Anda di halaman 1dari 24

Referat

HEPATOMA

OLEH AMBA PUTRA 0608114090 Pembimbing : dr. Dasril Effendi, Sp.PD-KGEH

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah sesuai disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urine melalui system pengumpul urine.1 Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden CKD diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat 8% pertahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2 Pada tahun 2001, Kidney Disease Foundation (KDF) menyatakan bahwa Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), merupakan uji diagnostik untuk CKD. Beberapa

tahun terakhir, sejumlah besar orang yang memiliki LFG antara 30 dan 59 (stage 3) di Amerika Serikat. Pasien CKD yang paling banyak adalah stage 3 yakni 7,6 juta jiwa. 400.000 orang masuk ke tahap 4 dan sekitar 300.000 yang mengikuti dialisis. 3

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria CKD adalah :2 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan. 2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

II. Klasifikasi Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal, yaitu dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :2

Pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi CKD Derajat 1 2 3 4 5 Penjelasan Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat Gagal Ginjal LFG 90 60-89 30-59 15-29 <15 atau dialisis

III. Etiologi Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya. Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insisiden CKD di Amerika Serikat.2 Tabel 2. Etiologi CKD

Penyebab Diabetes Melitus - Tipe 1 (7%) - Tipe 2 (37%) Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar Glomerulonefritis Nefritis interstitialis Kista dan penyakit bawaan lain Penyakit sistemik (lupus, vaskulitis) Neoplasma Tidak diketahui Penyakit lain

Insiden 44%

27% 10% 4% 3% 2% 2% 4% 4%

Selain penyebab diatas, risiko CKD dapat ditingkatkan dengan beberapa jenis faktor dalam berbagai cara. Beberapa faktor-faktor risiko, seperti merokok dan kurangnya aktivitas fisik, juga telah ditemukan dapat meningkatkan risiko CKD. Menurut Survei Kesehatan Nasional 2001, sembilan dari sepuluh warga

Australia yang berusia 18 tahun ke atas dilaporkan memiliki setidaknya salah satu dari berikut: kelebihan berat badan, tidak aktif berolahraga, merokok, tinggi kolesterol, tekanan darah tinggi dan diabetes. Faktor-faktor risiko jarang bertindak sendiri atau independen. Mereka cenderung untuk hidup berdampingan dan berinteraksi dalam efek mereka. Semakin banyak faktor risiko yang dimiliki seseorang, semakin besar untuk mengembangkan CKD. Lingkungan dan faktorfaktor sosial juga mempengaruhi onset dan kemajuan CKD. Orang tua, orang dengan riwayat keluarga CKD, dan orang-orang dengan status sosial ekonomi rendah cenderung mengalami peningkatan kerentanan terhadap kerusakan ginjal, terlepas apa faktor risiko lain mungkin mereka miliki.4

IV. Patofisiologi Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor (TGF ). 2 Pada stadium paling dini CKD , terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan nefron secara progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% , pasien masih belum merasakan keluhan tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% , pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan kesimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. 2

Efek Uremia Terhadap Komposisi Keseluruhan Tubuh CKD menyebabkan konsentrasi Na+ intraseluler yang tinggi secara tidak normal dan karenanya menyebabkan osmosis hidrasi yang berlebih pada sel, sedangkan sel yang sama ini secara relative kekurangan K+. Dengan terjadinya malaise, anoreksia, nausea, vomitus dan diare, pada pasien dengan CKD akhirnya berkembang malnutrisi kalori-protein dan keseimbangan nitrogen negative, sering dengan kehilangan yang sangat lean body mass dan deposit lemak. Atas dasar kecenderungan ikutan untuk retensi garam dan air, kehilangan ini sering tidak diketahui sampai tahap lanjut CKD. Defisit konsentrasi K+ intraselular pada CKD dapat disebabkan oleh masukan yang tidak memadai (diet yang buruk), kehilangan yang luar biasa (vomitus, diare,diuretic), pengurangan Na dan K yang distimulasi ATPase atau kombinasi dari ini semua. Meskipun kekurangan K intraseluler, K serum biasanya normal atau tinggi pada pada CKD, paling sering menyebabkan asidosis metabolic yang menyebabkan asidosis metabolic yang merangsang terjadinya efluksi ion K dari sel.5

V. Pendekatan Diagnosis Gambaran Klinis a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE dan lain sebagianya. b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,klorida).2 Gejala lainnya yang mungkin berkembang, terutama bila fungsi ginjal telah memburuk adalah kulit gelap, nyeri tulang, otak dan gejala sistem saraf (mengantuk dan kebingungan , masalah berkonsentrasi atau berpikir, mati rasa di tangan, kaki, atau daerah lain, kedutan otot atau kram), nafas bau, mudah memar, pendarahan , atau darah dalam tinja, haus berlebihan, sering cegukan, impotensi, periode menstruasi berhenti ( amenore ), masalah tidur, seperti insomnia , sindrom kaki gelisah, pembengkakan kaki dan tangan ( edema),serta muntah biasanya di pagi hari.6 Gambaran Laboratoris1 a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG. c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokhloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic. d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosituria, cast, isostenuria.

Gambaran Radiologis2 a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak b. Pielogafi intravena jarang dikerjakan c. Pielografi antegrad atau retrograde sesuai indikasi d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis, kista, massa,kalsifikasi. e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsy ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.2

VI. Penatalaksanaan 1.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat.2 2.Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Faktor-faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.2

3.Memperlambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG 60ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,60,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Asupan protein yang berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan glomerulus yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan protein juga berkaiatan dengan pembatasan fosfat karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.2 Terapi farmakalogis yang digunakan adalah obat antihipertensi yang bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.2 Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat ini secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi secara selektif pada arteriol aferen. 1 4.Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat memperbaiki tekanan darah yang tinggi dan dapat meningkatkan efisiensi terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol dan pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.7

5.Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Pada LFG 60-89 ml/mnt, tekanan darah mulai meningkat. LFG 30-30 ml/mnt, komplikasi yang terjadi hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan

hiperhomosistemia. LFG 15-29 dapat terjadi malnutrisi, asidosis metabolic, hiperkalemia, dislipidemia. Saat LFG <15 terjadilah gagal jantung dan uremia. Faktor-faktor yang mungkin berkontribusi terhadap anemia pada CKD adalah kehilangan darah, umur eritrosit yang pendek, "lingkungan uremic,"

defisiensi eritropoietin (EPO), kekurangan zat besi, dan inflamasi. "lingkungan uremic" adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan disfungsi multi-organ dari CKD. Dalam studi in vitro, ketika sel-sel dikultur dari pasien dengan CKD ringan, dengan hasil yang hampir sama dengan beberapa pengamatan klinis. Misalnya, serum telah menunjukkan penghambatan sumsum tulang primer jalur sel erythroid. Namun, kurangnya kekhususan dalam studi ini telah dikritik karena serum ini juga mempengaruhi baris sel lainnya. Dalam studi in vivo, konsep lingkungan uremic dapat menjelaskan mengapa tingkat anemia berkorelasi

dengan keparahan CKD. GFR lebih rendah dari 60mL/minute/1.73 m mL/minute/1.73 m telah dikaitkan dengan prevalensi tinggi anemia, yang mencapai 75% dalam beberapa studi. Selain itu, dalam sebuah penelitian pada pasien yang telah menerima hemodialisis, hematokrit meningkat ketika intensitas dialisis uremia meningkat. Menyiratkan bahwa mengurangi uremia mengembalikan atau meningkatkan fungsi sumsum tulang. 8 Evaluasi terhadap anemia dimulai saat hemoglobin 10 g% atau hematokrit 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, dan lain sebagainya. Pemberian eritropeitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada CKD berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. 2

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi CKD yang sering terjadi. Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan cara membatasi asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna.2 6.Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.2 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.1-9

10

Gambar 1 Hemodialisis

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.10 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu

11

keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.1 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b) Kualitas hidup normal kembali c) Masa hidup (survival rate) lebih lama d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

12

ILUSTRASI KASUS

Nama

: Tn. NH

Jenis kelamin : Umur Pekerjaan Pendidikan Suku Agama Status Alamat MRS MR : 48 tahun : Wiraswasta : SD : Melayu : Islam : Kawin : Bangkinang : 18 Desember 2011 : 73 42 44

Anamnesis KU RPS

: auto dan alloanamnesis dengan istri dan anak pasien.

: sesak nafas sejak 1 hari SMRS : Sejak 2 hari SMRS Os mengeluhkan sesak nafas, sesak nafas dirasakan sepanjang hari, pasien bernapas dengan cepat dan dalam, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah + 10 x, muntahan berisi makanan, tidak ada darah, batuk (+) tidak berdahak, tidak ada demam. + sejak 3,5 bulan SMRS os mengeluhkan perut membesar, napas sesak, tungkai dan kaki mulai bengkak, mual dan muntah setiap pagi, badan lemah dan terlihat pucat, pasien kemudian berobat dan dinyatakan menderita gagal ginjal dan harus hemodialisa 1x/minggu.

RPD : Riwayat gagal ginjal (+), HD 1x/minggu Riwayat penggunaan narkoba (-) Riwayat minum alkohol (-) Riwayat DM (-)

13

Riwayat Hipertensi pasien tidak tahu karena jarang kontrol TD ke petugas kesehatan

RPK : Keluhan yang sama dengan os tidak ada DM dan Hipertensi (-)

Riwayat kebiasaan: Kebiasaan makan pasien tidak teratur, minum sedikit

Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: tampak sakit sedang Kesadaran TD Nadi Pernapasan Suhu BB TB Kepala : komposmentis : 170/120 mmHg : 96x/menit : 30x/menit : 36,60 C : 156 cm : 50 kg : Mata: konjunctiva sedikit anemis ki-ka, sclera tidak ikterik, pupil: ishokor, reflex cahaya +/+ Mulut: bibir kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 Leher: Pembesaran KGB tidak ada, JVP 5-1 cmH2O, pembesaran thyroid (-) Thoraks Paru ins: gerakan napas simetris kiri dan kanan pal: fremitus kiri= kanan per: sonor kedua lapangan paru aus: napas vesikuler, wheezing (-), ronki (+/+)

14

jantung ins: IC tidak terlihat pal: IC RIC 4 LMCS per: batas jantung kanan RIC 5 sternalis kanan batas jantung kiri 2 jari lateral RIC 5 LMCS aus: BJ I-II normal, bising (-)

abdomen: ins: perut cembung, venektasi (-) pal: perut supel, hepar dan lien tidak teraba per: shifting dullness (+) aus: BU (+)

ekstremitas: udema tungkai (+/+), pitting udema (+/+), deformitas (-), ikterik (-),Palmar eritem (-/-), clubbing finger (-), akral dingin, tidak ada deformitas, Kulit tangan bersisik dan kering (-), RCT <2. Pemeriksaan penunjang: Lab darah rutin: Hb Leukosit Trombosit Ht Elektrolit: Na+ K+ Ca2+ Kimia darah: Glukosa BUN CR-S AST : 94 mg/dl : 12,5 mg/dl : 16,43 mg/dl () LFG : 3,89 ml/menit : 96 IU/L : 127,2 mmol/l () : 3,85 mmol/l : 89,4 mmol/l () : 8,1 g/dl () : 14.300/ul () : 253.000/ul : 22,7 % ()

15

ALT UREUM

: 538 IU/L : 267,5 mg/dl

Pemeriksaan HbSAg kualitatif: non reaktif

Resume: Seorang laki-laki dewasa dengan keluhan, sesak napas, mual dan muntah, batuk, badan lemas, tungkai udema. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva sedikit anemis, asites (+), tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1 mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan LFG : 3,89 ml/menit.

Daftar masalah: 1. CKD Dari anamnesis didapatkan sejak 3,5 bulan SMRS pasien diwajibkan hemodialisa 1x/minggu, sejak 2 hari SMRS mengeluhkan sesak nafas, sesak nafas dirasakan sepanjang hari, pasien bernapas dengan cepat dan dalam, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan asites, tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb , CR-S . 2. Anemia Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien sering merasa lemah, dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva sedikit anemis dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb pasien 8,1 gr/dl.

Diagnosis: CKD

16

Rencana penatalaksanaan: Non Farmaka Tirah baring Diet rendah protein Oksigen Pemasangan DC

Farmaka IVFD NaCl 0,9% + meylon 2 fls 12 tpm Furosemid 1 ampul/12 jam Amlodipin 10 mg 1x1 Inj Ranitidine 50 mg 2x1 Recombinant human erythropoietin (EPO) Hemodialisa

Rencana pemeriksaan: Lab darah rutin Lab urin rutin Pemeriksaan kimia darah Pemeriksaan HbSAg kualitatif

FOLLOW UP 19/12/11 S: sesak, O:os tampak sesak, asites, udem tungkai, TD: 170/120 mmHg, nadi:102x/menit, napas: 32x/menit, suhu: 36,70C Lab Kimia darah: Glu Chol HDLD TG-B : 104 mg/dl : 139 mg/dl : 44,4 mg/dl : 84 mg/dl

17

BUN CR-S Uric A: CKD P: Tirah baring O2 terpasang NaCl 0,9% 12 tpm

: 22 mg/dl : 14,79 mg/dl () : 47,1 mg/dl ()

Inj Furosemide 1 ampul/12 jam Amlodipin 10 mg 1x1 Inj Ranitidine 50 mg 2x1 Inj Cefriaxon 1 g 2x1 Pasien dijadwalkan HD tanggal 20/12/11

