Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012

40

PENGARUH FILLER SERAT PISANG ABAKA TERHADAP KEKUATAN BENDING PADA BIOKOMPOSIT DENGAN MATRIK BERBASIS UBI KAYU

Fatikh Catur Wahyudi Agung Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Kediri fatikh.c@gmail.com Abstra k Diantara permasalahan lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah mengenai limbah kemasan dari plastik. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan biokomposit. Ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi, diantaranya adalah sebagai biokomposit bahan kemasan bersifat degradable. Penelitian ini mengkaji secara eksperimental pengaruh penggunaan filler serat pisang abaka terhadap kekuatan bending pada biokomposit dengan matrik berbasis ubi kayu. Material biokomposit ini dibuat dari tepung tapioka dan serat pisang abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 % dari fraksi volume biokomposit tersebut. Filler yang digunakan dalam berbagai variasi, mulai 10 %, 20%, 30%, 40% dan 50% dari fraksi volume biokomposit. Uji bending dilakukan menggunakan Computer System Universal TIME / WDW - 20 E. Hasil pengujian bending biokomposit menunjukkan ada perbedaan kekuatan pada penggunaan variasi filler. Pada filler 10% kekuatan 7,5 Mpa, 20% kekuatan 13,5 Mpa, 30% kekuatan 16,5 Mpa, 40% kekuatan 21 Mpa, 50% kekuatan 30 MPa. Kata kunci: Biokomposit, filler serat pisang abaka, matrik berbasis ubi kayu, kekuatan bending.

PENDAHULUAN Salah satu permasalahan mengenai lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya adalah mengenai limbah plastik [1]. Solusi yang ditawarkan yaitu penggunaan biomaterial. Salah satu biomaterial yang dikembangkan para ilmuwan adalah biokomposit. Komposit mempunyai sifatsifat yang unggul dibandingkan dengan material lain, seperti rasio antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi, kaku, proses pembuatannya sangat sederhana serta tahan terhadap korosi dan beban lelah [3]. Material komposit adalah material yang dibuat dengan kombinasi dua atau lebih material berbeda yang digabung atau ISSN 22524444

dicampur secara makroskopik untuk membentuk material yang bermanfaat, dengan syarat

terjadi ikatan antara kedua material 2012 tersebut [4]. Pada umumnya komposit terdiri dari bahan yang disebut matrik dan filler atau bahan penguat. Bahan matrik dapat berupa logam, keramik, karbon dan polimer. Matrik dalam komposit berfungsi sebagai perekat serta mendistribusikan beban kedalam seluruh material penguat komposit. Sifat matrik biasanya ulet (ductile). Bahan penguat dalam komposit berfungsi sebagai penahan beban yang diterima oleh material komposit. Sifat bahan penguat biasanya kaku dan tangguh. Sedangkan bahan penguat yang umum digunakan selama ini adalah serat karbon, serat gelas, dan keramik.

Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 1, Tahun

41

ISSN 22524444

TINJAUAN PUSTAKA Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman pangan dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasepe. Pemanfaatan ubi kayu masih terbatas untuk pangan, sebagian besar diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati, tepung ubi kayu, gaplek dan chips. Padahal ubi kayu memiliki potensi yang besar untuk Potensi ubi kayu untuk produk nonpangan diantaranya adalah sebagai kemasan plastik biodegradable [1]. Pisang abaka (Musa textilis Nee), sering disebut sebagai abaka, merupakan tanaman penghasil serat. Aplikasi dari serat ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut [5]. Serat abaka juga digunakan sebagai bahan baku tekstil pengganti serat kapas, jok kursi, kerajinan tangan berupa dompet dan tas, serta pengganti asbes yang lebih sehat [6]. Melihat beberapa kelebihan dari serat pisang abaka dan Ubi kayu serta kebutuhan akan material baru yang ramah lingkungan, penulis merencanakan material biokomposit dengan serat pisang abaka digunakan sebagai bahan penguat (filler) pada matrik pati Ubi Kayu (Tapioka). Dari penelitian ini diharapkan ditemukan material biokomposit baru yang dapat memenuhi kebutuhan bahan dan utamanya ramah terhadap lingkungan. Matrik yang digunakan adalah Pati berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta) berbentuk kristal, yang dicampur dengan Gliserol sebesar 20%. Gliserol merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3propanetriol. Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut :
CH2OH I CHOH I CH2OH

per 100 gram bahan [7]

Tabel 1 Komposisi kimia ubi kayu


No. Komponen Ubi Kayu Ubi Kayu Kuning

1 2 3 4 5

Kalori (kkal) Protein (gram) Lemak(gram) Karbohidrat(gram) Air(gram)

146.00 0.80 0.30 34.70 62.50

157.00 0.80 0.30 34.90 60.00

Bahan filler digunakan dari serat pisang abaka (Musa textillis Nee), merupakan tumbuhan yang termasuk alam famili Musaceae yang berasal dari Filipina yang telah dikenal dan telah dikembangkan sejak tahun 1519 [8].

Gambar 1 Wujud alami serat pisang abaka [9]. Sedangkan dimensi dan sifat-sifat mekanik dari serat pisang abaka adalah sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini: Tabel 2 Dimensi dari serat pisang abaka [10]
Fiber Length (cm) 200 or more Diameter (mm) 0.01-0.28 Cell Legth (mm) 3-12 Cell width (m) Range 6-46 Mean 9.9

Abac a

Tabel 3 Sifat-sifat mekanik dari serat pisang abaka [10]


Fiber Density (gr/cc) Extaens i on at brea k (%) 0.01-0.28 Tensile Strenght (Mpa) 3-12 Young Modulus (Gpa)

Abac a

200 or more

6-46

9.9

METODOLOGI Penelitian yang akan dilaksanakan adalah true experimental research yang dibagi dalam beberapa tahapan, antara lain : 1. Studi Literatur Studi literatur disini menitikberatkan pada teori teori tentang pengetahuan bahan material komposit,

tepung ubi kayu (tapioka) sebagai polimer organik dan serat pisang abaka. Studi literatur dilaksanakan di Jurusan Mesin Universitas Brawijaya, di laboratorium kimia tanah Jurusan Tanah Universitas Brawijaya dan internet. 2. Studi Lapangan Studi lapangan lebih difokuskan untuk memperoleh bahan-bahanyang dibutuhkan dalam penelitian. Kegiatan dalam studi lapangan: Pengambilan serat pisang abaka. Melihat proses ekstraksi dan pengeringan serat pisang abaka. 3. Pembuatan dan pengujian spesimen biokomposit. Pengujian spesimen 1. Pengujian kekuatan bending Pada perlakuan uji bending bagian atas spesimen mengalami penekanan dan bagian bawah mengalami tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik dan shear stress yang terjadi pada core. Bentuk Spesimen uji bending komposit mengacu pada standar ASTM C393, dimana mempunyai dimensi panjang (P) = 100 mm dan lebar (L) = 30 mm, sedangkan tebal (t) spesimen ditentukan 2 mm.

Pada perhitungan kekuatan bending ini, digunakan persamaan yang ada pada standar ASTM D790, yaitu:

3PL
S=

2bd

(1)

dengan, S = Tegangan bending (MPa) P = Beban /Load (N) L = Panjang Span / Support span (mm) b = Lebar/ Width (mm) d = Tebal / Depth (mm) Pengujian dilakukan three point bending. Kekuatan bending pada sisi bagian atas sama nilai dengan kekuatan bending pada sisi bagian bawah.

Gambar 3 Pemasangan benda uji [3].

Gambar 2 Spesimen uji bending.

Mesin uji bendingdigunakan untuk mengukur kekuatan bending spesimen adalah Computer System Universal TIME / WDW - 20 E, dengan spesifikasi display metode by computer, load range (500 kN), max. space (490 mm), grips for plate (50 x 80 mm) dan accuracy (1 %).

Gambar 4 Mesin Uji Bending. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Uji bending

Gambar 5 Spesimen uji bending. Tabel 4 Data perhitungan hasil uji Bending

filler 40%, perbesar an 4x. Berdasarkan foto makro (gambar 7) terlihat pada spesimen biokomposit terdapat fiber pull out yang cukup banyak. Penampang Gambar 6 Tegangan bending ratarata pada berbagai fraksi volume serat Dari tabel perhitungan diatas menunjukkan adanya peningkatan kekuatan bending seiring dengan peningkatan prosentase fraksi volume serat pisang abaka sebagai filler. Nilai tegangan bending meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi volume serat. Hal ini terjadi karena semakin besar fraksi volume, maka jumlah serat semakin banyak sehingga beban yang diterima oleh masingmasing serat lebih kecil. Dengan jumlah serat yang banyak maka berarti juga matrik mendapat dukungan yang lebih besar dari serat sehingga dapat menyebabkan matrik tidak mudah mengalami retak. Dari grafik di atas, tampak bahwa nilai tegangan bending tertinggi adalah sebesar 30 Mpa yang diperoleh pada fraksi volume 50%. Foto Makro Kegagalan Uji Bending

Gambar 7 Kegagalan bending pada biokomposit dengan

yang patah menunjukkan ikatan yang terjadi antara serat dengan matrik tidak kuat. Fiber pull out menyebabkan kekuatan komposit rendah dikarenakan matrik akan mengalami patah terlebih dulu apabila dikenai pembebanan, mengingat sifat matrik yang getas.Ikatan yang kuat antara serat dan matrik ditunjukkan dengan patahan biokomposit secara merata pada permukaannya dengan tidak muncul adanya serabut-serabut serat. KESIMPULAN Variasi penggunaan serat berpengaruh terhadap kekuatan bending material. Peningkatan kekuatan bending tertinggi terjadi pada penggunaan serat 40% ke 50%, tercatat kekuatan bendingnya dari 21 MPa menjadi 30 MPa. Dengan demikian terjadi kenaikan 42,9 %. DAFTAR PUSTAKA [1] Tegar, T., 2008. Pengembangan Poly Lactic Acid Sebagai Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Ubi Kayu (Manihot Esculenta). Karya tulis Beswan Djarum. [3] Rusmiyatno, F. 2007. Pengaruh fraksi volume serat terhadap kekuatan tarik dan kekuatan bending komposit nylon/epoxy resin serat pendek random. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. [4] Widyastuti, Pengaruh pelapisan HNO3 terhadap sifat Mekanik Komposit Lamina Isotropik Al/Al2O3-Al/SiC, Laporan penelitian HB, 2006. [5] Dempsey, J.M. 1963. Long Vegetable Fiber Developmentin South Vietnam and other AsianCountries. Overseas Mission, Saigon, p : 157-162. [6] Sudjendro. 1999. Abaca (Musa textilis Nee) : Potensi, pola pengembangan dan Masalahnya. Warta Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 5 No.3 Desember 1999. [7] Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Bharata: Jakarta. [8] Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa Textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba XXIV (222) :31-37. [9] Kaskus. 2010. Serat pisang (Abaca "MusaTextilisNee").http://www.kaskus. uswthread. php? t=1285300, 2605-2010. [10] Lewin, M. 2007. Fiber Chemistry. Taylor and Francis group. Boca RatonLondon-New York.

Anda mungkin juga menyukai