Anda di halaman 1dari 18

2.1.

PENGERTIAN Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005). WHO merekomendasikan bahwa janin viabel apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih, atau apabila berat janin 500 gram atau lebih (Llewellyn, 2001). Sedangkan abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut (Astri, 2009). Sementara itu Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa abortus spontan adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Wiknjosastro (2006) mendefinisikan abortus spontan adalah

berakhirnya suatu kehamilan sebelum hasil konsepsi mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan lahir kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

2.2. ETIOLOGI ABORTUS SPONTAN Umumnya etiologi dari abortus spontan terbagi menjadi tiga yaitu faktor janin, faktor ibu dan faktor paternal. Ekspulsi spontan pada periode awal kehamilan umumnya disebabkan oleh terhentinya proses biologis pada embrio atau janin. Mencari penyebab terhentinya proses biologis tersebut memerlukan berbagai proses pemeriksaan yang cukup rumit. Pada kehamilan lanjut, pengeluaran bayi lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal. Hal ini dibuktikan dengan masih hidupnya bayi-bayi tersebut pada saat dikeluarkan.

2.2.1. Faktor Janin

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi adalah penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus spontan. Menurut Wiknjosastro (2006), kelainan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah: a. Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan ialah trisomi, polipoidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. b. Lingkungan yang kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. c. Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus.

2.2.2.

Faktor Ibu

a. Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim. Risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah paritas. Paritas dibagi menjadi empat yaitu: i. Nullipara Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup. ii. Primipara Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati. iii. Multipara

Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan umur kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilan dua atau lebih. iv. Grande multipara Grande multipara adalah ibu yang pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih. Bagi wanita yang pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih kemungkinan akan banyak ditemui keadaan kekendoran pada dinding perut dan kekendoran pada dinding rahim, sehingga kekuatan rahim untuk menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan bayi semakin berkurang dan akhirnya menyebabkan abortus.

b. Usia Ibu Hamil Cunningham dkk (2006) menyatakan bahwa usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua merupakan risiko tinggi pada kehamilan yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun, rahim belum siap menerima kehamilan, sel dan rahim dan alat genetalia belum sepenuhnya sempurna sehingga hasil konsepsi rawan dan mudah terlepas dari dinding rahim. Pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun telah terjadi regenerasi dan atropi pada rahim sehingga menyebabkan berkurangnya suplai makanan atau oksigenasi plasenta dan berkurangnya produksi hormon sehingga janin yang seharusnya memerlukan hormon estrogen dan progesteron untuk mempertahankan dan pertumbuhan

mengalami gangguan atau hambatan. Frekuensi abortus secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang usianya kurang dari 20 tahun dan 26% pada wanita yang usianya lebih dari 35 tahun.

c. Anemia Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah 11gr/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Anemia dalam kehamilan

mempunyai pengaruh yang kurang baik bagi ibu maupun janin, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya.

d. Penyakit Infeksi Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus. Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang terutama pada awal trimester pertama atau trimester kedua. Penyakit-penyakit infeksi yang dapat menyebabkan abortus diantaranya adalah campak, hepatitis, malaria dan toksoplasmosis.

e. Hipertensi Hipertensi mengakibatkan kurang baiknya prognosis bagi janin

disebabkan oleh sirkulasi utero plasenter yang kurang baik. Janin tumbuh kurang wajar, dilahirkan atau mati dalam kandungan. f. Kelainan traktus genitalis Retroversi uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Penyebab lain abortus pada trimester kedua adalah serviks inkompeten yang dapat diakibatkan oleh kelemahan bawaan dari serviks, dilatasi serviks berlebihan atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.

g. Kelainan Endokrin Kelainan pada endokrin dapat menyebabkan disfungsi kelenjar tiroid (kirakira 35% abortus habitualis disebabkan oleh disfungsi kelenjar tiroid), selain itu dapat juga menyebabkan disfungsi corpus luteum, yang mana corpus luteum membuat progesteron dan mungkin juga estrogen untuk

mempertahankan desidua. Defisiensi hormon ini relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan mengakibatkan kematian. Dan akibat dari kelainan endokrin yang terakhir adalah disfungsi plasenta. Plasenta mempunyai peran penting karena bila fungsi steroid corpus luteum tidak dapat digantikan oleh plasenta maka dapat terjadi abortus.

