Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN PROGRAM AKSELERASI DAN NON-AKSELERASI DENGAN DERAJAT STRES PADA SISWA SMP 1 PURWOKERTO

I. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Jean Twenge, seorang professor psikologi yang memimpin penelitian di Universitas San Diego Amerika Serikat mengatakan bahwa makin banyak saja jumlah remaja yang mengalami gangguan kejiwaan dan depresi. Hal ini ditunjukan dengan hasil penelitiannya pada remaja AS, tingkat stresnya meningkat lima kali lipat dibanding remaja seusianya di negara lain (Associated Press, 2010). Menurut Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dr Warih Andan Puspitosari SpKJ sekitar 95 % kasus bunuh diri akibat mengalami gangguan jiwa dan umumnya di lakukan para remaja. Remaja merupakan usia produktif sehingga banyak tekanan atau hal-hal yang dapat menimbulkan stres. di Provinsi Guandong, China banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang berbadan kurus akibat stress karena belajar. Chen Guohua, siswa yang berusia 14 tahun dan belajar di klas II sekolah menengah pertama, mengatakan stres akibat pelajaran mempengaruhi nafsu makannya. Stress merupakan bagian dari kehidupan manusia dan tidak bisa dihindari yang bisa berdampak positif dan negative. Stress pada remaja dapat disebabkan karena tuntutan orang tua dan juga masyarakat. Tuntutan orang tua biasanya berkenaan dengan pendidikan dan prestasi belajar (Kemala, 2007). Pelajaran yang berat bisa menimbulkan stress pada anak, terutama anak yang mengikuti program akselerasi, karena dituntut untuk mendapat materi seefektif mungkin dalam jangka waktu belajar yang seefektif

mungkin. Hal ini yang membuat para siswa akselerasi mendapat tekanan akademis yang berat, karena jika mereka gagal mencapai target yang sudah disesuaikan maka mereka akan dipindahkan ke kelas regular. Program akselerasi di seluruh Indonesia tercatat sejumlah 228 sekolah yang terdiri 53 SD, 80 SMP, dan 95 SMA dengan jumlah peserta didik sebanyak 5.488 yang terdiri atas 472 peserta didik jenjang SD, 2.399 SMP, dan 2.617 jenjang SMA. Angka ini diprediksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 242 sekolah penyel enggara dengan jumlah peserta didik sejumlah 5.724 orang (fakhruddin, tanpa tahun). Pengertian akselerasi sendiri adalah suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional (regular). Karena perecepatan inilah yang menuntut siswa dalam kematangan social dan emosional serta penyesuaian diri karena mereka berbeda dari siswa biasanya (Irmaalanda, Dewi & Hastuti, 2007; Akbar &Hawadi, 2004). Siswa yang mengikuti program akselerasi dapat mengalami kematangan kognitif, namun tidak dengan social maupun emosionalnya (Evans, 1996). Ketidakmatangan social maupun emosional itu biasanya terjadi pada siswa smp, karena siswa smp berada pada masa remaja awal. Pada masa remaja awal, kondisi siswa masih belum stabil (Irvin, 1990) karena mereka sedang mengalami perkembangan fisik, emosional, dan secara psikososial mereka sedang mencari jati diri (santrock, 2005). Melihat banyaknya angka kejadian stress pada remaja dan juga program akselerasi yang sudah cukup banyak di Indonesia, maka peneliti tertarik meneliti tentang stress pada remaja yang dikaitkan dengan program akselerasi. B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan antara program akselerasi dan non akselerasi dengan derajat stress pada siswa smp? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara program akselerasi dan non akselerasi dengan derajat stress pada siswa smp? 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui program akselerasi dan non akselerasi b. Mengetahui derajat stress c. Mengetahui adakah pengaruh program akselerasi dan non akselerasi pada derajat stress siswa smp? D. Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan data ilmiah di bidang psikiatri tentang hubungan program akselerasi dan non akselerasi dengan derajat siswa smp/sma. B. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan pertimbangan bagi orang tua untuk memasukkan anak ke kelas akselerasi

II. A. Masa Remaja B. Karakteristik Siswa SMP C. Stres dan Stresor Stres

TINJAUAN PUSTAKA

Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres (Sriyati, 2008). Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang bisa mengganggu keseimbangan, bila tidak diatasi akan muncul gangguan badan ataupun gangguan jiwa. Setiap individu berlainan dalam penyesuaian diri terhadap stress, karena penilaian terhadap stress dan juga tuntutan terhadap individu berbeda. Faktor-faktor yang membedakan antara lain : umur, sex, kepribadian, inteligensi, emosi, status social dan pekerjaan (Maramis, 2005 ; Setyonegoro, 2005) Stresor Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan

kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sriyati, 2008). Ada dua jenis stresor yang diketahui, yaitu stresor biologik dan stresor psikologik, tetapi kebanyakan bersifat psiko-biologik. A. Stressor Biologik

1. Faktor genetika Predisposisi biologis yang menyebabkan stress adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Karakteristik biologis maupun mental, termasuk kekuatan dan kelemahannya dikontrol oleh instruksiinstruksi genetika tertentu. 2. Pengalaman hidup Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan dari mulai masa anak sampai masa dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stress pada diri individu. 3. Tidur Apabila kurang tidur atau tidurnya tidak nyenyak, akan berakibat kurang baik bagi dirinya

4. Diet Kekurangan nutrisi (malnutrisi) atau kelebihan nutrisi cenderung mempengaruhi proses metabolisme tubuh dan mengganggu kadar gula darah, sehingga menimbulkan stress. 5. Postur tubuh Postur yang kurang sempurna dapat mengganggu keberfungsian organ tubuh. Postur yang tidak sempurna berpengaruh kurang baik pada suasana psikologis dalam berhubungan social dengan orang lain. 6. Kelelahan (fatigue) Kelelahan adalah kondisi dimana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan untuk merespon stimulus. Kelelahan yang terus menerus dapat mengakibatkan gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan kekurang berfungsian postur untuk melakukan kegiatan. 7. Penyakit (disease) Penyakit merupakan gangguan fungsi atau struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah datangnya stressor. Semua penyakit mengganggu ritme biologis yang normal dan cenderung melahirkan kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, ketegangan otot, dan gangguan lainnya. 8. Adaptasi yang abnormal

Kemampuan beradaptasi merupakan satu ciri dari system organik. Adaptasi merupakan modifikasi sendiri untuk memperoleh yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dengan cara mengatasi kondisi-kondisi lingkungan. B. Faktor Psikologis Faktor psikologis diduga menjadi pemicu stress, diantaranya sebagai berikut: 1. Persepsi Faktor yang terlibat dalam persepsi adalah sistem pancaindera. Ingatan, motivasi, gen keturunan, dan interpretasi dari sinyal yang diterima oleh pancaindera bersatu membentuk persepsi. Jika kita dapat mengendalikan persepsi maka kita memilki kekuatan untuk mengendalikan sumber stress dengan yakin karena kebanyakan stress (executive stress) terjadi karena pengaruh apa yang kita lihat atau dengar. 2. Perasaan dan Emosi Emosi merupakan aspek psikologis yang komplek dari keadaan homeostatic yang normal (normal homeostatic state) yang berawal dari suatu stimulus psikologis. Tujuh macam emosi yang paling berkaitan dengan stress adalah: - Kecemasan (enxiety) Adalah suatu reaksi terhadap ancaman (threat) yang tidak menentu. Gejala kecemasan ini tampak pada perubahan fisik. Salh satu penyebab kecemasan adalah kesadaran akan kematian - Rasa bersalah dan rasa khawatir (guilt & worry)

Dapat dikategorikan sebagai kegelisahan dengan suatu ancaman yang jelas. Rasa bersalah berfokus pada kejadian yang telah terjadi sedangkan rasa cemas berfokus kepada kejadian yang masih diharapkan. Rasa bersalah dan cemas dapat menimbulkan stress. - Rasa takut (fear) Rasa takut berkaitan dengan kejadian yang akan terjadi. Rasa takut yang tidak terkendali dapat menuju kepada perilaku yang mengakibatkan stress. - marah (anger) marah adalah emosi yang kuat yang ditandai dengan adanya reaksi system syaraf yang akut. Menahan marah berarti menghambat siklus biologis yang secara normal berlangsung dalam tubuh, dan hal ini dapat menyebabkan frustasi, yang pada akhirnya mengalami stress. - Cemburu (jealousy) Cemburu adalah keinginan untuk menguasai, mengendalikan, atau memperbudak seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, tajut, gelisah, atau marah. - Kesedihan dan Kedukaan (loss and bereavement) Sedih adalah rasa sakit atau pilu yang diakibatkan adanya perubahan, seperti perubahan dalam hubungan pribadi, kemampuan diri, materi, perkembangan diri. Kesedihan atau rasa duka dapat menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stress. Tahapan Stres

Dr. Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut : Tahap I Tahap I merupakan tahap yang paling ringan, biasanya ditandai dengan : 1) 2) 3) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa

disadari cadangan energi semakin menipis. Tahap II Dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak cukup dikarenakan tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan pada stress tahap II antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Tahap III Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar Merasa mudah lelah sesudah makan siang Lekas merasa capai menjelang sore hari Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang Tidak bisa santai.

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan

maag(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare) 2) 3) 4) Ketegangan otot-otot semakin terasa Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur

(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia) 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit. Tahap IV Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) 2) Sulit bertahan sepanjang hari Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan

menjadi membosankan dan terasa lebih sulit 3) 4) 5) Kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan

6)

Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan

kegairahan 7) 8) Daya konsentrasi menurun Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa

penyebabnya. Tahap V Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan

psychological exhaustion) 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan

dan sederhana; 3) 4) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah

bingung dan panik. Tahap VI Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) 2) Debaran jantung teramat keras Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

3) 4)

Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau kolaps

(collapse). D. Program Akselerasi

E. Kerangka Pemikiran Penelitian Program Akselerasi Program NonAkselerasi Stressor biologik Stressor psikologis

Derajat Stress

Ringan

Sedang

Berat

F. Kerangka Konsep Penelitian

Program Akselerasi

DERAJAT STRESS

Program NonAkselerasi

Stressor Biologis : Faktor genetika Faktor Psikologis Persepsi Perasaan dan Emosi - Kecemasan (enxiety) - Rasa bersalah dan rasa khawatir (guilt & worry) - Rasa takut (fear) - marah (anger) - Cemburu (jealousy) - Kesedihan dan Kedukaan (loss and bereavement) Pengalaman hidup Tidur (istirahat) Diet Postur tubuh Kelelahan (fatigue) Penyakit (disease) Adaptasi yang abnormal

G. Hipotesis Pada penelitian ini diajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan antara program akselerasi dan non akselerasi terhadap derajat stress siswa smp 1 Purwokerto.

III. A. Rancangan Penelitian

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan studi cross-sectional untuk menilai derajat stress pada siswa smp 1 Purwokerto yang mengikuti program akselerasi dan non akselerasi (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). B. Populasi dan Sampel a. Populasi Target Seluruh siswa SMP Negeri 1 Purwokerto b. Populasi Terjangkau Siswa akselerasi dan non-akselerasi SMP Negeri 1 Purwokerto c. Populasi yang Diinginkan Siswa akselerasi kelas 1 dan non-akselerasi kelas 1 SMP Negeri 1 Purwokerto d. Sampel Kriteria inklusi : Siswa sehat kelas 1 tahun ajaran 2009/2010 SMP Negeri 1 Purwokerto. Kriteria Eksklusi : Siswa yang mempunyai masalah dengan selain pendidikan dan siswa yang menolak penelitian. C. Variabel Penelitian Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah : a. Variabel Independen : Program akselerasi dan non-akselerasi di SMP Negeri 1 Purwokerto. b. Variabel Dependen : Derajat stress pada siswa SMP Negeri 1 Purwokerto c. Variabel Confounding : Faktor Stress Biologis dan Psikologis

D. Definisi Operasional Variable 1. Program Akselerasi Salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Akbar dan Hawani, 2004). Program akselerasi (percepatan) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program kelas khusus yang diadakan SMP Negeri 1 Purwokerto dimana siswa di kelas tersebut dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih cepat, yaitu percepatan waktu belajar siswa SMP yang semula ditempuh selama tiga tahun menjadi hanya dua tahun. 2. Derajat Stres Derajat stres yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat gangguan mental dan emosional siswa SMP Negeri 1 Purwokerto yang menunjukkan tingkat stresor pendidikan di SMP Negeri 1 Purwokerto sehingga mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Derajat stres dikategorikan menjadi ringan, sedang dan berat. 3. Siswa SMP Definisi siswa SMP yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang sedang menuntut ilmu di SMP Negeri 1 Purwokerto. Akbar, Reni dan Hawari. 2004. Akselerasi. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. E. Pengumpulan Data a. Alat Pengumpulan Data

1. Instrumen L-MMPI 2. Instrumen SRRS b. Ujicoba Alat Pengumpulan Data c. Cara Pengumpulan Data : pengisian kuisioner F. Tata Urutan Kerja a. Tahap Persiapan b. Tahap Pelaksanaan Penelitian c. Pengolahan dan Analisis Data d. Pembuatan Laporan dan Presentasi G. Analisis Data Uji statistik menggunakan program SPSS. Analisis data yang digunakan meliputi : 1. Analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui karekteristik dari sampel yang akan diteliti. 2. Analisis Bivariat yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Pemilihan analisis ini berdasarkan masalah penelitian, yaitu analitik komparatif kategorikal tidak berpasangan dengan menggunakan metode Chi square. H. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu Tempat : : Sekolah Menengah Pertama 1 Purwokerto

I. Jadwal Penelitian

Penarasian besar sample dan cara pengambilan sample

Derajat stress, Siswa SMP, akselerasi (Definisi oprasional) Pengumpulan data (alat pengumpulan data, uji alat pengumpulan data) Analisis data skala

Anda mungkin juga menyukai