menembus tendon atau tulang) abses dalam dengan atau tanpa osteomielitis (infeksi) ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitis (gangren pada 1-2 jari kaki) ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai (gangren luas)

Penatalaksanaan Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus itu sendiri. Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar. 24

Penanganan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :


Tingkat 0 I II III IV Penanganan Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan. Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban. Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti. Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur. Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.

DAFTAR PUSTAKA Sudoyo,Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Umami, Vidhia. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 25

http://id.wikipedia.org/diabetes_mellitus

26

Anda mungkin juga menyukai