Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS SEPSIS NEONATORUM

I. DEFINISI

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC). Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).

II. ETIOLOGI Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri: 1. Ketuban pecah sebelum waktunya 2. Perdarahan atau infeksi pada ibu. 3. Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri, jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu: 1. Streptococus group B (SGB) 2. Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu 3. Virus herpes simplek 4. Enterovirus 5. E. Coli 6. Candida 7. Stafilokokus. 4. GEJALA 5. Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. 6. Gejala lainnya adalah: gangguan pernafasan, Kejang, Jaundice (sakit kuning)Muntah, Diare, Perut kembung. 7. Gejalanya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: 1) Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar.

2) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun 3) Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena 4) Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat 5) Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah. 1. PATOGENESIS Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tibatiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated 1

intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005) Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu; Antenatal Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menebus plasenta, antara lain: virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain. Intranatal Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Pascanatal Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim,( misal : melallui alat-alat, penghisap lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi melalui luka umbillikus. Selain dari faktor patofisiologi ada beberapa faktor yan menyebabkan yaitu : Faktor predisposisi Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :

Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan Perawatan antenatal yang tidak memadai Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan. Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus. Tidak menerapakan rawat gabung Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak Ketuban pecah dini,

III. MANIFESTASI KLINIS 1. 2. 3. 4. 5. Umum : panas, hipotermi, malas minum, letargi, sklerema Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali Saluran nafas: apnu, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol 6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. (Arif, 2000) Bentuk manisfetasi klinis yang lain adalah:

Saluran pernapasan dispnea, takipnea, apnea. Tampak tarikan otot pernapasan Merintih, dan mengorok Mengalami hiportemia Aktivitas lemah atau tanpa tidak ada yang sakit Dan berat badan menurun secara tiba-tiba.

VI. PATOFISIOLOGI Infasi bakteri & kontaminasi sistemik

Antenatal

Intranatal

pascanatal Pelepasan endotoksi oleh bakteri

faktor predisposisi

Perubahan fungsi miokaridum hipotalamus Gangguan proses pernapasan pusat termuregulator Gangguan fungsi mitokondria ketidakstabilan suhu G3 termoregulasi Kekacauan metabolic yang progresif Kerusakan dan kematian sel Gangguan trasmisi impuls Peningkatan suhu tubuh Kejang Kelemahan neurologis Immobilisasi Penurunan perfusi jaringan Asidosis metabolik Syok septik insufisiensi Disseminated Intravasculer coagulation Sepsis neonatorum Hipoksemia Hipoventilasi G3 pola nafas Oedem otak TIK meningkat Resiko kekurangan volume cairan G3rasa nyaman nyeri Obstruksi pada pembuluh darah Resiko tinggi trauma Resiko shock hipovolemik kebocoran cairan kedalam intersisial ketidak stabilan proses imun terganggunya permeabilitas Kapiler G3 Tumbang dilakukan tindakan drainase/bedah aktivitas mediator mediator inflamasi yg berlebihan hipovolemia resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perubahan regulasi temperatur

V. KOMPLIKASI Dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemia, anemia, hiperbilirubinemia, dan meningnitis dan DIC VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. pemeriksaan laboratorium darah rutin,pemeriksaan CRP dan kultur darah. 2. Semua penderita sepsis neonatorum dilakukan lumbal fungsi untuk melihat apakah sudah terjadi komplikasi, batasan minignitis : - Usia 0-48 jam > 100 - Usia 2-7 hari > 50 - Usia > 7 hari > 22 3. Bila ada alat ultrasonografi ( USG), maka USG transfontanel bisa membantu menegakkan diagnosis meningitis. 4. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh

PENCEGAHAN Sepsis neonatarum adalah penyebab kematian utama pada neonatus, tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabakan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian. Tindakan pencegahan itu dapat dilakukan dengan cara : 1. Pada Masa Antenatal Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, iminisais, pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penangan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. 2. Pada Saat Persalinan Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi, tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan. Mengawasi keaadan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir. 3. Pada Masa Sesudah Persalinan Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan agar tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendir. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus mencuci tangan gterlebih dahulu. Dan bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi, dan pemberian antibotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. VII. PENATALAKSANAAN & TERAPI Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metobolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, dan gentasimin, atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasi tes resistensi. TERAPI 1. Terapi Suportif Segera berikan cairan secara parentral untuk memperbaiki gangguan sirkulasi, mengatasi dehidrasi dan kelainan metabolik. Berikan oksigen bila didapat gangguan respirasi/sodroma gawat napas.bila ditemukan hiperbiliribinemia lakukan foto terapi/tranfusi tukar. Bila sudah makan per oral beri ASI atau susu formula. 2. Terapi Spesifik Segera berikan anti biotika polifragmasi :

Tersangka infeksi.

1. Ampisilin, dosis 100 mg/kg BB/ hari.dibagi 2 dosis 2. Gentamisin, dosis 21/2 mg/ kgBB/ 18jam. Im sekali pemberian untuk bayi cukup bulan. 4

3. Gentasimin, dosis 21/2 kgBB/24 jam, sekali pemberian, untuk bayi kurang bulan. 4. lama pemberian 3-5 hari dinilai apakah menjadi sepsis. Kalau tidak antibiotika,dapat dihentikan.

Sepsis Neonatorum

1. Pilihan pertama : Ceftazidim 50 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 2 dosis. 2. Bila tidak ada perbaikan klunis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika lain yang lebih paten, misalnya : 20 mg/kg/BB iv, tiap 8jam, atau sesuai dengan hasil resistensi test. Lama pemberian 7-10 hari.

Sepsis Neonatorum Dengan Meningitis

1. Sama dengan butir dua, dengan catatan : dosis ceftazidim 100 mg/kgBB/hari, dosis menjadi 40 mg/kgBB/hari, dengan lama pemberian 14-21 hari. VIII. DIAGNOSA yang MUNCUL .* G3 termoregulasi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism * Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia * Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial * G3 pola nafas b/d hopoventilasi * Resiko tinggi trauma b/d dilakukan tindakan drinase * G3 rasa nyaman nyeri b/d TIk meningkat * Resiko shock hipovolemik b/d obsruksi pd pembuluh darah * Ketidak stebilan proses imun b/d aktivasi mediator inflamasi yg berlebihan * Immobilisasi b/d kelemahan neurologis

IX. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. G3 termoregulasi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dihidrasi, peningkatan metabolism 1) pantau suhu pasien Rasional : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut 2) pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi Rasional : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal 3) berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol Rasional : membantu mengurangi demem 4) kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen Rasional : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus 2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia Tujuan / Kriteria hasil Intervensi :

1) pertahankan tirah baring Rasional : menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen 2) pantau perubahan pada tekanan darah R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah 3) pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia 4) kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak 5) catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal 6) kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan R: mengetahui status syok yang berlanjut 7) kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral R: mempertahankan perfusi jaringan 8) kolaborasi dalam pemberian obat R: mempercepat proses penyembuhan 3. resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial

1) catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia 2) pantau tekanan darah dan denyut jantung R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah 3) kaji membrane mukosa R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi 4) kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid R: cairan dapat mengatasi hipovolemia 4. G3 pola nafas b/d hopoventilasi 1) pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler R: meningkatkan ekspansi paru-paru 2) pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin 3) auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial 4) catat adanya sianosis sirkumoral R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate 5) selidiki perubahan pada sensorium R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi 6) sering ubah posisi R: mengurangi ketidakseimbangan ventilasi 6

X. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. - Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI - Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC. - Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama. - Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta - Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC. - Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.

Anda mungkin juga menyukai