Anda di halaman 1dari 11

Resume Buku

Philishopy of Science
by Alexander Bird
Tugas Matakuliah Filsafat Ilmu Dosen: Prof. Dr. M. Asad Djalali, S.U.

Oleh: Priyanto
NIM: 74.121.0.1228

Angkatan XXVII-B Prodi Magister Psikologi Pascasarjana Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UNTAG) 2013

PERKENALAN: SIFAT ILMU PENGETAHUAN Pertanyaan penting dalam buku ini adalah: Apakah itu ilmu pengetahuan (sains)? pertanyaan ini sangat penting untuk menentukan apakah sesuatu bisa disebut pengetahuan ilmiah/ilmu pengetahuan sains atau tidak. Jawaban para filosof pada pertanyaan tersebut memberikan definisi dan batasan-batasan mengenai pengetahuan ilmiah (sains) yaitu: (a) Dituntun oleh hukum alam. (b) Harus menjadi penjelasan dengan referensi ke hukum alam. (c) Dapat diuji dalam dunia empiris. (d) Kesimpulannya bersifat sementara, yaitu tidak perlu kata akhir. (e) Dapat disalahkan. Tugas filosof adalah untuk mengetahui bagaimana pengetahuan sains dibentuk, bukan dari mana pengetahuan itu berasal. Dan berdasar sifat-sifat di atas, ilmu pengetahuan sains dibentuk dengan proses induksi. Induksi bisa dimaknai secara luas sebagai semua proses argumentasi ilmiah selain deduktif. Induksi juga dimaknai secara lebih khusus sebagai argumentasi dengan generalisasi dari beberapa kasus. Walaupun ada beberapa perta-nyaan mengenai proses ini. BAGIAN PERTAMA REPRESENTASI BAB 1 HUKUM ALAM Gagasan tentang hukum alam merupakan bagian mendasar dari ilmu pengetahuan. Dalam artian bahwa banyak dari ilmu pengetahuan berkaitan dengan penemuan hukum (misalnya Boyles Law, Newtons Law, dll). Na-mun tidak sekedar alasan tersebut, tapi lebih karena setiap aktifitas menca ri ilmu (menjelaskan fenomena, mengelompokkan, mendeteksi sebab, me-ngukur dan memprediksi) selalu berkaitan dengan suatu hukum tertentu. Sebelum lebih jauh membicarakan tentang hukum alam, kita harus le bih dulu jelas tentang apa yang dimaksud hukum. Hukum adalah sesuatu yang ada di dunia yang harus kita temukan/ungkap. Jika teori adalah hasil gagasan manusia, hukum telah ada dengan sendirinya. Minimalisme Tentang Hukum - Teori Keteraturan Sederhana Secara sederhana, hukum berarti keteraturan. Hal ini kita dapatkan dari proses induksi, pengamatan pada hal-hal yang khusus kemudian kita generalisasi. Fakta-fakta general ini yang kemudian kita sebut dengan keteraturan. Gagasan di atas mewakili apa yang disebut dengan minimalisme hukum. Minimalisme mengambil sudut pandang khusus tentang hubungan antara hukum dan co ntoh-contohnya. Menurut paham ini, hukum adalah

kejadian yang biasa terjadi pada suatu kasus. Pernyataan hukum berarti ge neralisasi atau rangkuman dari contoh-contoh yang ada. Minimalisme ada lah salah satu ungkapan dari paham empirisme, yang mana mengemukaan bahwa sebuah konsep harus dapat diaplikasikan dalam pengalaman kita. Versi paling sederhana dari minimalisme mengatakan bahwa hukum adalah sama dengan keteraturan. Pandangan ini disebut Teori Keteraturan Sederhana (Simple Regularity Theory-SRT). Namun fakta juga memberi-kan banyak contoh bahwa tidak semua keteraturan dapat menjadi hukum. Contohnya adalah Pandangan kontrafaktual, yaitu keadaan yang ber-tentangan dengan fakta namun tidak aktual. Pandangan kontrafaktual me-mbantu membedakan antara keteraturan sebenarnya dengan sekedar kete patan/kebetulan belaka. Beberapa contoh keteraturan yang tidak dapat dikategorikan sebagai hukum antara lain: 1. Keteraturan yang kebetulan 2. Keteraturan yang dibuat-buat/direncanakan 3. Keteraturan sepele yang tidak dicontohkan 4. Keteraturan fungsional yang bersaing Penganut paham minimalisme kemudian mencoba menambahkan be berapa syarat agar keteraturan dapat disebut sebagai hukum. Kemudian muncul paham hukum kemungkinan (hukum probabilitas). Hukum Probabilitas mengatakan bahwa setiap sesuatu mungkin akan mengalami sesuatu dalam kondisi tertentu. Walaupun hal ini belum men-jadi fakta, namun dapat dimungkinkan terjadi. Kemudian, untuk memperkuat paham SRT, dirumuskan sebuah perhitungan sistematis tentang keteraturan yang dapat disebut hukum. Sebuah regularitas adalah sebuah hukum alam jika dan hanya jika terlihat seba-gai sebuah teorema atau aksioma dalam sistem deduktif sejati yang me-nunjukkan kombinasi antara kekuatan dan kesederhanaan. Namun terdapat dua kelemahan pada pandangan sistematis SRT ini. Pertama, kesederhanaan bersifat subyektif. Artinya sesuatu dipandang se-derhana bisa jadi dipandang kompleks oleh orang lain. Kedua, sangat sedi-kit keteraturan yang dapat mengkombinasikan keduanya. Hukum Asal dan Hukum Turunan Setiap hukum fundamental kemudian menurunkan hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Hukum yang dibentuk berdasar hukum dasar yang pertama. Pandangan Full-Blooded dan Teori Kebutuhan Istilah universal menunjuk pada sifat-sifat dan hubungan yang bisa digunakan pada lebih dari satu obyek. Sebuah universal tertentu bisa dimi-liki lebih dari satu benda pada tempat berbeda namun pada waktu yang sama. Universalitas memberi kesimpulan tentang adanya hubungan

saling membutuhkan antara contoh-contoh dengan sifat-sifatnya . Inilah panda-ngan dari full-blooded-teori kebutuhan. Pandangannya dapat disarikan sebagai berikut: 1. Sebuah hukum menjelaskan contoh-contoh 2. Fakta-fakta tertentu bisa diperhitungkan sebagai bukti untuk menjadi sebuah hukum 3. Regularitas sistematis dapat menyimpang dari hukum yang ada (yaitu terdapat banyak regularitas sistematis dimana tidak terdapat hukum yang berhubungan) Kriteria Hukum Berdasar pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa, hukum alam harus dijelaskan berdasar kriteria-kriteria tertentu. Pandangan kriteria me nyebutkan: (a) Hubungan antara kriteria itu sendiri dan apakah itu kriteria adalah evidential (jelas, bukan kondisi membutuhkan atau memenuhi secara logis) (b) Fakta yang disimpulkan adalah sebuah fakta logis bukan sebuah hubungan contingent (tergantung, kebetulan, tidak pasti, tidak sengaja).

BAB II PENJELASAN Macam-macam Penjelasan. Salah satu tugas umum dari ilmu pengetahun adalah untuk membe rikan penjelasan. Beberapa macam penjelasan antara lain: (a) (b) (c) (d) (e) (f) Penjelasan sebab Penjelasan nomic (penjelasan mengenai hukum alam); Penjelasan psikologis; Penjelasan psikoanalitis; Penjelasan Darwinian dan Penjelasan fungsional

Menurut Hempel, penjelasan adalah upaya untuk menunjukkan bagaimana fakta itu bisa dimasukkan dibawah sebuah hukum atau beberapa hukum bersama-sama dengan beragam kondisi antecedent. Pendekatan ini disebut pandangan covering-law, menyatakan sebuah hukum yang menca-kup kasus dalam pertanyaan. Ada dua versi pandangan ini: deductive-no-mological model dan probabilistic-statistical model (inductive-statistical). Karena itu penjelasan dan hukum alam selalu terkait. Penjelasan yang terbaik melibatkan banyak fakta yang berbeda, sederhana, namun lengkap (mencakup sebuah mekanisme), dan dapat diinte-grasi dengan penjelasan yang lain. Penjelasan ini dapat lebih

mudah dite-rima banyak orang walaupun belum tentu benar. Sebaliknya penjelasan yang buruk sulit untuk diterima walaupun bisa jadi benar. Karenanya pen-jelasan terbaik perlu mengkonfirmasi bukti-bukti dengan teori yang men-dasarinya (model konfirmasi hipotetik-deduktif).

BAB III JENIS-JENIS ALAMIAH Jenis dan Klasifikasi Terlalu banyak macam makhluk hidup ataupun benda mati di dunia. Karenanya perlu ada klasifikasi kemudian membaginya dalam jenis-jenis tertentu. Ada beberapa pandangan mengenai hal ini. Pandangan Deskriptif membagi jenis dalam tiga aspek: sense adalah deskripsi properti dari suatu jenis; ekstensi adalah rangkaian segala sesu-atu yang menjadi anggota jenis, yaitu semua hal yang mempunyai proper-ti yang membentuk sense; referensi dalam kesatuan abstrak jenis natural (universal). Namun dalam realita terdapat banyak pengecualian yang tidak dapat dicakup dalam pandangan ini. Misalnya, harimau dicirikan dengan berkaki 4, karnivora, kulit belang, dll. Jika karena satu hal, kaki harimau men jadi 3, menurut pandangan ini sudah tidak dapat dinamakan harimau. Dan kita sama-sama tahu ia tetaplah harimau. Karenanya terdapat koreksi cu-kuplah sesuatu memiliki beberapa ciri-ciri yang nampak tidak semuanya. Ini disebut dengan inti nomina dari suaru jenis. Pandangan Essensialism, dengan tokohnya Kripe, menyatakan bah-wa inti nomina bisa jadi disimpulkan dari kesalahan pengindraan. Panda-ngan ini mengemukakan tentang inti real. Yaitu ciri sebenarnya dari suatu jenis. Bahwa saat kita tertarik pada inti dari jenis natural, kita tidak berpi-kir tentang ciri-ciri yang nampak, tapi ciri-ciri yang fundamental pada be-berapa sense. Dan ciri ini yang mempengeruhi munculnya/nampaknya ci-ri-ciri yang dimiliki jenis. Peran Penjelasan Dalam Menentukan Jenis Konsep-konsep jenis natural mendapatkan arti melalui kebaikan peranan penjelasan mereka. Peranan penjelasan dapat melibatkan sejumlah teori. Saat kita mempunyai sampel dari satu jenis, jumlah teori dapat sangat kecil; di kasus lain, teori dapat ditunjukkan secara detail. Koneksi antara jenis dan peranan penjelasan membantu kita memberi ruang untuk jenis-jenis non basic, dan kita dapat menempa penjelasan pada level yang tepat dalam ilmu kimia, mikrobiologi, genetik, dan lain-lain, tidak hanya di level partikel fisika.

Hukum, Ciri-ciri Alamiah Dan Jumlah Konsep kita tentang jenis natural dan hukum alam ditetapkan oleh re lasi internal dan relasi mereka ke jenis-jenis natural intuitif tertentu yang menyediakan beberapa contoh dasar. Ini menjadi dasar ilmu pengetahuan. Dengan mengamati relasi antara jenis-jenis natural dasar ini, kita mene-mukan hukum natural. Kemudian membuat spekulasi tentang penjelasan fenomena, merumuskan hipotesis tentang keberadaan jenis-jenis natural yang baru. Jenis natural ini akan menjadi bagian yang membentuk teori-teori tentang hukum dan jenis. BAB 4 REALISM Realism dan kritiknya Salah satu tokohnya adalah John Dalton. Sifat-sifat teori realisme antara lain: (a) Dapat dievaluasi menurut kebenaran atau kedekatan mereka ke kebe naran. (b) Bertujuan mencari kebenaran atau kedekatan ke kebenaran. (c) Keberhasilan teorinya terjadi jika bukti yang mendukung keberadaan mereka sebagai sesuatu yang benar. (d) Jika benar, kesatuan yang tidak dapat diamati akan ada; dan (e) Jika benar, mereka akan menjelaskan fenomena yang dapat diamati. Instrumentalism Instrumentalism disebut demikian karena menganggap teori bukan sebagai usaha untuk mendeskripsikan atau menjelaskan dunia tapi sebagai instrumen untuk membuat prediksi. Instrumentalist mengatakan bahwa teori dikatakan cukup secara empiris jika ini membuat prediksi yang aku-rat, misal jika semua konsekuensi yang dapat diamati adalah benar. Observasi Observasi adalah aktivitas dengan tujuan untuk membuat laporan atau kepercayaan tentang dunia. Observasi digunakan dalam pengujian hipo tesis. Karenanya observer harus dapat dipercaya untuk melakukan obser-vasinya. Begitu juga instrumen yang digunakan juga harus dapat diperca-ya/tepat untuk dapat digunakan dalam pengamatan.

Empirisme Konstruktif Salah satu bentuk anti-realism adalah empirisme konstruktif Bas van Fraassen. Empirisme konstruktif tidak mempertahankan perbedaan jenis kesatuan yang dapat diamati dan tidak dapat diamati. Teori dikatakan cukup secara empiris jika konsekuensi yang dapat diamatinya benar. Namun terdapat dua alasan yang cukup kuat menanggapi teori ini. Jika realisme dikatakan tidak benar, maka logikanya teori empirisme kontruktif juga tidak dapat dibuktikan secara empirik. Kedua, pandangannya tentang bukti juga tidak cukup kuat untuk membatalkan realisme. Realisme dan Hukum Alam Dapat disimpulkan dua pandangan realisme tentang hukum. Pertama, teori kita dapat salah untuk situasi yang tidak sama dengan yang kita alami. Dan kedua, meskipun dalam contoh kehidupan sehari-hari, hukum yang kita ajukan dapat salah karena jumlahnya terlalu kecil untuk dapat kita deteksi. BAB 5 SKEPTISISME INDUKTIF Proses berfikir induktif untuk mencapai ilmu pengetahuan masih banyak diragukan. Pernyataan bahwa dengan mengamati hal-hal tertentu da-pat memberi kesimpulan penjelasan tentang hal-hal lain yang tidak diama ti ternyata tidak sepenuhnya benar. Inilah yang disebut Skeptisisme Induk-tif. Teori dan Observasi Pertanyaan skeptisnya: kita tidak dapat mengetahui kebenaran teori-teori tanpa observasi, dan kita tidak dapat mengetahui kebenaran observa-si tanpa teori-teori. Lalu dari manakah kita memulai? Salah satu pandangan skeptisisme ditunjukkan oleh falsifikationis, yang menyatakan bahwa teori yang dibuktikan tidak salah lebih mendekati ke kebenaran daripada teori yang dibuktikan salah. BAB 6 PROBABILITAS DAN KESIMPULAN ILMIAH Pembenaran kemungkinan induksi Penalaran statistik dan probabilitik berperan penting dalam kesimpulan ilmiah. Terkadang dianggap bahwa penelaran tersebut memberikan jawaban pada permasalahan induksi. Sedangkan induksi tidak dapat mem-berikan kepastian logis, karena kita tidak dapat mengabaikan secara

logis alternatif-alternatif yang ada, bisa jadi dapat memberikan probabilitas tinggi pada kesimpulannya. Macam-macam Probabilitas Ada dua macam probabilitas: obyektif dan subyektif. Probabilitas subyektif mengukur kekuatan keyakinan seseorang pada kebenaran proposisi. Pro babilitas obyektif membahas peluang jenis peristiwa yang terjadi, terpisah dari apakah terjadi atau tidak. Penalaran Statistik Klasik Sebagian populasi disebut terdistribusi secara normal. Distribusi normal dicirikan dengan kurva berbentuk lonceng. Ada dua parameter yang digunakan, mean dan varian (lebih sering menggunakan standar devi-asi, sebagai kuadrat dari varian). Penalaran statistik probalistik dapat dija-dikan acuan untuk membenarkan teori induktif. BAB 7: Pengetahuan Induktif Pandangan reliabilisme Pengetahuan tidak sekedar keyakinan benar, namun keyakinan benar diperlukan melalui metode yang dapat dipercaya. Agar mereka dapat dianggap pengetahuan; namun tidak harus diketahui bahwa metode tersebut dapat dipercaya. Kemudian muncul pertanyaan, kapan suatu metode dapat dipercaya? Jawabannya, suatu metode dapat dipercaya ketika ini memiliki kecen-derungan untuk menghasilkan keyakinan sebenarnya. Kehadiran kata cen-derung menyatakan bahwa suatu metode dapat dipercaya, meski terka-dang menghasilkan keyakinan salah.

BAB 8: METODE DAN KEMAJUAN SAINS Menurut cara pandang optimistik, metode saintifik memiliki fitur-fi-tur sebagai berikut: (a) (b) ciri khas sains dan pembeda dari non-sains; penyebab kesuksesan dan kemajuan sains;

(c)bisa diterapkan secara luas dengan kata lain bisa diterapkan un tuk semua cabang sains; (d) bersifat metodis dalam aplikasinya, tidak bergantung pada imajina si, intuisi, dsb. Dan bisa dijalankan oleh setiap ilmuwan yang terla-tih penalarannya

(e)

bersifat dapat diandalkan dan ditentukan secara a priori.

Usulan metode yang paling sederhana induktivis naif:


keluar dan amati. Jika terlihat suatu keteraturan yang berlangsung tanpa ada pengecualian, maka yakinlah bahwa keteraturan itu adalah hukum atau hubungan sebab-akibat.

Metode lain adalah metode falsifikasi, sebagaimana disebut di atas. Namun, logika deduktif sangat menyesatkan untuk dijadikan metode untuk mencapai kebenaran. Benar bahwa teori-teori ditujukan untuk mendapatkan kebenaran, namun cara teori mendapatkan kebenaran seharusnya de-ngan menjelaskan fenomena secara benar. Program-program riset saintifik memiliki komponen-komponen metodologisnya juga yaitu heuristik negatif dan heuristik positif . Heuristik negatif adalah suatu aturan yang menyatakan bahwa hard core tak boleh dibuang ketika ditemukan anomali-anomali. Heuristik positif menjadi pemandu mengenai apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan ano mali. Konteks dari penemuan dan konteks dari justifikasi Karena hal inilah, dibuat pembedaan antara konteks penemuan dan konteks justifikasi. Yang pertama menunjuk pada proses menyusun hipote sis-hipotesis, sementara yang terakhir menunjuk pada evaluasi hipotesis-hipotesis. Klaim-klaim terhadap keberadaan metode saintifik karenanya sa ngat terbatas pada konteks justifikasi. Meski demikian, tak begitu jelas juga apakah semua itu (pengujian, evaluasi, dan konfirmasi terhadap teori-teori) bisa dibuat lebih spesifik atau dijalankan secara metodis. Menyusun dan menjalankan eksperimen-eksperimen yang baru membutuhkan imajinasi yang sangat inventif. Inference to the Best Explanation dan metode saintifik (a) Keterkaitan observasi. Jika satu teori menjelaskan semua hasil ob servasi yang dijelaskan teori yang lain, dan sebagai tambahan bi-sa menjelaskan hal-hal lain, maka teori itu merupakan penjelasan yang lebih baik. (b) Kesuburan. Jika suatu teori subur, maka teori itu akan bisa meng-indikasikan keberadaan hasil-hasil observasi baru yang belum ter amati sebelumnya, atau yang terkait dengan teori-teori lain. Ini memberi kita kesempatan untuk membuat teori sebagai suatu penjelasan yang lebih baik. (c) Rekam jejak. Teori harus pernah menjadi penjelas yang berhasil atas fakta-fakta.

(d) Dukungan antar-teori. integrasi timbal balik di antara teori meru pakan tanda dari kebenaran teori itu. (e) Kemulusan. Suatu penjelasan mungkin tidak menjelaskan segala-nya dengan tepat, namun penjelasan terbaik atas fakta haruslah membuat pengecualian-pengecualian yang bersifat sistematis dan dalam poin-poin penting. (f) Konsistensi internal. Jika suatu teori bersifat kontradiktif dalam dirinya sendiri, maka teori itu tak bisa dianggap sebagai benar dan secara a fortiori tak bisa menjelaskan hal apapun dengan be-nar. (g) Kecocokan dengan kepercayaan-kepercayaan metafisik yang punya landasan kuat. (h) Kesederhanaan. Kesederhanaan merupakan suatu kriteria dari hukum dan dengan begitu menjadi kriteria dari penjelasan yang masuk akal. (i) Prediksi-prediksi kuantitatif. Prediksi-prediksi kuantitatif yang aku-rat memiliki dua fitur. Prediksi-prediksi itu meningkatkan jangkauan falsifikasi. Selain itu, keberhasilan kualitatif atau nonkuantitatif le-bih terbuka buat penjelasan alternatif yang direkayasa. (j) Prediksi-prediksi baru. Setiap prediksi yang berhasil lebih menyukai teori yang melahirkannya. Hal ini karena semakin berhasil suatu teori dalam menjelaskan fakta, semakin lebih berhasil penjelasannya. Paradigma dan gerak kemajuan Penarikan kesimpulan yang bersifat saintifik itu bersifat holistik. Mempertimbangkan seluruh bukti dan mencari kelompok hukum dan penjelasan yang secara keseluruhan merupakan penjelasan terbaik atas seluruh bukti ini. Kesimpulan Tak ada satu metode yang khas sains, yang bisa menjelaskan keber-hasilan sains, dan bersifat general dalam penerapannya. Metode sains ber-sifat terbatas aplikasinya dan diperoleh secara a posteriori. Metode-metode yang diperlengkapi dengan aturan-tauran, prinsipprinsip, sikap-sikap, preferensi-preferensi, dan nilai-nilai yang meskipun tak bisa dikatakan sebagai metode-metode, namun bisa menjadi pemandu dan pengarah dalam proses pembentukan kepercayaan.

10

Tesis yang lebih general dari buku ini, bahwa mencari dan menemu kan model-model penjelasan, induksi, konfirmasi, metode, dan sebagainya adalah sebuah kesalahan. Pendekatan kita terhadap hal-hal tersebut prin-sipnya, bersifat holistik. Hal ini berangkat dari fakta bahwa konsep menge-nai hukum bersifat holistik. Hal terdekat yang bisa kita miliki dalam hal deskripsi, atau model, dari penarikan kesimpulan yang bersifat induktif ialah Inference to the Best Expla nation. Prinsipnya mengharuskan kita untuk memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam membentuk penjelasan-penjelasan yang masuk akal dan cocok. Pengalaman dan pengetahuan juga dibutuhkan untuk memutuskan manakah penjelasan terbaik diantara penjelasan-penjelasan yang saling bersaingan.

11

Anda mungkin juga menyukai