Anda di halaman 1dari 32

REFERAT DIARE PADA ANAK KEPANITERAAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Periode 28 Januari 7 April 2013

Disusun oleh : Alvin Augusta Pembimbing : dr. Avalany Kawilarang sp.A

BAB I PENDAHULUAN

Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita.1,5 Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Akibat dari infeksi saluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa, invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan malabsorbsi. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian lain yang penting adalah disentri, kekurangan gizi dan infeksi yang serius seperti pneumonia. Secara umum, penanganan diare adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tidak terkontrol dan terganggunya masukan oral.3,4

BAB II

ISI

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, dengan perkiraan 1,3 milyar episode dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan anak-anak ini mengalami rata-rata 3,3 episode diare per tahun, tetapi di beberapa tempat dapat lebih dari 9 episode per tahun. Sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare terjad pada 2 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk, angka ini meningkat bila di bandingkan survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Definisi diare menurut Nelson adalah hilangnya cairan dan elektrolit secara berlebihan. Episode akut didefinisikan dengan hilangnya feses >10 ml / kgBB / hari pada infants atau >200 gram / hari pada anak yang lebih dewasa dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bilamana berlangsung lebih dari 14 hari maka disebut diare khronik atau persisten. Secara klinik, dibedakan atas tiga macam sindrom diare, yaitu: 1. Diare cair akut Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare cair akut pada anakanak adalah: rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholerae, Salmonella. 2. Disentri Adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella. Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri yang serius pada dewasa muda tapi jarang pada anak. Akibat penting disentri antara lain ialah anoreksia,

penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. 3. Diare persisten Adalah diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dapat dalam jumlah yang banyak sehingga ada resiko mengalami dehidrasi. Tidak ada penyebab mikroba tunggal untuk diare persisten.

Tabel mekanisme diare (menurut Nelson) Mekanisme diare Secretory Kelainan Mengurangi absorbsi dan meningkatkan Osmotik sekresi Maldigestive, defek transport, unabsorbable solute Inflamasi mukosa Inflamasi, penurunan area mukosa dan/atau area reabsorbsi, peningkatan Peningkatan motilitas motilitas Menurunkan transit time IBS, tirotoksikosis Loose to normal appearing stool, distimulasi oleh reflex gastrocolic Loose to normal Infeksi dapat menyebabkan motilitas meningkat Contoh Cholera, toxigenic E.coli, Cryptospirodosis (AIDS) Defisiensi lactase, glucosagalactosa malabsorbsi Salmonella, shigella, amebiasis, campylobacter infeksi Pemeriksaan feses Watery, normal osmolitas dengan perbedaan ion <100mOsm/kg Watery, asam, peningkatan osmolitas dengan perbedaan ion > 100mOsm/kg Darah dan adanya peningkatan WBC pada feses Keterangan Bertahan saat puasa, tidak ada leukosit pada feses Stop saat puasa, tidak ada leukosit pada feses Disentri = darah, mucus, dan WBC

Penurunan motilitas Penurunan pada area permukaan

Defek pada neuromusculars tasis Menurunnya kapasitas fungsional

Pseudo-obstruksi

appearing stool

Kemungkinan bacterial overgrowth Membutuhkan elemental diet dan bantuan parenteral

Short bowel syndrome, rotavirus enteritis

Watery

Volume feses Respons terhadap puasa Na pada feses pH feses Substansi reduksi

Diare osmotik <200 ml / 24 jam Diare berhenti < 70 mEq / L <5 Positive

Diare sekretorik > 200 ml / 24 jam Diare tetap lanjut > 70 mEq / L >6 Negative

Etiologi diare ada beberapa faktor yaitu : 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella dan sebagainya Infeksi virus : Enterovirus ( virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus dan sebagainya Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis ), Jamur ( Candida albicans) b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.

2. Faktor malabsorpsi a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa. b. Malabsorpsi lemak terutama lemak jenuh c. Malabsorpsi protein 3. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas Cara penularan Pada umumnya adalah orofecal melalui : 1. Makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen Kontak langsung atau tidak langsung (4F = Food, Feses, Finger, Fly)

Patogenesis Patogenesis diare akibat virus Rotavirus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama laktose. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang. Patogenesis diare akibat bakteri

Penempelan di mukosa

Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yamg menyerupai rambut getar (pili atau fimbria). Penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan. Toksin yang menyebabkan sekresi enterotoksigenik, V. Cholerae dan beberapa bakteri lain

E.coli

mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chloride (Cl -) dari kripta yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Invasi mukosa

Shigella, C.jejuni, E.coli enteroinvasive dan Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa. Patogenesis diare akibat protozoa Penempelan mukosa

G.lamblia menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare Invasi mukosa

E.histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon ( ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Keadaan ini baru terjadi jika strainnya sangat ganas. Pada manusia 90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala/ tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin ada di dalam tinjanya.

Mekanisme diare Prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu: 1. Diare sekretorik Disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri atau virus. 2. Diare osmotik Mukosa usus adalah epitel berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare dapat terjadi apabila suatu bahan yg secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. 3. Motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pada pemasukan air (input), yang merupakan penyebab kematian pada diare. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat. Penentuan derajat dehidrasi Lakukan anamnesis dengan teliti terutama tentang asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang keluar. Tanyakan juga

apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien mengonsumsi obat tertentu sebelumnya. Saat melakukan anamnesis, amati juga keadaan umum dan aktivitas anak. Adanya demam menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi. Berikut adalah cara mudah dalam menentukan derajat dehidrasi Terdapat dua/lebih dari tanda-tanda berikut ini : * Letargis atau penurunankesadaran * Mata cekung * Tidak bisa minum/malas minum * Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat(2 detik) Terdapat dua atau lebih dari tandatanda berikut ini : * Gelisah, rewel * Mata cekung * Haus, minum dengan lahap * Cubitan kulit perut kembalinya lambat Tidak ada cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG DEHIDRASI BERAT

Catatan : Letargi berbeda dengan tidur. Seorang anak yang letargi bukan hanya tertidur tetapi status mental/kesadaran anak menurun dan sulit untuk dibangunkan.

Beberapa anak atau ras tertentu dalam keadaan normal mata anak dapat tampak cowong sehingga sangat penting menanyakan kepada orangtua apakah mata anak lebih cowong daripada biasanya. Atau kita dapat melihat mata orangtuanya juga.

Bayi dan anak dengan gizi buruk atau obesitas, cubitan kulit biasanya tidak berguna. Tanda-tanda lain yang menunjukkan anak gizi buruk yang mengalami dehidrasi harus dicari.

Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi dapat dibagi menjadi Dehidrasi ringan dengan kehilangan < 5 % Dehidrasi sedang dengan kehilangan 5-10 % Dehidrasi berat dengan kehilangan > 10 %

Tabel skor Maurice King Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 Sehat 1 Gelisah, cengeng, apatis, mengantuk Kekenyalan kulit Mata UUB Normal Normal Normal Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung 2 Mengigau, koma/syok Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung

Mulut Denyut nadi/menit

Normal Kuat < 120

Kering Sedang (120-140)

Kering & sianosis Lemah > 140

Berdasarkan nilai skor dapat ditentukan derajat dehidrasi : Nilai 0 -2 : dehidrasi ringan Nilai 3 -6 : dehidrasi sedang Nilai 7 -12 : dehidrasi berat

Gejala klinis Mula mula bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Pada diare oleh karena intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.

Kehilangan air dan elektrolit bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila disertai dengan demam. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi, asidosis karena kekurangan basa ( karena kehilangan bikarbonat) dan kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan penurunan volume darah (hipovolemik), kolaps kardio-vaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolik, tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul). Ada 3 macam dehidrasi yang dapat terjadi yaitu : 1. Dehidrasi isotonik Dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal yang ditemui dalam cairan ekstraseluler. Gambaran dehidrasi istonik adalah : Ada kekurangan keseimbangan air dan natrium Konsentrasi natrium serum normal Osmolaritas serum normal Hipovolemik terjadi sebagai hasil kehilangan banyak cairan ekstraseluler

Dehidrasi isotonik pertama ditandai dengan rasa haus dan kemudian berturutturut menurunnya turgor kulit, keringnya membran mukosa, mata cekung, dan tidak ada air mata waktu menangis, ubun-ubun kecil cekung dan kencing sedikit. Gambaran fisik dehidrasi isotonik muncul bila kehilangan cairan mencapai 5 % BB dan akan memburuk bila kekurangan meningkat. 2. Dehidrasi hipertonik Beberapa anak yang diare terutama bayi sering menderita dehidrasi hipertonik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan natrium bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini biasanya terjadi karena pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak diabsorbsi dengan baik dan pemasukan air yang tidak cukup. Cairan hipertonik menyebabkan perbedaan osmotik sehingga seringkali aliran air dari ekstraseluler ke dalam usus halus, menyebabkan penurunan volume cairan ekstraseluler dan peningkatan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler. Gambaran utama dehidrasi hipertonik adalah : Kekurangan air dan natrium tetapi proporsi kekurangan air lenih banyak Konsentrasi natrium serum meningkat

Osmolaritas serum meningkat Sangat haus yang lebih berat derajatnya dibandingkan dengan derajat dehidrasinya Kejang mungkin terjadi,terutama bila konsentrasi natrium lebih dari 165 mmol/L Anak iritabel

3. Dehidrasi hipotonik Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus 5% glukosa dalam air mungkin bisa menderita hiponatremi. Hal ini terjadi karena air diabsorbsi usus sementara kehilangan garam(NaCl) tetap berlangsung. Gambaran utama hipotonik adalah : Kekurangan air dan natrium tetapi proporsi kekurangan natrium lebih banyak Konsentrasi natrium serum rendah Osmolaritas serum rendah Anak letargi

Asidosis metabolik Pada saat diare sejumlah besar bikarbonat dapat hilang melalui tinja. Bila ginjal berfungsi normal ; kehilangan bikarbonat banyak diganti dan kehilangan basa yang berat tidak akan terjadi. Bila mekanisme kompensasi ini gagal akibat fungsi ginjal menurun aliran darah ke ginjal kurang karena hipovolemi. Kemudian kekurangan basa dan asidosis terjadi dengan cepat. Akibat produksi asam laktat yang berlebihan ketika penderita megalami syok hipovolemik. Gambaran utama dehidrasi asidosis meliputi : Konsentrasi bikarbonat serum berkurang , < 10 mmol/l pH arteri menurun, mungkin < 7

Nafas cepat dan dalam yang membantu meningkatnya pH arteri dan mengakibatkan kompensasi alkalosis respiratorik Hipokalemia Adanya muntah

Penderita diare sering mengalami penurunan kadar kalium karena kehilangan banyak melalui tinja. Kehilangan ini paling banyak pada bayi dan dapat menjadi berbahaya pada anak yang kurang gizi, yang sebelumnya sudah mengalami kekurangan kalium. Bila kalium dan bikarbonat hilang bersamaan, hipokalemi biasanya tidak terjadi, karena asidosis metabolik yang terjadi akibat kekurangan bikarbonat menyebabkan kalium berpindah dari cairan intraseluler ke ekstraseluler untuk mengganti ion hidrogen, jadi mempertahankan kalium serum dalam tingkat normal atau bahkan sedikit meningkat. Namun begitu bila asidosis metabolik dikoreksi dengan memberi bikarbonat, pergantian ini cepat berubah dan menjadi hipokalemi. Hal ini dapat dicegah dengan mengganti kalium dan mengoreksi kekurangan basa pada saat yang sama. Gejala-gejala hipokalemi adalah : - Kelemahan otot secara umum - Aritmia jantung - Ileus paralitik terutama bila diberikan juga obat-obatn yang megurangi peristaltik (seperti opium) Hipoglikemia Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemi jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya menderita KKP (Kurang Kalori Protein). Gejala ini timbul bila kadar glukosa turun sampai 40 mg % pada bayi dan 50mg% pada anak-anak. Gangguan gizi Pada pasien diare biasanya terjadi penurunan berat badan karena makanan yang dihentikan, pengenceran susu atau gangguan pencernaan makanan. Tabel jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun(ml/kgBB)

Derajat Dehidrasi Ringan Sedang Berat PWL 50 75 125 NWL 100 100 100 CWL 25 25 25 Jumlah 175 200 250

Tabel jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun Derajat dehidrasi Ringan Sedang Berat Keterangan : PWL = Previous Water Loss (ml/kgBB) PWL 30 50 80 NWL 80 80 80 CWL 25 25 25 Jumlah 135 155 185

(Jumlah cairan yang hilang, biasanya berkisar 5 15 % dari BB (ml / kgBB) NWL = Normal Water Loss (ml / kgBB)

(Terdiri dari urin + jumlah cairan yang hilang melalui penguapan pada kulit dan pernafasan). CWL = Concomitant Water Loss (ml / kgBB)

(Jumlah cairan yang hilang melalui muntah dan diare, kira kira 25 ml / kgBB / 24 jam).

Tatalaksana

Terdapat lima lintas tatalaksana yaitu : Rehidrasi Dukungan nutrisi Suplemen zinc Antibiotik selektif Edukasi orangtua

1. Rehidrasi Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur atau air sup. Bila telah terjadi dehidrasi, maka anak perlu dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan oralit. Cairan Rehidrasi Oral(CRO) yang dianjurkan WHO selama 3 dekade terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung glukosa dan elektrolit telah berhasil menurunkan angka kematian karena kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus. Sesuai dengan anjuran WHO, maka penggunaan CRO dengan formula baru, yaitu komposisi natrium 75 mmol/L, kalium 20 mmol/L, klorida 65 mmol/L, sitrat 10 mmol/L, glukosa 75 mmol/L. Total osmolaritas 245 mmol/L. 2. Dukungan nutrisi Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisi yang telah hilang serta mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu makan menunjukkan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dan frekuensi ditingkatkan dari biasanya. 3. Suplmentasi zinc

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, serta mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak di bawah usia 6 bulan adalah 10 mg(1/2 tab) sedangkan untuk anak usia 6 bulan ke atas adalah 20 mg(1 tab). Pada bayi Zinc dapat diberikan dengan dilarutkan dalam air matang, ASI, atau oralit. Sedangkan pada anak lebih besar zinc dapat dikunyah. Meskipun diare sudah sembuh tetapi zinc harus tetap diberikan selama 10-14 hari berturut-turut. 4. Antibiotik Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Obat pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah dengan golongan quinolon seperti ciprofloksasin dengan dosis 3050 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pada pasien rawat jalan, dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti cefiksim 5 mg/kgBB/hari secara oral. Bila pada pemeriksaan tinja ditemukan trofozoit atau kista amoeba dapat diberikan metronidazol 7.5 mg/kgBB 3x sehari untuk amebiasis dan metronidazol 5 mg/kgBB 3 sehari untuk giardasis selama 5 hari. Leukosit dalam jumlah >10/lpb mendukung diagnosis shigella atau bakteri invasif lain. Penyebab Shigella dysentery Antibiotik pilihan Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari Alternatif Pivmecillinam 20 mg/kgBB 4x sehari selama 5 hari Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari Erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari

Kolera

Tetracycline 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat) Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari

Amoebiasis

Giardiasis

Sumber : WHO 2006 Antibiotik lain dapat diberikan bila terdapat penyakit penyerta lain seperti : Infeksi ringan (OMA, faringitis) diberikan Penisillin Prokain 50.000 u/kgBB/hari Infeksi sedang (bronkitis) diberikan Penisillin Prokain atau Ampisillin 50 mg/kgBB/hari Infeksi berat (bronkopneumonia) diberikan Penisillin Prokain dengan Kloramphenikol 75 mg/kgBB/hari atau Ampisillin 75-100 mg/kgBB/hari ditambah Gentamisin 6 mg/kgBB/hari atau derivat Sefalosporin 30 50 mg/kgBB/hari 5. Edukasi Indikasi rawat inap pada penderita diare akut adalah malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang dengan komplikasi.

Antibiotic-associated diarhea(AAD)

Laporan tentang diare yang disebabkan oleh pemberian antibiotik pertama kali ditemukan pada Bulletin of the John Hopkins Hospital pada tahun 1893. Dimana John Finney dan Sir William Osler mendeskripsikan kasus perempuan muda yang meninggal karena kolitis difteri berat segera setelah operasi lambung. Diare yang disebabkan oleh antibiotik sering ditemukan setelah antibiotik preoperatif sering digunakan mulai pertengahan 1990.

Semua golongan antibiotik dapat menyebabkan terjadinya AAD, namun antibiotik spektrum luas(sefalosporin, penisillin extended-coverage, dan klindamisin) merupakan penyebab utama. Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan terjadinya AAD karena terganggunya komposisi dan fungsi flora usus normal, pertumbuhan mikroorganisme patogen, dan efek toksik dan alergik antibiotik pada mukosa intestinal. Pada subjek normal, kurang lebih 70 gram karbohidrat mencapai kolon setiap harinya. Kolon tidak dapat mengabsorbsi karbohidrat, tetapi bakteri di kolon mampu memetabolisme karbohidrat menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat, dan propionat. Kolon memiliki kemampuan absorbsi lemak rantai pendek. Absorbsi asam lemak rantai pendek disertai dengan absorbsi cairan dan elektrolit. Pada malabsorbsi karbohidrat terjadi diare osmotik. Berbagai macam antibiotik menurunkan metabolisme karbohidrat bakteri kolon. Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa klindamisin menurunkan jumlah bakteri anaerob, menurunkan metabolisme karbohidrat, dan menurunkan konsentrasi asam lemak rantai pendek. Ampisillin dapat menurunkan fermentasi karbohidrat bakteri kolon. Tatalaksana AAD salah satunya adalah dengan mengganti antibiotik yang tidak termasuk dalam kelompok resiko tinggi yang dapat menyebabkan AAD seperti kuinolon, sulfonamid, metronidazole, kotrimoksazole, atau tetrasiklin. Penghentian antibiotik seringkali kurang tepat bila indikasi pemberian tersebut telah benar.

Tatalaksana rehidrasi pada pasien diare tanpa dehidrasi

Untuk mengobati diare di rumah (rencana terapi A), ada empat cara terapi diare di rumah yaitu : 1. Memberi cairan lebih banyak daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi Menggunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair Berikan larutan ini sebanyak yang anak mau Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti

2. Memberikan tablet zinc 3. Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi Teruskan ASI Bila anak tidak mendapatkan ASI, berilah susu yang biasa diberikan Bila anak usia 6 bulan atau lebih Memberikan bubur, bila mungkin campur dengan kacangkacangan, sayur, daging, atau ikan. Menambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tip porsi Memberikan pisang halus untuk menambah kalium Memberi makanan yang segar, masak dan haluskan makanan dengan baik Memberi makanan sedikitnya 6x sehari Memberi makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan porsi tambahan setiap hari selama 2 minggu 4. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagi berikut : BAB cair lebih sering

Muntah terus menerus Makan atau minum sedikit Demam Tinja berdarah Rasa haus yang nyata

Ketentuan pemberian oralit formula baru: Memberi 2 bungkus oralit formula baru Melarutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam Berian larutan oralit pada anak setiap kali anak BAB dengan ketentuan untuk anak berusia kurang dari 2 tahun diberikan 50 100 ml setiap BAB. Bila anak usia 2 tahun atau lebih berikan 100 200 ml setiap BAB Jika dalam 24 jam masi bersisa maka larutan itu harus dibuang

Cara pemberian oralit : Berikan satu sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak usia kurang dari 2 tahun Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua Bila anak muntah, ditunggu sampai 10 menit kemudian berikan cairan lebih lama misal 1 sendok tiap 2-3 menit Bila diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan di atas atau kembali ke petugas untuk mendapat tambahan oralit

Tatalaksana rehidrasi pada pasien diare dengan dehidrasi tak berat Untuk mengobati diare di rumah dengan penderita dehidrasi tak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di pojok upaya rehidrasi oral selama 4-6 jam. Untuk 4 jm pertama Usia Berat badan Dalam ml Lebih dari 4 bulan < 6kg 200-400 4-12 bulan 6-9 kg 400-700 12 bulan-2 tahun 10-11 kg 700-900 2-5 tahun 12-19 kg 900-1400

Jika anak minta minum lagi berikan Berikan minum sedikit demi sedikit Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-pelan

Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta

Setelah 4 jam : Nilai ulang derajat dehidrasi anak Tentukan tatalaksana berikutnya Mulai memberi makanan kepada anak di klinik

Tatalaksana rehidrasi pada pasien diare dengan dehidrasi berat Dilampirkan dalam poster

Suplementasi zinc

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

Pemberian probiotik Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada sel inang dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat untuk bakteri bereplikasi. Dengan fenomena tersebut bakteri

probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibioticassociated diarrhea). Mikro ekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan keseimbangan ekosistem melalui dua mekanisme, rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SigA) .Pada anak dengan malnutrisi, diare akut menyebabkan perubahan keseimbangan mikroflora secara drastis, pada kasus ini pemberian produk yang difermentasi dapat membantu rekolonisasi. Susu formula bayi yang mengandung Bifidobacterium lactis atau Lactobacillus reuteri, dapat menurunkan resiko diare, gejala gangguan saluran pernapasan, demam dan parameter kelainan lainnya. Anakanak yang mempunyai resiko terhadap penyakit ini dapat diberikan formula probiotik profilaksis secara teratur. Pada saluran cerna manusia, probiotik menginduksi kolonisasi dan dapat tumbuh secara in situ di lambung, duodenum dan ileum. Pada epitel ileum manusia, mikroorganisme ini dapat menginduksi aktivitas immunomodulatory. Probiotik menginduksi sistem imun, produksi musin, down regulation dari responinflamasi, sekresi bahan antimikroba, pengaturan permeabilitas usus, mencegah perlekatan bakteri patogen pada mukosa, stimulasi produksi immunoglobulin dan mekanisme probiotik lainnya. Enzim akan memproduksi bakteri asam laktat yang dapat mempengaruhi proses metabolisme host. Yoghurt mempunyai aktivitas laktase yang tinggi, yang dapat membantu keadaan malabsorbsi laktosa. Selama proses fermentasi susu, secara umum, mikroorganisme akan menggunakan laktosa sebagai substrat. Hasilnya, konsentrasi laktosa dalam yogurt akan lebih rendah daripada susu yang tidak difermentasi. Malabsorbsi laktosa dapat mempengaruhi mekanisme diare dengan memproduksi tekanan osmotic intraluminal sehingga mendorong air dan elektrolit ke

dalam lumen usus, akibatnya karbohidrat yang tidak diabsorbsi dapat menyebabkan kolonisasi bakteri di usus kecil. Dosis probiotik yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9.Rekomendasi dari Mitsuoka untuk bakteri Lactobacillus memang sekitar 10 pangkat 6. Jika kita memberikan kurang dari itu, maka proses keseimbangan tidak tercapai yang berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh karena itu, preparat probiotik Lactobacillus umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7 hingga pangkat 9.

Prognosis Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobal jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati.

Diare Persisten Batasan diare persisten menurut modul diare UKK gastro-hepatologi IDAI adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung selama 14 hari atau lebih. Sesuai dengan batasan tersebut yang menjelaskan bahwa diare persisten adalah diare akut yang menetap, dengan sendirinya etiologi diare persisten sama dengan diare akut. Faktor resiko berlanjutnya diare akut menjadi persisten adalah : Usia kurang dari 4 bulan Tidak mendapat ASI Malnutrisi Diare akut dengan etiologi bakteri invasif

Tatalaksana diare akut yang tidak tepat

Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus. Pada tahap awal kerusakan mukosa usus tentu disebabkan oleh diare akut. Pada infeksi rotavirus diare berlanjut karena defisiensi laktosa yang berkepanjangan. Pada malnutrisi sering terjadi karena sintesis antibodi berkurang, motilitas usus menurun dan regenerasi mukosa usus lambat. Dari derajat dehidrasi, diare persisten dapat dibagi menjadi : Diare persisten ringan Diare persisten berat

Faktor-faktor risiko terjadinya diare persisten Pemberian susu pada Pengenalan susu non-ASI bayi Riwayat sebelumnya Penggunaan sebelumnya Faktor bayi Penggunaan botol susu infeksi Riwayat diare akut dalam waktu dekat (khususnya pada bayi < 12 bulan) Riwayat diare persisten sebelumnya obat Obat antidiare, karena berhubungan dengan menurunnya motilitas gastrointestinal Antimikroba, termasuk antibiotic dan anti-parasit Bayi berusia < 12 bulan Berat badan lahir rendah (<2500 gram0 Bayi atau anak dengan malnutirsi Anak-anak dengan gangguan imunitas Faktor maternal Riwayat infeksi slauran nafas Ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai higienis, kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri ataupun bayi Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI serta makanan pendamping ASI

Diare persisten ringan Jika pasien mengalami diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan berlangsung selama 14 hari atau lebih dan tidak didapatkan tanda dehidrasi. Pasien ini tidak memerlukan rawat inap tetapi membutuhkan cairan dan makanan khusus untuk di rumah. Tatalaksana diare persisten ringan Beri mikronutrisi dan vitamin seperti berikut Pada anak normal Folat 50 mikrogram Zinc 10 mg Vit.A 400 mikrogram Besi 10 mg Tembaga 1 mg Magnesium 80 mg Pada diare persisten Folat 100 mikrogram Zinc 20 mg Vit.A 800 mikrogram Besi 20 mg Tembaga 2 mg Magnesium 160 mg

Beri selama 2 minggu. Recommended Daily Allowances untuk anak usia 1 tahun Memberikan cairan rehidrasi oral seperti pada rencana terapi A. CRO ini efektif pada sebagian anak dengan diare persisten. Namun pada beberapa kasus penyerapan glukosa terganggu dan saat diberika CRO dapat terjadi kenaikan volume tinja, tanda dehidrasi yang memburuk dan tinja mengandung glukosa yang tidak terserap. Pasien seperti ini harus segera dibawa ke rumah sakit untuk rehidrasi intravena sampai CRO dapat diberikan kembali tanpa memperburuk diare. Pada pemberian nutrisi untuk diare persisten ringan perlu diperhatikan karena terdapat kesulitan dalam mencerna susu yang berasal dari hewan. ASI tetap dilanjutkan dan beri makanan pelengkap yang sesuai

Jika mengkonsumsi susu hewani, perlu mengganti susu tersebut dengan produk susu fermentasi dimana susu ini mengandung laktosa lebih sedikit

Batasi susu hewani 50 ml/kgBB/hari bila tidak dapat mengganti susu hewani. Campur susu dengan sereal anak tapi jangan dicampur air

Beri makanan kecil dengan frekuensi yang lebih sering, paling tidak 6x sehari

Orangtua perlu kontrol kembali setelah 5 hari atau bisa lebih cepat bila kondisi memburuk. Bila anak sudah mengalami peningkatan berat badan dan sudah ada perbaikan seperti keadaan dehidrasi dan infeksi, frekuensi BAB menjadi kurang dari 3x sehari, diperbolehkan kembali ke pola pemberian makanan sesuai umurnya.

Diare persisten berat Bila pasien mengalami diare akut dengan atau tanpa disertai darah selama 14 hari atau lebih dan terdapat tanda dehidrasi. Pasien ini perlu dirawat inap. Tatalaksana pada diare persisten berat : Lakukan rencana terapi B atau C yang sesuai dengan kondisi pasien

Periksa keadaan infeksi non pencernaan seperti pneumonia, ISK, atau OMA kemudian lakukan tatalaksana yang sesuai Memberi suplemen multivitamin dan mineral Untuk nutrisi, ASI tetap sering diberikan dan selama mungkin. Makanan lain diberikan selama 4-6 jam. Bila dirawat inap perlu diberikan diet khusus sampai peningkatan berat badan. Target asupan harian yang ingin dicapai adalah sedikitnya 110 kkal/kgBB/hari Diet rumah sakit pada bayi usia di bawah 6 bulan : Anjurkan ASI eksklusif Bila pasien tidak minum ASI, beri susu rendah laktosa menggunakan sendok atau gelas

Diet untuk anak usia 6 bulan ke atas : Makanan harus segera diberi begitu anak sudah bisa kembali makan, makanan harus diberi sebanyak 6x agar mendapat asupan minimal. Beberapa anak akan kesulitan makan selama 24-48 jam, pada pasien ini perlu dipasang selang NGT agar mendapat asupan makanan. Indikasi keberhasilan dalam pemberian diet : Asupan makanan yang adekuat\ Kenaikan berat badan Diare yang berkurang Tidak ada demam

Kriteria paling penting adalah kenaikan berat badan. Harus ada paling tidak 3 hari menunjukkan pasien mengalami kenaikan berat badan. Beri makanan tambahan seperti buah dan sayuran yang telah dimasak kepada pasien dengan respon yang baik. Setelah 7 hari pengobatan dengan diet yang efektif, berikan diet sesuai anak termasuk memberikan susu yang mengandung sedikitnya 110 kkal/kgBB/hari. Kondisi pasien seperti ini merupakan indikasi pasien boleh rawat jalan. Kegagalan pemberian diet ditandai dengan : Peningkatan frekuensi diare ( >10x/ hari) Ada tanda dehidrasi Kegagalan kenaikan berat badan dalam 7 hari

Selama follow up monitoring perlu diperhatikan berat badan, suhu badan, asupan makanan, jumlah tinja.

Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993)

Elektrolit Na K Cl Ca Fosfat Mg

Dosis anak (mEq/kg/24 jam) 34 23 24 0,5 1 2 0,25 0,5

Dosis Bayi (mEq/kg/24 jam) 28 26 06 0,9 2,3 1 1,5 0,25 0,5

PENCEGAHAN Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif adalah : 1. Pemberian ASI 2. Memperbaiki makanan sapihan 3. Menggunakan air bersih yang cukup banyak 4. Mencuci tangan 5. Menggunakan jamban keluarga 6. Cara membuang tinja yang baik dan benar 7. Pemberian imunisasi campak

BAB III

KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Diare didefinisikan sebagai peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya. Secara garis besar, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronis atau persisten. Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar disebabkan oleh rotavirus sehingga bersifat selflimiting dan hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Pencegahannya dapat dilakukan dengan higiene dan sanitasi yang baik. Diare kronis merupakan diare yang berlangsung dalam waktu lebih dari dua minggu. Penyebab diare kronis sangat banyak namun penyebab tersering pada bayi dan anak adalah malabsorpsi dan proses infeksi. Penatalaksanaan diare kronis pada prinsipnya harus dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau menghambat pengembalian ke fungsi usus normal

Daftar Pustaka

1. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011 2. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011 3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI :1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor Husein Alatas dan Rusepno Hasan, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 4. Robert M. Kliegman, MD, Bonita M.D. Stanton, MD, Joseph St. Geme, Nina Schor, MD, PhD and Richard E. Behrman, MD. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th Edition :2011 5. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare ( PMPD ) : 1999, Buku Ajar Diare, DepKes RI DITJEN, PPM dan PLP 6. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009

Anda mungkin juga menyukai