Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Disusun Oleh

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS SEMARANG 2007

BAB I KONSEP LANSIA A. Proses Menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut secara alamiah). Dimulai sejak lahir dan umumnya pada semua makluk hidup. Sampai saat ini banyak sekali teori yang menerangkan proses menua. Mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya atropi yaitu teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi dan teori imunologik yaitu teori adanya produk sampah dari tubuh yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologis maupun psikologis, yang penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat / memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuan meliputi : hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress. Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Sebenarnya lansa merupakan suatu proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi sehingga bagi kebanyakan orang, masa yang merupakan masa yang kurang menyenangkan.

B. Pembagian Lansia Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia meliputi : 1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun 2. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun 3. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun. Di zaman sekarang lansia terbagi dalam beberapa tipe yaitu : a. Tipe arif bijaksana b. Tipe mandiri c. Tipe tidak puas d. Tipe pasrah e. Tipe bingung Lansia dalam literatur lama dibagi dalam 2 golongan yaitu : 1. Serat Wredtama (Mangku Negoro IV) a. Wong Sepuh Orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu-ilmu dwitunggal, mampu membedakan antara baik dan buruk, antara sejati dan palsu, diantara Tuhan dan Kawulanga. b. Tua Sepuh Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicara muluk-muluk tanpa isi, tingkah laku yang dibuat-buat dan berlebihan serta memalukan. 2. Serat Kalatida (Ronggo Warsito) a. Orang yang berbudi sentosa Orang yang meskipun diridhai Tuhan dengan rizki tapi tetap berusaha terus disertai ingat dan waspada. b. Orang yang lemah Orang tua ynag berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian supaya mendapat kasih sayang Tuhan.

Lansia dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe yang tergantung pada karakter, pengalaman hidupnya, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain : 1. Tipe optimis 2. Tipe konstruktif 3. Tipe putus asa 4. Tipe defensif 5. Tipe militan / serius 6. Tipe ketergantungan 7. Tipe marah / frustasi Menurut kemampuan dalam berdiri sendiri para lansia dapat digolongkan dalam kelompok antara lain : 1. Lansia mandiri sepenuhnya 2. Lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya 3. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung 4. Lansia dibantu oleh badan sosial 5. Lansia panti sosal tresna werdha 6. Lansia yang dirawat di RS 7. Lansia yang menderita gangguan mental

BAB II LANSIA DENGAN HIPERTENSI a. Latar Belakang Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan TD meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi fakfor utama stroke, payah jantung dan penyakit jantung dan ceroba vaskuler. Secara nyata kematian karena CUD, morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi. Saat ini penelitian longitudinal telah membuktikan hal ini pada pengobatan hipertensi diastolic. b. Definisi Hpertensi didefinisikan sebagai TD persisten diaman tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001 : 896). Hiperetnsi adalah peningkatan tekanand arah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Kee & Hayes, 1996 : 479). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Price & Wilson, 1995 : 933). Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas : Hipertensi pada tekanan sistolik sama / lebih besar dari 140 mmHg / tekanan diastolic sama / lebih besar dari 140 mmHg Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg, dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg Pada hipertensi sistolik ini masih controversial. Mengenai target tekanan darah dianjurkan penurunan yang bertahap sampai sekitar sistolik 140-160 mmHg. (R.P. Sidabular, 1974). Pengertian dan Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi Kategori Normal + Normal tinggi Hipertensi I Stadium 1 (ringan) Stadium 2 (sedang) Stadium 3 (berat) Stadium 4 (sangat berat) a. Etiologi 140-159 160-179 180-209 > 210 90-99 100-109 110-119 > 120 Sistolik, mmHg < 130 130-139 Diastolik, mmHg < 85 85-89

Berdasar penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Hipertensi primer / esensial Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada beberapa faktor penunjang antara lain : Herediter Lingkungan Hiperaktivitas Susunan syaraf simpatis Sistem rennin ongiotensin Defek dalam mensekresi Na Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti : alcohol, merokok serta polistemia, stress (Ignativicius, 1991 : 2197). 2. Hipertensi sekunder / hipertensi renal Yaitu terhadap sekitar 5% kasus penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperal dias teronisme primer dan sindrom cushing, feokromasitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, penggunaan konstrasepsi oral, penyakit renal vaskuler dan renal parendrymal, kelainan endokrin, tumor otak, encephalitis, peningkatan volume introvaskuler, luka bakar.

a.

