Anda di halaman 1dari 28

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Makroalga
Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniselular
dan multiselular), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun
ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel (Sulisetijono,
2009).
Menurut Sulisetijono (2009), ada tiga ciri reproduksi seksual pada alga
yang dapat digunakan untuk membedakannya dengan tumbuhan hijau yang lain.
Ketiga ciri yang dimaksud adalah:
1. Pada alga uniselular, sel itu sendiri berfungsi sebagai sel kelamin (gamet).
2. Pada alga multiselular, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang
berupa sel tunggal, dan ada pula gamitangium yang tersusun dari banyak sel.
3. Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika
tersusun dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertil.
Makroalga termasuk tumbuhan tingkat rendah. Walaupun tampak adanya
daun, batang, dan akar, bagian-bagian tersebut hanya semu belaka (Yulianto,
1996).
Makroalga merupakan tumbuhan thalus yang hidup di air, setidak-
tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas
mempunyai inti dan plastida, dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derivat
klorofil, yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya. Selain derivat-derivat klorofil
10



terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat warna lain inilah yang justru kadang-
kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggang tertentu diberi nama menurut
warna tadi. Zat-zat warna tersebut berupa fikosianin (warna biru), fikosantin
(warna pirang), dan fikoeritrin (warna merah). Disamping itu juga biasa
ditemukan zat-zat warna santofil, dan karotin (Tjitrosoepomo, 1998).

2.2 Morfologi Makroalga
Alga atau ganggang adalah kelompok Thallophyta yang berklorofil.
Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga dibagi ke dalam dua golongan besar
yaitu:
1. Makroalga, yaitu alga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh
makroskopik;
2. Mikroalga, yaitu alga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh mikroskopik.
Menurut Sulisetijono (2000), kajian fisiologi dan biokimia dan dilengkapi
dengan penggunaan mikroskop elektron, maka dasar pengelompokan alga yang
utama adalah sebagai berikut:
1. Pigmentasi
Alga mempunyai berbagai warna, pigmenpun telah pula ditemukan.
Semua golongan alga mengandung klorofil dan beberapa karotenoid. Dalam
pigmen karotenoid termasuk karoten dan xantofil. Disamping pigmen tersebut di
atas yaitu pigmen yang larut dalam larutan organik, ada pula pigmen yang larut
dalam air, yaitu fikobili protein. Pigmen ini terdapat dalam alga merah.


11



2. Hasil fotosintesis yang disimpan sebagai cadangan makanan
Cadangan makanan umumnya disimpan di dalam sitoplasma sel, kadang-
kadang di dalam plastida di tempat berlangsungnya fotosintesis. Bentuk yang
paling umum adalah tepung, senyawa yang menyerupai tepung, lemak, atau
minyak. Beberapa alga tampaknya membebaskan sebagian materi yang berlebihan
ke lingkungannya dan mungkin menggunakan lingkungannya sebagai tempat
penyimpanan. Materi yang dibebaskan ini mungkin kembali lagi ke sel
dikemudian hari.
3. Motilitas
Sebagian organisme dalam sebagian besar hidupnya motil, sedangkan
bagian lainnya marga tidak mempunyai motilitas, atau tidak mempunyai sel-sel
reproduktif yang motil. Sebagian alga tidak bergerak secara aktif ketika ia dewasa,
tetapi kadang-kadang dalam stadium reproduktif mempunyai sel-sel motil,
misalnya pada alga coklat (Phaeophyceae) yang bentik atau alga hijau yang
bentik.
Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari holdfast yaitu
bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan
thallus yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai
percabangan.

12









Gambar 2.1 Morfologi Makroalga (Afrianto dan Liviawati, 1993).


Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari holdfast yaitu bagian
dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan thallus
yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan.
Tidak semua rumput laut bisa diketahui memiliki holdfast atau tidak. Rumput laut
memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada
thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap
sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembangbiak. Perkembangbiakan
rumput laut melalui dua cara yaitu generatif dan vegetatif (Juneidi, 2004).

2.3 Klasifikasi Makroalga
Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah makroalga atau
dikenal dalam perdagangan sebagai rumput laut (seaweed). Makroalga laut ini
tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati yang kemudian disebut dengan
thallus, karenanya secara taksonomi dikelompokkan ke dalam Divisi Thallophyta.
Tiga kelas cukup besar dalam Divisi ini adalah Chlorophyta (alga hijau),
Phaeophyta (alga coklat), Rhodophyta (alga merah) (Waryono, 2001).
13



Pada umumnya divisi alga yang banyak hidup dilingkungan laut dan tubuh
tersusun secara multiselular adalah divisi Chlorophyta, Phaeophyta, dan
Rhodophyta. Sedang divisi lain yang umumnya berukuran makroskopik dan hidup
sebagai fitoplankton (Smith dalam Sulisetijono, 2000).

2.3.1 Chlorophyta (Ganggang hijau)
Alga ini merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Alga hijau
(Chlorophyceae) termasuk dalam divisi Chlorophyta. Perbedaan dengan divisi
lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan b, karotin dan xantofil,
violasantin, dan lutein. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa
tepung dan lemak. Hasil asimilasi beberapa amilum, penyusunnya sama seperti
pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amilose dan amilopektin. Beberapa xanthofil
jumlahnya melimpah ketika organisme tersebut masih muda dan sehat, xanthofil
lainya akan tampak dengan bertambahnya umur. Pigmen selalu berada dalam
plastida ini disebut kloroplas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan
pektin sedangkan lapisan dalam dari selulosa. Contohnya: Entermorpha,
Caulerpa, Halimeda dan Spirulina. Alga hijau yang tumbuh di laut di sepanjang
perairan yang dangkal. Pada umumnya melekat pada batuan dan sering kali
muncul apabila air menjadi surut (Bachtiar, 2007; Sulisetijono, 2009;
Tjitrosoepomo, 1998).
Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk
benang yang bercabang-cabang atau tidak ada pula yang membentuk koloni yang
menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1998).
14



Chlorophyceae selnya biasanya berdinding dan beberapa badan-badan
untuk berkembang biak tidak berdinding komponen penyusun dinding sel adalah
selulosa (Sulisetijono, 2000).
Amilum dari Chlorophyceae seperti pada tumbuhan tingkat tinggi,
tersusun sebagai rantai glukosa tak bercabang yaitu amilose dan rantai yang
bercabang amilopektin. Seringkali amilum tersebut terbentuk dalam granula
bersama dengan badan protein dalam plastida disebut perinoid. Selain itu
Chlorella salah satu anggota dari Chlorophyceae memiliki nilai gizi yang sangat
tinggi dibandingkan jenis jasad lain. Di dalam sel Chlorella masih pula terdapat
chlorelin yaitu semacam antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
(Sulisetijono, 2009).
Menurut Juana (2009), tercatat sedikitnya 12 genus alga hijau yang banyak
diantaranya sering dijumpai di perairan pantai Indonesia. Berikut ini adalah
genus-genus alga hijau diantaranya adalah:
1. Caulerpa yang dikenal beberapa penduduk pulau sebagai anggur laut yang
terdiri dari 15 jenis dan lima varietas.
2. Ulva mempunyai thalus berbentuk lembaran tipis seperti sla, oleh karenanya
dinamakan sla laut. Ada tiga jenis yang tercatat, satu diantaranya, U.
reticulata. Alga ini biasanya melekat dengan menggunakan alat pelekat
berbentuk cakram pada batu atau pada substrat lain. Tangkai pendek
menghubungkan alat ini dengan daun yang tipis dan lebar, 0,1 mm tebalnya,
bentuk dan ukurannya tak teratur. Daun yang lebar mencapai 400 cm
2
.
15



3. Valonia (V. ventricosa) mempunyai thallus yang membentuk gelembung
berisi cairan berwarna ungu atau hijau mengkilat, menempel pada karang atau
karang mati. Alga ini berbenang hijau bercabang dan beruas, garis tengahnya
kira-kira 1 mm, tumbuh ke atas membentuk sebuah thallus yang permukaan
atasnya berbentuk kubah.
4. Dictyosphaera (D. caversona) dan jenis-jenis dari marga ini di Nusa Tenggara
Barat dinamakan bulung dan dimanfatkan sebagai sayuran.
5. Halimeda terdiri dari 18 jenis. Marga ini berkapur dan menjadi salah satu
penyumbang endapan kapur di laut. H. tuna terdiri dari rantai bercabang dari
potongan tipis berbentuk kipas. Alga ini terdapat di bawah air surut, pada
pantai berbatu dan paparan terumbu, tetapi potongan-potongannya dapat
tersapu ke bagian atas pantai setelah terjadi badai.
6. Chaetomorpha mempunyai thallus atau daunnya berbentuk benang yang
mengumpal. Jenis yang diketahui adalah C. crassa yang sering terjadi gulma
bagi budidaya laut.
7. Codium hidup menempel pada batu atau batu karang, tercatat ada enam jenis.
8. Dari marga Udotea tercatat dua jenis dan banyak terdapat di perairan
Sulawesi, seperti di Kepulauan Spermonde dan Selat Makasar. Alga ini
tumbuh di pasir dan turumbu karang.
9. Tydemania (T. expeditionis) tumbuh di paparan terumbu karang yang dangkal
dan di daerah tubir pada kejelukan 5 30 m di perairan jernih.
10. Burnetella (B. nitida) menimpel pada karang mati dan pecahan karang di
paparan turumbu.
16



11. Burgenesia (B. forbisii) mempunyai thalus membentuk kantung silendrik
berisi cairan warna hijau tua atau hijau kekuning-kuningan, menempel di batu
karang atau pada tumbuh-tumbuhan lain.
12. Neomeris (N. annulata), tumbuh menempel pada substrat pada karang mati di
dasar laut. N. annulata hidup di daerah pasut di seluruh perairan Indonesia.

2.3.2 Phaeophyta (Ganggang Coklat)
Menurut Tjitrosoepomo (1998), Phaeophyceae adalah ganggang yang
berwarna pirang. Dalam kromatoforanya terkandung klorofil a, karotin, dan
santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan
ganggang itu kelihatan warna pirang. Sebagai hasil asimilasi dan sebagai zat
makanan cadangan tidak pernah ditemukan zat tepung, tetapi sampai 50% dari
berat keringnya terdiri dari laminarin, sejenis karbohidrat yang menyerupai
dekstrin dan lebih dekat dengan selulosa daripada dengan tepung. Selain laminarin
juga ditemukan manit, minyak, dan zat-zat lain. Dinding selnya yang sebelah
dalam terdiri atas selulosa, yang sebelah luar dari pektin terdapat algin, suatu zat
yang menyerupai gelatin, yaitu garam Ca dari asam alginat yang pada Laminaria
sampai 20 60% berat keringnya.
Secara umum Phaeophyceae memiliki tingkat lebih tinggi secara
morfologi dan anatomi diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga. Tidak ada
bentuk yang berupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang).
Susunan tubuh yang paling sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur thalus
yang paling komplek dapat dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok
(Nereocystis, Macrocystis, Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi
17



eksternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Thalus dari
alga ini mempunyai alat pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh
bagian yang tegak dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon
dengan cabang yang menyerupai daun dengan gelembung udara (Sulisetijono,
2009).
Thallus dari kelas Phaeophyceae tidak ada yang uniselular, paling
sederhana berbentuk filamen yang bercabang. Panjang thallus beberapa melimeter
sampai kurang lebih 50 m. sebagian besar hidupnya melekat pada substrat dengan
perantaraan alat perekat. Phaeophyceae hidup subur di laut yang berada di iklim
dingin dan mereka hidup di perairan dangkal. Warna alga coklat ini
mencerminkan melimpahnya xantofil, yaitu ficoxantin di dalam plastid. Cadangan
makanan berupa laminarin, mannitol atau berbentuk tetes-tetes lemak
(Sulisetijono, 2000).
Phaeophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Phaeophytaceae.
Phaeophyceae pada umumnya hidup di laut. Sebagian besar Phaeophyceae
merupakan unsur utama yang menyusun vegetasi di lautan Arktik dan Antartika,
tetapi beberapa marga seperti Dictyota, Sargassum, dan Turbinaria merupakan
alga yang khas untuk lautan daerah tropis (Sulisetijono, 2009).
Kebanyakan Phaeophyceae hidup dalam air laut, hanya beberapa jenis saja
yang hidup di air tawar. Di laut dan samudera di daerah iklim sedang dan dingin,
thallusnya dapat mencapai ukuran yang amat besar dan sangat berbeda-beda
bentuknya. Melekat pada batu-batu, kayu, sering juga sebagai epifit pada thallus
lain, bahkan ada yang sebagai endofit (Tjitrosoepomo, 1998).
18



Hampir 1000 spesies Phaeophyceae hidup di laut. Warna kuning
dihasilkan oleh pigmen fikoxantin (xanthos coklat). Pigmen terkandung di
dalam plastid. Memiliki dinding sel lapisan luar dari bahan pektin (terutama
alginat) sedangkan lapisan dalam dari bahan selulosa. Kebanyakan spesies
mempunyai kantong udara dan pembiakannya secara seksual atau aseksual.
Contohnya: Ectocarpus, Dictyota, Padina, Kelpa, Laminaria, Nereocystis, Alaria,
dan Agarum (Bachtiar, 2007).
Menurut Juana (2009), terdapat delapan marga alga coklat yang sering
ditemukan di Indonesia. Berikut ini adalah marga-marga alga coklat diantaranya
adalah:
1. Cystoseira sp. hidup menempel pada batu di daerah rataan turumbu dengan
alat pelekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelopok bersama
dengan komonitas Sargassum dan Turbinaria. Di perairan pantai Malaysia
terdapat jenis C. prolifera yang dapat berukuran besar dan terdapat di paparan
terumbu dan pantai berbatu. Alga ini mempunyai dua atau tiga sayap
longitudinal dengan pinggiran bergerigi. Sayap ini mencapai lebih dari 0,5 cm
lebarnya. Kantung udaranya terdapat di sepanjang thalus.
2. Dictyopteris sp. hidup melekat pada batu di pinggiran luar rataan terumbu
jarang dijumpai. Jenis alga ini banyak ditemukan di Selatan Jawa, Selat Sunda
dan Bali.
3. Dictyota (D. bartayresiana), tumbuh menempel pada batu karang mati di
daerah rataan terumbu. Di perairan pantai Malaysia terdapat D. beccoriana
yang tumbuh di daerah paras pasut rata-rata. Warnanya coklat tua dan
19



mempunyai thallus bercabang yang terbagi dua. Thallus yang pipih, lebarnya
2 mm.
4. Hormophysa (H. triquesa), hidup menempel pada batu dengan alat pelekatnya
berbentuk cakram kecil. Alga ini hidup bercampur dengan Sargassum dan
Turbinaria dan hidup di rataan terumbu.
5. Hydroclathrus (H. clatratus), tumbuh melekat pada batu atu pasir di daerah
rataan terumbu dan tersebar agak luas di perairan Indonesia.
6. Padina (P. australis), tumbuh menempel batu di daerah rataan terumbu, baik
di tempat terbuka di laut maupun di tempat terlindung. Alat pelekatnya yang
melekat pada batu atau pada pasir, terdiri dari cakram pipih, biasanya terbagi
menjadi cuping-cuping pipih 5 8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih dan
pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari selusin
daun berbentuk kipas. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih.
7. Sargassum terdapat teramat melimpah mulai dari air surut pada pasang-surut
bulan setengah ke bawah. Alga ini hidup melekat pada batu atau bongkohan
karang dan dapat terbedol dari substratnya selama ombak besar dan
menghanyut kepermukaan laut atau terdampar di bagian atas pantai.
Warnanya bermacam-macam dari coklat muda sampai sampai coklat tua. Alat
pelekatnnya terdiri dari cakram pipih. Di perairan kita tercatat tujuh jenis,
yakni S. polycystum, S. plagiophyllum, S. duplicatum, S. crassifolium, S.
binderi, S. echinocarpum, dan S. cinereum.
8. Turbinaria terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni T. conoides, T. decurrens,
dan T. ornate. Alga ini mempunyai cabang-cabang silendrik dengan diameter
20



2 3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1 - 1,5 cm panjangnya.
Alga ini terdapat di pantai berbatu dan paparan turumbu.

2.3.3 Rhodophyta (Ganggang Merah)
Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Rhodophyceae dengan
anak kelas Bangiophycidae dan Florideophycidae. Kedua anak kelas dibedakan
berdasarkan pada kelompok (Sulisetijono, 2009).
Rhodophyta Sebagian besar hidup di laut, terutama dalam lapisan-lapisan
air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya gelombang pendek.
Hidupnya sebagai bentos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang
pelekat atau cakram pelekat. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar,
ada juga yang hidup di atas tanah atau di dalam tanah (ini hanya bentuk yang
uniseluler). Jenis-jenis yang ada di laut jumlahnya banyak sekali dan melimpah di
laut tropis. Banyak juga yang mengandung kalsium. Mereka dapat hidup seperti
epifit pada alga yang lainnya, dapat juga hidup pada hewan laut (epozoik)
(Sulisetijono, 2000; Tjitrosoepomo, 1998).
Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga
lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau
suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup
oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin
(Tjitrosoepomo, 1998).
Alga merah mempunyai komponen dinding sel terdiri dari yang fibriler,
dan terdiri dari manan dan xylan dan komponen non fibriler. Komponen yang non
fibriler ini yang menarik perhatian karena mengandung bahan tabilizer, untuk
21



membentuk sel seperti keraginan dan agar (galaktan yang mengandung sulfat)
(Sulisetijono, 2000).
Eucheuma sp. merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Jenis Eucheuma sp.
tersebar luas di perairan pantai Indonesia dan sudah dibudidayakan secara intensif.
Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan secara langsung karena
mempunyai kandungan gizi yang cukup baik sehingga dapat menyehatkan
(Sulistyowaty, 2009).
Thallus bermacam-macam bentuknya, ada yang silindris, pipih, dan
lembaran. Rumpun yang terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang
tampak sederhana berupa filamen dan ada pula yang berupa percabangan yang
komplek, tetapi pada golongan yang sederhanapun telah bersifat heterotrik.
Jaringan tubuh belum bersifat sebagai parenkim, melainkan hanya merupakan
plektenkim. Perkembangbiakan dapat secara aseksual, yaitu dengan pembentukan
spora, dapat pula secara seksual (oogami) (Tjitrosoepomo, 1998; Sulisetijono,
2009).
Dinding sel terdiri dari dua komponen yaitu komponen fibriler awan
membentuk rangka dinding dan komponen non fibriler berbentuk matrik. Tipe
umum dari komponen fibriler mengandung selulosa, sedangkan non fibriler
tersusun dari galaktan seperti agar, keraginan porpiran (Sulisetijono, 2009).
Hampir semua alga merah adalah tumbuh-tumbuhan laut. Di antara
kelompok-kelompok alga laut, alga merah yang teramat mencolok dalam hal
warna, beberapa di antaranya bercahaya. Banyak jenis alga merah yang
22



