Anda di halaman 1dari 7

A. Fraktur Dento alveolar Klasifikasi pada fraktur dentoalveolar diperlukan untuk menentukan rencana perawatan yang akan dilakukan.

Klasifikasi fraktur dento-alveolar dapat dibuat berdasarkan pada bagian anatomi yang terlibat, penyebab, perawatan alternatif atau kombinasi dari semua hal tersebut. Akan tetapi ada dua jenis klasifikasi trauma dentoalveolar yang sering digunakan yaitu klasifikasi dari Ellis dan Devey, dan Andreasen. Klasifikasi andreasen merupakan klasifikasi yang paling sering digunakan dan merupakan klasifikasi yang dipakai oleh WHO. Klasifikasinya yaitu: 1. Jaringan gigi a. Crown infraction yaitu adanya retakan pada gigi tanpa hilangnya material penyusun gigi tersebut. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu penghalusan retakan atau memperbaiki dengan resin komposit. Sebelum dilakukan

perawatan sebaiknya dilakukan tes vitalitas pulpa. b. Fraktur mahkota yang melibatkan enamel dan dentin tanpa terlihatnya permukaan akar gigi . perawatan yang dapat dilakukan yaitu penambalan dengan ZOE atau dengan GIC c. Fraktur mahkota dengan terbukanya kamar pulpa. Perawatannya

tergantung pada keadaan gigi tersebut. Apabila gigi dengan akar terbuka maka dilakukan pulpotomi kemudian dilakukan pulp capping dengan calcium hidroxide. Apabila akar gigi sudah tertutup dan gigi vital maka dilakukan pulp capping. Apabila akar sudah tertutup dan gigi non vital maka dilakukan PSA. d. Fraktur yang meliputi enamel, dentin dan cementum tanpa keterlibatan pulpa. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu pencabutan gigi jika fraktur telah melibatkan 1/3 akar gigi. Akan tetapi jika fraktur masih berada didaerah servikal atau sedikit dibawah servikal dapat dilakukan perawatan konservasi. e. Faktur enamel, dentin cementum dengan pulpa terbuka

f.

Fraktur akar yang melibatkan cementum dan dentin serta terbukanya kamar pulpa. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu dilakukan splinting jika terjadi fraktur pada 1/3 apikal dan 1/3 tengah. Dan pencabutan gigi jika terjadi pada 1/3 servikal.

2.

Jaringan Periodontal a. Resorbsi akar Resorbsi akar terdiri dari resorbsi internal dan resorbsi eksternal. Resorbsi eksternal meliputi: Surface resorption, yaitu resorpsi yang ditandai dengan gigi avulsi atau luksasi. Penyebabnya antara lain terjadi trauma pada cementum atau ligamen periodontal. Replacement resorption, atau anxylosis, yaitu keadaan dimana permukaan kar gigi bergabung dengan tulang yang ada di sekitar gigi. Secara radiografi terlihat hilangnya periodontal space Inflamatory resorption, yaitu resorpsi yang terjadi karena adanya reaksi inflamasi. Gambaran radiografis ditemukan adanya resorpsi akar dengan adanya radiolusensi pada tulang. Resorpsi internal terdiri dari: Internal replacement resorption, yaitu keadaan dimana terjadi pelebaran pulp chamber. Keadaan ini biasanya terjadi pada gigi yang mengalami fraktur akar dan luksasi. Internal inflamatory resorption, yaitu terjadinya inflamasi pada jaringan pulpa yang mengakibatkan adanya jaringan granulasi dan meresorpsi dinding dari dentin. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu PSA dan perawatan jaringan periodontal.

b. Concussion, yaitu trauma pada periodonsium yang mengakibatkan sensitivitas terhadap perkusi tanpa adanya pergerakan atau hilangnya gigi.

Perawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan oklusal adjustment dengan meminimalisir terjadinya trauma tambahan pada gigi c. Subluxation, yaitu terjadi pergerakan gigi tanpa adanya perpindahan secara radiografik atau secara klinis. Gigi sangat sensitif terhadap perkusi dan sering terjadi pendarahan ada daerah margin gingiva. Perawatan yaitu dengan oklusal adjustment dan splinting. d. Luxation, yaitu dislokasi atau avulsi parsial 3. Tulang penyokong gigi a. b. c. Fraktur pada satu dinding tulang alveolus Fraktur pada prosesus alveolaris tanpa adanya garis fraktur Fraktur mandibula dan maksila

B. Fraktur mandibula Klasifikasi fraktur mandibula 1. Berdasarkan lokasi anatomis fraktur Fraktur Dentoalveolar, yaitu fraktur yang hanya terjadi disekitar gigi saja tanpa melibatkan struktur tulang dibawahnya yang lain. Fraktur simfisis, yaitu fraktur yang terjadi pada regio insisif yang dimulai dari prosesus alveolaris hingga bagian inferior dari mandibula dalam arah vertikal atau hampir vertikal. Fraktur parasimfisis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah antara foramen mentalis dan bagian distal dari gigi insisiv lateral mandibula yang memanjang dari prosesus alveolaris hingga bagian inferior dari mandibula Body fracture, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah diantara foramen mentalis dan bagian distal dari molar ke dua mandibula yang memanjang dari prosesus alveolaris hingga ke bagian inferior mandibula Angle fracture, yaitu yaitu fraktur yang terjadi pada daerah diantara distal dari molar ke dua mandibula, yang memanjang dari sudut ramus pada

retromolar pad hingga bagian posterior ramus atau bagian inferior dari mandibula. Condylar process fracture, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah sigmoid notch memanjang hingga bagian posterior dari ramus. 2. Berdasarkan pola dari fraktur Fraktur simpel Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi. Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut. Termasuk greenstik fraktur yaitu keadaan retak tulang, terutama pada anak dan jarang terjadi. Fraktur kompoun Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan lunak Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi, dan hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat meluas dengan sobekan pada kulit. Fraktur komunisi Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang kecil atau remuk. Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak. Fraktur patologis keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang, seperti Osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan. Complicated fracture, merupakan fraktur pada tulang rahang yang melibatkan struktur lain yaitu pembuluh darah mayor, saraf, dan lain-lain. Indirect fracture merupakan fraktur yang terjadi pada bagian yang tidak terkena gaya.

C. Fraktur pada maksila Rene Le Fort pertama kali mendeskripsikan fraktur di daerah maksilaris pada tahun 1900-an. Klasifikasi fraktur maxilla adalah berdasarkan pada bagian yang paling superior dari daerah fraktur. 1. Fraktur Le Fort I meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maxilla dan palatum/ arkus alveolar kompleks. Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa unilateral atau bilateral.

2.

Fraktur Le Fort II berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah lamina pterigoid sampai ke arah fossa pterigopalatina. Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel sel etmoid dapat merusak system lakrimalis.

3.

Fraktur Le Fort III, juga dikenal sebagai craniofacial dysjunction,adalah suatu fraktur yang memisahkan secara lengkap antara tulang dan tulang cranial. Garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang taut etmoid melalui fisura orbitalis superior melintang kea rah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatika frontal dan sutura temporo-zigomatik.

D. Fraktur tulang zigomatikus

Klasifikasi fraktur tulang zigomatikus Berdasarkan zingg dan rekannya, trauma pada tulang zigomatikus dibagi menjadi 3 kategori, yaitu 1. Tipe A, yaitu Fraktur incomplete low-energy, yaitu fraktur yang hanya mengenai salah satu dari zygomatic arch, lateral orbital wall atau infraorbital rim

2.

Tipe

B,

merupakan

fraktur

yang

terjadi

pada

empat

artikulasi

yaitu dan

zygomaticofrontal, zygomaticoshenoid. 3.

zygomaticomaxilary,

zygomaticotemporal

Tipe C yaitu fraktur yang melibatkan semua fragment dari zygomatic

E. Fraktur tulang orbital

Dinding tulang orbita terdiri dari 7 tulang dengan ketebalan yang berbeda-beda. Tulang frontal membentuk supraorbital dan atap orbita. Permukaan medialis terdiri dari tulang ethmoid, sedangkan sebagian besar tulang sphenoid dan zygoma menyusun batas lateral . batas inferior disusun oleh oleh zygoma dan maxilla. Oleh karena bagian ini sangat tipis maka daerah ini paling rentan terjadi fraktur. Fraktur dasar orbital, juga dikenal sebagai fraktur blow-out mengakibatkan terjepitnya otot rektus lateral sehingga membatasi pandangan ke atas. Pada umumnya, fraktur pada daerah orbita biasanya melibatkan daerah zygomatic orbit. Fraktur ini, biasanya diakibatkan kencang ke lateral orbita, dan mengakibatkan pula fraktur dasar orbital oleh pukulan

Anda mungkin juga menyukai