Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan kurikulum merupakan suatu yang harus dilakukan oleh institusi pendidikan.

Tujuan perubahan ini adalah meningkatkan mutu pendidikan dan bersaing di dunia (Nation competetiveness). Perubahan kurikulum dilakukan 5 tahun sekali pada perguruan tinggi. Di Indonesia pergantian kurikulum perguruan tinggi dari Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 dan Kurikulum 1994. Saat ini berkembang menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah berjalan sejak tahun 2001. Sedangkan kurikulum berbasis kompetensi pada perguruan tinggi dimulai sejak tahun 2006/2007 (Elgisha, 2010). Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002). Sedangkan pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi itu sendiri adalah keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara terus-menerus dan konsisten (Sulistyawati, 2006). Perubahan kurikulum memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perubahan kurikulum yaitu untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan sikap untuk meningkatkan kehidupannya di masyarakat (Tantra, 2009). Sedangkan dampak negatif dari perubahan ini adalah memerlukan tenaga yang banyak, waktu yang panjang, dan biaya yang tidak sedikit untuk di implementasikan diperguruan tinggi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau menerapkan kurikulum berbasis kompetensi sejak tahun 2008. Angkatan yang menjalani kurikulum berbasis
1

kompetensi di Program Studi Ilmu Keperawatan adalah A 2008, A 2009 dan A 2010. Angkatan yang pertama kali yang menjalankan kurikulum berbasis kompetensi adalah angkatan 2008. A 2008 memiliki tuntutan yang lebih dibandingkan angkatan lain yang juga menjalani KBK, hal ini dikarenakan A 2008 merupakan angkatan yang pertama kali menjalani kurikulum berbasis kompetensi dan stres yang dirasakan juga lebih tinggi dibandingkan angkatan lain. Pengalaman A 2008 lebih banyak dibandingkan A 2009 dan 2010, maka dari itu penelti tertarik untuk melakukan penelitian tingkat stres pada A 2008 yang sedang menjalani KBK. Kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan pada angkatan 2008 menuntut mahasiswa untuk belajar lebih keras dan tenaga yang ekstra. Pada kurikulum sebelumnya mahasiswa menyelesaikan teori terlebih dahulu dan praktik klinik dilaksanakan setelah mahasiswa mendapatkan gelar S1 keperawatan. Namun dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi, pada semester IV telah dilakukan praktik klinik, dimana teori diselesaikan pada awal perkuliahan dan pada pertengahan semester mahasiswa melaksanakan praktik klinik dirumah sakit. Perubahan ini membuat mahasiswa sangat kelelahan, mengalami stres, dan juga mempengaruhi prestasi akademis mahasiswa. Pengalaman peneliti pada semester II semua mahasiswa A 2008 yang berjumlah 51 orang mengalami penurunan hasil belajar. Sebagian basar mahasiswa A 2008 tidak lulus dalam beberapa mata kuliah yang juga menyebabkan penurunan indeks prestasi (IP). Hasil wawancara peneliti pada tanggal 6 Oktober 2011 dengan 15 orang dari 51 mahasiswa mengalami penurunan Indeks Prestasi (IP) dari 3,00 menjadi 2,00. Bahkan ada mahasiswa yang IPnya turun drastis dari 3,00 menjadi 1,8. Mata kuliah yang tidak lulus tersebut merupakan prasyarat untuk mengambil mata kuliah selanjutnya, sehingga banyak mahasiswa tidak dapat mengambil sejumlah mata kuliah pada saat berikutnya.

Hal ini membuat mahasiswa sangat stres, harus kerja keras untuk mengambil mata kuliah yang mereka tinggalkan, dan merasa cemas masa kuliahnya semakin lama dan tidak bisa selesai tepat waktu. Berdasarkan diskusi peneliti pada tanggal 7 Oktober 2011 dengan tujuh mahasiswa A 2008 PSIK Universitas Riau yang sedang menjalani Kurikulum Berbasis Kompentensi, diketahui mahasiswa tersebut merasakan stres selama menjalani kurikulum berbasis kopetensi. Faktor-faktor yang menyebabkan stres adalah banyaknya tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam waktu yang sangat singkat, jadwal kuliah yang sangat padat dari pagi sampai sore dan terkadang sampai malam, ujian pratikum, pagi hari preklinik dirumah sakit dan sore harinya harus masuk untuk mengikuti perkuliahan, tugas laporan yang harus diselesaikan. Gejala stres yang timbul seperti sakit kepala, pusing, kelelahan, tidak mampu bekonsentrasi, tidak nafsu makan, dan sulit untuk tidur, anemis, turunnya berat badan, tekanan darah meningkat, kelopak mata menghitam, gastritis, dan menjadi sensitif. Kondisi ini bila dibiarkan berlanjut dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, menghambat proses belajar mahasiswa, sehingga dikhawatirkan tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan oleh akdemis. Stres belajar merupakan salah satu jenis stres yang banyak dialami oleh mahasiswa (Kustyarini, 2008). Stres seringkali timbul sehingga menyebabkan mahasiswa tidak dapat mengikuti perkuliahan secara efektif. Hasil penelitian Sheu , Lin dan Hwang (2001), tingkat stres yang tinggi dapat berpengaruh terhadap kesehatan mahasiswa keperawatan. Efek stres yang paling banyak dilaporkan adalah perubahan prilaku dan status fisio-psikologi mahasiswa. Respon psikologis yang negatif yang terjadi seperti tertekan, putus asa, gugup, marah, tidak senang, kehilangan rasa percaya diri, tidak ceria. Sedangkan pada respon fisik yang negatif akan terjadi seperti lemah, diare atau gangguan gastrointestinal, insomnia, anemia, anoreksia.

