Anda di halaman 1dari 23

NAMA : KARINA JURNALIS NPM : 1102008129 A-9 LO 1: Memahami dan Menjelaskan Kematian 1.

1 : Definisi Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti. Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak. Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan otak berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur. Menurut pernyataan IDI 1988, seseorang dinyatakan mati bila a) fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) telah terbukti terjadi MBO. Secara klasis dokter menyatakan mati berdasarkan butir a tersebut dan ini dapat dilakukan di mana saja, di dalam atau di luar rumah sakit. Bahwa fungsi spontan nafas dan jantung telah berhenti secara pasti, dapat diketahui setelah kita mencoba melakukan resusitasi darurat. Pada resusitasi darurat, di mana kita tidak mungkin

menentukan MBO, seseorang dapat dinyatakan mati bila 1) terdapat tanda-tanda mati jantung atau 2) terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah dimulai resusitasi, pasien tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah (gag reflex) serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik, di bawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum. Mati seluler (mati molekuler), Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam. 1.2 Tanda Mati Tidak Pasti Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, dan auskultasi). - Sirkulasi berhenti, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. - Perubahan pada kulit (pucat) - Relaksasi otot dan tonus menghilang. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi lebih awet muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer, hal ini menyebabkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah bokong dan belikat pada mayat terlentang. Segmentasi pembuluh darah retina beberapa menit sebelum kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina kemudian menetap Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. 1.3 Tanda Mati Pasti a. Lebam mayat (Livor mortis) Nama lain ligor mortis adalah lebam mayat, post mortem lividity, post mortem hypostatic, post mortem sugillation, atau vibices. Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah karena gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang terkena alas keras. Darah tetap cair karena adanya pembuluh darah. Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah kematian. Lebam mayat muncul bertahap, biasanya mencapai perubahan warna yang maksimal dalam 8-12 jam. Sebelum menetap, lebam mayat akan berpindah bila tubuh mayat dipindahkan. Lebam mayat menetap tidak lama setelah perpindahan atau turunnya darah, atau ketika darah keluar dari pembuluh darah ke sekeliling jaringan lunak yang dikarenakan hemolisis dan pecahnya pembuluh darah. Fiksasi dapat terjadi setelah 8-12 jam jika dekomposisi terjadi cepat, atau pada 24-36 jam jika diperlambat dengan suhu dingin. Untuk mengetahui bahwa lebam mayat belum menetap dapat didemostrasikan dengan melakukan penekanan ke daerah yang mengalami perubahan warna dan tidak ada kepucatan pada titik dimana dilakukan penekanan.

Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam saat pemeriksaan. Ada 3 faktor yang mempengaruhi lebam mayat, yaitu: 1. Volume darah yang beredar Volume darah yang banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat terbentuk dan lebih luas, sebaliknya volume darah sedikit menyebabkan lebam mayat lebih lambat terbentuk dan terbatas. 2. Lamanya darah dalam keadaan cepat cair Lamanya darah dalam keadaan cepat cair tergantung dari fibrinolisin dan kecepatan koagulasi post-mortem. 3. Warna lebam Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian, yaitu: Merah kebiruan merupakan warna lebam normal. Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin. Merah gelap menunjukkan asfiksia Biru menunjukkan keracunan nitrit. Coklat menandakan keracunan aniline. Walaupun lebam mayat mungkin membingungkan dengan memar, memar sangat jarang dibingungkan dengan lebam mayat. Penekanan pada daerah yang memar tidak akan menyebabkan kepucatan. Insisi pada daerah yang mengalami kontusio atau memar menunjukkan perdarahan yang menyebar ke jaringan lunak. Perbedaannya, insisi pada daerah dengan lebam mayat menampakkan darah sebatas di pembuluh darah, tanpa darah di jaringan lunak. Lebam mayat dapat kita temukan dalam organ tubuh dalam mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi mayat:

Lebam mayat pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang dapat kita lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari di bawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi. Lebam mayat pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam mayat pada kulit mayat dengan posisi mayat tergantung dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna. Lebam mayat pada organ dalam mayat dengan posisi mayat terlentang dapat kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus bawah (dalam rongga panggul). Medikolegal lebam mayat: Merupakan tanda kematian. Menentukan posisi mayat dan penyebab kematian.

