PENDAHULUAN
berkelanjutan.
1
Berdasarkan hal terurai di atas dan dalam rangka kuliah kerja nyata
berikut:
Sukabumi ?
Kabupaten Sukabumi ?
Kabupaten Sukabumi ?
2
Masalah yang ada dalam pembangunan khususnya bidang
masalah yang akan ditulis dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
Sukabumi ?
Kabupaten Sukabumi ?
Kabupaten Sukabumi ?
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
padi verietas hibrida yang mulai diperkenalkan ke petani sejak dua tahun
bantuan benih hibrida untuk petani, dan ijin impor benih padi hibrida dari luar
negeri. Pengusaha benih padi juga telah mulai bergerak untuk menyediakan
50.000/kg.
Teknologi benih hibrida sebenarnya bukan hal baru bagi petani dan pembina
semangka, dan bahkan kelapa sawit dan kelapa. Benih hibrida pertama kali
100% mencapai 9-11 t/ha biji kering. Di Indonesia benih jagung hibrida mula-
benih jagung hibrida. Diperlukan waktu sekitar 8-10 tahun untuk meyakinkan
4
petani bahwa benih jagung hibrida (yang harganya lima-enam kali lipat harga
yang tinggi. Kini setelah dua puluh tiga tahun sejak hibrida jagung
Pada tanaman jagung, kenaikan produktivitas hibrida atas hasil jagung non-
dapat mencapai 7-8 t/ha biji kering. Beda hasil antara varietas hibrida
dari hibrida. Jadi pada tanaman jagung hibrida tingkat heterosisnya dapat
walaupun harga benihnya jauh lebih mahal dibandingkan benih jagung non-
hibrida.
dengan kode huruf yang sama, misalnya: AA, BB, dan seterusnya. Pada
5
tanaman yang bunganya menyerbuk silang seperti pada jagung, hamper
dikodekan oleh huruf yang tidak sepadan, misalnya Aa; Bb; dan seterusnya.
Pada tanaman jagung non hibrida ternyata masih terdapat juga pasangan
tanaman jagung. Hal ini bermakna, bahwa hibrida padi perbedaan hasilnya
Informasi umum tingkat heterosis pada padi hibrida adalah 15-20%, tetapi
tidak dapat dianggap sebagai angka pasti. Itu berarti, kadang lebih kecil,
kadang bisa lebih tinggi dari 15-20%. Sebagai gambaran, produksi rata-rata
padi hibrida di negara-negara asia (minus China) adalah 6,2 t/ha gabah
Produksi per ha hibrida IRRI di Philipina 7,2 t/ha dengan tingkat heterosis
9,4%, dan calon hibrida padi terbaik produktivitasnya 8,7 t/ha gabah kering
Padi Sukamandi adalah 6 sampai 9 ton/ha gabah kering. Dari data tersebut
terlihat bahwa tingkat heterosis padi hibrida tidak terlalu tinggi, dan
Di luar China, perkembangan luas areal padi hibrida dapat dikatakan lambat.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1995-1996, total luas padi hibrida di tujuh
Indonesia) baru mecapai sekitar 2 juta ha, atau kurang dari 2,5% dari total
luasan tanaman padi seluas 85,4 juta ha. Di China, yang telah menanam
padi hibrida sejak tahun 1980-an arealnya konstan 15 juta ha, atau hanya
Memang, adopsi teknologi selalu memakan waktu yang cukup lama. Namun
1. Harga benih hibrida delapan kali lebih mahal dari harga benih non-
2. Tingkat heterosis hibrida padi tidak terlalu besar, tidak pasti, dan
hibrida,
gagal panen,
7
5. Petani kemungkinan belum memahami teknologi penanaman padi
mahal,
8
BAB III
PEMBAHASAN
Tabel 1
Sukabumi
7:3
9
Grafik 1
Data Penduduk
8000
7000
6000
5000
4000 Tanaman
3000
2000
1000
0
Padi Palawija
10
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga penanaman padi
hibrida
hibrida .
masalah yaitu:
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
11
Memperhatikan berbagai hal tentang penanaman padi jenis hibrida
seperti halnya hibrida jagung. Jadi kita musti sedikit bersabar dalam
4.2 SARAN-SRAN
praktisi
profesi lain agar ikut berperan meningkatkan kualitas hidup melalui tindakan
12
peningkatan produksi pangan desa secara teratur sebagai kontribusi nyata
DAFTAR PUSTAKA
11. Malvin E. Ring. Dentistry and Illustrated History. Princeton. The C.V.
Mosby Company. 1985: 1-18.
22. Newbrun E. Cariology. 2nd . Baltimore. Williams & Wilkins. 1983. hal. 1-3,
17-19, 86-88.
33. Greene J.C. General Principles of Epidemiology and Methods for
Measuring of Periodontal Disease dalam Genco R.J. Goldman H.M. Cohen
D.W. Contemporary Periodontics. Baltimore. The C.V. Mosby Company.
1990: 101-2
13
44. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001:
Studi Morbiditas dan Disabilitas. Dalam SURKESNAS. Jakarta. 2002: 16.
55. Hunter J.M. Arbona SI. The Tooh as a Marker of Developing World
Quality of Life: A Field Study in Guatemala. Soc. Sci. Med. 1995; 41(9):1217-
40.
66. World Health Organization. Oral Health Unit. Oral Disease: Prevention is
Better than Cure. World Health Day. Switzerland. Dalam Kumpulan Makalah
Seminar Sehari dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional. Jakarta. 1997.
77. Samuel S. Bender IB.The Dental Pulp Biologic Considerations in Dental
Procedures. 3rd ed. Philadelphia. J.B. Lippincott. 1984: 173-177.
88. Carranza F.A. Newman M.G. Takei H.H. Clinical Periodontology. 9th ed.
Philadelphia. J.B. W.B. Saunders Company. 2002.
99. Axelsson P. Sweden K. Diagnosis and Risk Prediction of Dental Caries.
Vol.2 Chicago. Quintessence Publishing Co. Inc. 2000: 1,2,17.
1010. Nield J.S. Wilmann D.E. Foundation of Periodontics for Dental
Hygienist. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkin. 2003: 54-60.
111. Bowling A. Measuring Helath A Review of Life Assesment: evelopment
and General Psychometric Properties. Soc. Sci. Med. 1998; 46(12):1569-85.
212. Helen C.G. Kathryn A. Atchison and Michell D. Conceptualizing Oral
Health and Oral Health Related Quality of Life. Soc. Sci. Med. 1997;
44(5):601-608.
313. Ebrahim S. Clinical and Public Health Perspectives and Application of
Health Related Quality of Life Measurement. Soc. Sci. Med.
1995;41(10):1383-94.
414. Bowling A. What Things are Important in People’s Life? A Survey of the
Public Judgement to Informs Scales of Health Related Quality of Life. Soc.
Sci. Med. 1995; 10: 1447-1462.
515. Sampoerna D. Membina Kesehatan Bangsa Paradigma Pembangunan
Kesehatan Menjawab Tantangan PJP II. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta. FKM UI. 1994: 5-6,38 .
616. Locker D. Health Outcomes of Oral Disorders. Int. J. Epidemiol. 1995;
24 Suppl 1: S85-9.
717. Slade G.D. Strauss R.P. Atchison K.A. Kressin N.R. Locker D. Reisine
S.T. Conference Summary: Assesing of Oral Health Outcomes-Measuring
Health Status and Quality of Life. Community Dent Health. 1988; 15(1): 3-7.
818. Locker D. Slade G. Oral Health and The Quality of Life Among Older
Adults: The Oral Impact Profile. J. Can Dent Assoc. 1993;59(10):830-3, 837-
8,84.
919. Slade G.D. Spencer A.J. Development and Evaluation of The Oral
Health Impact Profile. Community Dental Health. 1994; 11:3-11.
1020. Gilbert G.H. Duncan R.P. Dolan T.A. Vogel W.B. Oral Disadvantage
Among Dentate Adults. Community Dent Oral Epidemiol. 1997; 25:301-13.
1121. Nurmala Situmorang. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal
Terhadap Kualitas Hidup. Majalah Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga. Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV, 2005. ISSN
0852-9027. Hal. 359-364.
122. Nurmala Situmorang. Perilaku Pencarian Pengobatan dan
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pengunjung Poliklinik Gigi Puskesmas di Dua
Kecamatan Kota Medan. Dentika Dental Journal Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara. Vol. 10. No. 1. Juli 2005.
223. Nurmala Situmorang. Persepsi Ibu-Ibu Rumah Tangga Mengenai
Penyakit Karies Gigi dan Hubungannya Dengan Perilaku Pencarian
Pengobatan Profesional. Majalah Kumpulan Makalah Ilmiah KPPIKG X/1994
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. ISBN: 978- 8182-04.9.
14
324. Nurmala Situmorang. Periodontal Conditions and Oral Health Behavior
in 15-65-YR-Old In Medan Municipality. The International Journal of Oral
Health (abs). Vol.1.December 2004: 1-58 .
425. Esther Rotiur Hutagalung. Laporan Penelitian Kepuasan Pasien
Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poliklinik Gigi Puskesmas
Teladan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
2005.
526. Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.2003:24-28.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
15
10. Peta lokasi sarana kesehatan
16