Anda di halaman 1dari 6

VI.

PEMBAHASAN Banyak orang yang percaya jika yang alami itu pasti aman. Pernyataan ini

tidak sepenuhnya benar sebab pada bahan alami juga terdapat zat berbahaya contohnya racun alami. Racun alami banyak macamnya, salah satu yang terkenal dan terdapat dalam bahan pangan adalah asam sianida atau HCN. HCN ini terdapat dalam beberapa komoditi makanan diantaranya singkong, ubi, petai, jengkol dan lain sebagainya. Kadar HCN dalam setiap bahan berbeda-beda, sehingga untuk mengetahui kadar HCN perlu dilakukan suatu pengujian. Praktikum kali ini adalah menentukan kadar HCN pada sampel. Sampel yang digunakan yaitu picung. Pengujian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujan kualitatif digunakan untuk pengujian awal yaitu menetapkan apakah sampel positif mengandung HCN ataukah negatif, selanjutnya pengujian secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar HCN yang terdapat dalam sampel. HCN atau asam sianida adalah zat yang bersifat racun dan dapat mematikan, dimana memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak berwarna, berbau sangat lemah, dapat terurai menjadi ammonium formiat dan zat-zat amorf yang tak dapat larut. HCN mudah hilang dengan berbagai perlakuan misalnya penyimpanan yang terlalu lama, pelukaan, penumbukan, pencucian, perebusan dan pengolahan pangan lainnya. Sehingga ketika dilakukan pengolahan yang tepat, makanan yang awalnya mengandung HCN akan aman untuk dikonsumsi karena HCNnya telah hilang dengan pengolahan yang tepat. Disebabkan karena karakteristik HCN yang mudah hilang atau menguap dengan berbagai perlakuan, maka pengujian kadar HCN harus digunakan sampel yang masih segar dan tidak ada pelukaan. Jika sampel yang digunakan adalah sampel yang tidak segar atau telah mengalami pengolahan, maka kadar HCN yang dihasilkan tidak akurat. Pengujian kualitatif dilakukan dengan cara menghaluskan sampel sebanyak 50 gram. Kemudian sampel yang telah ditumbuk ditambahkan asam tartat 10 ml. Asam tartat ini berfungsi untuk melarutkan HCN. Kemudian celupkan kertas saring pada asam piktat jenuh sehingga kertas saring berubah warna menjadi kuning, angin-angin lalu basahi dengan Na2CO3.Gantungkan pada

leher labu Erlenmeyer lalu tutup dengan alufo dan panaskan selama 15 menit. 15 menit ini dihitung setelah air mendidih. Kertas saring yang dicelupkan pada asam piktat ini nantinya menjadi indikator sampel yang diuji mengandung HCN atau tidak. Jika sampel yang diuji mengandung HCN maka kertas saring kuning tersebut akan berubah warna menjadi merah karena reaksi antara HCN dengan larutan dalam kertas saring, akan tetapi jika sampel tidak mengandung HCN maka warna kertas saring tidak akan berubah. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, maka didapatkan bahwa sampel picung positif mengandung HCN. Diperlukan pengujian kuantitaif sebagai pengujian lanjutan untuk mengetahui kadar HCN pada sampel sehingga diketahui tingkat keamanannya ketika dikonsumsi. Jika kadar HCN dalam bahan tinggi, maka perlu dilakukan penyimpanan yang cukup lama dan pengolahan yang lebih intensif, sedangkan jika sampel yang mengandung HCN rendah maka pengolahan biasa juga dapat menghilangkan HCN yang merupakan racun bagi tubuh. Tandatanda keracunan dari asam sianida diantaranya adalah menggigil, sesak nafas, paralisis, kejang-kejang, pingsan, hingga kematian. Kandungan sianida dalam picung sangat bervariasi. Kadar sianida rata-rata dalam singkong manis dibawah 50 mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit atau racun diatas 50 mg/kg. Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi manusia. Bila dicerna, hidrogen sianida dapat menyebabkan sakit sampai kematian (dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan). Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menghaluskan sampel sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan aquades hingga sampel terendam. Kemudian sampel didestilasi ditampung pada labu yang telah ditambahkan AgNO3 50 ml dan HNO3 1 ml yang akan menangkap HCN. Destilasi berfungsi membantu merenggangkan jaringan pada sampel, sehingga glukosida sianogenik mudah keluar dari sampel kemudian ikut menguap, selanjutnya uapnya ditangkap oleh AgNO3. AgNO3 berfungsi untuk menangkap HCN sedangkan HNO3 untuk membuat suasana menjadi asam. Sampel di destilasi hingga volume larutan yang tertampung sebanyak 100 ml. sampel yang tertampung akan terlihat komponen putih-putih yang melayang-layang pada larutan, komponen itu merupakan HCN yang terdapat dalam sampel. Setelah itu,

hasil yang ditampung dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquades hingga batas tera, lalu diambil sebanyak 250 ml untuk dilakukan pengujian secara titrasi. Sebelum dilakukan titrasi, ditambahkan indikator FAS terlebih dahulu untuk mengetahui terjadinya perubahan. Selanjutnya dititrasi dengan menggunakan NH4CNS hingga terjadi perubahan warna menjadi merah bata. Proses reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: AgNO3 + X CNS XNO3 + Fe3+ AgCNS + X NO3 Fe(CNS)2+ + X+ Merah jambu Hasil uji kadar HCN praktikum dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Hasil analisis HCN secara Kuantitatif Kelompok Sampel Hasil Kadar % HCN 2,7 Petai 18,15 0,095 % 4,9 Singkong 24,5 0,03 % Hasil perhitungan ini didapatkan dengan memasukan hasil titrasi pada rumus sebagai berikut : % HCN =
( )

Keterangan : N agNO3 Bm HCN V blanko Berat petai

= 0,1 = 27 = 27 = 50,3879 gram = 50,0625 gram


) )

Berat singkong
(

Perhitungannya adalah sebagai berikut : Singkong : % HCN = % HCN =


(

% HCN = 0,03% Petai : % HCN = % HCN =


( ( ) )

% HCN = 0,095% Berdasarkan hasil pengamatan kadar HCN yang paling tinggi adalah petai sedangkan yang rendah adalah singkong. Hal-hal yang mengganggu hasil analisis diantaranya perbedaan kesegaran sampel sehingga kadar yang didapatkan tidak sesuai. Untuk mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pengolahan dengan suhu tinggi untuk menginaktivasi enzim. b. Dengan perendaman dan pencucian dalam air mengalir sehingga hidrosianida hasil dapat larut. Pengolahan sianida secara tradisional dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan racun. Seperti misalnya singkong, kulitnya dikupas dulu sebelum diolah, singkongnya dikeringkan, direndam senelum dimasak, dan difermentasi selama beberapa hari. Perlakuan tersebut akan menjadikan hidrogen sianidanya banyak yang ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10-40 mg/kg. Disamping itu hidrogen sianida akan mudah hilang dengan penggodokan, asal saat pengolahan tidak ditutup dengan rapat. Pemanasan yang dilakukan akan membantu inaktivasi enzim yang dapat membantu pemecahan linamarin sehingga hidrogen sianida tidak terbentuk.

VII.

KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan yaitu : 1. Secara analisis kualitatif, picung positif mengandung HCN 2. Secara kuatitatif, petai merupakan sampel dengan kadar HCN tertinggi yaitu 0,095 % 3. Secara kunatitatif, singkong adalah sampel yang mempunyai kadar HCN rendah dengan presentase 0,03 % 4. Keakuratan pengujian dapat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran sampel yang berbeda sehingga pengujian kurang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi. W.. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sediaoetomo, A.D. 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta. Sudarmadji, S. dkk.. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty Winarno F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai