Anda di halaman 1dari 4

BioSMART ISSN: 1411-321X

Volume 6, Nomor 1 April 2004


Halaman: 29-32

Serbuk Kulit Biji Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn) sebagai Moluskisida
untuk Menghambat Perkembangbiakan Keong Emas (Pomacea sp.)

Cashew nut (Anacardium occidentale Linn) shell powder as a molluscicide to control reproduction
of golden snail (Pomacea sp)

HARLITA♥, MUZAYYINAH
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126

Diterima: 1 Nopember 2003. Disetujui: 5 Desember 2003.

ABSTRACT

The toxicity of cashew nut (Anacardium occidentale Linn) shell powder as a molluscicide to control golden snail (Pomacea sp)
reproduction has been assessed in an experiment. Toxicity levels of powder were determined by using LD50-10 days for eggs and LD50-96
hours for adult females. The experiment was conducted in a laboratory. The design of the experiment was completely randomized, with
two treatments and four replications. The result of experiment indicated that acute toxicity of cashew nut shell powder in concentration
of 50 ppm, produced LD50-10 days; this reduced eggs hatching to 53-59%. Acute toxicity test on adult females showed that the LD50-96
hour was 62,50 ppm.; this has been caused several problems, i.e.: decrease in body weigh, delay in eggs lying, failure of eggs hatching,
and damage to ovarian structures.

Keywords: toxicity, cashew nut shell, golden snail, ovarian structure

PENDAHULUAN Okinawa (1986), Serawak (1987), dan Thailand (1991)


(Litsinger dan Estano, 1983). Di Indonesia keong emas
Keong emas (Pomacea sp.; Ampullariidae) merupakan dibudidayakan sejak 1987, hasil pemantauan pada tahun
salah satu hama utama dalam produksi padi. Pada tahun 1995, menunjukkan delapan propinsi sudah terkontaminasi
1989, Badan Pangan Dunia (FAO) menduga kehilangn hewan ini, yaitu Aceh, Sumut, Jambi, Lampung, Jakarta,
panen akibat serangan hama ini berkisar antara 1-40% dari Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur (Soenaryo,
areal padi sawah di Filipina. Keong emas memiliki dkk., 1989; Susanto, 1995).
pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat, sehingga Pengendalian keong emas dengan moluskisida kimiawi
sulit dikendalikan dan termasuk polyphage herbivore efektif, tetapi biasanya berdampak samping yaitu bersifat
(rakus). Jenis tanaman yang disukai adalah padi muda, racun bagi ikan bahkan tanaman itu sendiri. Di antara
kangkung, eceng gondok, teratai, ubi-ubian, talas-talasan, moluskisida buatan yang digunakan dalam pengendalian
bahkan sisa makanan, dan bangkai (Maini dan Rejesus. keong emas adalah trifeniltin asetat, merupakan
1992). moluskisida yang ampuh tetapi juga berbahaya bagi ikan
Di Indonesia, semula keong emas sengaja dikembang- emas, selain itu juga digunakan endosulfan dan brondan.
biakkan untuk ekspor, namun karena tujuan ini tidak Pestisida buatan merupakan sumber pencemaran yang
tercapai pembiakan keong emas menjadi tidak terkendali dapat menggangu kesehatan manusia, karena adanya uap
sehingga lolos ke persawahan. Di sawah keong emas residu yang terhisap melalui pernafasan atau adanya residu
berkembang pesat dan menjadi hama tanaman padi. Pada pada makanan dan minuman. Penggunaan pestisida secara
tahun 1987 diperkirakan 9.500 ha lahan diserang, terus menerus dapat menyebabkan hama menjadi resisten
kemudian pada tahun 1988 seluas 130.000 ha. Populasi terhadap pestisida buatan, sehingga masalah hama menjadi
sebesar 0,5 ekor/m2 dapat menurunkan jumlah rumpun padi rumit dan sulit diatasi. Dalam mengatasi masalah ini, salah
sebesar 6,5%, sedangkan populasi 8 ekor/m2 menurunkan satu metode pengendalian yang cukup baik adalah
sampai 92,8% (Soenaryo, dkk., 1989). penggunaan pestisida alami yang berasal dari tumbuhan.
Selain di Filipina, keong emas ditemukan juga di Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida
Taiwan (1982), Jepang (1983), Korea dan Cina (1985), botanik adalah mete (Anacardium occidentale Linn.;
Anacardiaceae). Kulit biji mete yakni mesokarp yang
biasanya hanya dianggap sebagai limbah ternyata
♥ Alamat korespondensi:
Jl. Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Indonesia mengandung 30% minyak kulit biji mete (CNSL; Cashew
Tel. +62-274-387781. Fax.+62-271-646655 Nut Shell Liquid) (Lilia et al., 1991). Minyak ini
e-mail: yayin@uns.ac.id merupakan sumber senyawa fenolik alami penting, yang

 2004 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta


30 B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 29-32

dapat dikembangkan sebagai pestisida alami. CNSL terdiri masing-masing konsentrasi disemprotkan pada pakan siput.
dari 80% asam anakardat, 15% kardol, dan sejumlah kecil Jumlah siput yang digunakan adalah 16 ekor untuk tiap
derivat kardol yakni metal kardol dan kardanol (Ohler, perlakuan. Pada tahap awal uji toksisitas dilakukan
1966; Kubo dan Kim, 1987). Asam anakardat mempunyai penentuan dosis batas bawah (LD 0-48 jam) dan dosis batas
efek moluskisida yang poten terhadap Biomphalaria atas (LD 100-24 jam). Uji sesungguhnya dilakukan dengan
glabrata, siput inang penyakit kuning (schistosomiasis), menghitung mortalitas per 24 jam selama 96 jam (dalam
juga bersifat sebagai penolak serangga. %) pada setiap dosis uji, yang ditentukan antara batas atas
Buah mete terdiri dari buah semu (tangkai bunga) dan dan batas bawah. Menurut Rand (1980), LD 50-96 jam
buah sejati. Buah sejati berbentuk seperti ginjal dan dihitung dengan analisis Probit.
termasuk buah batu. Buah masak berwarna kelabu dengan Untuk melihat pengaruh ekstrak kulit biji mete terhadap
ukuran panjang 2,5-4 cm dan secara anatomi dari luar ke reproduksi keong emas betina, tanaman padi disemprot
dalam terdiri dari kulit buah, kulit ari dan biji mete. Buah dengan larutan serbuk kulit biji mete dengan konsentrasi
semu menyerupai buah pear disebut cashew apple. Pada LD 50-96 jam dan kontrol. Digunakan 16 ekor untuk tiap
waktu masak buah berwarna merah atau kuning, berdaging perlakuan dengan 4 ulangan. Parameter pertumbuhan
tebal dan banyak mengandung sari buah. Biji mete adalah pengukuran berat. Penimbangan berat masing-
berukuran 2,5-4,0 cm, berbentuk ginjal. Kulit biji masing keong untuk tiap perlakuan dilakukan sebelum dan
berukuran tebal sekitar 0,3 cm, mempunyai kulit luar yang sesudah perlakuan. Untuk melihat pengaruh larutan serbuk
lembut dan kulit dalam yang tipis keras. Antara kulit-kulit kulit biji mete terhadap struktur system reproduksi
ini terdapat struktur sarang lebah yang mengandung cairan (ovarium) dilakukan dengan pembuatan sediaan organ
kental dikenal sebagai CNSL (Lilia et al., 1991). reproduksi dengan menggunakan metode paraffin dan
Kulit biji mete bagian mesokarp mengandung cairan pewarna HE.
kental yang berwarna coklat sampai hitam disebut CNSL,
Di Indonesia disebut minyak laka. Cairan ini berasa pahit, Analisis data
pedas, bersifat korosif, kaustik, iritan, dan asapnya sangat Penghitungan LD 50-10 hari untuk telur dan LD 50-96
toksis dan gatal. Hasil penelitian Budiati (1994) terhadap jam untuk siput betina dan jantan dewasa dilakukan dengan
kandungan kimia CNSL membuktikan adanya asam analisis Probit. Penghitungan berat siput dengan uji- t.
anakardat (6-pentadecylsalicyclic acid), kardol, 2 Pengamatan terhadap organ reproduksi dengan cara
metilkardol dan kardanol. Asam anakardat memiliki membandingkan struktur anatomi antara perlakuan dan
aktifitas sebagai moluskisida, insektisida dan akarisida. kontrol.
Asam anakardat dapat menghambat kerja enzim
prostaglandin sintetase. Enzim ini diperlukan untuk
pembentukan prostaglandin, yang berperan dalam sistem
fisiologis pada reproduksi serangga. Hasil penelitian Kubo HASIL DAN PEMBAHASAN
dan Kim (1987) penyuntikan terhadap jengkerik yang baru
mulai dewasa, akan mengurangi kemampuan menghasilkan Dari hasil penelitian tentang toksisitas serbuk kulit biji
telur yang fertile, dan jumlah telur yang dihasilkan menjadi mete sebagai pengendali reproduksi keong emas (Pomacea
sangat berkurang. sp), didapat hasil sebagai berikut:

Toksisitas akut terhadap telur


BAHAN DAN METODE Pada pengukuan toksisitas akut terhadap telur, tidak
dapat ditentukan nilai batas bawah (LD0-48 jam) dan nilai
Cara kerja batas atas (LD100-24 jam), karena telur menetas dalam
Keong emas dibiakkan pada bak pembiakan untuk waktu 10 hari, sehingga dengan pemberian serbuk yang
mendapatkan telurnya. Kelompok telur ini digunakan untuk dilarutkan dalam akuades tidak dapat dilihat pengaruhnya
perlakuan dan sebagian dipelihara sampai menetas dan per jam kecuali dalam waktu 10 hari. Dalam penentuan
berumur 60 hari (dewasa). Untuk mendapatkan umur yang LD50-10 hari digunakan konsentrasi yang bervariasi mulai
sama, dipelihara beberapa pasang keong emas dalam bak dari 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm., dan setelah 10
yang ditanami padi. Untuk keperluan penelitian digunakan hari didapatkan nilai LD50-10 hari sebesar 50 ppm. Jadi
keong umur 2 bulan. Kulit biji mete ditimbang dalam tidak didapatkan nilai LD50-10 hari dengan analisa probit,
keadaan segar lalu dikeringkan dibawah sinar matahari tetapi dengan cara mencoba berbagai variasi konsentrasi.
tidak langsung, sampai kandungan air minimum (berat
bahan berkurang sapai 50-60%). Serbuk dibuat dengan Daya tetas telur
menggiling kulit biji mete yang sudah kering dengan Pengaruh penyemprotan serbuk kulit biji mete yang
blender sampai halus. Serbuk ditimbang untuk tiap-tiap dilarutkan dalam akuades terhadap daya tetas telur dapat
konsentrasi uji (ppm) dan dilarutkan dalam aquades lalu dilihat pada Tabel 1.
disaring dengan kertas saring dan siap digunakan. Dari Tabel 1. terlihat bahwa pada kontrol jumlah telur
Uji pendahuluan pada keong emas betina dilakukan yang menetas berkisar antara 80% sampai 88%, sedang
dengan menggunakan deretan konsentrasi dengan basis pada perlakuan (LD50-10 hari) jumlah telur yang menetas
angka 10 yaitu 10 -2, 10-1,10-1, 100,101 dan 102. Siput sebesar 53-59%. Setelah dilakukan analisis terdapat
dipelihara dalam baskom yang ditanami dengan padi. perbedaan nyata antara kontrol dan perlakuan.
HARLITA dan MUZAYYINAH – Toksisitas kulit biji Anacardium occidentale terhadap Pomacea 31

Tabel 1. Jumlah telur yang menetas pada kontrol dan perlakuan Tabel 2. Pertumbuhan (berat) keong emas betina dewasa pada
(LD50-10 hari = 50 ppm). kontrol dan perlakuan (LD50-10 hari = 50 ppm.)

Jumlah telur (butir) Prosentase (%) n=100 Kontrol Perlakuan


Ulangan Ulangan
Kontrol LD50 10 hr Kontrol LD50-10 hr Awal (gr) Akhir (gr) Awal (gr) Akhir (gr)
1 88 53 88 53 1 4,743 4,932 4,578 3,926
2 82 58 82 58 2 4,667 4,992 4,637 4,170
3 86 57 86 57 3 4,953 4,879 4,642 4,110
4 80 59 80 59 4 4,721 4,953 4,609 3,996

Besarnya prosentase jumlah telur yang menetas pada Dari Tabel di atas, pada kontrol terjadi kenaikan berat,
kontrol disebabkan telur berada dalam kondisi optimal, sedang pada perlakuan sebaliknya, setelah dilakukan
yaitu berada pada suhu yang cocok dan lingkungan yang analisis statistik terdapat perbedaan nyata antara kontrol
lembab serta tidak mendapat gangguan dari luar. Pada dan perlakuan. Penurunan berat badan disebabkan oleh
penelitian ini suhu ruang 25-27oC. Telur siput akan dapat sifat toksik dari kulit biji mete. Asam anakardat yang
menetas bila berada dalam lingkungan yang teduh, lembab terkandung besifat repellent, merupakan zat kimia yang
dan sejuk. Pada keadaan demikian telur berada dalam bersifat mengusir hama. Sifat repellent ini dapat diamati
keadaan lembab sehingga kemungkinan untuk menetas setelah tanaman disemprot dengan serbuk yang telah
lebih tinggi, namun tidak semua telur menetas, pada dilarutkan dalam akuades, pada mulanya keong emas tetap
umumnya jumlah telur yang menetas rata-rata mencapai makan, tetapi karena mungkin rasanya pahit dan tidak
60-67% (Hatimah dan Ismail, 1989). enak, maka kemudian berhenti. Hal ini yang menyebabkan
Pada perlakuan LD50-10 hari jumlah telur yang menetas menurunnya berat badan karena kehilangan selera makan,
sebesar 53-59%. Sedikitnya jumlah telur yang menetas dengan demikian serbuk kulit biji mete bersifat anti
disebabkan oleh sifat toksik dari serbuk kulit biji mete yang feedant.
mengandung asam anakardat, kardol, 2 metil kardol dan
kardanol merupakan senyawa fenolik yang bersifat minyak Masa telur
menguap (volatile oil), menurut Maini dan Rejesus (1992) Dari hasil penelitan didapatkan bahwa pada kontrol
minyak menguap yang terkandung pada tumbuhan tingkat masa bertelur menjadi 24-48 jam setelah jantan dan betina
tinggi dapat bersifat sebagai moluskisida yang efektif. Pada disatukan. Sedangkan pada perlakuan tidak seekorpun
telur yang tidak menetas setelah cangkangnya dibuka bertelur walaupun telah disatukan selama 96 jam. Diduga
ternyata telur rapuh dan didalamnya kering serta berbau disebabkan oleh asam anakardat yang merupakan
busuk. Hal ini disebabkan serbuk yang bersifat iritan dan komponen terbesar dalam ekstrak kulit biji mete
pedas (Wilson, 1975) sehingga telur tidak berkembang dan mempunyai aktivitas menghambat prostaglandin sintetase,
mati. maka produksi prostaglandin juga terhambat sehingga tidak
berfungsi. Prostaglandin berperan dalam proses reproduksi
Toksisitas akut terhadap keong emas betina dewasa dan mempunyai pengaruh merangsang peletakan telur
Hasil uji toksisitas akut serbuk kulit biji mete terhadap Brady (1983). Menurut Halimah dan Ismail (1989) keong
keong emas betina dewasa dengan analisa probit disajikan emas kawin pada malam hari selama 7-8 jam dan 24-48
dalam lampiran, diperoleh LD50-96 jam = 62,50 ppm. jam setelah kawin dapat bertelur. Terhambatnya peneluran
Rendahya nilai LD50-96 jam pada keong emas disebabkan diduga juga disebabkan keong emas tidak mendapat
tidak dlakukannya pemisahan zat-zat yang terkandung makanan yang cukup.
dalam kulit biji mete. Tinggi rendahnya nilai LD50 juga
ditentukan oleh ukuran hewan percobaan. Semakin besar Jumlah telur yang dihasilkan
ukuran tubuhnya akan lebih kuat dan tahan dibanding yang Untuk mengetahui pengaruh ekstrak serbuk kulit biji
berukuran kecil. Gejala pertama yang nampak saat mete pada jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina
disemprot adalah adanya gerakan yang tidak beraturan dewasa, dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
ketika dikenai serbuk ini, hal seperti ini tidak terlihat pada
kontrol. Faktor fisik air (suhu dan pH) tidak mempengaruhi
mortalitas keong emas, selama penelitian suhu air berkisar Tabel 3. Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan keong emas
25-28,5oC dan pH air berkisar antara 5,87-7,02, keadaan betina kontrol dan perlakuan (LD50 = 62,50 ppm)
demikian merupakan keadaan yang diperlukan untuk
pertumbuhan. Menurut Halimah dan Ismail (1989) dan Jumlah telur (butir)
Ulangan
Susanto (1995) keong emas dapat hidup pada suhu air Kontrol Perlakuan
1 68,8 0
antara 10-35oC dan pada suhu 40oC dapat menyebabkan
2 74,0 0
kematian, pH yang baik untuk pertumbuhan adalah 5-8 3 69,4 0
(Aryanti, 1989). 4 68,0 0

Dari Tabel terlihat bahwa rata-rata jumlah telur yang


Keong emas betina dewasa dihasilkan kontrol sebanyak 68-74 butir, sedangkan pada
Toksisitas serbuk kulit biji mete terhadap pertumbuhan perlakuan tidak sebutirpun. Pada kontrol keong emas masih
(berat) keong emas betina dewasa tertera pada Tabel 2. mendapatkan makanan secara cukup, sehingga proses
32 B i o S M A R T Vol. 6, No. 1, April 2004, hal. 29-32

pertumbuhan dan reproduksinya berjalan normal. Pada Dengan tidak terbentuknya oosit primer maka tidak
hewan betina zat makanan yang sangat dibutuhkan dalam akan ada sel-sel folikel. Padahal sel folikel berfungsi dalam
produksi telur adalah protein, zat mineral dan vitamin. Zat proses ovulasi dan transportasi oosit, sebagai kelenjar
mineral terutama kalsium (Ca), dimana Ca berguna untuk endokrin dan juga berperan sebagai korpus luteum
pembentukan cangkang dan kulit telur. postovulasi. Korpus luteum postovulasi menghasilkan
Jumlah telur yang dihasilkan pada kontrol/normal, hormon estrogen dan progesteron yang penting untuk
sekitar 30-700 butir. Keong emas meletakkan telur dalam mengontrol siklus reproduksi, tingkah laku seksual dan
kelompok yang jumlahnya bergantung pada umur dan jenis penampakan seksual.
pakan. Ukuran telur bergantung pada besar tubuh
induknya. Pada perlakuan tidak seekorpun bertelur, diduga
bahwa pemberian ekstrak kulit biji mete mempengaruhi KESIMPULAN
sistem reproduksi sehingga tidak terjadi pematangan sel
telur dalam ovarium. Hal ini dapat dibuktikan dengan Serbuk kulit biji mete bersifat toksik terhadap telur
melihat struktur ovariumnya. keong emas LD50-10 hari sebesar 50 ppm. Serbuk kulit biji
mete menyebabkan berkurangnya daya tetas telur keong
Struktur ovarium emas. Serbuk kulit biji mete bersifat toksik terhadap keong
Pengaruk ekstrak kulit biji mete terhadap ovarium emas betina dewasa dengan LD50-96 jam sebesar 62,50
disajikan pada Gambar 1 ppm. Penyemprotan serbuk kulit biji mete yang dilarutkan
dalam akuades terhadap keong emas betina dewasa
menyebabkan: penurunan berat, tertundanya masa bertelur,
tidak terjadi peneluran. Serbuk kulit biji mete
mempengaruhi system reproduksi (ovarium), dengan tidak
terjadinya perkembangan sel telur.

DAFTAR PUSTAKA
Adiyodi, R.G. 1983. Reproductive Biology of Invetebrates: Oogenesis,
Oviposition and Oosorbtion, Vol.1. Toronto:John Wiley & Sons.
a Aryanti, B. 1989. Golden shell, keong baru penghuni akuarium. Trubus,
No. 240.
Brady, U.E. 1983. Prostaglandins in insect. Insect Biochemistry 8 (1): 37-48
Budiati, T. 1994. Hidrogenasi katalitik asam anakardat dari minyak biji
jambu mete (Anacardium occidentale Linn.). Majalah Farmasi
Airlangga 3 (1-2): 44-45.
Hatimah, S and W. Ismail. 1989. Penelitian pendahuluan budidaya siput
emas (Pomaceae sp.). Buletin Penelitian Perikanan Darat 8 (1): 37-48.
Lilia,S.P.M., R.O. Quimaldo, M.E. Flavier, and M.S. Villau. 1991.
Studies on cashew (Anacardium occidentale) nut oil. The Philippine
Agriculturist 74 (4): 511.
Litsinger, J.A. and D.B. Estano. 1930. Management of the golden apple
snail Pomacea canaliculata Lamarck. in rice. Crop Protection 12
b (5): 363-364.
Kubo, I and M. Kim. 1987. Prostaglandin synthetase inhibitors; a new
approach for insect control. In Hostettman and P.J. Lea. (eds.).
Gambar 1. Penampang melintang ovarium keong emas betina Biologically Active Natural Products. Oxford: Clarendron Press.
dewasa A. kontrol dan B. perlakuan. Maini, P.N. and B.M. Rejesus. 1992. Toxicity of some volatile oils agains
golden snails (Pomaceae sp.). Philippine Journal of Science 121 (4):
391-393.
Muljohardjo, M., Siswandono, dan S. Mangundihardjo. 1978. Pedoman
Pada kontrol terlihat banyak oosit primer. Dengan Bercocok Tanam Jambu Mete (Anacardium occidentale L.).
terbentuknya oosit primer maka akan terjadi tahap Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.
perkembangan selanjutnya. Oosit primer dikelilingi oleh Ohler, J.G. 1966. Cashew nut processing. Tropical Abstract 21 (9): 549.
sel folikel, yang berfungsi dalam proses ovulasi, produksi Sherman, I.W and V.G. Sherman. 1976. The Invertebrates: Function and
Form. Second edition. New York: MacMillan Publishing Co. Inc.
hormon, transportasi oosit dan terlibat dalam pembentukan Silvia, M. Ahmad, dan H.S. Nuraini. 1992. Kepadatan keong emas yang
rongga folikuler. Menurut Adiyodi (1983) pembentukan dibudidayakan dalam keramba terapung di kolam ikan. Terubuk 18
rongga folikuler merupakan fase penting dalam proses (54): 2-9.
ovulasi. Pada perlakuan hanya sedikit oosit primer, Soenaryo, E., P. Panudju, dan M. Syam. 1989. Siput murbei: siput indah
yang dapat menimbulkan malapetaka bagi pertanaman padi sawah.
sedangkan sinus ovarii masih berbentuk kelompok sel dan Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 11 (5): 1-4.
berukuran kecil dari kontrol. Hal ini diduga karena Susanto, H. 1995. Siput Murbei, Pengendalian dan Pemanfaatannya.
pengaruh serbuk kulit biji mete pada keong emas dengan Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
menghambat perkembangan oosit sehingga tidak ada telur Wilson, R.J. 1975. The market for cashew nut kernels and cashew nut
shell liquid. Journal of Tropical Product Institute 91: 19-20.
yang dihasilkan oleh keong emas betina.

Anda mungkin juga menyukai