20/12/11 S: badan terasa lemas, sesak, O: sesak, TD: 160/110 mmHg, nadi: 88x/menit, napas: 30x/menit, suhu: 36,50C A: CKD P: Tirah baring O2 terpasang NaCl 0,9% 12 tpm Inj Ranitide 50 mg 2x1 Inj Ceftriaxon 1 g 2x1 Inj Furosemide 20 mg 2x1 Amlodipin 10 mg 1x1 Pasien HD

21/12/11 S: sedikit sesak, mulai membaik O: sedikit sesak, asites dan oedem berkurang, TD: 140/100 mmHg, nadi: 92x/menit, napas: 28x/menit, suhu: 36,70C A: CKD P: terapi dilanjutkan

18

22/12/11 S: os membaik, sudah tidak sesak lagi, dan sudah bisa beraktivitas. O: os sudah tidak sesak, keadaan umum baik, TD: 130/70 mmHg, nadi: 90x/menit, napas: 18x/menit, suhu: 36,60C, A: CKD P: Pasien di pulangkan

19

PEMBAHASAN
Pasien perempuan berumur 28 tahun, datang ke RS dengan keluhan keluhan, sesak napas, mual dan muntah, batuk, badan lemas, tungkai udema. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva sedikit anemis, asites (+), tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1 mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl- 0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan LFG : 3,89 ml/menit. Ginjal juga memainkan peran utama dalam mengatur tingkat berbagai mineral sepeti natrium dan kalium dalam darah. Selain itu, ginjal juga memproduksi hormon tertentu yaitu bentuk aktif vitamin D (kalsitriol atau 1,25 dihidroksi-vitamin D), yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan dan mempromosikan pembentukan tulang yang kuat, erythropoietin (EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah dan renin yang mengatur volume darah dan tekanan darah. Pada penyakit ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang me nimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berdasarkan LFG, pasien dikategorikan CKD stage 5. Komplikasi yang terjadi pada stage 5 adalah gagal jantung dan uremia. Penurunan produksi eritropoetin mengakibatkan terjadinya anemia, sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.

20

Pada pasien dianjurkan untuk istirahat, dan diet rendah protein. Mengingat stage CKD pasien telah pada tahap terminal, pasien dianjurkan untuk melakukan hemodialisa. Terapi konservatif pada pasien adalah dengan munurunkan tekanan darahnya menggunakan golongan antagonis kalsium yaitu amlodipin yang dikombinasi dengan furosemid. EPO dan tranfusi juga dapat diberikan untuk mengatasi anemia pada pasien.

21

PENUTUP

Simpulan Pada pasien ini diagnosis CKD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak napas, mual dan muntah, batuk, badan lemas, tungkai udema. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva sedikit anemis, asites (+), tungkai bengkak disertai pitting udema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,1 mg/dl, Ht 22,7 %, Na+ 133 mmol/l, Cl- 0,87 mmol/l, CR-S 16,43 mg/dl dengan LFG : 3,89 ml/menit. Pengobatan pasien menggunakan tirah baring, IVFD NaCl 0,9% +2 fls maylon 12 tpm, amlopidin 10 mg, inj furosemid 20 mg 2x1, inj ranitidine 50mg 2x1 dan inj cefriaxon 1g 2x1, hemodialisa.

Saran Pasien harus melaksanakan jawal hemodialisa secara teratur dan control terhadap penyakit sehingga progresifitas penyakit dapat diminimalisir.

22

DAFTAR PUSTAKA

1.Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi. Jakarta:EGC.2003. 2.Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.2009. 3.Robinson B E . Epidemiology of Chronic Kidney Disease and Anemia.2006. [diakses 30 Desember 2011]. www.pdf-finder.com/Epidemiology-of-ChronicKidney-Disease-and-Anemia.html 4.Chair B, Hon PC Chronic Kidney Disease in Australia. 2005. [diakses 30 Desember 2011]. www.aihw.gov.au/publications/phe/ckda05/ckda05-c03.pdf . 5.Coe RL, Barry MB. Gagal Ginjal Kronik. Dalam :Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.2000Nurko. 6.Patel P. Chronic Kidney Disease.2009. [diakses 30 Desember 2011]. www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm. 7.Agarwal R.Hypertension in Chronic Kidney Disease and Dialysis:Pathophysiology and Management.2005. [diakses 30 Desember 2011].

8.Nurko S. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.2006. [diakses 30 Desember 2011]. www.ccjm.org/content/73/3/289.full.pdf+html 9. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001. 10. Adamson JW (ed). Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005

23

Anda mungkin juga menyukai