Anda di halaman 1dari 7

Patogen 1.

Jamur a) Metarhizium anisopliae Taksonomi dan morfologi Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Eumycota : Deuteromycetes : Moniliales : Moniliaceae : Metarhizium : Metarhizium anisopliae (Ainsworth, 1973)

Gambar 1. Morfologi konidia Metarhizium Morfologi dari Metarhizium yang telah banyak diketahui yaitu konidiofor tumbuh tegak, spora berbentuk silinder atau lonjong dengan panjang 6-16 mm, warna hialin, bersel satu, massa spora berwarna hijau zaitun. Metarhizium sp. tumbuh pada pH 3,3-8,5 dan memerlukan kelembaban tinggi. Radiasi sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan pada spora. Suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan spora berkisar pada 2530oC. Metarhiziummempunyai miselia yang bersepta, dengan konidia yang berbentuk lonjong. Metarhizium anisopliae bersifat saprofit pada media buatan, awal mula

pertumbuahannya adalah tumbuhnya konidium yang membengkak dan mengeluarkan tabungtabung kecambah (Anonymous,1999).

Gambar 2. Koloni Metarhizium anisopliae Tabung kecambah tersebut memanjang dan memanjang selama 30 jam. Beberapa cabang tersebut membesar kearah atas membentuk konidiofor yang pendek, bercabang, berdekatan dan saling melilit. Konidia terbentuk setelah satu minggu pertumbuhan, mula-

mula berwarna putih kemudian berangsur menjadi hijau apabila telah masak. Pembentukan konidia terdiri dari kuncup dan tunas yang memanjang pada kedua sisi konidiofor tersebut. Umumnya sebuah rantai konidia bersatu membentuk sebuah kerak dalam media (Gabriel dan Riyatno, 1989).

Gambar 3. Konidia Metarhizium anisopliae Dibawah kondisi alami, Metarhizium spp menghasilkan dua jenis spora. Aerial conidia yang dihasilkan pada phialid-phialid selama fase saprofitik atau pada inang yang telah mati, dan didefinisikan sebagai spora-spora aseksual yang dihasilkan pada sporogenous dan hifa khusus yang dikenal sebagai phialid. Tipe spora yang kedua adalah spora yang dihasilkan di hemolymph serangga yang biasanya disebut blastospora(Taborsky,1992). Mekanisme Kerja Metarhizium anisopliae Ellyda (1982) memberikan contoh dengan menaburkan Metarhizium anisopliaesecara merata pada sarang O. rhinoceros dengan kedalaman 25-30 cm sebanyak 15-20 gr/m2 ternyata dapat mematikan larva O. rhinoceros sebanyak 52%. Dalam hal ini kontak langsung antara konidia dengan tubuh memegang peranan dalam penularan, karena menghasilkan patogenisitas terbanyak adalah dengan kontak langsung (Zelazny, 1988). Bila larva memakan ransum yang dicampur dengan M. anisopliae maka tinja yang dikeluarkan akan mengandung konidia. Hal ini dapat membantu penyebaran M. anisopliae (Sungkowo, 1985),Metarhizium anisopliae terbukti cukup aman terhadap hewan yaitu, tikus sehingga aman utuk digunakan dalam pengendalian hama secara mikrobiologi (Gabriel dan Riyatno, 1989).

b) Beauveria basssiana Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies Beauveria :Fungi :Ascomycota :Sordariomycetes :Hypocreales :Cordycipitaceae :Beauveria :B. Bassiana di dalam tanah sebagai jamur saprofit.

bassiana secara alami terdapat

Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 C, kelembapan tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya. Cara infeksi Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru. B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan hari, seranggaakan mati. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih. Dalam infeksinya, B. bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antarasegmen-segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan cauda (ekor). Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih. Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau di antara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut. Serangga yang telah terinfeksi B.bassiana selanjutnya akan mengontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang,

maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi horizontal patogen (inter/intra generasi). Aplikasi Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang jamur B. Bassiana adalah jangkrik, ulat sutra, dan semut merah. Karena B.bassiana dapat menyerang hampir semua jenis serangga, cendawan ini digolongkan ke dalam non-selektif pestisidasehingga dianjurkan tidak digunakan pada tanaman yang pembuahannya dibantu oleh serangga. Penggunaan jamur ini untuk membasmi hama dapat dilakukan dengan beberapa metode. Jamur ini bisa dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan memasukkanBeauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi. Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, ternyata Beauveria bassiana bukan parasit bagi manusia dan invertebrata lain. Tapi, bila terjadi kontak dengan spora yang terbuka bisa menyebabkanalergi kulit bagi individu yang peka. 2. Bakteri Bacilus thuringiensis Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami. B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang

dapat merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta. 3. Virus Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) Mekanisme Infeksi NPV merupakan racun perut yang dapat menginfeksi ulat apabila tertelan. Di dalam usus ulat, NPV akan terurai dan melepaskan virion yang secara cepat menginfeksi seluruh organ internal. Kekacauan metabolisme akibat infeksi NPV menyebabkan aktivitas makan menurun, gerakan berkurang, dan biasanya kematian terjadi setelah seluruh organ internal terinfeksi dan berubah menjadi masa cair yang mengandung milyaran NPV. Ulat yang lolos dari kematian akan mengalami gangguan pertumbuhan, reproduksi, dan cacat fisik. Tanda dan gejala infeksi oleh NPV pada serangga biasanya belum tampak 2-3 hari setelah NPV tertelan. Bersamaan dengan infeksi NPV, terjadi perubahan warna tubuh dan perilaku ulat yang terinfeksi dan hal ini merupakan tanda dan gejala awal infeksi NPV pada ulat. Selain itu, akibat infeksi biasanya aktivitas makan berkurang, gerakan menjadi lebih lambat dan akhirnya aktivitas makan berhenti. Perilaku tidak normal pada ulat yang terinfeksi NPV adalah ulat bermigrasi menuju ke tempat yang lebih tinggi (pucuk tanaman) yang seolah-olah menghindari sumber infeksi dan pada saat mati posisi tubuhnya menggantung dan membentuk huruf V. Tanda-tanda ulat telah terinfeksi NPV adalah warna kulit menjadi coklat kemerahan, gerakannya lambat dan berhenti makan. Waktu mulai infeksi hingga kematian berbeda-beda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: umur (instar) ulat, suhu lingkungan, dosis virus, virulensi virus dan kandungan nutrisi pakannya. Semakin virulen strain virus, semakin cepat membunuh ulat (2-5 hari). Sebaliknya, jika strain virus yang digunakan kurang virulen kematian ulat akan terjadi sekitar 2-3 minggu setelah infeksi. Secara morfologi, NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus). Virus ini dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron (EM), imunoelektron microscopy (pewarnaan negatif), elektron cryomicroscopy, dan x-ray cristalography.. NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion dengan diameter 0.2 20 mm. Kristal protein ini disebut dengan

protein polihedrin yang berukuran kurang lebih 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal protein ini berfungsi sebagai pelindung infektifitas partikel virus dan menjaga viabilitasnya di alam

serta melindungi DNA virus dari degradasi akibat sinar ultra violet matahari (Samsudin,2008). NPV merupakan virus patogen yang berasal dari golongan Baculovirus dan kini telah ditemukan pada 523 spesies serangga yang termasuk golongan Lepidoptera, Hynenoptera dan Diptera. Sebagian besar NPV bersifat spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies inang alaminya. Sehingga pada mulanya secara taksonomi penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang asli dimana dia pertama kali diisolasi sebagai contoh NPV yang menginfeksi ulat Spodoptera litura dinamai Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV)dan yang menginfeksi ulat Spodoptera

exigua dinamai Spodoptera exiguaNucleopolyhedrovirus (SeNPV). Dalam penamaan oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus), NPV memiliki taksonomi yaitu: Ordo: Baculovirales Famili: Baculoviridae Genus: Baculovirus Spesies: Nucleopolyhedrovirus 4. Nematoda Nematoda entomopatogen termasuk yang dalam filum menghuniNematoda, tanah, biasa serangga disebut cacing

mematikan parasitoid yang

gelang . Istilah entomopatogen berasal dari kata Yunani entomon, yang berarti serangga, dan patogen , yang berarti menyebabkan penyakit. Meskipun banyak nematoda parasit lain yang menyebabkan penyakit pada tanaman, ternak, dan manusia, nematoda entomopatogen, seperti namanya, hanya menginfeksi serangga. Nematoda entomopatogen (EPNS) hidup di dalam tubuh mereka tuan rumah , dan sehingga mereka ditunjuk endoparasit . Mereka menginfeksi berbagai jenis serangga tanah, termasuk larva bentuk kupu-kupu, ngengat, kumbang, dan lalat, serta jangkrik dewasa dan belalang. EPNS telah ditemukan di semua benua yang dihuni dan berbagai habitat ekologis beragam, dari ladang ke gurun.Yang paling sering dipelajari genera adalah mereka yang berguna dalam kontrol biologis hama serangga, yang Steinernematidae danHeterorhabditidae (Gaugler 2006). Karena mereka secara ekonomi penting, siklus hidup dari genera Heterorhabditidae dan Steinernematidae sangat terkenal. Meski tidak terkait erat, filogenetis , keduanya berbagi sejarah hidup yang sama (Poinar 1993). Siklus ini dimulai dengan remaja infektif, yang fungsinya hanya untuk mencari dan menginfeksi host baru. Setelah memasukkan serangga, remaja infektif merilis sebuah bakteri mutualistik terkait. Bakteri dari

genus Xenorhabdus atau Photorhabdus , untuk steinerernematides dan heterorhabditids, masing-menyebabkan kematian host dalam waktu 48 jam.Nematoda memberikan perlindungan bagi bakteri, yang, sebagai imbalannya, membunuh inang serangga dan memberikan nutrisi pada nematoda. Bersama-sama, nematoda dan bakteri memakan tuan rumah pencair, dan bereproduksi selama beberapa generasi di dalam mayat . Remaja infektif Steinernematid mungkin menjadi laki-laki atau perempuan, sedangkan heterorhabditids berkembang menjadi diri pemupukan hermafrodit dengan generasi kemudian memproduksi dua jenis kelamin. Ketika sumber daya pangan di host menjadi langka, orang dewasa menghasilkan remaja infeksi baru disesuaikan untuk menahan lingkungan luar. Setelah sekitar satu minggu, ratusan ribu remaja infektif muncul dan pergi mencari host baru, dengan membawa sebuah inokulasi bakteri mutualistik, yang diterima dari lingkungan host internal (Boemare 2002 Gaugler 2006).

Anda mungkin juga menyukai