Memperkirakan saat kematian. Livor mortis tidak terlalu penting dalam menentukan waktu kematian. Bagaimanapun, itu penting dalam menentukan apakah tubuh mayat telah dipindahkan. b. Kaku mayat (Rigor mortis) Rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian dikarenakan menghilangnya adenosine trifosfat (ATP) dari otot. ATP adalah sumber utama dari energi untuk kontraksi otot. Otot memerlukan pemasukan yang berkelanjutan dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah yang ada hanya cukup untuk menyokong kontraksi otot selama beberapa detik. Pada ketiadaan dari ATP, filament aktin dan myosin menjadi kompleks yang menetap dan terbentuk rigor mortis. Kompleks ini menetap sampai terjadi dekomposisi. Penggunaan yang banyak dari otot sebelum kematian akan menimbulkan penurunan pada ATP dan mempercepat onset terjadinya rigor mortis, hingga tidak ada ATP yang diproduksi setelah kematian. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan yang bermakna pada ATP menjelang kematian adalah olahraga yang keras atau berat, konvulsi yang parah, dan suhu tubuh yang tinggi. Kejadian yang seketika dari rigor mortis diketahui sebagai kadaverik spasme. Rigor mortis menghilang dengan timbulnya dekomposisi. Pendinginan atau pembekuan akan menghambat onset dari rigor mortis selama dibutuhkan. Rigor mortis dapat broken dengan peregangan yang pasif dari otot -otot. Setelah rigor mortis broken, itu tidak akan kembali. Jika hanya sebagian rigor mortis yang dilakukan peregangan, maka masih akan ada sisa rigor mortis yang unbroken. Rigor mortis biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian, dan muncul keseluruhan dalam 6-12 jam. Ini dapat berubah-rubah. Ketika rigor mortis terjadi, menyerang semua otot-otot pada saat yang bersamaan dan kecepatan yang sama. Namun tampak lebih jelas pada otot-otot yang lebih kecil, hal ini disebabkan otot kecil memiliki lebih sedikit cadangan glikogen. Jadi rigor mortis dikatakan muncul pertama kali pada otot-otot yang lebih kecil seperti rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok otot besar. Penampakan awal dari rigor mortis adalah pada rahang, ektremitas atas dan ekstremitas bawah. Kira-kira 0-4 jam pasca mati klinis, mayat masih dalam keadaan lemas, ini yang disebut relaksasi primer. Kemudian terbentuk rigor mortis. Setelah 36 jam pasca mati klinis, tubuh mayat akan lemas kembali sesuai urutan terbentuknya kekakuan, ini disebut relaksasi sekunder. Keadaan-keadaan yang mempercepat terjadinya rigor mortis, antara lain aktivitas fisik sebelum kematian, suhu tubuh tinggi, suhu lingkungan tinggi, usia anak-anak dan orang tua, dan gizi yang buruk. Ada 4 kegunaan rigor mortis: 1. Menentukan lama kematian. 2. Menentukan posisi mayat setelah terjadi mortis. 3. Merupakan tanda pasti kematian. 4. Menentukan saat kematian.

c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara mayatdengan lingkungannya. Suhu tubuh pada orang meninggal secara bertahap akan sama dengan lingkungan atau media sekitarnya karena metabolisme yang menghasilkan panas terhenti setelah orang meninggal. Pada jam pertama setelah kematian, penurunan suhu berjalan lambat karena masih ada produksi panas dari proses gilkogenolisis dan sesudah itu penurunan akan cepat terjadi dan menjadi lambat kembali. Gambaran kurva penurunan suhu ini seperti huruf S terbalik (sigmoid). Penurunan suhu tubuh dipengaruhi: 1. Faktor lingkungan (media). Penurunan suhu tubuh cepat bila ada perbedaan besar suhu lingkungan dengan tubuh mayat. Semakin rendah suhu media tempat mayat terletak semakin cepat penurunan suhu tubuh mayat. Penurunan suhu akan cepat bila intensitas aliran udara besar, udara yang mengalir, dan udara lembab. 2. Keadaan fisik tubuh. Penurunan suhu tubuh makin lambat bila jaringan lemak dan otot makin tebal. Pada mayat dengan tubuh kurus akan lebih cepat dibanding yang gemuk. 3. Usia. Penurunan suhu akan cepat pada anak dan orang tua. Pada bayi akan lebih cepat karena luas tubuh permukaan bayi lebih besar. 4. Pakaian yang menutupi. Makin berlapis pakaian menutupi tubuh, penurunan suhu makin lambat. 5. Suhu tubuh sebelum kematian. Penyakit dengan suhu tubuh tinggi pada saat meninggal seperti kerusakan jaringan otak, perdarahan otak, infeksi, asfiksia, penjeratan akan didahului peningkatan suhu tubuh, hal ini menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih cepat. Beberapa dokter mencoba untuk menentukan berapa lama eseorang telah meninggal dari suhu tubuhnya. Penentuan waktu kematian dari suhu tubuh biasanya ditegakkan dengan menggunakan rumus. Nomor dari rumus tersebut telah ditemukan, beberapa mungkin sedikit membingungkan. Ada dua rumus yang paling mudah digunakan adalah: Waktu sejak kematian = 37oC Suhu rektal (C) + 3 98.6oF Suhu rektal (F) Waktu sejak kematian = 1.5 Masalah pada semua rumus-rumus yang menggunakan suhu tubuh untuk menetukan waktu kematian adalah bahwa mereka berdasarkan dari asumsi bahwa suhu tubuh pada saat waktu kematian adalah normal. Masalah yang kedua: Walaupun jika kita tahu berapa suhu normal itu, apakah pada waktu kematian, suhu dalam keadaan normal? Olahraga berat dapat meningkatkan suhu rektal sampai 104oF. Infeksi secara nyata dapat meningkatkan suhu tubuh. Perdarahan intraserebral atau perlukaan otak dapat membuat sistem termoregulasi dari batang otak tidak berfungsi, yang menyebabkan peningkatan dari suhu tubuh. Paparan oleh dingin dapat menyebabkan hipotermia, yaitu penurunan suhu tubuh.

d. Pembusukan (dekomposisi) Dekomposisi terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction. Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia aseptik yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini, dipercepat oleh panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh pembekuan atau penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang kaya dengan enzim akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-organ dengan jumlah enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami autolisis lebih dahulu daripada jantung. Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan fermentasi. Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal meluas keluar dari tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat terjadinya sepsis seseorang karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh sebelum kematian. Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama: lingkungan dan tubuh. Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor tersebut adalah lingkungan. Banyak penulis akan memberikan rangkaian dari kejadian-kejadian dari proses dekomposisi dari tubuh mayat. Yang pertama adalah perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah abdomen, sisi kanan lebih daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam pertama. Ini diikuti oleh perubahan warna menjadi hijau pada kepala, leher, dan pundak; pembengkakan dari wajah disebabkan oleh perubahan gas pada bakteri; dan menjadi seperti pualam. Seperti pualam ini dihasilkan oleh hemolisis dari darah dalam pembuluh darah dengan reaksi dari hemoglobin dan sulfida hydrogen dan membentuk warna hijau kehitaman sepanjang pembuluh darah. Lama kelamaan tubuh mayat akan menggembung secara keseluruhan (60-72 jam) diikuti oleh formasi vesikel, kulit menjadi licin, dan rambut menjadi licin. Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat kehijauan menjadi warna hijau kehitaman. Kegembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi menonjol dan lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna pucat kehijauan, berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi hitam. Cairan dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan hidung. Dekomposisi berlanjut, darah yang terhemolisis merembes keluar ke jaringan. Dekomposisi terjadi cepat pada obesitas, pakaian yang tebal, dan sepsis, semua yang mempertahankan tubuh tetap hangat. Dekomposisi diperlambat oleh pakaian yang tipis atau oleh tubuh yang berbaring pada permukaan yang terbuat dari besi atau batu yang mana lebih cepat menjadi dingin karena terjadi konduksi. Tubuh mayat yang membeku tidak akan mengalami dekomposisi sampai di keluarkandari lemari es. e. Mumifikasi Pada lingkungan panas, iklim kering, tubuh mayat akan mengalami dehidrasi secara cepat dan akan lebih mengalami mumifikasi daripada dekomposisi. Pada saat kulit mengalami perubahan dari coklat menjadi hitam, organ-organ interna akan berlanjut memburuk, seringkali konsistensinya menurun menjadi berwarna seperti dempul hitam kecoklatan. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

f. Adiposera Adakalanya, tubuh mayat yang terdekomposisi akan bertransformasi ke arah adiposera. Adiposera adalah suatu bentuk tetap, berwarna putih keabu-abuan sampai coklat lilin seperti bahan yang membusuk dan berminyak, asam stearat. Ini dihasilkan oleh konversi dari lemak yang netral selama perbusukan ke asam yang tidak dapat dijelaskan. Hal tersebut lebih nyata pada jaringan subkutan, tetapi dapat terjadi dimana saja bila terdapat lemak. Adiposera adalah benar-benar suatu variasi dari putrefaction. Hal ini terlihat paling sering pada tubuh yang dibenamkan dalam air atau dalam keadaan lembab, lingkungan yang hangat. Pada adiposera, lemak mengalami hidrolisis untuk melepaskan asam lemak jenuh dengan peranan dari lipase endogen dan enzim bacterial. Enzim bakterial, umumnya berasal dari Clostridium perfringens, yang mengubah asam lemak jenuh ini menjadi asam lemak hidroksi.4 Adiposera dikatakan memakan waktu beberapa bulan untuk berkembang, walaupun perkembangannya juga dapat terjadi singkat hanya selama beberapa minggu. Hal ini bergantung pada tingkat perlawanan dari bakteriologik dan degradasi dari kimia. Perkiraan saat kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. 1. Perubahan pada mata. bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7 10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.

2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut. 3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. 4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku. 5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 100 jam pasca mati. 7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. 9. Memahami dan menjelaskan forensic entomology Entomologi forensik adalah pemanfaatan serangga untuk menginvestigasi sebuah kejahatan. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah mengidentifikasi jenis-jenis serangga pemakan bangkai (disebut nekrofagus) yang muncul pada korban kejahatan (baca mayat). Kemampuan serangga sebagai perombak bahan organik, termasuk mayat manusia, dimanfaatkan di dalam bidang kedokteran forensik untuk mengetahui waktu kematian mayat (Postmortem Period Investigation, PMI) (Goff, 2003).

Derajat Dekomposisi Putrefaksi putrefaksi atau pembusukan adalah dekomposisi protein hewani, terutama oleh bakteri anaerobic atau bakteri pembusukan ; pembusukan merupakan kombinasi dari autolysis internal dan proses eksternal (bakteri, jamur, etc) autolisis adalah perlunakan atau liquefaksi jaringan yang terjadi akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan, sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. 24 36 jam paska kematian akan timbul diskolorisasi berwarna hijau pada abdomen kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh, warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin, hasil dekomposisi hemoglobin oleh bakteri ; pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s, dan HCN serta asam amino dan asam lemak, menyebabkan jenazah menjadi bengkak ; pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman (marbling) 60 72 jam paska kematian terjadi pembengkakan generalisata, diikuti dengan kulit ari yang terkelupas membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk (formasi vesikel), rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas -> tubuh berwarna hijau kehitaman ; pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. faktor yang mempengaruhi terjadinya pembusukan antara lain suhu dan kelembaban tubuh, dimana pada suhu yang lebih hangat proses ini terjadi lebih cepat ; pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis ; pembusukan lebih lambat pada lingkungan dingin ; mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah karena pada mayat yang terdapat di dalam air, suhu lingkungannya lebih rendah dan mayat terlindungi dari serangga dan predator ; mayat yang terkubur di tanah lebih lama pembusukannya dibandingkan yang di udara dan di air ; bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri ; apabila sudah terjadi pembusukan maka refrigerasi mungkin tidak dapat menghentikan proses secara menyeluruh.

Adiposera adalah zat organik seperti lilin yang muncul dari hidrolisis dan hidrogenase lemak dalam jaringan tubuh yang diperantarai oleh lechitinase dari clostridium perfringens.lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih ; pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh ; pada stadium awal pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.

butuh waktu berminggu minggu atau berbulan bulan sampai adiposera muncul, tetapi dilaporkan paling cepat 3 minggu proses ini dapat terjadi. pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahuntahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya. setelah 3 12 bulan akan menjadi rapuh dan berkapur digunakan untuk estimasi interval postmortem atau waktu yang telah berlalu setelah seseorang meninggal dunia.

Mumifikasi proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. terjadi bila suhu hangat atau kering, kelembaban rendah, aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). jarang dijumpai pada cuaca yang normal. Perubahan Kimia penilaian konsentrasi ion potassium dan sodium di vitreous humour ; ion K akan meningkat sedangkan ion Na akan menurun ; peningkatan kadar kalium cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam paska mati ; post mortem interval (Sturner) = 7.14 x konsentrasi potassium (mEq/L) 39.1. penurunan glukosa. penurunan chloride dan sodium.

1.4 Memahami dan menjelaskan forensic entomology Entomologi forensik adalah pemanfaatan serangga untuk menginvestigasi sebuah kejahatan. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah mengidentifikasi jenis-jenis serangga pemakan bangkai (disebut nekrofagus) yang muncul pada korban kejahatan (baca mayat). Kemampuan serangga sebagai perombak bahan organik, termasuk mayat manusia, dimanfaatkan di dalam bidang kedokteran forensik untuk mengetahui waktu kematian mayat (Postmortem Period Investigation, PMI) (Goff, 2003). Penguraian Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negaradan kondisi lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada daerah tropis dan subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium. : Fresh Stage (Stadium awal) Stadium ini dimulai saat kematian dan berakhir dengan a d a n y a pembengkakan. Serangga yang pertama kali ditemukan adalah lalat darif a m i l i Calliphoridae dan Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencarim a y a t , k e m u d i a n m e m a k a n d a n m e n e t a s k a n t e l u r d i s e k i t a r m a y a t , umumnya dimulai dari bagian kepala dan anogenital. Luka merupakantempat

kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi juga dapat menjadi tempat utama. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan) Pembusukan, merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari stadium ini. Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik y a n g m e n y e b a b k a n sedikit pengembangan dari abdomen dan padaakhirnya mayat akan t a m p a k s e p e r t i b a l o n . T e m p e r a t u r t u b u h y a n g meningkat selama stadium ini mengakibatkan proses pembusukan danaktivitas metabolik oleh larva Diptera yang memakannya. Calliphoridaesangat menyukai mayat pada stadium ini. Saat mayat membengkak, cairandipaksa keluar dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam tanah.C a i r a n i n i b e r k o m b i n a s i d e n g a n p r o d u k s i a m o n i a k ya n g b e r a s a l d a r i a k t i v i t a s m e t a b o l i k l a r v a d i p t e r a , m e n ye b a b k a n t a n a h d i b a w a h m a ya t tersebut menjadi alkalin, dan binatang yang tinggal pada tanah tersebut menjauh. Decay Stage (Stadium penghancuran) Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, m e n ye b a b k a n keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini,l a r v a D i p t e r a t e l a h m e n g h a b i s k a n h a m p i r s e l u r u h d a g i n g m a y a t . Sedangkan pada Calliphoridae dan Sarcophagid ae pada akhir stadium penghancuran, telah menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan telah meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium pupa. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran) Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera t i d a k l a g i m e n j a d i s p e s i e s y a n g d o m i n a n . C o l e o p t e r a m e n d o m i n a s i stadium ini. Selain dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan parasit dan predator dari kumbang. Skeletal Stage (Stadium skeletal) Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut , sudah tidak terdapatdaging bangkai, dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di bawah mayat tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadiumini dapat ditentukan lamanya dari variasi binatang normal pada tanah sertakondisi lokal di mana mayat ditemukan.

LO 2 : Memahami dan Menjelaskan Visum et Repertum Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik [1] (Lihat: Patologi forensik) atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak.

Visum et repertum berperan sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. VeR juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan. Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek : 1) Visum et Repertum Korban Hidup Visum et Repertum Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya. Visum et Repertum Sementara Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan. Visum et Repertum Lanjutan Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et Repertum Sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian di pindahkan ke rumah sakit atau dokter lain ataupun meninggal dunia. 2) Visum et Repertum pada mayat Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata lain berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat. 3) Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) 4) Visum et Repertum Penggalian Mayat 5) Visum et Repertum Mengenai Umur 6) Visum et Repertum Psikiatrik 7) Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan sebagainya. (Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008 : 51)

Perbedaan VeR dengan Catatan Medis dan Surat Keterangan Medis Lain Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan/perawatannya yang merupakan milik pasien, meskipun dipegang oleh dokter/institusi kesehatan. Catatan medis ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Karena Visum et repertum dibuat berdasarkan undang-undang yaitu pasal 120, 179, dan 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien 1. Visum et Repertum pada Kasus PerlukaUmumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang terlamba2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur, serta perbuatan cabul).3. Visum et Repertum Jenazah Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya Pada surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah jenazah).Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi : 1. Pemeriksaa luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik. 2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. 4. Visum et Repertum Psikiatrik Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana Dasar Hukum Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. Menurut Budiyanto dkk (Ilmu Kedokteran Forensik,1997) , dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut : Pasal 133 KUHAP menyebutkan: (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Pasal 120 KUHP Penyidik dapat meminta bantuan seorang ahli dan ahli tersebut member bantuan dengan pengetahuan sebaik-baiknya. Pasal 179 KUHP Dokter wajib melakukan pemeriksaan kedokteran forensic bila diminta oleh penyidik berwenang.

Nilai hukum - Pasal 184 KUHP tentang alat bukti yang sah, keterangan ahli, keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. - Pasal 187, surat yang dibuat oleh ahli berdasarkan keahliannya atas dasar permintaannya yang sah. Dasar hukum Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1) Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP. Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan dalam KUHAP yaitu : Pasal 120 (1) KUHAP Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut: 1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana. 2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. 3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum Psychiatricum, digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa

manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana : Pasal 216 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. PASAL 224 KUHP : Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan bulan. Factor yang berperan 1. 2. 3. 4. KEASLIAN BARANG BUKTI SAAT PEMERIKSAAN TEKNIK PEMERIKSAAN KOORDINASI DOKTER DENGAN PENYIDIK

Peran dan Fungsi Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP. Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau

membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum. Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu: Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum. Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran. Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil pemeriksaan, berisikan: 1. Jenis luka 2. Penyebab luka 3. Sebab kematian 4. Mayat 5. Luka 6. TKP 7. Penggalian jenazah 8. Barang bukti 9. Psikiatrik

Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP".

Struktur dan Isi Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut: a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa b. Bernomor dan bertanggal c. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah) d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan f. Tidak menggunakan istilah asing g. Ditandatangani dan diberi nama jelas h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk

itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

LO 3 : Memahami dan Menjelaskan Autopsi Autopsi merupakan pemeriksaaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Berdasarkan tujuannya, autposi dibagi menjadi : 1. Autopsi klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang sebelumnya menderita suatu penyakit, dirawat dirumah sakit tetapi kemudian meninggal. Untuk autopsi ini mutlak diperlukan izin keluarga terdekat. Tujuan dilakukan autopsi klinik adalah : Menentukan sebab kematian yang pasti Menentukan apakah diagnosis klinis yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosa post mortem Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis, dan gejala-gejala klinik Menentukan efektifitas pengobatan Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit Pendidikan 2. Autopsi forensik, dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarka peraturan undang-undang dengan tujuan : 1. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat 2. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan saat kematian, memperkirakan cara kematian 3. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan 4. Membuat laporan tertulis yang onyektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum 5. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu orang dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah. Untuk menentukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan visum dari yang berwenang, dalam hal ini adalah penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dapat ditindak sesuai undang-undang yang berlaku. Autopsi pada Kasus Kematian akibat Kekerasan Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat : A. Mekanik o Kekerasan oleh benda tajam o Kekerasan oleh benda tumpul o Tembakan senjata api

B. Fisika Suhu Listrik dan petir Perubahan tekanan udara Akustik Radiasi C. Kimia Asam atau basa kuat Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini. 1. Penyebab luka. Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka. 2. Arah kekerasan. Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara. 3. Cara terjadinya luka. Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri. Luka-luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah terlindung ini misalnya adalah daerah sisi depan leher, daerah lipat siku, dan sebagainya. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan. Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar. 4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati. Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka, sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin jaringan

LO 4 : Memahami dan Menjelaskan Investigasi Pemerkosaan Keberhasilan investigasi tergantung 3 faktor yang saling mendukung, yakni korban petugas kepolisian petugas medis. Petugas kepolisian atau petugas medis yang pertama kali tiba di tempat kejadian atau menemukan korban harus segera menangani kegawatdaruratan medis. Bila korban terluka parah, usaha penyelamatan harus menjadi prioritas dibanding hal-hal lain, seperti interogasi misalnya. Saat korban telah dievakuasi, atau ternyata korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, tempat kejadian harus segera diamankan dan penyelidikan mencari barang bukti segera dilaksanakan. Kalaupun korban tak terluka secara fisik, korban pasti memerlukan support untuk menangani trauma psikisnya. Akan lebih baik bila korban ditangani oleh petugas kepolisian wanita. Perlu juga kerjasama dari pihak korban, karena biasanya korban akan memaksa untuk diantar / dijemput oleh keluarga / kenalan sehingga seringkali tidak menuju tempat fasilitas medis, atau pemeriksaan yang harusnya dilakukan dengan segera menjadi tertunda dan bukti-bukti berharga hilang. Alur Pemeriksaan Korban Perkosaan Pemeriksaan Medis Korban harus ditangani sesegera mungkin Perlu Informed Consent Dokter & Polisi memeriksa dalam waktu yang bersamaan agar hal-hal yang ditemukan tidak berbeda Dokter didampingi perawat wanita / bidan / polwan Penjelasan pada korban tentang setiap pemeriksaan yang dilakukan korban diberi pengertian sehingga mau bekerjasama Pemeriksaan Fisik & Psikis Luka deskripsi & foto (seluruh tubuh) Keadaan emosional konseling profesional Biasanya korban akan lebih memilih untuk ditangani oleh dokternya sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan Kebanyakan dokter-dokter pribadi enggan melakukan pemeriksaan semacam ini ataupun berurusan dengan sidang. Mereka juga tidak terlatih untuk mengumpulkan barang-barang bukti. Bahkan sekalipun mereka bersedia melakukan pemeriksaan tersebut, pemeriksaan mungkin tidak lengkap, bahan-bahan yang dibutuhkan tidak dikumpulkan dengan baik, dan rangkaian pemeriksaan barang bukti tak dapat dinilai. Hal-hal semacam ini dapat dicegah bila pemeriksaan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dan memiliki peralatan yang lengkap untuk melakukan pemeriksaan tersebut serta untuk mengumpulkan barang bukti. Pemeriksaan medis korban kejahatan seksual yang kompeten dibutuhkan untuk kepentingan medis dan hukum. Seluruh pemeriksaan harus didokumentasikan (dalam bentuk tulisan, diagram, foto, dll). Luka-luka harus dideskripsikan dan difoto. Seluruh tubuh diperiksa, yang biasa didapat pada korban kejahatan seksual adalah luka di daerah kepala, leher, dan lengan. Tidak adanya luka di daerah perineum atau vagina bukan berarti meniadakan kemungkinan kekerasan atau penetrasi paksa. Pengumpulan spesimen merupakan hal yang penting. Akan lebih baik bila disiapkan perlengkapan untuk mengumpulkan dan menyimpan barang bukti.

Rape Kit Formulir rangkaian pemeriksaan barang bukti Formulir pemeriksaan dokter Amplop2 penyimpan barang bukti Sisir untuk rambut pubis Gunting untuk rambut pubis Tabung pengambilan darah Kertas saring untuk pengambilan saliva Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral Tabung kultur Slide mikroskop Label Checklist Banyak kesulitan pada pemeriksaan medis korban kejahatan seksual. Banyak dokter tidak mau terlibat dalam proses hukum sebab mereka memiliki pengalaman dan pelatihan minimal, juga kompensasi finansial yang tak sebanding karena mengurangi jam praktik. Dokter-dokter umum juga tidak memiliki standarisasi pemeriksaan forensik dan mereka kurang berhubungan baik dengan polisi. Karenanya banyak kasus perkosaan yang tak terselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai