Anda di halaman 1dari 9

.;;.;;.;;.;;.;;.;; .

;;

.;;.;;.;;; ;;o;; ;; ;; ;; ;; ;; ;; ;;;.;;.;;.;;.;; .;;.;;

.;;.;;.;;;.;;.;;.;;.;;.;; .;;.;;.

.;;.;;.;;;.;;.;;.;;.;;.;;.;;

.;;.;;.;;;;;o;;;;;;;;;;;;;;;;;.;;.;;.;;.;;.;;.;;

;;;;;o;;;;;;;;;;;;;;;;;.;;.;;.;;.;;.;;.;;

.;;.;;.;;;MAKALAH UJI

KLINIK BAHAN ALAM

TENSIGRAD

Disusun oleh: Herni Damayanti (07/253686/FA/07789) Riska Febrianti (07/253821/FA/07810) Hadianti Nur Fitri (07/253930/FA/07827) Ganea Qorry Aina (07/254106/FA/07854) Attachirrotul muyassharoh(07/254218/FA/07874) Alifanis Hapsari (07254352//FA/07888) Raisha Hamdani Saiful (07/254650/FA/07900) Widyandani Sasikirana (07/256555/FA/07916) Desi Purnamasari (07/256996/FA/07928) Siskha Nur Aeni (07/257713/FA/07951)

MINAT FARMASI BAHAN ALAM FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA


2010

PENDAHULUAN Indonesia dengan iklim tropis memiliki kekayaan flora yang sangat melimpah. Salah satu pemanfaatan yang sering ada di masyarakat adalah dalam bidang kesehatan. Indonesia memiliki banyak sekali jenis tanaman obat yang tersebar di seluruh wilayahnya. Sejak lama hingga sekarang telah banyak dikembangkan obat dari bahan alam untuk berbagai macam penyakit. Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi maka pengembangan obat-obatan tersebut juga semakin baik. Sampai saat ini obat-obat dari bahan alam dibagi menjadi 3 level yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan level tertinggi dimana telah dipersyaratkan adanya uji klinik terhadap obat bahan alam tersebut. Adanya uji tersebut dilakukan untuk memastikan khasiat serta keamanannya secara scientific. Uji klinik tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak mudah dilakukan. Sampai saat ini belum banyak tanaman yang telah diuji klinik. Salah satu tanaman yang telah diuji adalah seledri untuk hipertensi. Seledri diketahui mengandung senyawa aktif apigenin yang dapat menurunkan tekanan darah. Hipertensi adalah salah satu penyakit yang banyak diderita baik di Indonesia maupun di luar negeri. Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia. Sedangkan menurut Kartari (1988) melaporkan hasil survei populasi hipertensi pada berbagai daerah di Indonesia, dan hasilnya menunjukkan 68,4% termasuk hipertensi ringan diastolik (95- 104 mmHg) dan 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105- 129 mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). Mulai tahun 1995, saat batasan hipertensi berubah, mulai dilakukan penelitian berskala nasional, antara lain Susenas, Surkesnas, dan SKRT. Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil Survesi Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5% ( Anonim, 2007 )

Nama produk fitofarmaka yang mengandung seledri untuk hipertensi adalah Tensigard. Tensigard merupakan salah satu fitofarmaka yang cukup terkenal untuk mengatasi atau menurunkan tekanan darah (hipertensi). Komposisinya terdiri dari kumis-kucing (orthosiphon stamineus bent) dan seledri (apium graviolens). Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai uji klinik dari seledri dalam produk Tensigard meliputi deskripsi tanaman sampai cara uji klinik yang digunakan beserta cara analisis dan hasilnya.

PEMBAHASAN Tensigrad merupakan Tensigard merupakan salah satu fitofarmaka yang cukup terkenal untuk mengatasi atau menurunkan tekanan darah (hipertensi). Komposisinya terdiri dari kumis-kucing (orthosiphon stamineus bent) dan seledri (apium graviolens). Adapun deskripsi dari kedua tanaman ini adalah sebagai berikut: Seledri (Apium graveolens) Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Apiales Famili Spesies Nama daerah Di Sunda terkenal terkenal dengan nama saladri dan di Jawa terkenal dengan nama seledri Morfologi Batang : Tidak berkayu, beralus, beruas, bercabang, tegak, hijau pucat. Daun : Tipis majemuk, daun muda melebar atau meluas dari dasar, hijau mengkilat, segmen dengan hijau pucat, tangkai di semua atau kebayakan daun merupakan sarung. Daun bunga: Putih kehijauan atau putih kekuningan -3/4 mm panjangnya. Bunga : Tunggal, dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak yang tersembunyi, daun bunga putih kehijauan atau merah jambu pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk yang jelas,tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan atau berbatasan dengan tirai bunga. Tirai bunga: Tidak bertangkai atau dengan tangkai bunga tidak lebih dari 2 cm panjangnya. Buah : Panjangnya sekitar 3 mm, batang angular, berlekuk, sangat aromatik. Akar : Tebal : Apiaceae : Apium graveolens L. Genus : Apium

Habitat dan penyebaran Berasal dari Eropa Selatan, sekarang ada dimana-mana banyak ditanam orang untuk diambil daun, akar, dan buahnya. Kandungan kimia Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), isoquersetin, dan umbelliferon. Juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B. Kandungan asam-asam dalam minyak atsiri pada biji antara lain : asam-asam resin, asamasam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan isopimpinelin (Sudarsono dkk., 1996). Kegunaan dan khasiat Secara tradisional tanaman seledri diguanakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, dan penurun tekanan darah. Di samping itu digunakan pula untuk memperlancar keluarya air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan gout, juga digenakan sebagai anti kejang. Selebihnya daun dan batang seledri digunakan sebagai sayur dan lalap untuk penyedap masakan (Sudarsono, dkk, 1996). Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Lamiaceae Genus : Orthosiphon Spesies : Orthosiphon spp. Morfologi tanaman Kumis kucing termasuk terna tegak, pada bagian bawah berakar di bagian buku-bukunya dan tingginya mencapai 2 meter. Batang bersegi empat

agak beralur berbulu pendek atau gundul Helai daun berbentuk bundar atau lojong, lanset, bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya Ciri khas tanaman ada pada bagian bunga yang bersifat terminal yakni berupa tandan yang keluar dari ujung cabang dengan panjang 7-29 cm, ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian menjadi putih; gagang berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm. Habitat dan Penyebaran Cina: Cina - Fujian, Guangxi, Hainan, Yunnan,Asia Timur: Taiwan, Indo-Cina: Kamboja; Laos; Myanmar; Thailand; Vietnam, Indonesia; Malaysia; Papua Nugini; Filipina, Australia: Australia Queensland.

Kandungan Kimia 7,39,49-tri-O-methylluteolin,eupatorin, hydroxy-5,7,49-trimethoxyflavone, b sitosterol (Tezuka,dkk, 2000). Kegunaan dan Khasiat Kumis kucing bermanfaat untuk menanggulangi berbagai penyakit, misalnya penyakit batu ginjal, melancarkan pengeluaran urin, mengobati kantung kemih, reumatik dan menurunkan kadar glukosa darah.Selain bersifat diuretik, kumis kucing juga digunakan sebagai antibakteri (anonimb,2010). Daun kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai bahan obatobatan.Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untu pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis (anonimc, 2010) sinensetin, 5-hydroxy-6,7,39,49aurantiamide acetate, tetramethoxyflavone, salvigenin, ladanein, tetramethylscutellarein, 6vomifoliol, rosmarinic acid, caffeic acid, oleanolic acid, ursolic acid, betulinic acid, and

Metodologi Uji klinik Uji klinis dari daun sledri yang telah ada dilakukan bersamaan dengan kumis kucing sebagai penurun tekanan darah atau antihipertensi, dengan komposisi seledri 92 miligram (mg) dan kumis kucing 28 mg. Seledri mempunyai efek calcium antagonis dan kumis kucing mempunyai efek beta blocker di samping mempunyai efek diuretic yang dominan menurunkan tekanan darah tinggi. Uji klinik dilakukan di 10 kota besar di Indonesia selama rentang waktu 3 bulan yaitu sejak 3 Juli samapai 29 Oktober 2001. Rumah sakit yang ditunjuk ada 13 rumah sakit yaitu RS Harapan Kita, RS Jantung Harapan Kita, RSPAD Gatot Subroto, RS Pertamina, RSUP Cipto Mangunkusumo, RS Adam Malik, RSUP M Djamil, RS Wahidin Sudiro, RS Sanglah, RS Sanglah, RSUD Soetomo, RS Karyadi, RS Pupuk Kaltim, RS Hasan Sadikin dan RS Sardjito. Pada uji tersebut dibandingkan antara kemampuan produk dengan Amlodipin (obat modern berbahan kimia) yang selama ini merupakan antihipertensi pilihan dan banyak diresepkan (dipakai) di Indonesia. Uji klinik tersebut meliputi 282 pasien pria dan wanita berusia 25-75 tahun yang menderita hipertensi tingkat I dan II. Sementara itu, subjek uji klinis dibagi dua kelompok. Pertama, pasien yang diberi obat Amlodipin 1 x 5mg per hari. Sedangkan kelompok kedua, pasien mendapat obat fitofarmaka yang terbuat dari seledri dan kumis kucing (Tensigard) 3 x 1 kapsul per hari. Penelitian itu dilakukan dengan rancangan Randomized Triple Blind Control Study dengan lama 12 minggu. Uji statistik dilakukan untuk menilai perbedaan perubahan tekanan darah antar dua kelompok. Nilai dinyatakan berbeda makna bila p < 0.05. Demikian juga faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pemberian perlakuan. Selama penelitian dilakukan anamnesis pemeriksaan klinis oleh dokter dan perawat. Parameter yang diukur adalah tekanan darah sistolik maupun diastolik, kadar lipid plasma, kadar gula darah sebelum dan sesudah perlakuan serta kadar elektrolit tiap dua minggu perlakuan. Hasil uji klinik Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fitofarmaka Tensigard 3 kali 1 kapsul (250 mg) per hari selama dua belas minggu mampu menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik setara dengan farmakologik Amlodipin

1 kali 5 perhari. Tekanan darah sistolik masing-masing kelompok turun secara bertahap dari 153,26 +- 10,87 mmHg menjadi 131,72 +-13,63 mmHG yang diberi obat seledri dan kumis kucing. Selain itu tidak terjadi penurunan drastis atau hipotensi meski pengobatan terus dilakukan. Ini disebabkan karena seledri memiliki efek calcium antagonis dan kumis kucing punya efek beta blocker disamping efek diuretic yang setara dengan Amlodipin. Artinya, obat ini bisa digunakan untuk pemeliharaan agar tekanan darah stabil. Sifat calcium antagonis bekerja pada reseptor pembuluh darah dan akan memberi rasa rileks ( evieta, 2002 ). Pemberian Tensigard juga tidak mempengaruhi kadar elektrolit plasma, kadar lipid plasma maupun kadar gula darah. Sementara itu efek samping yang dicatat dalam uji klinis ini menunjukkan pemberian Tensigard berupa sakit kepala, nausea yang sama atau tidak berbeda bermakna dengan apa yang terjadi di kelompok farmakologi Amlodipin. Tidak ditemukan udem tibia maupun takikardi ataupun bradikardi di dua kelompok. Tercatat ada satu kasus TIA (Temporary Ischemic Attack) pada kelompok Amlodipin dan satu kasus Angina tak stabil yang teratasi dengan pengobatan nitrat pada kelompok Tensigard. Pada hasil uji klinik ini juga tidak ditemukan perbedaan yag bermakna pada parameter fungsi hati maupun ginjal (Gsianturi, 2002). Apabila dilihat dari pemaparan di atas, maka produk Tensigrad tersebut telah melalui uji Klinik fase keempat. Di mana dalam uji klinik tersebut, produk telah diteliti lebih lanjut mengenai efek samping penggunaannya dan telah dapat diperjual belikan kepada masyarakat. Tidak adanya efek samping yang berbahaya tersebut menunjukkan bahwa produk relatif aman apabila dijual kepada masyarakat. KESIMPULAN Tensigrad merupakan produk fitofarmaka yang terdiri atas 2 konstituen bahan alam yaitu, seledri (Apium graveolens) dan kumis kucing (Orthosiphon stamineus). Uji klinik dilakukan dengan rancangan Ramdomized Triple Blind Control Study dengan lama 12 minggu. . Uji tersebut meliputi 282 pasien pria dan wanita berusia 25-75 tahun yang menderita hipertensi tingkat I dan II, dengan pembanding amlodipin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fitofarmaka Tensigard 3 kali 1 kapsul (250

mg) per hari selama dua belas minggu mampu menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik setara dengan farmakologik Amlodipin 1 kali 5 perhari. Efek samping yang ditimbulkan berupa angina tak stabil yang dapat diatasi dengan pemberian nitrat. Sedangkan efek toksikologi pada ginjal dan hati tidak ditemukan secara bermakna. Produk ini dinyatakan telah lulus uji klinik dan dapat diperjual belikan kepada masyarakat sebgai fitofarmaka karena keamanannya terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2007, Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia, tersedia online: http://www.majalah-farmacia.com, diakses pada 10 oktober 2010, 21.00 WIB. Anonimb, 2010, Kumis Kucing, tersedia online: http//www.wikipedia.org. diakses pada 12 Oktober 2010,20.00 WIB Anonimc, 2010, Kumis kucing (Orthosiphon spp), tersedia online: http//www.google.com, diakses pada 12 oktober 2010, 20.00 WIB. Evieta, 2002, Obat Darah Tinggi Baru dari Jamu, tersedia online: http://www.infoanda.com, diakses pada 10 oktober 2010, 21.00 WIB. Gsianturi, 2002, Kumis Kucing dan Seledri untuk Hipertensi, tersedia online: , diakses pada 10 Oktober 2010, 21.00 WIB. Sudarsono, Pudjoanto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Drajad, M., Wibowo, S., dan Ngatidjan, 1996, Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, 44-52, Pusat Penelitian Obat Tradisional, UGM, Yogyakarta Tezuka, Yasuhiro, dkk, 2000, Constituents of the Vietnamese Medicinal Plant Orthosiphon stamineus, tersedia online: http//www.google.com, diakses pada 12 oktober 2010, 20.10 WIB

Anda mungkin juga menyukai