Anda di halaman 1dari 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Feses Ayam Feses adalah bahan makanan yang tidak tercerna yang dikeluarkan dari usus ke kloaka dan dikeluarkan dari tubuh. Feses ayam terdiri dari sisa bahan makanan yang tidak tercerna, mikroorganisme usus (bakteri, parasit, virus dan jamur), getah pencernaan dan jaringan lapisan usus yang aus dan zat-zat mineral yang berasal dari tubuh (Cason et al., 2004). Menurut Widayanti dan Widalestari (1996) kotoran ayam merupakan bahan buangan yang mengandung obat-obatan, mikroba atau parasit dan bahan makanan yang tidak tercerna. Kandungan bahan yang tidak tercerna dalam feses ayam bercampur dengan mikroba dan parasit lain. Menurut Sujudi (1994) kurang lebih dua puluh persen massa feses berisi bakteri (104 mikroorganisme/gr berat basah). Mikroorganisme yang terdapat dalam feses ayam di antaranya bakteri coliform, Clostridium colinum, Escherichia coli, Salmonella gallinarum, Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, Mycobacterium avium dan beberapa jenis yeast. Bakteri yang terdapat dalam feses merupakan gabungan antara bakteri kontaminan dari luar dengan bakteri yang berasal dari saluran pencernaan. Dalam saluran pencernaan terdapat bakteri normal yang menetap sebagai flora normal saluran cerna dan menguntungkan bila berada di lokasi yang semestinya dan tanpa adanya keadaan abnormal tetapi bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika dalam keadaan tertentu berada di tempat yang tidak semestinya

atau bila ada faktor predisposisi yang memungkinkan bakteri tersebut keluar bercampur dan mengisi massa feses. Bakteri yang keluar bercampur feses ayam dapat bertahan hidup selama 9-10 hari jika feses tersebut berasal dari ayam penderita salmonellosis sedangkan pada feses ayam penderita tuberkulosis avian bakteri dalam feses dapat hidup lebih lama karena basili tuberkel dapat hidup di dalam tanah atau litter dalam waktu yang panjang atau sekitar 4 tahun (Tabbu, 2000). Menurut Junus (1985) dari 500 ekor ayam akan menghasilkan kotoran sekitar 50 kg per hari sedangkan dari seekor ayam yang mempunyai berat badan 1800 sampai 2250 gram akan menghasilkan kotoran segar sebanyak 115 gram per hari. Amonia merupakan konstributor terbesar dalam menimbulkan bau busuk pada kotoran ayam. Kandungan lain yang menimbulkan bau busuk adalah hidogen sulfida, trimetilamin dan metil marcaptan. Semua zat tersebut berakhir menguap di udara.

2.2 Desinfektan Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme melalui suatu mekanisme kerja tertentu. Desinfektan ditujukan untuk mikroorganisme yang terdapat pada bendabenda mati seperti: gedung, kandang, feses, dan peralatan. Mekanisme penghancuran mikroorganisme oleh desinfektan dilakukan dengan jalan merusak struktur dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel (Joklik et al., 1984; Chatim dan Suhato, 1994), mengadakan perubahan molekulmolekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim atau dapat pula

dengan cara menghambat sintesa asam nukleat dan protein. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja desinfektan antara lain konsentrasi dan jenis bahan (Pelczar dan Chan, 1998). Katzung (1998) mengatakan bahwa konsentrasi yang sangat rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan konsentrasi lebih tinggi dapat membunuh mikroorganisme tertentu. Pemilihan suatu desinfektan kandang, perlu memperhatikan kriteria desinfektan yang baik. Suatu desinfektan dikatakan baik apabila pada konsentrasi kecil sudah memiliki daya antimikroba yang tinggi, disamping itu desinfektan tersebut mudah larut dalam air, serta stabil di dalam bahan organik. Selanjutnya Pelczar dan Chan (1998) menambahkan bahwa desinfektan yang ideal hendaknya tidak bersifat toksik bagi manusia dan hewan, tidak menyebabkan bau, mempunyai aktivitas broad spektrum yang luas dan harganya relatif murah. Menurut Risman (2000), menyatakan bahwa tidak ada desinfektan yang ideal, oleh karena itu penggunaan desinfektan harus sesuai dengan prosedur penggunaannya. Berdasarkan struktur kimia jenis bahan, desinfektan dapat terbagi ke dalam beberapa golongan yaitu: alkohol, aldehid, asam, halogen, dan persenyawaan yang mengandung halogen, peroksidan, logam berat dan garam-garamnya, serta fenol dan persenyawaan yang berhubungan

dengannya. (Brandel et al., 1982; Katzung, 1998).