Patofisiologi Tekanan darah yang meningkat pada penyakit hipertensi menyebabkan

aliran darah meningkat. Sehingga dalam pembuluh darah terjadi sclerosis yang kemudian aliran darah tersebut menjadi statis (adanya retensi garam). Hal tersebut menyebabkan peningkatan kerja jantung yang ditandai dengan peningkatan kontraksi otot jantung sehingga otot jantung mengalami pembesaran dan mengakibatkan penurunan cardiac output. Peningkatan TD dapat menyebabkan sclerosis yang menimbulkan pengecilan pembuluh darah. Jika dalam serebral terjadi peningkatan vaskuler (aliran darah) karena adanya peningkatan ini menyebabkan aliran darah turun, sehingga suplai darah ke otak kurang dan dapat terjadi nyeri. Karena suplai darah ke otak berkurang maka O2 yang diedarkan oleh darah ke otak menjadi berkurang pula, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Dampak hipertensi pada ginjal terjadi vaskontriksi pembuluh darah ginjal yang menyebabkan penurunan aliran darah. Hal ini menyebabkan rennin (yang merupakan enzim yang disekresi oleh sel junkta glomerulus ginjal) bekerja pada substratnya berupa pembentukan engiotensin peptida II yang berpengaruh terhadap aldosteron untuk mengikat natrium dan air ke inter stisial, hal tersebut mengakibatkan peningkatan volume cairan dalam tubuh. Perubahan fisik pada lansia terkait dengan penyakit hipertensi : Perubahan sistem kardiovaskuler Elastisitas, dinding aorta menurun Katub jantung menebal dan menjadi kaku Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)

Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatknya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistolis normal 170 mmHg. Distolis normal 90 mmHg.

Dengan adanya penurunan suplai O2 ke otak maka kebutuhan otak akan O2 berkurang. Hal tersebut dapat menyebabkan pingsan pada akhirnya akan terjadi resiko injuri. (Ganong, 2003) (Price & Wilson, 1995) (Smeltzer & Bare, 2001) b. 1. Neurologi Pusing / migraine Penurunan kemampuan berbicara Disfungsi sistem syaraf Infeksi serebral Infark otak Perdarahan serebral Edema cerebral Stroke Hemiplegia Mual Muntah Poliuria Nokturia Hematuria mikroskopik Palidipsi Azotemia Gagal ginjal Manifestasi

2. Gastro intestinal

3. Urologi

a.

Proteinuria Mycocardiac infark Sesak nafas Mudah marah Cemas Sulit tidur Gangguan tajam pengelihatan Pandangan akbur Kebutaan Retinopati Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada penderita hipertensi terdiri dari penatalaksanaan

4. Kardiovaskuler s 5. Respiratorisus 6. Psikologis

7. Sensori

non farmakologis dan famarkologis. Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari : 1. Penurunan berat badan 2. Pembatasan alcohol 3. Pembatasan konsumsi natrium 4. Pembatasan penggunaan tembakau 5. Latihan dan relaksasi Penatalaksanaan farmakologis terdiri dari : 1. Diuretik (chlorthalidone chygraton) 2. Diuretika pengganti kalium 3. Diuretika loop (frerasemide (lasik) 4. Inhibitor asenergik (propanoloc (iinderal) 5. Vaskodilaton (hydrolazine hydrocholoride (apresoline) 6. Penghambat enzim pengubah angiotensin (captopril (capoten)

7. Antagonis kalsium (diltiazem hydrochloride (cardizem) b. 1. Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda : Frekuensi jantung meningkat Perubahan irama jantung Takipnea Pengkajian Fokus

2. Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit cerebravaskuler Episode palpitasi, perspirasi Kenaikan TD Hipotensi postural Frekuensi / irama takikardi, berbagai disritmia Mumur stenosis valvular Tanda :

3. Integritas ego Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik. Faktor-faktor multiple Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak Gerak badan empati, otot muka tegang, gerakan fisik cepat, peningkatan pola bicara 4. Eliminasi Tanda :

Gejala : gangguan ginjal saat ini / yang lalu. 5. Makanan / cairan Gejala : Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol Mual muntah Perubahan berat badan Riwayat penggunaan diuretik BB naik atau obesitas

Tanda : 6. Neurosensori Gejala : Keluhan pening / pusing Berdenyut, sakit kepala suboksipital Kelemahan pada satu sisi tubuh Episode epistaksis Status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, memori Respon motorik : penurunan kekuatan gangguan tangan

Tanda :

7. Nyeri / ketidaknyamanan Gejala : Angin Nyeri hilang timbul pada tungkai Sakit kepala oksipital berat Nyeri abdomen / massa

8. Pernafasan Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas / kerja Takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal Riwayat merokok

Tanda :

Distres respirasi Bunyai nafas tambahan Sianosis

9. Kelemahan Gejala : a. Gangguan koordinasi / cara berjalan Espisode parestesia unilateral transient Hipotensi pastural Pemeriksaan Diagnostik dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindetifikasi faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia 2. Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal 3. Glukosa : hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin 4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan difungsi ginjal atau adanya diabetes 5. Pemeriksaan Tiroid : hipertiroidimse dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi 6. CT Scan : mengkaji cerebral, CSU, ensevalopati / feokromositoma 7. EKB : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi 8. Foto dada : dapat menunjukkan obtruksi klasifikasi pada area katub, defisit pada torik aorta, pembesaran jantung 9. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / uterter (Doengoes, 1999).

1. Haemoglobine / hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan

b.

Komplikasi Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika

tekanan diastolic 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi. Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang gangguan serebravaskuler lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebral vaskuler dan komplikasi jantung sering ditemukan. Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan pengelihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokardio. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboembali dan serangan iskemia otak sementara (transisent ischeemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut pada hipertensi maligna. c. Fokus Intervensi dan Rasional meningkat, vasokontriksi iskemik miokard TUM : Tidak terjadi penurunan curah jantung. TUK : TD meningkat Nadi 80 x/mnt Pengikisan kapiler < 3 detik Suhu 36,5 37 0C RR 16-24 x/mnt

1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir

Intervensi : a. Monitor tanda vital dan pengikisan kapiler Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler. b. Auskultasi bunyi nafas Rasional : 54 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium, perkembangan s3 menunjukkan hipertensi ventrikel dan kerusakan fungsi. c. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman Rasional : membantu untuk menurunkan rangsang simpati, meningkatkan relaksasi. d. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pinjatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur Rasional : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang sipatis. e. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas Pengalihan Rasional : dapat mengurangi ketegangan otot dan melancarkan aliran darah. 2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral TUM : nyeri berkurang sampai dengan hilang TUK : a. Skala nyeri < 3 b. Ekpresi wajah rileks c. Klien menyatakan nyeri berkurang / hilang Intervensi : a. Kaji status nyeri (skala, Durasi, irama, kualitasnya) Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala karena adanya peningkatan tekanan vaskulercerebral.

b. Pertahankan tirah baring Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi. c. Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler dan yang memperlambat / memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya. d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan Rasional : pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. e. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan yang teratur bila terjadi perdarahan hidung / kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan Rasional : meningkatkan kenyamanan umum. 3. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi TUM : perfusi jaringan adekuat TUK : TD naik Nadi 80 x/mnt Suhu 36,5 37 oC RR 16-24 x/mnt Tak ada keluhan sakit kepala / pusing

Intervensi : a. Pertahankan tirah baring Rasional : tirah baring membantu kebutuhan energi. b. Monitor tanda vital Rasional : untuk mengetahui / mengkaji keadaan klien. c. Monitor balance cairan Rasional : cairan yang berlebihan menurunkan sirkulasi O2. d. Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi Rasional : untuk menurunkan tekanan darah.

4. Risiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake garam dalam diet, pemenuhan mekanisme regulasi hemodinamik neurology dan sistem renal. TUM : tidak terjadi keletihan volume cairan. TUK : a. Tidak ada edema b. Bunyi paru bersih c. Balance seimbang Intervensi : a. Kaji diet klien terhadap in adekuat masukan protein / kelebihan natrium Rasional : penurunan aliran ginjal mengakibatkan peningkatan aldosteron dan sekresi hormon antidiuretik, menyebabkan retensi air dan natrium dan ekskresi kalium. b. Dorong klien untuk menurunkan masukan garam Rasional : penurunan aliran ginjal mengakibatkan peningkatan aldesteron disekresi hormon anti deuretik, menyebabkan retensi air dan Na dan sekresi kalium. c. Pastikan dengan dokter apakah dapat menggunakan garam tambahan Rasional : ammonium meningkatkan kadar ammonia serum dan dapat menunjang koma hepatic. d. Lakukan tindakan untuk melindungi edema kulit dari cedera Rasional : kulit edema tegang dan mudah cedera, kulit kering lebih rentan untuk rusak dan cidera. 5. Resiko tinggi injury berhubungan dengan O2 ke otak menurun TUM : tidak terjadi injury Interensi : a. Orientasikan individu terhadap sekeliling Rasional : mengenalkan individu pada yang dirasa bahaya.

b. Awasi individu secara ketat Rasional : mempersiapkan diri untuk memberi pertolongan jika dibutuhkan. c. Gunakan lampu malam Rasional : menghindari kecelakaan. d. Anjurkan individu untuk meminta bantuan selama serangan Rasional : mengurangi resiki kecelakaan. e. Pertahankan tempat tidur pada ketinggian paling rendah Rasional : mengurangi resiko jatuh. f. Mintalah tekan sekamar, jika mampu untuk mengingatkan perawatan tentang adanya masalah Rasional : untuk segera memberi bantuan kepada klien jika terjadi edema.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa oleh Monica Ester, (Ed. 8), EGC, Jakarta. Doengoes, Marilyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Terjemahan oleh I Made Kassise (ed.I). EGC : Jakarta. Ganang, William, F, 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Ed.20), Alih bahasa oleh Brahm U Panit (et.al), EGC : Jakarta. Isselbacher, Kurt, 2000, Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam , EGC : Jakarta. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine Mc. Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, (ed.4, buku 2), Terjemahan oleh : Peter Anugrah, EGC : Jakarta. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner dan Suddarth (ed.8, vol.2), Terjemahan oleh Agung Waluyo, (et,all), EGC : Jakarta. Nugroho, Wahyudi SKM, 2000, Keperawatan Gerontik (edisi 2), penerit buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Pathway Keperawatan

Etiologi : Umur Obesity Jenis kelamin Gaya hidup Hipertensi

Vasokontriksi pembuluh darah

Ginjal Vasokontriksi pembuluh darah ginjal aliran darah

Otak

after load COP

suplay O2 ke otak

Resistensi pembuluh darah otak tekanan pembuluh darah otak Nyeri tekan

Respon rennin angiotensin dan aldosteron aldesteron Retensi Na

Pingsan Resiko tinggi injuri

Gangguan perfusi jaringan

Nyeri

Edema Kelebihan volume cairan

Anda mungkin juga menyukai