Stres dan identifikasi stres yang potensial diantara mahasiswa keperawatan telah mendapat perhatian dalam literatur (Nicholl & Timmins, 2005). Mahasiswa keperawatan memiliki kesamaan stres akademik seperti mahasiswa jurusan lainnya, seperti ujian tengah semester dan ujian akhir semester, skripsi dan tugas-tugas lainnya (Evan & Kelly, 2004 dalam Seyedfatemi, Tafreshi & Hagani 2007). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Timmins dan Kaliszer (2002) tentang aspek-aspek yang menyebabkan stres pada mahasiswa keperawatan, menjelaskan stres yang dialami oleh mahasiswa baik pada program akademik maupun praktek klinik. Sumber-sumber stres tersebut meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan akademis, hubungan dengan pengajar dan staf, praktek klinik, dan kondisi finansial. Individu yang mengalami stres akan mengeluarkan pertahanan dengan cara penyesuaan diri atau beradapatasi terhadap permasalahan dan tekanan yang terjadi. Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stres (Sunaryo, 2004). Koping telah dipandang sebagi suatu faktor penyeimbang yang dapat membantu individu untuk dapat beradaptasi dengan kondisi stres. Proses suatu koping itu sendiri merupakan suatu respon yang kompleks yang terjadi ketika individu berusaha menghilangkan stres atau ancaman dari lingkungan. Individu menghadapi stres dapat melalui berbagai cara, diantaranya memanipulasi lingkungan untuk menghilangkan stressor, mengembangkan respon spesifik untuk menghadapi stresor atau mencari pengalihan dari stresor (Walton, 2002). Koping dapat bersifat positif maupun negatif. Koping positif perlu diidentifikasi dalam upaya membantu kemampuan mahasiswa untuk menghadapi stressor (Potter & Perry, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Seyedfatemi (2007), menunjukkan bahwa strategi koping yang paling sering digunakan oleh mahasiswa keperawatan di Iran saat

menghadapi stres diantranya adalah mengikuti nasehat dan aturan orang tua, beribadah dan berdoa, menjaga persahabatan, dan melamun. Sementara itu diantara mahasiswa Latin dan Negro, strategi koping yang sering digunakan adalah berbicara dengan temanteman, orang tua, serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan keagamaan (Chiang, Hunter & Yeh, 2004). Berdasarkan fenomena yang terjadi peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat stres dengan mekanisme koping mahasiswa angkatan pertama (A 2008) Program Studi Ilmu Keperawatan yang menjalani kurikulum berbasis kompetensi. B. Rumusan Masalah Mahasiswa Keperawatan Universitas Riau program A 2008 yang sedang menjalankan Kurikulum Berbasis Kompetensi sering mengalami stres. Stres yang berlangsung berkepanjangan sangat berbahaya bagi mahasiswa, hal ini juga dapat mempengaruhi fisiologis dan psikologis mahasiswa. Selain itu juga, dapat mempengaruhi prestasi akademik. Dalam hal ini, mekanisme koping yang positif sangat diperlukan untuk membantu mahasiswa dalam menghadapai stres tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat stres dengan mekanisme koping mahasiswa angkatan pertama (A 2008) Program Studi Ilmu Keperawatan yang menjalani kurikulum berbasis kompetensi.

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dan mekanisme koping yang digunakan mahasiswa keperawatan Universitas Riau dalam mengatasi stres menjalani Kurikulum Berbasis Kompentensi. 2. a. Manfaat Penelitian Bagi perkembangan ilmu Keperawatan Dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Riau, terutama hal-hal yang berkaitan dengan hubungan tingkat stress dan mekanisme koping dalam menjalani kurikulum berbasis kompetensi. b. Bagi institusi Memberikan informasi kepada dosen dan staf akademis dalam mengidentifikasi stresor dan kebutuhan mahasiswa agar dapat membantu mahasiswa mengurangi rasa stres yang sedang dihadapi dalam menjalankan Kurikulum Berbasis Kompetensi. c. Bagi mahasiswa Sebagai pedoman bagi mahasiswa yang akan menjalani Kurikulum Berbasis Kompentensi untuk mengetahui stres yang akan ditemui sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri serta menentukan mekanisme koping yang tepat dalam menghadapi stres.

Anda mungkin juga menyukai