10

2.2.1 Lisol Fenol Pertama kali ditemukan oleh Runger pada tahun 1834 dan tar batubara yang kemudian disebut asam karbolat. Pada tahun 1860 temuan tersebut itu baru digunakan sebagai desinfektan. Pada tahun 1867 fenol untuk pertama kali digunakan sebagai antiseptik pada pelaksanaan operasi oleh Lister sebagai germicide untuk mencegah timbulnya infeksi pasca bedah (Brander et al., 1982; Chatim dan Suhato, 1994; Katzung, 1998). Golongan fenol merupakan desinfektan yang baik digunakan sebagai desinfektan kandang (Brander et al., 1982). Hal itu disebabkan karena fenol lebih bersifat stabil terhadap bahan organik jika dibandingkan dengan bahan lainnya namun fenol juga memiliki beberapa kerugian yaitu sifatnya yang sangat beracun terhadap manusia maupun hewan, mengiritasi dan merusak jaringan tubuh, serta harganya yang relatif mahal (Pelczar dan Chan, 1998; Roostita, 2002). Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka fenol jarang digunakan sebagai antiseptika maupun sebagai desinfektan. Sebagai gantinya digunakan turunan fenol yaitu kresol (Joklik et al., 1984; Katzung, 1998). Kresol sering dipakai pada usaha peternakan dan untuk keperluan veteriner karena dianggap lebih efektif (Brander et al., 1982). Katzung (1998) mengatakan bahwa kresol merupakan salah satu fenol yang mempunyai daya antimikroba beberapa kali lebih kuat daripada fenol, mempunyai sifat racun dan iritasi jaringan yang lebih kecil, serta harganya yang relatif lebih murah. Menurut pendapat Pelczar dan Chan (1998) dan Katzung (1998), kresol beberapa kali germisidal dibandingkan fenol, akan

11

tetapi tidak berpengaruh terhadap spora (Brander et al., 1982). Bahan kimia ini berbentuk cair, hampir tidak berwarna sampai kuning kecoklatan pucat atau dapat menjadi lebih tua akibat pengaruh waktu dan udara. Baunya seperti fenol, kelarutannya dalam air relatif kecil namun dapat ditingkatkan dengan cara mencampur kresol dengan air sabun (Harvey, 1990). Bentuk campuran ini sudah dibakukan dan disebut larutan kresol tersabun, atau dikenal dengan nama lisol (Rawlins, 1980). Lisol merupakan campuran larutan kresol dalam pelarut minyak yang berasal dari lemak nabati dengan kalium hidroksida atau natrium hidroksida dengan air. Larutan lisol berwarna kuning sampai coklat kekuningan, berbau kresol dan larutan sempurna di dalam air dengan segala perbandingan (Martindale, 1993). Lisol memiliki spektrum yang luas sebagai bakterisid dan konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2-5 %, sehingga pemakaian lisol jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan fenol mengingat lisol lebih mudah didapat dan konsentrasi yang dibutuhkan lebih kecil daripada fenol (Rosilawati, 1994). Menurut Tabbu (2000) larutan lisol 2% dapat membunuh kuman Pasteurella multocida yang hidup dalam Litter (alas kandang) dan Salmonella gallinarum selama 10 menit pada temperatur 24oC. Mekanisme kerja lisol dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan merusak dinding dan membran sitoplasma sel serta menyebabkan denaturasi protein sel (Joklik et al., 1984; Volk and Wheeler, 1992). Di bidang peternakan, lisol digunakan sebagai desinfektan untuk mendesinfeksi

12

kandang, peralatan dan lingkungan sekitar. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah dan membasmi mikroorganisme penyebab penyakit.

2.2.2 Iodium Iodium merupakan satu-satunya antimikroba kimia golongan halogen yang berbentuk padat pada suhu kamar dan dapat berubah secara spontan menjadi gas tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Iodine biasanya berwarna ungu, tekanan uapnya tinggi sehingga mudah menyublim, sebagai reduktor kuat dan sukar larut dalam air. Iodium ditemukan dalam bentuk garam natrium iodat juga terdapat dalam lumut dan ganggang laut. Iodium telah banyak digunakan sebagai desinfeksi kulit karena sifatnya yang germisida terhadap bakteri fungi, spora dan virus (Volk dan Wheeler, 1992). Umumnya untuk tujuan anti mikroba, iodium digunakan dalam bentuk preparat lugol atau povidone iodin (Reddish,1961). Menurut Setiadi, dkk (1985) iodine mempunyai daya bunuh kuman termasuk yang kebal antibiotika, jamur dan spora. Kerjanya langsung dan cepat membunuh kuman dan bukan menahan perkembangan kuman, selain itu iodine memiliki beberapa keunggulan yaitu bersifat cepat membunuh kuman (bakterisid) sehingga mencegah timbulnya kuman menjadi kebal (resisten). Mekanisme kerja iodine sebagai antimikroba dengan mempresentasikan protein-protein, sebagian hilang dalam bentuk ikatan dan sebagian lagi dikonversikan dalam bentuk ion iodida. Iodium dalam bentuk ikatan terus berpenetrasi sehingga efeknya terus berlanjut. Pendapat lain mengatakan

