Anda di halaman 1dari 7

Iklim pada tapak ` Menurut Lippsmeier (1997), perbedaan temperatur yang kecil saja terhadap temperatur luar atau

gerakan udara yang lambat sekalipun sudah dapat menciptakan kondisi yang nyaman bagi manusia yang sedang berada didalam ruangan yang dimaksud. Meskipun demikian, bukan temperatur rendah saja yang menunjang kenyamanan dari sebuah ruang, tetapi pendinginan yang jelas terdahap temperatur luar. Metode pengendalian iklim pada tapak antara lain: Orientasi bangunan Terdapat tiga faktor utama yang menentukan bagi perletakan sebuah masa: 1. Radiasi matahari dan tindakan perlindungan Dalam perancangan sebuah massa bangunan, orientasi terbaik adalah dengan menata bangunan memanjang ke arah timur dan barat, sehingga bukaan dominan berorientasi kearah utara dan selatan. Sudut jatuh cahaya matahari juga penting dipertimbangkan, semakin curam, semakin besar penerimaan energi panas yang masuk kedalam bangunan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa fasad selatan dan utara menerima lebih sedikit panas dibandingkan dengan fasad barat dan timur. (Lippsmeier:1997, 101) 2. Arah dan kekuatan angin Untuk iklim tropis-lembap, posisi bangunan yang melintang terhadap angin utama lebih penting dibandingkan dengan perlindungan terhadap cahaya matahari. Karena pentingnya ventilasi silang untuk mendukung pergantian udara pada ruangan, yang akan mengurangi tingginya kelembapan. 3. Topografi Sifat permukaan di sekitar bangunan, mengenai vegetasi dan elemen air yang akan sangat mempengaruhi iklim pada tapak. Selain itu, kondisi bangunan sekitar tapak juga mempengaruhi iklim tapak, umumnya bangunan-bangunan eksisting tapak selain memberikan pembayangan, yang merupakan aspek peneduhan juga mengurangi pemantulan radiasi matahari, meskipun tetap tergantung dari orientasi dan tata letak massa bangunan.

Pemilihan material penutup permukaan tapak

Pemilihan bahan material yang digunakan pada tapak memberikan nilai radiasi matahari yang berbeda. Penyerapan atau pemantulan radiasi matahari terhadap permukaan tapak memberikan pengaruh yang besar terhadap temperatur udara tapak.

Penyelesaian yang sama bisa dilakukan juga dengan pilihan permukaan fasad maupun atap tertentu sehingga penyerapan sinar cahaya dan panas matahari kecil dan pemantulannya besar. Tabel 2.1 adalah lampiran nilai penyerapan dan pemantulan dari material. Selain itu, pemilihan bahan permukaan, selain meliputi sifat permukaan seperti kasar atau licin, warna juga mempengaruhi pemantulan dan penyerapan cahaya. Seperti Tabel 2.2 yang tertera di bawah, dinding yang bercat putih memiliki persentasi pemantulan yang tinggi dibandingkan dengan warna hijau muda yang persentasi pemantulannya hanya 40%, dan aspal hitam 15%.

(a) Permukaan perkerasan

(b) Permukaan rumput

Gambar 2.1 Pengaruh Penggunaan Material Terhadap Bangunan (digambar ulang dari diktat Fisika Bangunan) Jika penggunaan material berpotensi memantulkan radiasi maka akan mempengaruhi kondisi temperatur udara pada iklim setempat, contohnya penggunaan keramik, beton, aspal, dan paving block. Sedangkan penggunaan rumput, semak pada tapak akan menyerap radiasi sehingga mampu membantu mengurangi tingkat radiasi terhadap iklim setempat. Berikut adalah tabel material berdasarkan intensitas penyerapan dan pemantulan terhadap radiasi. Tabel 2.1 Tabel Nilai Penyerapan dan Pemantulan Bahan dalam % (Frick, Heinz & Setiawan, Pujo L, 2002)

Pembayangan

Pembayangan dapat digunakan untuk menurunkan temperatur udara akibat radiasi yang berlebihan, misalnya area sirkulasi, dan area-area terbuka yang luas dan tidak terdapat naungan. Cara yang tepat antara lain dengan penggunaan sirip penangkal cahaya matahari, secondary skin, perletakan vegetasi yang tepat pada tapak, penggunaan pergola dan lain-lain.

