Anda di halaman 1dari 23

Nyonya Arini dengan keluhan gatal KELOMPOK VI

030.09.004 030.09.107 030.09.192 030.11.020 030.11.025 030.11.042 030.11.051 030.11.058

Agung Alit Dwija K. Hario Nugeroho Ratika Yos Widya Amanda Ulfa Demili Andrian Valerius C. D Archi Cherrya O. Ayu Amaliah Cheras Yezia K. S

030.11.062 030.11.069 030.11.079 030.11.094 030.11.112 030.11.141 030.11.150

Cleine Michaela Desak Dwi Ayu S. Dimas Firman H. Fara Julizta A. Gazade Garcia M. Indira Mayusti N. Jovita Jutamulia

JAKARTA November 2012

BAB I PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi. Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap alergen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.1

BAB II LAPORAN KASUS

Nyonya Arini berusia 25 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit tempat anda bekerja dengan keluhan merah dan agak gatal di telapak tangan, punggung tangan kanan dan kiri, telapak dan punggung kaki kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. kulit kemerahan dan agak gatal serta bersisik dan mengelupas. Pasien bekerja di laundry kiloan 1 bulan yang lalu dengan jam bekerja 08.00 17.00. Pasien mengatakan bahwa di tempat tempat yang merah-merah gatal tersebut mengalami penebalan dengan lipatan kulit yang agak kasar dan kering, kemudian oleh pasien diberi kompres obat Kalpanax yang diencerkan, tetapi gatal tidak mengalami perbaikan dan bahkan kulitnya mucul seperti retak-retak. pasien menyangkal pernah menderita penyakit yang sama, dan tidak ada riwayat alergi. Di anggota keluarga, temanteman di tempat kerja tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan : Status generalis KU : Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan gizi: Baik Vital Sign :

TD : 130/80 mmHg Nadi : 81x /menit RR : 18x /menit Suhu : afebris Kepala : Normocephalica

Rambut

: Hitam, distribusi merata

Status Dermatologi Lokasi

: Dorsum dan palmar manus dextra dan sinistra

Efloresensi: Eritema, erosi, likenifikasi, fissure, skuama kasar berwarna putih Ukuran : Plakat, batas tidak tegas
3

Lesi : Multiple, bentuk tidak teratur, difus, menimbul dari permukaan dan kering Lokasi putih : Dorsum dan plantar pedis dextra dan sinistra

Efloresensi: Eritema, erosi, likenifikasi, fissure, skuama kasar berwarna Ukuran kering : Plakat, batas tidak tegas

Lesi : Multiple, bentuk tidak teratur, difus, menimbul dari permukaan dan

Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap


Hb Ht Trombosit Leukosit

: 13 g/dl : 36% : 150.000 /l : 11.000 /l : 0/2/4/59/8/7 : Patch tes (-) : Hifa dan atau artrospora (-) : Hiperkeratosis dengan area parakeratosis,

Diff count / hitung jenis Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan KOH 10% Histopatologis

akantosis dan perpanjangan rete ridges

BAB III ANALISA KASUS

Identitas Nama Umur : Arini : 25 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Status Alamat : di tempat laundry kiloan ::-

Pasien datang dengan keluhan utama gatal di telapak tangan, punggung tangan kanan dan kiri, telapak dan punggung kaki kiri. Gatal disertai kulit kemerahan, bersisik, dan mengelupas. Pasien mengatakan bahwa di tempat tempat yang gatal tersebut mengalami penebalan dengan lipatan kulit yang kasar dan kering. Kulitnya muncul retak retak. Berdasarkan keluhan pasien, dapat dikatakan bahwa penyakit yang diderita pasien menimbulkan efloresensi polimorfik, dimana sudah terjadi berbagai bentuk efloresensi primer seperti eritema (kemerahan) maupun sekunder seperti skuama (bersisik, mengelupas), likenifikasi (penebalan lipatan kulit yang kasar), fissura (muncul retak retak pada kulit) 1. Letak lesi pada telapak dan punggung kedua tangan kaki, kemungkinan karena terjadi kontak dengan iritan, dalam hal ini deterjen, yang terus menerus pada bagian tersebut karena pekerjaan pasien di tempat pencucian laundy kiloan. Likenifikasi dan fissura pada pasien ini mungkin terjadi karena iritasi yang terjadi pada kulit pasien sudah kronis dan terkumulasi tanpa sebelumnya diobati dengan pengobatan yang adekuat.

Di anggota keluarga, tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Kemungkinan penyakit yang dialami pasien bukanlah merupakan penyakit menular dan diturunkan secara genetik atau penyakit keturunan. Pasien menggunakan obat kompres Kalpanax yang telah diencerkan akan tetapi gatal tidak mengalami perbaikan, sebaliknya memperburuk keadaan kulit dimana terjadi fissura pada
5

bukan penyakit yang

kulitnya. Obat kalpanax adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur.

Teman teman di tempat kerja tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Kemungkinan penyakit yang dialami pasien bukanlah merupakan penyakit menular karena penyakit tidak menyebar ke orang orang yang berada di sekitarnya.

Hipotesa Berdasarkan anamnesis hipotesis yang kami dapatkan antara lain : DKI, DKA dan infeksi jamur. No. 1. Masalah Keluhan gatal di telapak tangan, punggung tangan kanan dan kiri, telapak dan punggung kaki kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Gatal disertai kulit kemerahan, bersisik, dan mengelupas. Di tempat tempat yang gatal tersebut mengalami penebalan dengan lipatan kulit yang kasar dan kering. Dengan pengobatan kalpanax gatal tidak mengalami perbaikan dan bahkan kulitnya muncul seperti retak retak. Hipotesis DKI, DKA, Infeksi Jamur

2. 3.

DKI, Infeksi Jamur DKIK

4.

DKIK

Pemeriksaan Fisik Status Generalis Semua dalam keadaan normal. Status Dermatologi Lokasi 1.Dorsum palmar dekstra sinistra Efloresensi Ukuran dan Eritema,Erosi,Likenifikasi,Skuama Plakat dan batas manus kasar berwarna putih dan tidak tegas Lesi Multiple, bentuk tidak teratur, difus, menimbul dari permukaan dan kering 2.Dorsum dan
6

plantar dekstra sinistra

pedis dan

Efloresensi Ukuran Plakat atau 100 rupiah) Batas tidak jelas : difus : ukuran lebih besar dari numular (sebesar uang logam 5 rupiah Eritema : warna kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh vasodilatasi kapiler Erosi Likenifikasi Fissure : kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas : retaknya kulit melampaui stratum basal

Skuama : lapisan st. korneum yang terlepas dari kulit

Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap


Pemeriksaan Hb Hasil Pemeriksaan 13 g/dL (normal) Nilai Normal Wanita : 12,0-14,0 g/dL

Hematokrit

36 %

(normal)

Wanita : 36-48%

Trombosit

150.000/uL

(normal)

150.000-400.000/uL

Leukosit

11.000/uL

(naik)

5.000-10.000/uL

Hitung jenis : Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 0% 2% 4% 59 % 28 % 7% (normal) (normal) (normal) (normal) (normal) (normal) 0-1 % 1-3 % 2-6 % 50-70 % 20-40 % 2-8 %

Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap3 Hb : 13 g/dl - Normal : (Pria :13-17) (Wanita :11-15) Pada keluhan pasien terdapat kemerahan, maka dari itu diperiksa Hbnya untuk mengetahui apakah ada anemia atau penyakit sistemik lain yang mendasari bercak kemerahan tersebut. Ht : 36 % - Normal : (Pria :40-45) (Wanita : 36-48) Untuk mengetahui konsentrasi kekentalan/viskositas darah, apakah darah encer atau tidak. Semakin tinggi presentase hematokrit, semakin kental darah. Bisa untuk mengetahui apakah ada syok atau tidak, karena semakin banyak plasma darah keluar dari pembuluh darah bisa berlanjut ke syok hipovolemik. Trombosit : 150.000/ul - Normal : 150.000-450.000/ul Diperiksa untuk mengetahui bagaimana sistem pembekuan darahnya, baik atau tidak. Karena penderita menderita gatal dan dikhawatirkan ia akan menggaruk gatal tersebut dan dapat menimbulkan luka yang dapat mengeluarkan darah. Pada pasien ini sistem pembekuan darahnya baik. Leukosit : 11.000/ul - Normal : 5000-10.000/ul. Untuk mengetahui apakah ada infeksi atau tidak. Biasanya juga pada peradangan,
8

jumlah leukosit meningkat. Hitung Jenis - Basofil : 0% Normal : 0-1 %. Untuk mengetahui apakah ada reaksi alergi atau tidak pada tubuh. Halhal yang menyebabkan basofil meningkat adalah keadaan hipersensitivitas kronik tanpa allergen spesifik, penyakit sel mast sistemik,gangguan mieloproliferatif. - Eosinofil : 2% Normal : 0-3 %. Untuk mengetahui apakah ada alergi atau infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing. Hal-hal yang menyebabkan peningkatan eosinofil adalah penyakit alergi (asma, hay fever, reaksiobat, vaskulitisalergika, serum sickness), infeksiparasit, penyakitkulit (beberapa psoriasis, beberapa eczema, pemfigus,dermatitisherpetiformis) - Batang : 4% Normal : 2-6%. Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau tidak. - Segmen : 59% Normal : 50-70%. Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri atau tidak (biasanya akut). Hal-hal yang menyebabkan neutrofil (batang dan segmen) meningkat adalah respon fisiologik terhadap stress, penyaki tinfeksi (infeksi bakteri local),beberapa virus (herpes zoster, polio, cacar, cacar air), penyakit riketsia, beberapa fungus/jamur (terutama apabila terjadi nekrosis jaringan akut) Hal yang menyebabkan netrofil menurun adalah bahan kimia dan fisik, tifoid,bruselosis, malaria, hepatitis, influenza, campak, rubella. - Limfosit : 28% Normal : 20-40%. Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak. Hal yang menyebabkan limfosit meningkat adalah bruselosis, sifilis sekunder,virus, gangguan metabolic, penyakit peradangan kronis, penyakit imun.Hal yang menyebabkan limfosit menurun adalah sindrom imunodefisiensi, penyakitberat, pajanan kekortikosteroid adrenal, gangguan sirkulasi limfe. - Monosit : 7% Normal : 2-8%. Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak (biasanya infeksi kronis). Hal yang dapat meningkatkan monosit adalah tuberculosis, hepatitis, sifilis, penyakit granulomatosa, kanker.
9

Pemeriksaan Penunjang
1. Patch Tes (Uji tempel) : didapatkan hasil yang negatif

Diperiksa dengan cara menempelkan bahan iritan dibagian punggung penderita. Dilihat hasilnya setelah 2hari. Biasanya pemeriksaan dilakukan sebanyak 2 kali. Apabila hasil kedua pemeriksaan (+) berarti penderita menderita DKA. Karena hasilnya (-) maka hipotesis DKA dapat disingkirkan.

2. Pemeriksaan KOH 10% : tidak ditemukan hifa dan / atau artrospora

Diperiksa untuk mengetahui apakah gejala yang dirasakan penderita itu disebabkan oleh jamur atau tidak. Hasilnya (-) tidak ditemukan hifa dan/atau artospora, berarti hipotesis infeksi jamur dapat disingkirkan.

Histopatologi Didapatkan hasil : Hyperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges. Merupakan salah satu ciri DKI dimana terjadi penebalan pada bagian epidermis. Tepatnya didaerah str. korneum (hyperkeratosis) dan str. spinosum (akantosis). Normal rete ridges terlihat jelas pada jari tangan (finger print) dan tidak terlihat jelas pada bagian kulit lain. Perpanjangan rete ridges pada pasien ini mungkin akibat dari likenifikasi. Diagnosis Dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisk dan pemeriksaan penunjang di atas, kelompok kami menetapkan diagnosis kerja pada pasien ini adalah Dermatitis Kontak Iritan Kronis pada dorsum dan palmar manus dekstra dan sinistra, dorsum dan plantar pedis dekstra dan sinistra. Dengan diagnosis banding Dermatitis Kontak Alergi (DKA).

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa Menggunakan alat pelindung saat bekerja agar tidak terjadi kontak langsung dengan bahan iritan Berikan edukasi. Bila pasien merasa gatal, jangan digaruk. Dikhawatirkan dapat menyebabkan luka semakin parah dan membuka jalan bagi mikroorganisme utntuk
10

masuk. Medikamentosa Steroid Topikal Krim

Sebagai anti inflamasi, menghambat inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang. Menghambat inflamasi lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentuk sikatriks (jaringan parut). - Antihistamin: digunakan untuk mengatasi gatal. Komplikasi 1. Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder . Ketika merasa gatal dan penderita menggaruk kulitnya, hal tersebut dapat menyebabkan terbentuknya pintu masuk bagi bakteri ataupun mikroorganisme patogen. Sehingga dapat terjadi infeksi sekunder. 2. Terjadinya hipo/hiperpigmentasi post inflamasi pada area yang mengalami dermatitis kontak iritan. 3. Dapat menyebabkan resiko sensitisasi pengobatan kortikosteroid topikal apabila penggunaannya digunakan dalam jangka waktu panjang dan terus-menerus. Prognosis Ad Vitam : Ad bonam Ad Sanationam : Ad bonam Ad Fungtionam : Ad bonam Ad Kosmetikum : Dubia ad bonam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Kulit


11

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic, dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur seks, ras, dan juga tergantung pada lokasi tubuh.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu : 1. Lapisan epidermis Lapisan epidermis terdiri atas: 1. Stratum korneum (lapisan tanduk) Adalah lapisan kulit yang paling luar yang terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). 2. Stratum lusidum Merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. 3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) Merupakan 3 atau 3 sel sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
12

4. Stratum spinosum (str tum Malphigi atau prickle cell layer) Terdiri atas beberapa lapis yang berbentuk polygonal ryang besarnya berbedabeda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan intinya terletak ditengah tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antarsel (intercellular bridge) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk pennebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Diantara selsel spinosum terdapat pula sel Langerhans. 5. Stratum basale Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu ; a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antarsel. b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). 2. Lapisan dermis Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elstic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis dibagi menjadi dua bagian yakni : a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung saraf dan pembuluh darah. b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan (bundle) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. 3. Lapisan subkutis Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi selsel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak kepinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
13

Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi

kurang larut sehingga makin stabil.

dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Vaskularisasi Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getahbening. Keratinisasi Kulit Keratinisasi merupakan suatu proses pembentukan lapisan keratin dari sel-sel yang membelah. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, lalu sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang, mengalami apoptosis dan menjadi sel tanduk yang amorf. Sel-sel yang sudah mengalami keratinisasi akan meluruh dan digantikan dengan sel di bawahnya yang baru saja mengalami keratinisasi untuk kemudian meluruh kembali, begitu seterusnya. Proses ini memakan waktu sekitar empat minggu untuk epidermis dengan ketebalan 0.1 mm. Apabila kulit di lapisan terluar tergerus, seperti pada abrasi atau terbakar, maka sel-sel basal akan membelah lebih cepat. Mekanisme pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh hormon epidermal growth factor (EPF).

Efloresensi Kulit2 Efloresensi atau ruam merupakan morfologi penyakit kulit untuk mengetahui berbagai wujud kelainan kulit. Dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Efloresensi Primer Makula: kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata. Papul: penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter lebih kecil dari cm, berisikan zat padat. Plak: peninggian di atas permukaan kulit, permukaan rata dan berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameter 2 cm atau lebih. Urtika: edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan. Nodus: massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol, jika
14

diameter lebih kecil dari 1 cm disebut nodulus. Vesikel: gelembung berisi cairan serum, beratap, diameter kurang dari cm, mempunyai dasar. Bula: vesikel yang berukuran lebih besar. Pustul: vesikel yang berisi nanah. Kista: ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel.

2. Efloresensi Sekunder Skuama: lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Krusta: cairan tubuh yang mengering. Erosi: kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal. Ekskoriasi: kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan sampai dengan stratum papilare. Ulkus: hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi.
-

Sikatriks: terdiri dari jaringan tidak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan licin, tidak ada adneksa kulit.

MEKANISME GATAL 4 Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal (stratum basale) bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuronketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri. -

15

Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli, tickling sensation) merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer, maupun di sistem saraf pusat. Ini merupakan serabut saraf tipe C yang tidak bermielin. Sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal (merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor mekanoinsensitif, yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus kimiawi. Sekitar 5% dari mekano insensitif ini merupakan pruritoseptor yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama dipengaruhi oleh histamin. Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyababkan sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deep intracutaneus) menyebabkan nyeri, Histamin disintesis didalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut. Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2, yang menyebabkan gatal adalah H1. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang cepat, sedangkan serabut saraf C merupakan penghantar sinyal saraf yang lambat. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang dapa merasakan rasa gatal beberapa saat setelah stimulus terjadi. Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut dengan histamin negatif), sedangkan hanya 5% yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang oleh temperatur. Melaui jaras asenden, stimulus gatal akan dipersepsi oleh korteks serebri. Saat ini, melalui PET (ositron-emission tomography) dan fMRI (functional MRI), aktivitas kortikal dapatdinilai dan terkuak bahwa girus cinguli anterior (anterior cingulate) dan korteks insula terlibat dan berperan dalam kesadaran sensasi gatal, menyebabkan efek emosional berpengaruh kepada timbulnya gatal, serta korteks premotor yang diduga terlibat dalam inisasi tindakan menggaruk. Sensasi gatal hanya akan dirasakan apabila serabut-serabut persarafan nosiseptor polimodal tidak terangsang. Rangsangan nosiseptor polimodal terhadap rangsang mekanik akan di interpretasikan sebagai nyeri, dan akan menginhibisi 5% serabut saraf yang mempersepsi gatal. Namun demikian, setelah rangsang mekanik ini dihilangkan dan pruritogen masih ada, maka sensasi gatal akan muncul lagi. Perlu diingat bahwa tidaklah semua rangsang gatal dicetuskan dari serabut saraf histamin positif ini, melainkan ada pula rangsang gatal yang dicetuskan oleh rangsangan nosiseptor polimodal misalnya pada baju baru yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi gatal. Gatal dapat timbul apabila pruritpseptor terangsang dan reseptor lainnya tidak terangsang. Saat pruritoseptor terangsang, seseorang akan mulai merasakan sensasi gatal sehingga timbul hasrat untuk menggaruk. Saat menggaruk, polimodal nosiseptor akan terangsang sehingga pruritoseptor akan terhenti terangsang. Hal ini memberikan penjelasan mengapa ketika seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan hilang. Setelah garusak dihentikan, yang artinya polimodal nosiseptor berhenti terangsang pruritoseptor sangat mungkin untuk kembali terangsang sehingga gatal akan timbul kembali.
16

Imunopatogenesis5,

Bahan iritan yang mengiritasi kulit ditangkap oleh inflammasomemengaktifkan pro IL1 IL-1. Bersama IL-6, TNFaktivkan dermal dendritic cell
17

Keratinosit yang terpajanself DNAmembentuk kompleks bersama LL37aktivkan plasmacytoid dendritic cellsekresi IFNaktivkan dermal dendritic cellmigrasi ke kelenjar getah bening regionalpresentasi ke T0TH1 dan TH17migrasi melalui pembuluh limfe dan darah TH17sekresi IL-17F, IL-17A, IL-22stimulasi proliferasi keratinosit Inflammatory dendritic epidermal cell(IDEC)IL-23, NO, TNFinflamasi CD8 memorisekresi VLA1berikatan dengan kolagen tipe IVCD8 masuk ke keratin Keratinositsekresi IL-1, TNF, transforming growth factor (TGF ), fibroblastsekresi keratinocytes growth factor(KGF), keratinosit Bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerusakan membran lemak mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah perpindahan komplemen dan kinin ke jaringan. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk memanggil limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast untuk melepaskan histamin. DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mensekresi molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, dan menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulangkali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Gejala Klinis
18

epidermal growth factor(EGF), (TGF )proliferasi

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Setelah itu juga banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasikan DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut(acute delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi dua kategori yaitu kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas : DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif. 1. DKI AKUT Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat, dan asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris. 2. DKI Akut Lambat Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI Akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritanyang dapat menyebabkan DKI Akut Lambat misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (deematitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. 3. DKI Kumulatif Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lain ialah DKI Kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis misalnya gesekan , trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan misalnya deterjen,sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin juga bisa terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.
19

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, serta difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus dangen deterjen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakn mengganggu baru mendapat perhatian. DKI Kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan di bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI Kumulatif yaitu : tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut. 4.Reaksi Iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit, kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif. 5.DKI traumatik merupakan kelainan kulit yang berkembang lambat stelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling sering terjadi di tangan.

Dermatitis Kontak Alergik (DKA) DKA hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah, merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak, status imunologik. Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
20

menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Papul yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.

BAB V PENUTUP

Dermatitis kontak iritan merupakan salah satu jenis kelainan kulit akibat kerja yang menyebabkan gejala klinis berupa kulit gatal, kemerahan, bersisik dan mengelupas. Apabila kontak terhadap iritan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang serta berulang dapat menyebabkan terjadinya likenifikasi serta fissure. Pada dasarnya penatalaksanaan yang terpenting pada pasien ini adalah menghindari pajanan terhadap bahan iritan dengan menggunakan sarung tangan dan sepatu khusus dalam bekerja. Dermatitis kontak iritan pada umumnya dapat sembuh sendiri akan tetapi untuk mengurangi gejala pruritus dapat diberikan antihistamin sistemik dan untuk antiinflamasi dapat diberikan kortikosteroid topikal.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2011. hal:129-153.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed. Jakarta:

FKUI; 2010. p. 35-7, 129-39. 3. Priyana A. Patologi Klinik. Jakarta: Universitas Trisakti; 2010. p. 7, 33-4. 4. Twycross R, Greaves MW, Handweker H, Jones EA, Libretto SE, Szepietowski JC, Zylicz Z. Itch: scratching more than the surface. Q J Med 2003; 96:7-26. 5. Nestle F, Meglio P Qin J, Nickoloff B. Skin immune sentinels in health and disease. PMC 2009; 9; 679-91
6. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed. Jakarta:

FKUI; 2010. p. 35-7, 129-39. 7. Granstein RD, Luger T. Neuroimmunology of Skin: Basic Science to Clinical
22

Practice. Berlin: Springer; 2009. p. 104.

23

Anda mungkin juga menyukai