13

bahwa iodium membunuh mikroorganisme dalam bentuk garam dengan protein melalui halogenisasi langsung. Konsentrasi efektif iodium terhadap mikroorganisme tidak bervariasi secara lebar tetapi mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-beda (Reddish, 1961). Berdasarkan alasan-alasan diatas maka iodine yang digunakan sebagai antimikrobial tidak berasal dari iodine murni tetapi menggunakan merk dagang dari suatu produk yang sudah tersedia di pasaran yaitu Antisep dengan kandungan bahan Iodine 10% dan Kalium iodide 5%.

2.3 Bawang Putih Bawang putih merupakan tanaman asli Asia tengah. Selanjutnya menyebar ke daerah Mediterania, dan pada tahun 3000 sebelum masehi ditemukan di Mesir, Yunani dan Roma. Bawang putih telah tumbuh lama di India dan Cina. Bawang putih dibawa kebelahan bumi barat oleh bangsa Spanyol, Portugal, Perancis. Belum diketahui secara pasti sejak kapan bawang putih mulai dibudidayakan. Sejak tahun 3000 sebelum masehi orangorang di Babylonia sudah mengetahui bahwa umbi bawang putih mempunyai daya sembuh untuk beberapa jenis penyakit. Bawang putih di mesir diberikan pada budak-budak belian untuk menjaga kesehatan dan kekuatan dalam membangun piramid, dan di negara Bulgaria tersohor karena penduduknya berumur lebih dari 100 tahun sebab gemar mengunyah bawang putih setiap saat (Liu, 2006). Bawang putih yang semula dikenal sebagai penyedap masakan ternyata juga dapat digunakan sebagai obat tradisional seperti yang dikenal

14

masyarakat kuno di daerah Tiongkok, Meksiko. Dalam beberapa buku dijelaskan bahwa bawang putih adalah obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan terkenal sebagai antibakterial spektrum luas (Sharma et al., 1977; Harsetyani, 1988). 2.3.1 Pengenalan Bawang Putih Bawang Putih merupakan tanaman yang tumbuh didaerah dataran tinggi. Di Indonesia umumnya di tanam pada ketinggian antara 600-1000 m diatas permukaan laut dengan suhu antara 15-23C, dengan tanah yang gembur dan curah hujan antara 1200-2400 mm tiap tahun, keasaman tanah antara 5,5-7,5 (Palungkun dan Budiarti, 1992). Didaerah empat musim, pertumbuhan bawang putih terjadi pada akhir musim gugur, tetapi kadangkadang tumbuh pada musim semi (Liu, 2006). Bawang putih temasuk genus allium yang meliputi ribuan spesies, namun yang dibudidayakan hanya beberapa saja. 2.3.2 Morfologi Bawang Putih Sistematika dari Bawang Putih (Allium sativum,linn) menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah sebagai berikut: Kingdom Devisi : Plantae : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Class Sub Class Ordo Famili : Monocottyledone : Liliideae : Liliales : Liliaceae

15

Genus Spesies

: Allium : Allium sativum,Linn

Tanaman bawang putih adalah tanaman berbentuk rumput, daunnya panjang berbentuk pipih (tidak bergelombang) dengan jumlah antara 7-10 helai tiap tanaman. Helai daunnya sepeti pita dan melipat kearah panjang dengan membuat sudut pada permukaan bawahnya, kelopak daunnya kuat, tipis dan membungkus kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk batang semu yang tersembul keluar (Palungkun dan Budiarti, 1992). Bentuk bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji namun biji tersebut tidak dapat digunakan untuk pembiakan. Sebuah bawang putih terdiri dari 8-20 siung (anak bawang). Antara siung yang satu dengan siung yang lain dipisahkan oleh lapisan kulit tipis dan liat sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Apabila siung bawang putih di belah menjadi dua, maka didalamnya terdapat lembaga. Lembaga ini dibungkus oleh daging pembungkus lembaga. Fungsi dari daging pembungkus lembaga ini adalah untuk melindungi lembaga sekaligus sebagai gudang persediaan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman baru (Wijaya Kusuma, 2001). 2.3.3 Kandungan Bawang Putih Tiap bawang putih per 100 gram mengandung 60,9-67% air, 3,5-7% protein, 0,3% lemak, 24,0-27,4% karbohidrat termasuk serat, 26-28 mg kalsium, 79-109 mg fosfat, 1,4-1,5 mg zat besi, 16-28 mg natrium, 384-377 mg kalium dan beberapa mineral lain dalam jumlah kecil. Beberapa vitamin yang terkandung dalam umbi bawang putih separti thiamin, riboflamin, niasin

16

dan asam askorbat, sedangkan -karoten yang merupakan bentuk vitamin A dalam bahan nabati sangat kecil jumlahnya. -karoten lebih banyak dijumpai dalam daun bawang putih (Wibowo, 1994). Menurut Liu (2006) bahwa, bawang putih mengandung zat kimia antara lain, minyak atsiri, alliin, allicin, enzim allinase dan dialil dilsulfida. Umbi bawang putih mengandung minyak atsiri 0,1-0,5% yang mempunyai unsur utama aliin (S-allyl-L-Cysteine sulfoxide) dan berisi pula diallil disulfida, alil propil disulfida dan senyawa sulfur organik lainnya (Kartasapoetra, 1996). Soemiati dan Moegiharjo (1997) menekankan bahwa komponen sulfur organik yang mudah menguap dibentuk oleh reaksi enzimatik. Allicin adalah komponen terbesar yang menentukan rasa bawang putih segar, sedangkan disulfida dan trisulfida mendukung bau bawang putih yang dimasak. Jumlah senyawa yang dibentuk tergantung dari varietas, kemasakan, lingkungan tempat tanam, penyimpanan dan kondisi pengolahan. Aliin merupakan unsur pokok yang mengandung belerang dalam bawang putih mentah. Allinase adalah enzim yang berfungsi untuk memecah aliin dan unsur-unsur lain ketika bawang putih dilembutkan atau diiris. Allinase berinteraksi dengan aliin pada bawang putih yang baru dipotong dan rasanya yang pedas menyengat. Allicin juga adalah sarana obat kuat, efektif melawan bakteri, virus, jamur, yeast, dan organisme lain. Cara terbaik untuk mengeluarkan alisin dari bawang putih adalah merendam bawang putih yang sudah diiris atau dilembutkan dengan campuran air dan alkohol dan didiamkan selama beberapa jam (Saynor, 1995; Liu, 2006).

17

Kandungan allicin dalam bawang putih berbeda-beda. Semakin tinggi kandungan allicin dalam bawang putih, maka aroma bawang putih makin tajam (Bahalwan, 1998). Allicin adalah senyawa yang mengandung sulfur (40%), tanpa nitrogen maupun halogen. Allicin bersifat stabil pada suhu dingin, mudah rusak oleh panas, larut dalam air, mempunyai pH 6,5 beraroma khas bawang putih dan reaktif sehingga dengan cepat mengalami okidasi menjadi dialyl sulfida. Adanya dialyl sulfida dan sulfur merupakan faktor utama dalam bawang putih yang menentukan aktivitas bawang putih sebagai antibakterial terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif (Liu, 2006). Menurut Cavallito and Brailey (1944) bahwa, komponen prinsip yang memiliki aksi antibakteri dari bawang putih adalah suatu senyawa sulfur majemuk, yaitu diallyl thiosulfinate (2 propenyl-2-propenethiol sulfinate), menamakan senyawa campuran tersebut allicin yang mempunyai rumus kimia C6H10OS2 dengan struktur kimia. H2C=CH-CH2-S-CH2-CH-CH2 O Sidarningsih (1990) melaporkan bahwa allicin yang terkandung di dalam bawang putih mempunyai sifat antimikrobia. Ekstrak bawang putih dan minyak bawang putih dapat menghambat pertumbuhan 22 jenis mikroorganisme, di antaranya adalah Escherichia coli. Menurut Nugroho (1998), Ekstrak bawang putih mampu mengahambat pertumbuhan beberapa kultur bakteri yang resisten terhadap antibiotik, sedangkan sifat antibakteri ekstrak bawang putih tidak aktif lagi bila dipanaskan pada suhu 100 C

18

selama 5 menit. Pada percobaan, ekstrak bawang putih mampu menurunkan bakteri Gram negatif dalam saluran intestinal ayam. Menurut Hadi (2006) didalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perasan bawang putih dengan konsentrasi 10% mampu membunuh kuman Staphylococcus aureus secara in vitro.

Anda mungkin juga menyukai