Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Masalah

Visi Pembangunan Nasional yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004 – 2009 adalah: (1)

Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman,

bersatu, rukun dan damai; (2) Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan

Negara yang menjunjung tinggi hokum, kesetaraan, dan hak asasi

manusia, serta (3) Terwujudnya perekonomian yang mampu

menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta

memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang

berkelanjutan.

Selanjutnya berdasarkan visi pembangunan nasional tersebut

ditetapkan 3 (tiga) Misi Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009,

yaitu (1) mewujudkan Indonesia yang aman dan damai (2)

mewujudkan Indonesia yang adil dan demokretis (3) mewujudkan

Indonesia yang sejahtera.

Kesejahteraan Indonesia harus dimulai dari kesejahteraan

masyarakat pedesaan sebagai ujung tombak dari pemerintahan itu

sendiri, kesejahteraan disini dapat dilihat dari bagaimana penduduk

desa bias melakukan transaksi perekonomian dasar seperti

mencukupi kebutuhan hidup pokok seperti makan dan minum yang

mudah dan cepat.

1
Berdasarkan hal terurai di atas dan dalam rangka kuliah kerja nyata

sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, Sekolah Tinggi

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia

( STKIP – PGRI) Sukabumi, penulis tertarik untuk menulis laporan

dengan tema: “ penanaman padi unggul jenis hibrida sebagai

upaya peningkatan ketahanan pangan desa”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan deskripsi masalah yang telah diuraikan di atas, maka

berikut ini penulis mengidentifikasi masalah yang ada di Desa

Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana upaya peningkatan penanaman padi unggul jenis

hibrida di desa Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten

Sukabumi ?

2. Bagaimana kondisi penanaman padi unggul jenis hibrida di Desa

Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi ?

3. Bagaimana kualitas, pemerataan dan keterjangkauan penanaman

padi unggul jenis hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi ?

4. Bagaimana dukungan pemabangunan bidang penanaman padi

unggul jenis hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi ?

1.3 Pembatasan Masalah

2
Masalah yang ada dalam pembangunan khususnya bidang

penanaman padi unggul jenis hibrida dii Desa Cikembar Kecamatan

Cikembar Kabupaten Sukabumi sangatlah kompleks, dengan tujuan

untuk memfokuskan laporan kegiatan ini, maka penulis membatasi

masalah yang akan ditulis dalam laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana upaya peningkatan penanaman padi unggul jenis

hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten

Sukabumi ?

2. Faktor apa saja yang mendukung peningkatan penanaman padi

unggul jenis hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi ?

3. Faktor apa saja yang menghambat peningkatan penanaman padi

unggul jenis hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi ?

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

Harapan untuk mencapai swasembada beras kini diperkuat oleh tersedianya

padi verietas hibrida yang mulai diperkenalkan ke petani sejak dua tahun

terakhir. Dengan menanam padi hibrida diharapkan peningkatan produksi

beras nasional tidak memerlukan investasi untuk peluasan lahan sawah

yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun

lingkungan. Pemerintah telah memfasilitasi pengembangan areal

penanaman hibrida dengan pelepasan beberapa varietas hibrida baru,

bantuan benih hibrida untuk petani, dan ijin impor benih padi hibrida dari luar

negeri. Pengusaha benih padi juga telah mulai bergerak untuk menyediakan

benih hibrida yang dijual dengan harga antara Rp 35.000/kg hingga Rp

50.000/kg.

Teknologi benih hibrida sebenarnya bukan hal baru bagi petani dan pembina

pertanian Indonesia, tetapi dalam hal hibrida padi, nampaknya diperlukan

pemahaman yang lebih spesifik. Di Indonesia benih hibrida telah lama

ditanam petani pada komoditas jagung, cabe, tomat, mentimun, melon,

semangka, dan bahkan kelapa sawit dan kelapa. Benih hibrida pertama kali

diperkenalkan kepada petani di Amerika Serikat pada tahun 1920 untuk

tanaman jagung. Sejak tahun 1950-an seluruh tanaman jagung di Amerika

Serikat telah menggunakan benih hibrida dan produktivitasnya meningkat

100% mencapai 9-11 t/ha biji kering. Di Indonesia benih jagung hibrida mula-

mula diperkenalkan kepada petani oleh Peneliti Balai Penelitian Tanaman

Pangan Malang pada tahun 1984. Tahuntahun selanjutnya perusahaan benih

jagung swasta mengambil alih kegiatan tersebut dengan kontek pemasaran

benih jagung hibrida. Diperlukan waktu sekitar 8-10 tahun untuk meyakinkan

4
petani bahwa benih jagung hibrida (yang harganya lima-enam kali lipat harga

benih jagung non hibrida), lebih menguntungkan karena produktivitasnya

yang tinggi. Kini setelah dua puluh tiga tahun sejak hibrida jagung

diperkenalkan kepada petani, baru sekitar 30% luas areal jagung di

Indonesia menggunakan benih jagung hibrida.

Pada tanaman jagung, kenaikan produktivitas hibrida atas hasil jagung non-

hibrida produktivitasnya mencapai 4 t/ha biji kering, jagung varietas hibrida

dapat mencapai 7-8 t/ha biji kering. Beda hasil antara varietas hibrida

dengan hasil varietas non-hibrida tersebut disebut sebagai tingkat heterosis

dari hibrida. Jadi pada tanaman jagung hibrida tingkat heterosisnya dapat

mencapai 75 hingga 100%. Tingkat heterosis hibrida jagung yang tinggi

tersebutlah yang menjadi alasan diadopsinya benih hibrida oleh petani,

walaupun harga benihnya jauh lebih mahal dibandingkan benih jagung non-

hibrida.

2.1 Heterosis pada Hibrida Padi

Tanaman padi secara alamiah penyerbukan bunganya berbeda sekali

dengan tanaman jagung. Tanaman padi dalam membentuk gabah (biji)

bunganya menyerbuk sendiri (self pollination), sedangkan tanaman jagung

bunganya menyerbuk silang (cross pollination). Perbedaan cara

penyerbukan tersebut sangat mempengaruhi konstruksi susunan genetis

tanaman yang bersangkutan. Pada tanaman yang bunganya menyerbuk

sendiri seperti pada padi, seluruh pasangan gen-gennya menjadi sama-

sepadan atau dalam istilah genetik disebut homozigot. Dalam pemberian

kode genetik tanaman homozigot setiap pasangan gennya dilambangkan

dengan kode huruf yang sama, misalnya: AA, BB, dan seterusnya. Pada

5
tanaman yang bunganya menyerbuk silang seperti pada jagung, hamper

seluruh pasangan gen-gennya tidak sepadan atau disebut heterozigot, yang

dikodekan oleh huruf yang tidak sepadan, misalnya Aa; Bb; dan seterusnya.

Pada tanaman jagung non hibrida ternyata masih terdapat juga pasangan

gen-gen yang sepadan, misalkan kk; MM; dan seterusnya.

Teknologi hirida adalah upaya manusia untuk merekonstruksi seluruh

pasangan gen pada tanaman menjadi heterozigot, dengan jalan membuat

benih berasal dari persilangan. Dampak dari seluruh pasangan gen-gen

yang heterozigot tersebut adalah timbulnya gejala heterosis, yaitu

produktivitas tanaman hibrida melebihi produktivitas varietas non-hibrida

(Pengertian ini sedikit disederhanakan, tetapi esensinya tetap benar).

Tanaman padi yang secara alamiah memiliki konstruksi gen-gen homozigot

nampaknya telah melakukan adaptasi, bahwa tanaman homozigot

produktivitasnya cukup tinggi, dan konstruksi heterozigot kurang dapat

memacu timbulnya gejala heterosis yang terlalu tinggi, seperti pada

tanaman jagung. Hal ini bermakna, bahwa hibrida padi perbedaan hasilnya

tidak lebih banyak secara menyolok dibandingkan hasil non-hibrida.

Informasi umum tingkat heterosis pada padi hibrida adalah 15-20%, tetapi

tidak dapat dianggap sebagai angka pasti. Itu berarti, kadang lebih kecil,

kadang bisa lebih tinggi dari 15-20%. Sebagai gambaran, produksi rata-rata

padi hibrida di negara-negara asia (minus China) adalah 6,2 t/ha gabah

kering, dan di China 7,3 t/ha gabah kering.

Produksi per ha hibrida IRRI di Philipina 7,2 t/ha dengan tingkat heterosis

9,4%, dan calon hibrida padi terbaik produktivitasnya 8,7 t/ha gabah kering

berdasarkan konversi hasil plot 10 m2 menjadi ton/ha, dengan tingkat


6
heterosis antara 10% sampai 20%. Hasil percobaan padi hibrida di Indonesia

yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian

Padi Sukamandi adalah 6 sampai 9 ton/ha gabah kering. Dari data tersebut

terlihat bahwa tingkat heterosis padi hibrida tidak terlalu tinggi, dan

produktivitasnya pun tidak sangat mengagumkan, karena varietas unggul

non-hibrida pun dapat menghasilkan 7-9 ton per ha gabah kering.

2.2 Perkembangan Luas Areal Padi Hibrida

Di luar China, perkembangan luas areal padi hibrida dapat dikatakan lambat.

Sejak diperkenalkan pada tahun 1995-1996, total luas padi hibrida di tujuh

negara asia (India, Vietnam, Bangladesh, Mesir, Myanmar, Philippina dan

Indonesia) baru mecapai sekitar 2 juta ha, atau kurang dari 2,5% dari total

luasan tanaman padi seluas 85,4 juta ha. Di China, yang telah menanam

padi hibrida sejak tahun 1980-an arealnya konstan 15 juta ha, atau hanya

50% dari total luasan tanaman padi di China.

Memang, adopsi teknologi selalu memakan waktu yang cukup lama. Namun

khusus untuk padi hibrida nampaknya terdapat hambatan adopsi teknologi

yang cukup banyak, antara lain:

1. Harga benih hibrida delapan kali lebih mahal dari harga benih non-

hibrida, dinilai sangat mahal oleh petani,

2. Tingkat heterosis hibrida padi tidak terlalu besar, tidak pasti, dan

produktivitasnya tidak jauh berbeda dengan varietas unggul padi non-

hibrida,

3. Peka terhadap hama-penyakit, menjadikan lebih riskan terhadap

gagal panen,

4. Benih tidak selalu tersedia pada saat musim tanam, dan

7
5. Petani kemungkinan belum memahami teknologi penanaman padi

hibrida. Petani pada umumnya akan ikut mengadopsi teknologi baru

setelah mereka yakin manfaat dan keuntungan dari teknologi baru.

Dari sisi penyediaan benih hibrida, perusahaan benih juga masih

menemui banyak masalah, seperti

a. produksi benih per ha masih rendah, baru memperoleh

sekitar 1 ton/ha benih sehingga harga jual benih harus

mahal,

b. sistem produksi benih hibrida masih menggunakan tiga

tetua (disebut tetua: mandul jantan, perawat, dan pemulih

kesuburan), yang menjadikan proses perbanyakan benih

rumit, makan banyak tenaga dan rawan terjadi campuran,

c. lokasi penangkaran benih yang terisolasi sulit diperoleh.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 ANALISIS POTENSI MASYARAKAT

Berdasarkan data yang ada, berikut penulis sajikan table data

cocok tanam berdasarkan jenis tanaman yang di pilih di Desa

Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi:

Tabel 1

Data cocok tanam

Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi


No Jenis Jumlah/ha Presentase
1 Padi hibrida 7.000 70
2 Palawija 3.000 30
Total 10.000 100

Sumber : Profil Desa Cikembar Kecamatan Cikembar Kabupaten

Sukabumi

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa perbandingan petani

yang bercocok tanam padi hibrida dengan jenis tanaman palawija

7:3

Dari paparan data dalam bentuk table 1, maka untuk memperjelas

analisis, penulis sajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

9
Grafik 1

Data Penduduk

Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

8000
7000
6000
5000
4000 Tanaman
3000
2000
1000
0
Padi Palawija

3.2 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan hasil analisis maka untuk menjawab masalah yang

teridentifikasi, maka ditetapkan alternative sasaran pembangunan di

bidang cocok tanam sebagai berikut:

1. Berkurangnya angka gagal panen;

2. Terdapat kenaikan yang signifikan produksi pangan;

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan untuk

mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas penanaman padi hibrida

10
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga penanaman padi

hibrida

3. Pengembangan system jaminan penanaman padi hibrida

terutama bagi penduduk miskin

4. Peningkatan sosialisasi penanaman padi hibrida

5. Peningkatan pendidikan penanaman padi hibrida pada masyarakat

sejak usia dini

6. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas penanaman padi

hibrida .

3.3 PEMILIHAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Sebagai langkah alternative dalam pemecahan masalah pembangunan di

bidang penanaman padi hibrida di Desa Cikembar Kecamatan Cikembar

Kabupaten Sukabumi maka penulis sajikan beberapa alternative pemecahan

masalah yaitu:

1. Program lingkungan sehat;

2. Program upaya penanaman padi hibrida ;

3. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit;

4. Program perbaikan giji masyarakat;

5. Program sumber daya manusia;

6. Program pengawasan obat dan insektisida;

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN

11
Memperhatikan berbagai hal tentang penanaman padi jenis hibrida

tersebut, nampaknya kontribusi kenaikan produksi dari penanaman padi

hibrida relatif masih sempit. Seperti pada pengenalan teknologi baru

lainnya, padi hibrida mungkin memerlukan tiga-empat tahun untuk dapat

di”evaluasi” oleh petani. Apabila pada tiga-empat tahun padi hibrida

ternyata memberikan keuntungan nyata, petani akan mengadopsinya,

seperti halnya hibrida jagung. Jadi kita musti sedikit bersabar dalam

mengharapkan berkah dari padi hibrida.

4.2 SARAN-SRAN

Saran-saran kepada pemerintah

Pada kenyataannya program-program peningkatan produksi pangan desa

terpisah dari program lainnya. Sudah waktunya peningkatan produksi

pangan desa ditempatkan pada program pemerintah secara utuh.

Untuk meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan produksi pangan

desa , disarankan kepada pemerintah melalui departemen pertanian dan

dinas pertanian pemerintah kota/kabupaten agar menetapkan masalah

peningkatan produksi pangan desa sebagai salah satu prioritas program

serta mengalokasikan anggaran terutama untuk program promotif dan

preventif. Peningkatan jenis dan kualitas peningkatan produksi pangan desa

juga sudah merupakan kebutuhan mendesak.

Saran kepada para

praktisi

Mengingat luasnya dampak peningkatan produksi pangan desa kualitas

hidup, disarankan agar para praktisi menyosialisasikannya pada kelompok

profesi lain agar ikut berperan meningkatkan kualitas hidup melalui tindakan

pencegahan dan memotivasi penduduk melakukan pemeliharaan

12
peningkatan produksi pangan desa secara teratur sebagai kontribusi nyata

profesi ini bagi masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

11. Malvin E. Ring. Dentistry and Illustrated History. Princeton. The C.V.
Mosby Company. 1985: 1-18.
22. Newbrun E. Cariology. 2nd . Baltimore. Williams & Wilkins. 1983. hal. 1-3,
17-19, 86-88.
33. Greene J.C. General Principles of Epidemiology and Methods for
Measuring of Periodontal Disease dalam Genco R.J. Goldman H.M. Cohen
D.W. Contemporary Periodontics. Baltimore. The C.V. Mosby Company.
1990: 101-2

13
44. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001:
Studi Morbiditas dan Disabilitas. Dalam SURKESNAS. Jakarta. 2002: 16.
55. Hunter J.M. Arbona SI. The Tooh as a Marker of Developing World
Quality of Life: A Field Study in Guatemala. Soc. Sci. Med. 1995; 41(9):1217-
40.
66. World Health Organization. Oral Health Unit. Oral Disease: Prevention is
Better than Cure. World Health Day. Switzerland. Dalam Kumpulan Makalah
Seminar Sehari dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional. Jakarta. 1997.
77. Samuel S. Bender IB.The Dental Pulp Biologic Considerations in Dental
Procedures. 3rd ed. Philadelphia. J.B. Lippincott. 1984: 173-177.
88. Carranza F.A. Newman M.G. Takei H.H. Clinical Periodontology. 9th ed.
Philadelphia. J.B. W.B. Saunders Company. 2002.
99. Axelsson P. Sweden K. Diagnosis and Risk Prediction of Dental Caries.
Vol.2 Chicago. Quintessence Publishing Co. Inc. 2000: 1,2,17.
1010. Nield J.S. Wilmann D.E. Foundation of Periodontics for Dental
Hygienist. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkin. 2003: 54-60.
111. Bowling A. Measuring Helath A Review of Life Assesment: evelopment
and General Psychometric Properties. Soc. Sci. Med. 1998; 46(12):1569-85.
212. Helen C.G. Kathryn A. Atchison and Michell D. Conceptualizing Oral
Health and Oral Health Related Quality of Life. Soc. Sci. Med. 1997;
44(5):601-608.
313. Ebrahim S. Clinical and Public Health Perspectives and Application of
Health Related Quality of Life Measurement. Soc. Sci. Med.
1995;41(10):1383-94.
414. Bowling A. What Things are Important in People’s Life? A Survey of the
Public Judgement to Informs Scales of Health Related Quality of Life. Soc.
Sci. Med. 1995; 10: 1447-1462.
515. Sampoerna D. Membina Kesehatan Bangsa Paradigma Pembangunan
Kesehatan Menjawab Tantangan PJP II. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta. FKM UI. 1994: 5-6,38 .
616. Locker D. Health Outcomes of Oral Disorders. Int. J. Epidemiol. 1995;
24 Suppl 1: S85-9.
717. Slade G.D. Strauss R.P. Atchison K.A. Kressin N.R. Locker D. Reisine
S.T. Conference Summary: Assesing of Oral Health Outcomes-Measuring
Health Status and Quality of Life. Community Dent Health. 1988; 15(1): 3-7.
818. Locker D. Slade G. Oral Health and The Quality of Life Among Older
Adults: The Oral Impact Profile. J. Can Dent Assoc. 1993;59(10):830-3, 837-
8,84.
919. Slade G.D. Spencer A.J. Development and Evaluation of The Oral
Health Impact Profile. Community Dental Health. 1994; 11:3-11.
1020. Gilbert G.H. Duncan R.P. Dolan T.A. Vogel W.B. Oral Disadvantage
Among Dentate Adults. Community Dent Oral Epidemiol. 1997; 25:301-13.
1121. Nurmala Situmorang. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal
Terhadap Kualitas Hidup. Majalah Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga. Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV, 2005. ISSN
0852-9027. Hal. 359-364.
122. Nurmala Situmorang. Perilaku Pencarian Pengobatan dan
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pengunjung Poliklinik Gigi Puskesmas di Dua
Kecamatan Kota Medan. Dentika Dental Journal Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara. Vol. 10. No. 1. Juli 2005.
223. Nurmala Situmorang. Persepsi Ibu-Ibu Rumah Tangga Mengenai
Penyakit Karies Gigi dan Hubungannya Dengan Perilaku Pencarian
Pengobatan Profesional. Majalah Kumpulan Makalah Ilmiah KPPIKG X/1994
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. ISBN: 978- 8182-04.9.

14
324. Nurmala Situmorang. Periodontal Conditions and Oral Health Behavior
in 15-65-YR-Old In Medan Municipality. The International Journal of Oral
Health (abs). Vol.1.December 2004: 1-58 .
425. Esther Rotiur Hutagalung. Laporan Penelitian Kepuasan Pasien
Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poliklinik Gigi Puskesmas
Teladan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
2005.
526. Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.2003:24-28.

LAMPIRAN – LAMPIRAN

1. Surat keterangan KKN

2. Biodata peserta KKN

3. Buku tamu KKN

4. Daftar hadir peserta KKN per hari

5. Daftar hadir peserta KKN selama KKN

6. Buku tamu anting

7. Peta wilayah Desa Cikembar

8. Peta pemerintahan Desa Cikembar

9. Peta lokasi sarana pendidikan

15
10. Peta lokasi sarana kesehatan

11. Peta lokasi pusat ekonomi

12. Peta lokasi kecamatan cikembar

13. Contoh undangan rapat untuk warga desa

14. Surat keterangan desa

15. Dokumentasi foto-foto kegiatan

16

Anda mungkin juga menyukai