Pengendalian pergerakan udara pada tapak

Arah pergerakan udara pada tapak dapat dikendalikan dengan aspek yang tepat, contohnya dengan menggunakan vegetasi dan penataan masa terhadap angin dominan pada iklim setempat.

Gambar 2.2 Peranan Vegetasi Terhadap Pergerakan udara Pada gambar diatas menunjukan pergerakan udara terhadap masa bangunan dan vegetasi yang ada. Beraneka macam kemungkinan ini akan mempengaruhi kenyaman termal di dalam bangunan. Vegetasi

Penggunaan vegetasi pada tapak jika dirancang dengan baik dapat mempengaruhi arah dan kekuatan angin, menyimpan air, menurunkan temperature dan menyamarkan perbedaan temperatur. Pada dasarnya angin harus berhembus melalui daerah yang berada dalam bayangan sebelum mencapai bangunan, jangan melalui permukaan yang panas. Pada tempat-tempat dimana penguranan gerakan udara panas harus dihindari, dapat dipilih tanaman yang jarang, misalnya palem kipas dengan mahkota tinggi sehingga udara dapat mengalir besar dibawahnya dan hanya menghasilkan sedikit kelembapan oleh permukaan daunnya kurang rapat. (Lippsmeier : 1997, 116)

Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi yang dirasa nyaman oleh manusia sebagai subjek yang merasakan rasa nyaman tersebut terhadap keadaan lingkungan sekitar berkaitan dengan panas. Terdapat beberapa faktor yang menentukan sekaligus mempengaruhi kenyamanan termal. Namun secara garis besar faktor-faktor penentu tersebut terbagi menjadi 2 faktor yaitu faktor manusia dan faktor lingkungan sekitar (alam). Faktor Manusia Faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal yang berasal dari manusia adalah aktivitas yang sedang dilakukan dan pakaian yang digunakan: 1. Aktivitas Manusia Menurut Heinz Frick dan Bambang Suskiyanto, Walaupun keseimbangan suhu tubuh dapat terjaga, kenyamanan termal lebih bersifat individual. Keadaan lingkungan tertentu bisa dirasakan berbeda oleh individu yang berbeda. Ketika manusia, melakukan aktivitas, terjadi aktivitas pergerakan energi, namun disamping itu suhu tubuh menjadi tinggi. Suhu tubuh manusia harus dipertahankan maksimal sekitar 37OC. Bertambah tingginya suhu tubuh manusia bisa dikatakan yang bersangkutan sendang menderita sakit. 2. Pakaian Pakaian yang digunakan oleh seseorang mempengaruhi penguapan panas dalam tubuh. Jika pakaian yang diguanakan semakin tebal maka penguapan dari pelepasan kalor yang terdapat dalam tubuh akan sedikit terhambat oleh pakaian yang digunakan. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan adalah temperatur udara, kelembapan relatif udara, kecepatan gerakan udara, serta radiasi sinar matahari. Untuk meningkatkan kenyamanan termal, sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai tingkat ketidaknyamanan dengan memanfaatkan hasil pengukuran keempat faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap iklim (Evans, 1980:17). Sehingga umumnya, pengukuran hanya dilakukan pada faktor lingkungan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kondisi iklim tapak. Pengukuran faktor-faktor lingkungan dari kenyamanan termal dapat menggunakan beberapa alat bantu seperti 4-in-1 Environment Tester, WBGT, dan sebagainya.

2.2.3 Standar Tingkat Kenyamanan Termal Suhu udara Untuk standar udara untuk daerah-daerah di Indonesia, diantaranya: - 22,5OC 19,5OC (Lippsmeier, 1997) - Berdasarkan (SNI 03-6572-2001) 1) sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20,50C ~ 22,80C. 2) nyaman optimal, antara temperatur efektif 22,80C ~ 25,80C. 3) hangat nyaman, antara temperatur efektif 25,80C ~ 27,10C. Kelembapan udara

Acuan kelembapan relatif udara pada iklim tropis, diantaranya: - 20% - 50% (Lippsmeier, 1997). - Untuk daerah tropis, kelembapan udara relatif yang dianjurkan antara 40% ~ 50%, tetapi untuk ruangan yang jumlah orangnya padat seperti ruang pertemuan. (SNI 03-6572-2001). Pergerakan Udara

Acuan kecepatan pergerakan udara, diantaranya: - 0,25m/s 0,5 m/s (Lippsmeier, 1997). - 0,15 m/s- 0,25 m/s (SNI 03-6572-2001).

2.2.4 Zona Nyaman Zona nyaman adalah daerah dalam blioclimatic chart yang menunjukan kondisi komposisi udara yang nyaman secara termal. Kenyamanan termal tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal karena kenyamanan termal tersebut merupakan perpaduan dari enam faktor. Namun, sebagai pedoman kasar, kenyamanan termal untuk tropis lembap dapat dicapai dengan batas-batas 24OC < T < 26OC, 40% < RH < 60%, 0,6 m/detik < V < 1,5 m/detik, pakaian ringan selapis, dan kegiatan santai tenang. (Satwiko, 2004:8) Kenyamanan termal terjadi saat tubuh manusia merasakan kondisi nyaman, yang berpengaruh terhadap kondisi ini adalah, temperatur udara, kelembapan udara dan kecepatan angin.

2.3 Pengaruh Orientasi Terhadap Radiasi Matahari Jalan radiasi ditempuh apabila energi kalori (panas) benda berubah menjadi energi sinar (radiasi) dan menyinari pada benda lain yang dingin. Segera sudah menjadi energi menyentuh benda dingin tersebut ia berubah kembali menjadi energi panas. Sinar matahari sampai di bumi melalu hampa udara. Jadi jelas tidak ada konduksi atau konveksi, tetapi dengan radiasi, penyinaran langsung (Mangunwijaya 1981: 116). Radiasi matahari adalah penyebab semua ciri umum iklim dan radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Kekuatan efektifnya ditentukan oleh energi radiasi (insolasi) matahari, pemantulan pada permukaan bumi, berkurangnya radiasi oleh penguapan, dan arus radiasi di atmosfer. (Lippsmeier 1997 : 19) 2.3.2 Sudut Jatuh Sudut jatuh matahari ditentukan oleh posisi relatif matahari dan tempat pengamatan di bumi, dan juga dipengaruhi oleh sudut lintang geografis tempat pengamatan, musim, dan lama penyinaran harian. Keberadaan bangunan eksisting juga akan mempengaruhi pembayangan dan bisa menjadi shadding bagi bangunan lain. Meskipun hanya pada jam tertentu saja.

Dari hal-hal tersebut dapat ditarik kesimpulan perlunya rancangan khusus sesuai dimana letak bangunan tersebut berada. Pengaruh kondisi iklim tropis tropis bisa diselesaikan dengan cara penggunaan teknologi yang ada maupun dengan cara tradisional. Penanggulangan tersebut dapat dilakukan secara eksternal yang akan terlihat dari orientasi dan bentuk bangunan dengan adanya pembayanan sinar matahari maupun filterasi, serta secara internal atau tidak terlihat yaitu pengkondisian udara buatan. Sehingga secara umum dapat dikatan bahwa secara tidak langsung orientasi akan mempengaruhi bentuk suatu bangunan dan bentuk bangunan itu sendiri juga dipengaruhi oleh bahan bangunan yang digunakan dan iklim setempat bangunan itu berada. 2.3.4 Time Lag Saat energi panas jatuh pada permukaan dinding, partikel-partikel pada lapisan pertama akan menyerap sejumlah panas yang diteruskan kepada lapisan berikutnya. Ini akan menyebabkan efek penundaan, sehingga temperatur puncak dari lingkungan baru dirasakan di dalam ruang dalam beberapa waktu kemudian. Menurut Egan, material bangunan dengan massa yang masif dan berat mempuyai timelag besar. Sebagai akibat akan tercipta kondisi yang lebih stabil. Berikut ketebalan material bangunan dan timelag yang dihasilkan:

Anda mungkin juga menyukai