mempunyai nilai ekonomis dan diperdagangkan yang dikelompokkan sebagai
komoditi rumput laut (Juana, 2009).
Menurut Juana (2009), tercatat 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut ini
marga-marga alga merah yang ditemukan di Indonesia diantaranya adalah:
1. Acanthophora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicifera, dan A.
muscoides. Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya.
2. Actinotrichia (A. fragilis) terdapat di bawah pasut dan menempel pada karang
mati. Sebarannya luas terdapat pula di padang lamun.
3. Anansia (A. glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang
dan dapat hidup melimpah di padang lamun.
4. Amphiroa (A. fragilissima) tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir
atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. Sebarannya luas.
5. Chondrococcus (C. hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di ujung
luar rataan turumbu yang senantiasa terendam air.
6. Corallina belum diketahui jenisnya. Alga ini tumbuh di bagian luar turumbu
yang biasanya terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas terdapat
antaranya di pantai selatan Jawa.
7. Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-
rata pada pasang-surut bulan setengah. Alga ini mempunyai thallus yang
selindrik berdaging dan kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat
ke samping pada beberapa jenis. Thallusnya licin. Warna alganya ada yang
tidak merah, tetapi coklat kehijau-hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak
23



merah. Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni E. denticulatum (E. spinosum),
E. edule, E. alvarezii (Kappaphycus alvarezii), dan E. serra.
8. Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G.
subverticillata, dan G. rugosa. Alga ini melekat pada substrat batu di rataan
terumbu.
9. Gelidiella (G. acerosa) tumbuh menempel pada batu. Alga ini muncul
dipermukaan air pada saat air surut dan mengalami kekeringan. Alga ini
digunakan sebagai sumber agar yang diperdagangkan.
10. Gigartina (G. affinis) tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu,
terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut
terendah.
11. Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G. arcuata, G. coronopifolia, G.
foliifera, G. gigas, G. salicornia, dan G. verrucosa.
12. Halymenia terdiri dari dua jenis, yakni H.durvillaei, dan H. harveyana. Alga
ini hidup melekat pada batu karang di luar rataan turumbu yang selalu
tergenang air.
13. Hypnea terdiri dari dua jenis, yakni H. asperi, dan H. servicornis. Alga ini
hidup di habitat berpasir atau berbatu, adapula yang bersifat epifit. Sebarannya
luas.
14. Laurencia terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni L. intricate, L. nidifica,
dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang.
15. Rhodymenia (R. palmata) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu.
24



16. Titanophora (T. pulchra) jarang dijumpai, jenis ini terdapat di perairan
Sulawesi.
17. Porphyra adalah alga cosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari
perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut
(litoral), tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang
pada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.
Divisi makroalga yang dipaparkan di atas sangatlah bermacam-macam
jenis yang beraneka warna, rasa, bau, dan keistimewaannya, hal ini tak lain
hanyalah berkat kekuasan Allah, seperti pada surat Al-Hajj ayat 5, Thaahaa ayat
53, dan Az-Zumar ayat 21 yang berbunyi:

........ _. _ :..!> :| !.l. !,l. ,!.l ,.> , .,. _. _ __
_,, _

Artinya: ......Dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah (Q.S Al-
Hajj: 5).


Surat Al-Hajj ayat 5 menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan itu dihidupkan
atau ditumbuhkan oleh Allah dengan air. Artinya ada hubungan yang sangat erat
antara air dengan tumbuhan. Interaksi yang terjalin antara tumbuhan dan air
adalah sebuah fenomena ekologis yang terdapat di alam. Yaitu interaksi antara
organisme (tumbuhan) dengan lingkungannya (Rossidy, 2008).
25



_ _-> `>l _ .. ,l. >l !, ,. _. _. ,!..l ,!. !.>>! .,
l> _. ,!,. _.: __

Artinya: Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis
dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam (Q.S Thaahaa: 53).

Surat Thaahaa ayat 53 menjelaskan bahwa bumi seluruhnya adalah bagian
buat umat manusia di setiap masa dan zaman. Tuhan maha mengatur yang
menjadikan bumi sebagai buaian telah membelah bumi bagi manusia agar menjadi
jalan dan menurunkan air dari langit. Dari air hujan terbentuklah sungai-sungai
dan airnya meluap seperti sungai Nil. Kemudian dengan air muncullah tumbuh-
tumbuhan yang bervariasi jenisnya. Allah yang maha pengatur telah berkehendak
agar tumbuh-tumbuhan memiliki berbagai macam jenis sebagai mana mahluk
hidup yang lain (Quthb, 2003).

l . < _. _. ,!..l ,!. .>l. _,,.., _ . _> ., l. !l.>:
..l . _,, . `.`. . .`-> !..L`> | _ l: _ _|` .,l _

Artinya:Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air
di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal (Qs. Az-Zumar: 21).

Surat Az-Zumar ayat 21 menjelaskan bahwa Allah SWT mampu
menurunkan air hujan dari langit kemudian memasukkan air tersebut ke dalam
26



bumi dan menyimpannya disana yang nantinya akan menjadi mata air. Tanaman
yang tumbuh menunjukkan kepada jenis yaitu tumbuhan yang bermacam-macam
warnanya antara lain merah, coklat, kuning, dan hijau. Tafsir ini mengatakan pula
bahwa tanaman yang tumbuh bermacam-macam warna diibaratkan dengan agama
yang berbeda-beda yang saling mengungguli. Adapun orang-orang yang beriman,
maka bertambahlah keimanannya. Adapun orang-orang yang mempunyai
penyakit hatinya, maka hatinya mengering layaknya pohon kering. Demikian itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal (Al-Qurthubi,
2009).

2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Penyebaran
Makroalga, Antara Lain:
1) Gerakan Air
Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan-gerakan air laut
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang menghembus di atas
permukaan laut, pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua
lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang-surut, dan lain-lain. Gerakan air
laut ini sangat penting bagi berbagai proses alam laut, baik itu biologik atau hayati
ataupun non biologik. Pasang-surut merupakan salah satu gejala laut yang besar
pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai (Juwana,
2009).
2) Cahaya Matahari
Kualitas dan kuantitas cahaya secara luas menentukan tipe dan terdapatnya
alga. Sejauh ini fotosintesis dan fotomorfogenesis banyak mendapat perhatian.
27



Pada kebanyakan makroalga fotosintesis terjadi dengan panjang gelombang 300-
700 nm. Setiap makroalga berbeda dalam menerima jumlah cahaya alga coklat
yang tumbuh paling dalam di air laut memerlukan lebih banyak cahaya. Jumlah
cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis bervariasi tergantung pada letak
makroalga. Makroalga yang hidup pada zona litoral paling atas memerlukan
intensitas cahaya tinggi dibandingkan dengan yang ada di dalam air laut
(Sulisetijono, 2000).
3) Suhu
Kisaran suhu normal untuk pertumbuhan makroalga adalah 27 30
o
C.
Suhu tersebut masih baik untuk kepentingan budidaya rumput laut (Edward,
2003). Menurut Dawes dalam Toni (2006), menyatakan suhu normal untuk
pertumbuhan makroalga adalah 25 35
o
C. Suhu optimum yang sesuai untuk
pertumbuhan makroalga di perairan laut tropis adalah 25
o
C. Beberapa jenis
makroalga memiliki suhu optimum yang lebih tinggi atau lebih rendah dari
kisaran tersebut.
4) Salinitas
Salinitas menentukan sebagian besar komonitas kehidupan di air.
Konsentrasi relatif tinggi NaCl pada air laut menentukan perbedaan
perkembangan fisiologis organisme air laut (Waluyo, 2009). Kisaran salinitas
optimum untuk pertumbuhan makroalga antara 33 40% (Bold, et al. 1985).
5) Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman perairan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat menentukan molekul
28



karbon yang dapat digunakan makroalga untuk fotosintesis (Toni, 2006). pH yang
baik untuk budidaya rumput laut berkisar antara 6 9. Beberapa jenis alga toleran
terhadap kondisi pH (Bold, et al. 1985; Setiadi, 2000).
Makroalga banyak dijumpai tumbuh di daerah perairan yang agak dangkal
dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur atau campuran keduanya.
Memiliki sifat benthik (melekat) dan sering disebut sebagai benthik algae
(Waryono, 2008).
Beberapa alga yang umumnya hidup terrestrial di dalam tanah, maupun
lautan. Di dalam lingkungan akuatik, alga tumbuh sebagai bentos, perifiton, atau
fitoplankton. Jika alga melekat pada permukaan batuan disebut litoftik. Jika alga
terdapat di dalam batuan disebut epipelik. Perifiton adalah organisme yang
melekat pada tumbuh-tumbuhan. Perifiton adalah epifit jika melekat pada
permukaan tumbuhan akuatik dan endofitik jika hidup di dalam tumbuhan yang
lain (Sulisetijono, 2000).
Kekhasan karakter vegetasi tentunya mempunyai fungsi tertentu, karena
sesungguhnya Allah tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia. Sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 191 yang berbunyi:

!.`, !. 1l> ..> L., ,..>,. !.1 ,.s !.l _

Artinya: Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha
suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S Ali Imran:
191).


Surat Ali Imran ayat 191 menjelaskan bahwa penciptaan ini semua dengan
kebenaran, mustahil engkau berbuat main-main dan tak berguna. Engkau
29



menciptakan segalanya untuk tujuan-tujuan yang sangat luhur dan mulia. Engkau
menciptakan ini agar engkau senantiasa diingat dan disyukuri, maka engkau
memuliakan orang-orang yang bersyukur dan pandai mengingat keagunganmu di
dalam surga, tempat kemuliaan. Engkau menghinakan orang-orang yang ingkar di
dalam neraka, tempat siksaanmu (Al-Jazairi, 2007).
Apabila kita mempelajarinya lebih jauh tentang kekhasan karakter vegetasi
tersebut maka kita akan mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah. Sebagaimana
Allah berfirman dalam surat Al-Jatsiah ayat 3 yang berbunyi:

| _ ,.,.l _ ., _,...l _

Artinya: Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah untuk orang-orang yang beriman (Q.S Al-Jatsiah: 3).


Beberapa alga yang umumnya hidup terrestrial di dalam tanah. Tetapi
umumnya hidup di dalam badan air bak kolam, maupun lautan. Di dalam
lingkungan akuatik, alga tumbuh sebagai bentos, perifiton, atau fitoplankton.
Bentos adalah organisme yang tumbuh pada dasar dari badan air. Jika alga
melekat pada permukaan batuan disebut litoftik. Jika alga terdapat di dalam
batuan disebut epipelik. Perifiton adalah organisme yang melekat pada tumbuh-
tumbuhan. Perifiton adalah epifit jika melekat pada permukaan tumbuhan akuatik
dan endofitik jika hidup di dalam tumbuhan yang lain (Sulisetijono, 2000).

2.5 Peranan Makroalga Untuk Manusia
Kebutuhan bahan baku untuk industri keraginan di dalam negeri mencapai
sekitar 15.000 ton, sedangkan untuk industri agar-agar dibutuhkan rumput laut
30



jenis Gracillaria sp. sekitar 7900 ton. Selanjutnya dinyatakan bahwa kondisi
tersebut disebabkan ketidak seimbangan antara kapasitas industri keraginan dan
agar-agar dengan produksi rumput laut sebagai bahan baku. (Sulisetijono, 2000).
Berbagai jenis alga seperti Griffithsia, Ulva, Enteromorpna, Gracilaria,
Euchema, dan Kappaphycus telah dikenal luas sebagai sumber makanan seperti
salad rumput laut atau sumber potensial karaginan yang dibutuhkan oleh industri
gel. Begitupun dengan Sargassum, Chlorela/Nannochloropsis yang telah
dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat, Osmundaria, Hypnea, dan Gelidium
sebagai sumber senyawa bioaktif, Laminariales atau Kelp, dan Sargassum
muticum yang mengandung senyawa alginat yang berguna dalam industri farmasi.
Pemanfaatan berbagai jenis alga yang lain adalah sebagai penghasil bioetanol dan
biodiesel ataupun sebagai pupuk organik (Bachtiar, 2007).
Kandungan bahan-bahan organik yang terdapat dalam alga merupakan
sumber mineral dan vitamin untuk agar-agar, salad rumput laut maupun agarose.
Agarose merupakan jenis agar yang digunakan dalam percobaan dan penelitian
dibidang bioteknologi dan mikrobiologi. Potensi alga sebagai sumber makanan
(terutama rumput laut), di Indonesia telah dimanfaatkan secara komersial dan
secara intensif telah dibudidayakan terutama dengan teknik polikultur (kombinasi
ikan dan rumput laut) (Bachtiar, 2007).

2.6 Teori Keanekaragaman
Menurut Smith (1992), bahwa keanekaragaman atau keanekaragaman
antar komunitas dapat dihitung dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu
kesamaan komunitas dan indeks keanekaragaman. Price (1997), menjelaskan
31



bahwa keanekaragaman organisme di daerah tropis lebih tinggi dari pada di
daerah sub tropis hal ini disebabkan daerah tropis memiliki kekayaan jenis dan
kemerataan jenis yang lebih tinggi dari pada daerah subtropics, yang dipengaruhi
oleh ukuran kecepatan perubahan spesies dari satu habitat ke habitat lainnya.

2.7 Indeks Komunitas
Keanekaragaman komunitas makroalga di suatu tempat dapat dianalisa
dengan melakukan pengamatan menggunakan unit-unit sampel, kemudian
dilakukan analisa dengan mengidentifikasi dan menghitung. Data tentang
keanekaragaman komunitas dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut:

2.7.1 Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu
komunitas. Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas
akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling
dominan tentu saja akan memiliki indeks nilai penting yang paling besar
(Soegianto, 1994).
Indeks nilai penting (INP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
INP= KR+ DR+FR
Keterangan:
INP : Indeks Nilai Penting
KR : Kerapatan Relatif
DR : Dominansi Relatif
FR : Frekuensi Relatif
32



2.7.2 Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua
sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek
ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan
ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan
pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat
memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Menurut John dalam Abdullah (2010), secara umum keanekaragaman
hayati dianalisis pada tiga tingkat: 1. Jenis lingkungan dan sistem ekologis dimana
organisme itu hidup dan berkembang. 2. Jenis spesiesnya sendiri dan sifat genetik
yang ada dalam spesies itu. 3. Degradasi keseluruhan sistem ekologis, seperti
hutan, tanah rawa, dan perairan pantai merupakan suatu keanekaragaman hayati
yang lebih besar dan merupakan faktor satu-satunya yang paling penting dibalik
terjadinya kepunahan spesies secara besar-besaran.
Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman jenis tinggi, jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan
kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, jika komunitas itu
disusun oleh sangat sedikit jenis dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka
keanekaragaman jenisnya rendah. Selanjutnya dinyatakan, bahwa
keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
33



kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas terjadi interaksi jenis yang tinggi
pula. Jadi dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis yang
tinggi akan terjadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi,
kompetisi dan pembagian relung yang secara teoritis lebih kompleks. Konsep
keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur kemampuan suatu
komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil (stabilitas komunitas), walaupun ada
gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994).
Keragaman jenis diukur berdasarkan jumlah jenis dan kelimpahan
relatifnya. Diasumsikan bahwa populasi dari jenis-jenis yang secara bersama-
sama membentuk komunitas, berinteraksi antara satu dengan lainnya dan dengan
lingkungannya dalam berbagai cara menunjukkan jumlah jenis yang ada serta
kelimpahan relatifnya. Pada umumnya keanekaragaman jenis komunitas diukur
dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan diantara jenis
(Odum, 1993).
Indeks keanekaragaman menurut Southwood (1978), indeks
keanekaragaman di rumuskan:
H = - pi ln pi atau H = -
N
ni
.ln
N
ni


Keterangan rumus:

H : indeks keragaman Shannon-Weaver
pi : proporsi spesies ke 1 di dalam sampel total
ni : jumlah individu dari seluruh jenis
N : jumlah total individu dari seluruh jenis

34



2.8 Definisi Pantai
Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering
rancu pamakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah
daerah darat dari tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang
surut, angin laut, dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah
yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan di mulai dari batas garis
pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar
laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan
antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah
sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai
adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kreteria sempadan pantai adalah
daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi kearah daratan (Triadmodjo,
1999).
Pantai adalah gambaran nyata interaksi dinamis antara air, angin, dan
material tanah. Angin dan air yang bergerak membawa material dari tempat satu
ke tempat lain. Mengikis tanah dan kemudian mengendapkannya disuatu tempat
secara kontinyu. Sehingga terjadi perubahan garis pantai (Pratikto, 1997).



35



2.8.1 Tipe-tipe Pantai
Menurut Pratikto (1997), jenis-jenis atau tipe pantai berpengaruh pada
kemudahan terjadinya erosi pantai. Berikut ini adalah penggolongan pantai di
Indonesia berdasarkan tipe-tipe paparan (shefl) dan perairan.
1. Pantai paparan
Merupakan pantai dengan proses pengendapan yang dominan. Umumnya
terdapat di pantai utara Jawa, pantai Timur Sumatera, pantai Selatan dan Timur
Kalimantan, dan pantai Selatan Irian Jaya, dengan Karakteristik:
a. Airnya keruh mengandung lumpur dan terdapat proses sedimentasi.
b. Pantainya landai dengan perubahan kemiringan (hingga ke arah laut)
yang bersifat gradual dan teratur.
c. Daratan pantainya dapat lebih dari 20 km.
2. Pantai Samudera
Merupakan pantai dimana proses erosi lebih dominan. Umum terdapat di
pantai selatan Jawa, pantai Barat Sumatera, pantai Utara dan Timur Sulawesi, dan
pantai Utara Irian Jaya, dengan kerakeristik:
a. Muara sungai berada dalam teluk, dan airnya jernih
b. Batas antara daratan pantai dan garis pantai (yang umumnya lurus)
dan sempit
c. Kedalaman pantai kearah laut berubah tiba-tiba (curam)
3. Pantai Pulau
Merupakan pantai yang melingkari/mengelilingi pulau kecil. Dibentuk
oleh endapan sungai, batu gamping, endapan gunung berapi atau endapan lainnya.
36



Umumnya terdapat di Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Kepulauan Nias, dan
Sangihe Talaud.

2.8.2 Pantai Jumiang
Pantai Jumiang terletak di Desa Tanjung Kecamatan Pademawu
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu pantai yang ada di sebelah Timur
kota Pamekasan yang memiliki wilayah pantai yang potensial terhadap sumber
daya hayati laut, dengan luas pantai 112,5 ha. Sumber daya hayati laut yang
dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat adalah makroalga yang dikenal
dengan sebutan bulung oleh masyarakat Tanjung. Tipe laut yang landai dan
daerah pantai yang berpasir, berbatu, dan berlumpur dengan terumbu karang yang
kaya akan organisme laut. Tipe laut yang seperti ini cocok untuk budidaya rumput
laut.

Anda mungkin juga menyukai