Anda di halaman 1dari 5

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi

lapisan-lapisanbatuan untuk menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan. Ilmu stratigrafi muncul di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan tanah muncul pada urutan yang sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan tanah yang terendah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan tanah merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka, bisa dibuat perbandingan pada sebuah daerah yang luas. Setelah beberapa waktu, dimiliki sebuah sistem umum periode-periode geologi meski belum ada penamaan waktunya. Stratigrafi adalah ilmu mengenai strata. Stratum adalah suatu layer batuan yang dibedakan dari strata lain yang terletak di atas atau dibawahnya. William Smith, Bapak stratigrafi, adalah orang yang pertama-tama menyadari kebenaan fosil yang terkandung dalam sedimen. Sejak masa Smith, stratigrafi terutama membahas tentang penggolongan strata berdasarkan fosil yang ada didalamnya. Penekanan penelitian stratigrafi waktu itu diletakkan pada konsep waktu sehingga pemelajaran litologi pada waktu itu dipandang hanya sebagai ilmu pelengkap dalam rangka mencapai suatu tujuan yang dipandang lebih penting, yakni untuk menggolongan dan menentukan umur batuan. Pada tahun-tahun berikutnya, pemelajaran minyakbumi secara khusus telah memberikan konsep yang sedikit berbeda terhadap istilah stratigrafi. Konsep yang baru itu tidak hanya menekankan masalah penggolongan dan umur, namun juga litologi. Berikut akan disajikan beberapa contoh yang menggambarkan konsep-konsep tersebut di atas. Moore (1941, h. 179) menyatakan bahwa stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang definisi dan pemerian kelompok-kelompok batuan, terutama batuan sedimen, serta penafsiran kebenaannya dalam sejarah geologi. Menurut Schindewolf (1954, h. 24), stratigrafi bukan Schichtbeschreibung, melainkan sebuah cabang geologi sejarah yang membahas tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang skala waktu dari berbagai peristiwa geologi (Schindewolf, 1960, h. 8). Teichert (1958, h. 99) menyajikan sebuah ungkapan yang lebih kurang sama dalam mendefinisikan stratigrafi sebagai cabang ilmu geologi yang membahas tentang strata batuan untuk menetapkan urut-urutan kronologinya serta penyebaran geografisnya. Sebagian besar ahli stratigrafi Perancis juga tidak terlalu menekankan komposisi batuan sebagai sebuah domain dari stratigrafi (Sigal, 1961, h. 3). Definisi istilah stratigrafi telah dibahas pada pertemuan International Geological Congress di Copenhagen pada 1960. Salah satu kelompok, yang sebagian besar merupakan ahli-ahli geologi perminyakan, tidak menyetujui adanya pembatasan pengertian dan tujuan stratigrafi seperti yang telah dicontohkan di atas. Bagi para ahli geologi itu, stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari strata dan berbagai hubungan strata (bukan hanya hubungan umur) serta tujuannya adalah bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan mengenai sejarah geologi yang terkandung didalamnya, melainkan juga untuk memperoleh jenis-jenis pengetahuan lain, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai nilai ekonomisnya (International Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 9). Konsep stratigrafi yang luas itu dipertahankan oleh subkomisi tersebut yang, sewaktu memberikan komentar terhadap berbagai definisi stratigrafi yang ada saat itu, menyatakan bahwa stratigrafi mencakup asal-usul, komposisi, umur, sejarah, hubungannya dengan evolusi organik, dan fenomena strata batuan lainnya (International Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 18).

Karena berbagai metoda petrologi, fisika, dan kimia makin lama makin banyak digunakan untuk mempelajari strata dan makin lama makin menjadi bagian integral dari penelitian stratigrafi, maka kelihatannya cukup beralasan bagi kita untuk mengadopsi konsep stratigrafi yang luas sebagaimana yang diyakini oleh subkomisi tersebut. Stenno mengungkapkan adanya prinsip-prinsip dalam stratigrafi diantaranya Superposisi Horizontalitas Keterusan Perlapisan (Strata continuity) Hubungan potong memotong (Cross cutting relationships)

Suksesi biota (Biotic succesion) Pembentukan stratigrafi sangat erat kaitannya dengan pembentukan batuan alas. Pembentukan batuan alas tersebut sangat panjang untuk diceritakan dan kedudukannya merupakan sesuatu yang kompleks dalam proses kristalisasi batuan metamorf yang mana mendasari suatu cekungan sedimen. Pada zaman tersier awal batuan sedimen menempati posisi yang baik yang terjadi dilingkungan kontinental. Munculnya plat tektonik serta kemajuan teknologi dan proses pembelajaran dari proses batuan metamorf pada suatu kawasan secara berangsur-angsur menghapus kekeliruan penafsiran yang selama ini terjadi. Kepulauan Indonesia yang luas dibentuk oleh dua buah kontinental yang saling bertemu dimana plat euroasia menunju kearah barat dan plat australia menuju kearah timur sehingga terjadi zona benturan pada pertengahan tersier. Perubahan yang secara cepat pada zaman tersier itu merupakan suatu kajian yang cukup alot dalam dua decade terakhir ini. Sedangkan penelitian lain pada bagianbagian dari masa kontinental kebanyakan dihalangi oleh proses sedimentasi dan proses vulkanik dan permasalahan lain yakni permasalahan logistik. Tiga jenis orogenesa yang utama dikenal di Indonesia adalah: 1. Tipe sunda Mewakili type mesozoik yang sambung menyambung dari bagian tenggara kawasan sunda dan pada zaman neogen keseberang Sumatra, jawa, dan nusa tenggara. Benturan continent yang kecil dicurigai terjadi pada meratus karang sambung. 2. Tipe makassar Pergeseran pada meratus karang sambung , mendasari terjadinya proses subdaksi obduksi yang terjadi pada kala oligosen dan miosen terdiri atas lengan timur sulawesi yang mana berasal dari sedikit kontinen Australia yang bergabung kesulawesi. 3. Tipe banda, merupakan kerakteristik dari awal tubrukan yang dilanjutkan dengan obduksi yang sangat cepat ditepi laut Australia yang pasif yang terjadi pada kala oligosen dan miosen yang berturutturut. Pemahaman Indonesia dari presfektif geologi dalam menyikapi landasan pembentukan kerak di Indonesia belum selesai, walaupun kontribusi penting telah didokumentasikan. Mengenai proses terjadinya tektonik perlu study lebih lanjut terutama masalah ophiolit dan relasi proses methamorfisma . A. Paleozoik Bagian dari asia tenggara menunjukan tanda-tanda kerak benua yang tertua pada masa paleozoik. Hal ini mencakup bagian yang kecil dari philipina, Indonesia, guinea baru, dan bagian yang utama terdiri dari hampir semua daratan bagian asia kebanyakan dari Sumatra. Borneo bagian barat daya dan barat laut yang saling menindih. Sabuk ofiolite saling berkaitan dan keseimbangan proses geologi menunjukan bahwa bagian yang utama ini adalah suatu mozaik dari suatu fragmen yang berbeda. (staufer 1983) Barisan pegunungan dipulau Sumatra terdapat pada jajaran pulau dibagian barat Sumatra yang terdiri dari sebagian besar karbonatan untuk batuan mesozoik. Dimana telah mengalami proses

perubahan yang sidikit- demi sedikit dan sebagian besar mafik keintermedit vulkanic, vulkanik klastik, sate, phyllites, wackes, dan batu gamping. (halaman dan muda , 1981) Fosil yang paling tua ditemukan di daerah barat laut pulau kalimantan. Dimana pada batu gamping karbonat dan batu pualam yang terdapat fosil fusulinides. Sebagian muncul dalam kawasan yang kecil pada kalimantan barat (emchoven, 1939) dan serawak (sanderson, 1966). Batu gamping devon ditemukan oleh vitamp pada tahun 1925 yang berasumsi bahwa batuan tersebut sama dengan batuan pada zaman Permian (sugiaman & andria, 1999). Di kalimantan batugamping dan pualam tersisipkan schist, phylite dan kwarsit dengan dengan garnet yang utama menyusun batuan kumpulan facies greenschit. Di kalimantan batugamping yang termetamorfosa dipengaruhi oleh granit biotit yang menghasilkan K-Ar yang menunjukan zaman premian keakhir trias. B. Mesozoik Pada Indonesia bagian barat, batuan mesozoik biasa terdapat pada pulau Sumatra. Pulau jawa dan kalimantan. Batugamping trias ditemukan disumatra barat diatas batu gamping premian.Batuan granit banyak terdapat di kalimantan barat dimana terdapat zona hancuran yang kuat.Keterdapatan biotit dari peninggalan trias pada batuan yang terubah tersebut. Fosil pada masa jura telah diketemukan pada beberapa tempat didaerah tersebut. Interval jura - trias dapat membentuk suatu tingkat strata. Di daerah barat sangat berbeda yang nampak pada bagian akhir trias sampai awal jura dalam hitungan sequen sedimentary yang mana hanya terjadi sedikit deformasi akhir jura terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan laut mengalami penurunan dan terangkat batu gamping membentuk facies margin pada suatu bagian utara yang kelihatan berisi dominan creataceous berpasir turbidites dan batu gamping lumpuran mengandung zat kapur (Williams et al. 1989). C. Kenozoik Kenozoik atau tingkatan sedimen tersier di Indoneesia sebagian besar berada pada ketidakmungkinan sebeulm terjadinya landasan dari kristalisasi pada tersier.Sedimen pada zaman tersier mengalami perulangan ketebalan tidak hanya antar tempat tempat pengendapan tetapi ada yang terjadi pada suatu tempat pengendapan itu sendiri. Akumulasi maksimum 6000 meter ditemukan disumatra utara sedangkan Sumatra selatan berisi 3500-4000 meter. Didaerah sunda ketebalan maksimum 3400 meter.Di kalimantan timur samapai 3500 meter yang dalam masih pada zaman Miocene Pulau jawa secara umum dibawah 2500 meter, karenanya pre- tersier batuan alas belum terjadi secara normal.

Hukum-hukum Stratigrafi

Tujuan utama semua hukum stratigrafi adalah untuk penentuan umur relatif, yaitu untuk memperkirakan batuan mana yang terbentuk lebih dulu dan batuan mana yang terbentuk terakhir. Juga penentuan umur absolut kapan tepatnya batuan itu terbentuk?. Ini bisa diketahui melalui metode radiometri/dattingdengan mengukur kadar unsur radioaktif batuan sehingga diketahui umur batuan secara tepat. Hukum-hukum stratigrafi tersebut yaitu:

Hukum Superposisi (Steno, 1669) Hukum Horizontalitas (Steno, 1669)

Original Continuity (Steno, 1669) Uniformitarianism (Hutton, 1785) Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778) Strata Identified by Fossils (Smith, 1816) Facies Sedimenter (Selley, 1978) Cross-Cutting Relationship Law Of Inclusion

Mari kita bahas berdasarkan urut-urutan penemu dan tahun penemuan hukum-hukum tersebut 1. Hukum Superposisi (Nicolas Steno,1669): Dalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan yang terletak di bawah umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan diatasnya selama lapisan batuan tersebut belum mengalami deformasi. 2. Hukum Horizontalitas (Nicolas Steno,1669): Pada awal proses sedimentasi, sebelum terkena gaya atau perubahan, sedimen terendapkan secara horizontal 3. Original Continuity (Nicolas Steno,1669): Batuan sedimen melampar dalam area yang luas di permukaan bumi. 4. Uniformitarianism (James Hutton, 1785) : Uniformitarianisme adalah peristiwa yang terjadi pada masa geologi lampau dikontrol oleh hukum-hukum alam yang mengendalikan peristiwa pada masa kini. Hukum ini lebih dikenal dengan semboyannya yaitu The Present is the key to the past. Maksudnya adalah bahwa prosesproses geologi alam yang terlihat sekarang ini dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau. 5. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778): Pada setiap lapisan yang berbeda umur

geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda pula. Secara sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi. 6. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816) : Perlapisan batuan dapat dibedakan satu dengan yang lain dengan melihat kandungan fosilnya yang khas 7. Facies Sedimenter (Selley, 1978): Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang khas yang merupakan hasil dari suatu lingkungan pengendapan yang tertentu. Aspek fisik, kimia atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapakan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fsies apabila kedua batuan tersebut berbeda fisik, kimia atau biologi (S.S.I.) 8. Cross-Cutting Relationship (A.W.R Potter & H. Robinson): Apabila terdapat penyebaran lap. Batuan (satuan lapisan batuan), dimana salah satu dari lapisan tersebut memotong lapisan yang lain, maka satuan batuan yang memotong umurnya relatif lebih muda dari pada satuan batuan yang di potongnya.

9. Law of Inclusion: Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak, menelan fragmen2 besar disekitarnya yang tetap sebagai inklusi asing yang tidak meleleh. Jadi jika ada fragmen batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan batuan, maka perlapisan batuan itu terbentuk setelah fragmen batuan. Dengan kata lain batuan/lapisan batuan yang mengandung fragmen inklusi, lebih muda dari batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen tersebut.

Anda mungkin juga menyukai