h. Nutrisi Malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya abortus. Sebagian besar mikronutrien telah dilaporkan mempunyai nilai dalam mengurangi resiko abortus spontan. Tetapi bukti yang diajukan untuk menyokong pendapat tersebut sangat lemah.

i. Alkohol dan Merokok Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan resiko abortus spontan pada perokok adalah wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil. Alkohol dan nikotin (substansi yang terkandung di dalam rokok) bersifat embryotoxic. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptornya dan dapat merangsang pengeluaran neurotransmitter seperti, noradrenalin dan adrenalin yang dapat menyebabkan restriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke janin terganggu. Selain itu di dalam rokok juga terdapat karbonmonoksida yang dapat mengganggu perfusi oksigen ke jaringan.

j. Laparotomi Trauma Laparotomi terkadang menyebabkan abortus. Pada umumnya semakin dekat tempat operasi dengan organ pelvis semakin besar kemungkinan terjadi abortus. Laparotomi pada uterus yang dilakukan pada kasus-kasus seperti dilatasi dan kuretase, myomectomy, menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi uterus.

k. Kondisi Psikologis Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian

lanjutan. Kecemasan dan stress dapat merupakan penyebab terjadinya abortus spontan. Saat terjadi kecemasan maupun stress, tubuh akan mengirimkan sinyal ke otak dan dapat meningkatkan pengeluaran katekolamin yang akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah di wilayah manapun termasuk pembuluh darah yang menuju ke plasenta sehingga aliran darah ke janin akan menurun.

2.2.3. Faktor Paternal Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.

2.3. MEKANISME ABORTUS Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada

dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.

2.4. KLASIFIKASI Abortus spontan diklasifikasikan menjadi: a. Abortus Imminens Pengertian Proses awal dari suatu abortus yang ditandai dengan perdarahan per vaginam, ostium uteri eksternum masih tertutup dan kondisi janin masih baik dalam uterus. Perdarahan dapat berlanjut selama beberapa hari atau dapat berulang dan dapat disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung seperti saat menstruasi. Umumnya kira-kira 50% wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, presentasi kecil lahir prematua dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan. b. Abortus Insipiens Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan perdarahan pervaginam dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pemeriksaan vagina pada kasus ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu), atau perdarahan subkhorionik yang

banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan. c. Abortus Kompletus Abortus dengan keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Pada abortus kompletus, perdarahan yang terjadi segera berkurang setelah isi rahim (hasil konsepsi) dikeluarkan. Ostium uteri sebagian besar telah menutup dan uterus sudah mulai mengecil. d. Abortus Inkompletus Abortus dengan sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Perdarahan biasanya terus berlangsung banyak dan membahayakan ibu. Pada pemeriksaan sering didapatkan serviks tetap terbuka karena masih ada hasil konsepsi yang tertinggal di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing. e. Abortus Habitualis Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun, seperti: kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan hasilnya adalah pembuahan patologis kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi. f. Missed Abortion Berakhirnya suatu kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. g. Abortus Infeksious

Suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar Rumah Sakit maupun yang terjadi setelah tindakan di Rumah Sakit. Manifestasi klinis ditandai dengan adanya demam, lokhea yang berbau, nyeri diatas sympisis, abdomen kembung atau tegang.

2.5. PENATALAKSANAAN Penanganan pada abortus spontan dilakukan sesuai dengan jenis abortus yang terjadi. Pada abortus imminens, istirahat baring merupakan terapi utama yang diberikan karena dapat menyebabkan peningkatan aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis. Selain itu dapat pula diberikan fenobarbital 3 x 30 mg yang bertujuan untuk menenangkan pasien. Pada pasien dengan abortus imminens dapat juga diberikan hormon plasenta dan antispasmodika Pada abortus insipiens, dilakukan evakuasi atau pembersihan kavum uteri (dilatasi dan kuretase) sesegera mungkin. Pada abortus kompletus, oleh karena janin maupun plasenta sudah keluar dengan lengkap maka dalam penangannya tidak diperlukan tindakan dilatasi dan kuretase. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 selama 3-5 hari. Pada abortus inkompletus, cara penanganannya hampir sama dengan abortus insipiens, kecuali jika pasien dalam keadaan syok karena perdarahan banyak, maka harus dilakukan resusitasi cairan (bahkan mungkin perlu transfusi) untuk mengatasi syoknya terlebih dahulu. Setelah syok teratasi, dapat dilakukan kerokan dengan kuret tajam. Pada missed abortion dengan kadar fibrinogen normal dapat segera dilakukan dilatasi dan kuretase, tetapi jika kadar fibrinogen rendah perlu diberikan fibrinogen atau darah segar dulu sebelum mengeluarkan hasil konsepsi. Pada kehamilan < 12 minggu, lakukan pembukaan servik dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi servik dan kuretase.

Kuretase pada missed abortion seringkali cukup sulit, karena hasil konsepsi melekat sangat erat dengan dinding uterus. Pada abortus habitualis, penanganannya tergantung pada etiologinya. Konsep terapi abortus infeksi adalah menghilangkan sumberi infeksi sebanyak mungkin, menghindari penyebaran infeksi yang lebih luas, menghindari peningkatan infeksi menjadi sepsis. Pada abortus infeksi dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: i. Pemberian antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas bakteri. ii. Pemberian cairan pengganti darah dan cairan yang hilang sehingga volume darah mencukupi untuk memelihara metabolisme dan perfusi jaringan dengan baik. iii. Pemeliharaan dan peningkatan perfusi ke jaringan sehingga tidak terjadi perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik, agar tidak menimbulkan asidosis metabolik yang akhirnya akan

mengganggu metabolisme organ vital tubuh. iv. Evaluasi keseimbangan elektrolit, pernafasan dan produksi urin. v. Lakukan tindakan kuretase untuk menghilangkan sumber infeksi jika: a. Tiga hingga lima hari bebas panas. b. Temperatur tidak pernah turun, sekalipun pemberian antibiotik sudah dilakukan. c. Perdarahan bertambah banyak. d. Enam jam setelah pemberian antibiotika/antipiretika adekuat. e. Lakukan histerektomi jika foto menunjukkan terdapat gas pada kavum peritonii, terjadi impending septic shock yang ditandai dengan: Takipnea > 20 x/menit, takikardi > 90 x/menit, temperatur >38,5 C, gangguan perfusi organ yang menimbulkan hipoksia jaringan.

2.6. KOMPLIKASI a. Perdarahan Apabila masih ada hasil konsepsi yang tertinggal maka akan terjadi perdarahan sedikit demi sedikit dalam jangka panjang, kemudian menjadi banyak. Kematian akibat perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. b. Perforasi Perforasi uterus dapat terjadi karena tindakan kuretase terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Perforasi juga dapat terjadi karena terjadi sobekan rahim. Apabila terdapat dugaan terjadi perforasi, maka diperlukan tindakan laparotomi untuk mengetahui seberapa besar perlukaan yang terjadi pada rahim ataupun alat-alat disekitarnya. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. c. Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya terjadi pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. d. Syok hemoragik dan syok sepsis Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.

BAB III STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS Nama : Ny. S Usia : 32 tahun

Alamat : Pejagoan

II.

ANAMNESA a. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir pasien merasakan perutnya mules. Awalnya 1 minggu SMRS mengalami flekflek berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2 bulan. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obatobatan tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal.

b. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa. Riwayat Penyakit Hipertensi disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal Riwayat Asma dan alergi disangkal

c. Riwayat Haid Haid pertama sejak umur 14 tahun. Haid teratur, 1 bulan 1x, dengan siklus 28 hari, dengan lama 5 hari, ganti pembalut 3x kali sehari. HPHT : 30-11-2011

HPL : 07-08-2012 UK : 9+4 minggu

d. Riwayat Fertilitas dan Obstetri Pasien menikah sejak 3 tahun yang lalu. Pasien pernah hamil sebelumnya. Anak pertama adalah laki-laki, usia 2 tahun, berat badan lahir 3900 gram, lahir spontan di bidan desa.

e. Riwayat KB Pasien mengaku tidak menggunakan KB apapun.

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan umum : Baik, kesan gizi cukup Kesadaran Vital sign : Compos Mentis : TD = 100/80 Nadi = 82 x/menit, reguler Suhu = 36,0C RR Mata = 20 x/menit

: Edema palpebra ( - / - ), Conjunctiva anemis ( - / -), Sclera ikterik ( - / - ), Refleks pupil ( + / + ), Pupil isokor 3mm, Sekret (-/-)

Hidung Telinga

: Bentuk normal, deviasi septum, sekret (-/-) : Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal, sekret (-/-)

Leher

: Limfonodi membesar ( - ), JVP meningkat ( - ), Massa abnormal ( - )

Thorax

-Cor

: I = ictus cordis tidak Nampak P = ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra P = Kanan : SIC 4 linea parasternalis dextra

Atas

: SIC 3 linea sternalis sinistra

Pinggang : SIC 4 linea parasternalis sinistra Kiri : SIC 5 linea midclavicularis sinistra

A = BJ I-II murni, regular, bising ( - ) -Pulmo : I = simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak ( - / - ) P = fremitus kanan dan kiri simetris, nyeri tekan ( / - ), massa ( - / - ) P = sonor di seluruh lapang paru A = SDV ( + / + ), RBH ( - / - ), wheezing ( - / -) Abdomen : Supel, NT (-), Massa (-), TFU tidak teraba, DJJ tidak dapat dinilai VT : V/U tenang, dinding vagina dbn, OUE terbuka, tidak teraba adanya jaringan, STLD (+)

B. DIAGNOSIS Abortus incompletes

C. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap Hasil Haemoglobin Hematokrit Leukosit Eritrosit 9,2 g/dl 27,1 % 15,9 /L 3,26 juta/ul Nilai Normal 11,7 g/dl -17,3 g/dl 35,0 % - 52,0 % 3,6 /L 11,0 /L 3,80 juta/ul 5,90 juta/ul Trombosit 307.000/ul 150.000/ul 450.000/ul

MCV MCH MCHC RDW Lym Mid Gran

75,4 fl 26,4 pq 34,4 % 18,7 % 11,3 0,7 83,6

80,0 fl -100,0 fl 26,0 pq 34,0 pq 32 % - 36 % 11,5 % - 14,5 % 0,6 4,1 0,0 1,8 2,0 7,8

USG VU terisi cukup Tampak uterus membesar Tampak massa amorf intra uterin Kesan : menyokong kearah gambaran sisa hasil konsepsi

D. TERAPI Mondok Bangsal Pro Curretage

BAB IV PEMBAHASAN

Seorang G2P1A0 usia 32 tahun datang dengan keluhan utama keluar darah melalui jalan lahir sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, darah berwarna merah kecoklatan, darah seperti menstruasi, mrongkol-mrongkol (+), keluar jaringan melalui jalan lahir (-). Sebelum keluar darah melalui jalan lahir pasien merasakan perutnya mules. Awalnya satu minggu SMRS mengalami flek-flek berwarna kecoklatan dan badan terasa lemas. Pasien merasa hamil 2 bulan. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam dan tidak meminum obat-obatan tertentu. Riwayat trauma disangkal, riwayat coitus (-). Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal. Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan <20 minggu sering terjadi pada kasus-kasu abortus. Selain abortus juga dapat dipertimbangkan adanya KET. Namun diagnosis KET segera disingkirkan mengingat tidak ditemukan nyeri perut yang sangat hebat pada pasien ini. Selain itu pasien datang dalam kondisi baik, tidak nampak kesakitan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan vital sign, didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak teraba adanya massa. Hal ini dapat menyingkirkan adanya suatu massa abnormal dalam uterus yang dapat menyebabkan perdarahan pervaginam. Selanjutnya pada pemeriksaan dalam, didapatkan bahwa OUE terbuka, yang menunjukkan adanya proses persalinan (pengeluaran hasil konsepsi) dan tidak adanya nyeri pada saat dilakukan pemeriksaan dalam. Untuk lebih memastikan diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya gambaran sisa hasil konsepsi. Pemeriksaan darah lengkap pun harus dilakukan mengingat akibat yang dapat ditimbulkan aoleh abortus itu sendiri yaitu terjadinya infeksi dan perdarahan.

Pada semua kasus abortus memerlukan tindakan kuretase kecuali untuk abortus imminens, kehamilan akan tetap dipertahankan. Pada pasien ini ditegakkan suatu diagnosis abortus inkomplit yang memerlukan tindakan kuretase.

DAFTAR PUSTAKA Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. http://www.fkunsri.ac.id/ diakses tanggal 14 Maret 2010 Cunningham MG,1995. Abortus. Obstetri Williams. Edisi 18, 846-851;EGC Jakarta. Llewellyn, D. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates: Jakarta Mochtar R. Abortus. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Edisi kedua. EGC. 269-279. 1998. Sastrawinata, S, dkk. 2005. Obstetri Patologi, Edisi 2. EGC: Jakarta. Wiknjosastro H, 1994. Abortus, Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, 532-539; Yayasan bina pustaka sarwonoprawirohardjo; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai