Anda di halaman 1dari 7

AUTISME Definisi Autisme berasal dari kata autos yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri

sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya sendiri. Dulu anak-anak yang mengalami gangguan ini telah dideskripsikan dalam berbagai istilah seperti chilhood schizophrenia (Bleuer), sedangkan Margareth Mahler (1952) menyebutnya dengan symbiotic psychotic children dengan gejala-gejala tidak dapat mengembangkan self-object differentiation. Belakangan istilah psikosis cenderung dihilangkan dan dalam Diagnostic and Statistical Maunal of Mental Disorder edisi IV (DSM-IV) Autisme digolongkan sebagai gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental dis-orders), secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan bahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik. Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner (untuk membedakan dengan sidrom Asperger atau autis Asperger). Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.

Epidemiologi 2-5 kasus / 10.000 anak usia kurang dari 12 tahun Perbandingan insiden laki laki dan perempuan adalah 4:1 Insiden pada anak perempuan cendeerung lebih berat

Etiologi dan Faktor Resiko

Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut: A. Teori Psikoanalitik (efrigerator mother). Menurut teori ini, Autism disebabkan

pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim). B. Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain mindblindness (Baron-Ohen, Alan Leslie). C. Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian). D. Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik. E. Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.

Gejala Gejala yang Nampak Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Chris Williams dan Barry Wright (2007) mengemukakan beberapa simptom autistik yang mungkin sudah muncul diusia 18 bulan, seperti: A. Tidak melakukan kontak mata. B. Tidak merespon segera jika dipanggil nama. C. Tampak berada didunianya sendiri. D. Mengalami hambatan perkembangan bahasa. E. Kehilangan kemampuan berbahasa. F. Tidak menggunakan sikap tubuh. G. Memegang tangan orang dewasa dan menaruhnya pada sesuatu yang ingin dia buka. H. Tidak memahami sikap tubuh orang lain. I. J. Tidak bermain pura-pura. Lebih tertarik pada bagian-bagian permainan.

K. Menghabiskan banyak waktu untuk membariskan benda-benda.

L. Dan melakukan gerakan-gerakan tidak umum (ex. Jalan jinjit). M. Memaksa membawa dua benda, satu disetiap tangan, seringkali dengan bentuk dan warna sama.

Kriteria Diagnostik Autistik (Autistic Disorder) berbeda dengan gangguan Rett (Retts Disorder), gangguan disintegatif masa anak (Childhood Disintegrative Disorder) dan gangguan Asperger (Aspergers Disorder). Secara detail, menurut DSM IV, kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut: A. Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3): 1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini: a. Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial. b. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain. d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. 2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: a. Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non-verbal. b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang. d. Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya. 3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang abnormal atau berlebihan. b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas

c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh. d. Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek. B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif. C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak.

Gangguan Struktur dan Fungsi Otak Penderita Autisme 1. Volume Otak Lebih Berat dan Berlebihan - Otak anak autis memiliki neuron di area cortex prefrontal 67% lebih banyak. Area ini berkaitan dengan fungsi sosial, emosional, dan proses komunikasi. Kesemua fungsi ini terganggu pada anak autis. - Otak anak autis juga memiliki berat 17,5% lebih berat dibandingkan anak normal. - Perkembangan neuron di area prefrontal terjadi saat kehamilan, terutama diusia 10-20 minggu kehamilan. Pada saat itu terjadi pertumbuhan berlebihan sel otak dan separuh sel sel otak akan mengalami apoptosis. Sehingga pada saat lahir ukuran otak akan terlihat normal. Pertumbuhan yang berlebihan ini menyebabkan gangguan koneksi antar sel otak.

2. Ukuran Kepala dan Otak Lebih Besar Anak autis masih memiliki ukuran otak yang sedikit lebih besar, tetapi ukuran pertumbuhannya sama dengan kelompok anak yang tidak mengidap autisme.

3. Volume Hipokampus dan Sistem Limbik Tidak Normal Pada penelitian menunjukkan volume hipokampus dan struktur limbik yang lebih besar pada autisme, hal ini menyebabkan gangguan perkembangan otak anak anak autis.

4. Pertumbuhan yang Berlebihan dan Disfungsi pada Korteks Prefrontal serta Area Otak Otak Lainnya. Korteks prefrontal merupakan lapisan terluar kortikal otak yang mengatur fungsi sosial, bahasa, komunikasi, fungsi afektif, dan kognitif.

Pada anak autis terjadi pertumbuhan neuron kortikal yang berlebihan dan terjadi disfungsi korteks prefrontal. Hal ini menyebabkan gangguan dari fungsi korteks prefrontal tersebut.

5. Neuron pada Prefrontal Cortex Lebih Banyak Peningkatan patologis pada jumlah neuron dalam anak anak autis mengindikasikan penyebab dalam masa prenatal.

6. Mutasi Genetik Mutasi genetik terjadi pada protein yang menghubungan antar sel otak atau disebut juga siaps. Sehingga komunikasi antar sel terpotong dan menyebabkan masalah perilaku dan kemampuan kognitif.

7. Gangguan Neurotransmitter Otak Terjadi ketidakseimbangan pada neurotrasmitter pada otak, seperti : GABA : kadarnya menurun dalam darah dan cairan spinal Norepinefrin : kadarnya meningkat pada celah sinaps Dopamine : kadarnya meningkat pada celah sinaps.

Tatalaksana Autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa diterapi (treatable). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anakanak lain secara normal. (Wenar, 1994) Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: A. Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak. B. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil. C. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya D. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.

E. Terapi yang intensif dan terpadu.

Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain: A. Terapi medikamentosa. Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah: Vitamin (Efek samping: Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain sebagainya). 2. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot). Obat yang biasa digunakan adalah halopendol yaitu untuk menurunkan gejala perilaku dan mempercepat belajar. B. Terapi Wicara C. Terapi Perilaku D. Terapi Okupasi E. Terapi Edukatif atau Pendidikan Khusus. F. Terapi Nutrisi Cara mengatur makanan secara umum : - Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan selsel yang rusak dan kegiatan seharihari. - Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa. - Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng. - Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 35 porsi per hari. - Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet). - Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium). 1.

- Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya. - Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan - Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar

Referensi Kaplan Harold & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri jilid-2. Jakarta: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai