Anda di halaman 1dari 11

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten

: Tyta Ajrina : B1J010027 :2 :I : Siti Novianti E. P.

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii dan Gracilaria sp. Eucheuma dan Gracilaria mempunyai nilai ekonomis yang relatif lebih baik untuk dikembangkan melalui usaha budidaya. Hal ini disebabkan kedua genus tersebut dapat tumbuh dan berkembang baik, baik secara vegetatif (proses perkembangbiakan tanpa didahului dengan terjadinya perkawinan) maupun secara generatif. Rumput laut adalah makroalga yang hidup di laut maupun air payau.Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekatpada subtrat tertentu, tidak mempunyai akar batang dan daun sejati; tapi hanyamenyerupai batang yang disebut thallus (Anggadiredja, 2006). Winarno (1990) mengelompokkan rumput laut menjadi empat kelas yaitu alga hijau (Cholorophyceae), alga hijau biru (Cyanophyceae), alga coklat (Phaeophyceae) dan alga merah (Rhodophyceae). Rumput laut tumbuh pada perairan pantai yang jernih, banyak ombak, dan berarus deras. Kondisi perairan bergelombang tinggi, Cilacap memiliki lahan potensial tinggi untuk budidaya rumput laut. Sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sistem budidaya yang ada kurang dapat menjamin kuantitas rumput laut yang dihasilkan karena gelombang yang besar dapat menyebabkan rumput laut mudah patah tertempa ombak yang kuat. Rumput laut (sea weeds) yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal sebagai Algae sangat populer dalam dunia perdagangan akhir - akhir ini. Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira - kira tahun 2700 SM. Rumput laut banyak digunakan untuk sayuran dan obat - obatan. Tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik, namun dengan perkembangan waktu, pengetahuan tentang rumput lautpun semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas. Kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran. Baru pada masa sebelum perang

dunia ke - 2, tercatat bahwa Indonesia telah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis. B. Tujuan Mengetahui budidaya rumput laut dengan metode dan sistem yang berbeda di perairan tambak dan laut atau pantai. II. Tinjauan Pustaka

Perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah Nusantara dengan 13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan mentah sebagai lalab, dibuat sayur, diacar, dibuat kue penganan dan manisan, bahkan juga untuk obat-obatan (Zaneveld, 1955). Pemanfaatan rumput laut kemudian berkembang kearah komersial untuk diekspor dan diperdagangkan sebagai bahan mentah untuk pembuatan agar-agar atau karaginan (carageen) (Padhi et al., 2010). Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumber daya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (Ditjenkan Budidaya, 2004). Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta (3) mudahnya teknologi budidaya yang diperlukan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).

III.

MATERI DAN METODE A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bambu, tali rafia, jaring, pisau, 4 keping CD, botol aqua, gunting, alat timbangan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, rumput laut (Gracilaria verrucosa). B. Metode Metode yang digunakan dalam penjemuran langsung dikeringkan adalah sebagai berikut : A. Persiapan a. Pembuatan Jaring Rakit Rakit dibuat dari bambu 2 x 1.5 m

Tali ris diambil dan diikatkan pada bamboo antara sisi yang berhadapan sehingga terbentuk seperti jaring dengan ukuran 20 x 20 cm dan tali tunggal dengan jarak 20 cm antara tali.

Jaring yang sudah ada dibuat jaring rakit.

Bibit yang akan ditanam disiapkan dengan berat 100 gram.

Masing-masing bibit dengan berat tertentu diikat dengan tali raffia.

Penanaman

Bibit yang sudah disiapkan, masing-masing bibit diikatkan pada jaring rakit dengan jarak antara titik tanam 20 cm (dilakukan di darat).

Jaring rakit diberi pelampung.

Jaring rakit yang sudah diberi pelampung yang telah disiapkan, dibawa ke pantai untuk ditanam di perairan pantai/laut.

Kemudian tali rafia yg sudah diikat di bagian pinggir rakit diikatkan satu sama lain dengan rakit-rakit yang lain.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

B. Pembahasan Rumput laut Gracilaria verrucosa, adalah rumput laut yang bersifat stenohaline. Ia tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 15-30 ppt di mana kadar garam optimal adalah 20-25 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai (Ditjenkanbud, 2005). Penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan pengamatan karakteristik perairan sebagai syarat tumbuh rumput laut. Karakterisitik perairan yang diamati meliputi kondisi ekologis perairan yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Secara umum kondisi perairan di daerah perairan pantai Teluk Penyu Nusakambangan Cilacap masih dalam kategori cukup baik untuk budidaya rumput laut. Karakter yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut ini yaitu sebagai berikut: a. Suhu Suhu mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes, 1981). Pada praktikum yang dilakukan

untuk budidaya rumput laut ini, suhu yang diukur pada suhu udara adalah 31
o

C, sedangkan pada suhu air laut yaitu 32 oC. Kisaran suhu optimal untuk

pertumbuhan Gracilaria antara 1530C, suhu dibawah 10C pertumbuhan Gracilaria lambat dan suhu diatas 35C Gracilaria tidak tumbuh dan berkembang. b. Salinitas Parameter kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya rumput laut adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan rumput laut. Mekanisme osmoregulasi pada rumput laut dapat terjadi dengan menggunakan asam amino atau jenis-jenis karbohidrat. Kisaran salinitas yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Salinitas yang didapat berdasarkan alat salinometer pada pantai Teluk Penyu adalah 29 permil. c. Kecerahan Kejernihan air sebaiknya tidak kurang dari 5 meter dengan jarak pandang horisontal. Air keruh mengandung partikel halus yang berlimpah yang akan mneutupi talus tanaman sehingga menghambat penyerapan makanan dan proses fotosintesa. d. pH Memilih lokasi untuk budidaya Gracillaria verrucosa, harus memperhatikan faktor biologis, fisika dan kimiawi. Salah satu faktor kimiawi tersebut adalah pH sedangkan pH air yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 7-8 (Meiyana, et al., 2001). Menurut Febriko (2010) metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan budidaya yang digunakan antara lain : 1. Metode dasar dengan cara berkebun (Bottom farm method). Metode ini adalah cara yang paling mudah dan sederhana. Cara menanam rumput laut dapat dilakukan dengan mengikat benih berdasarkan berat tertentu. Selanjutnya benih yang telah diikat langsung ditebarkan ke dasar perairan atau diikatkan terlebih dahulu pada potongan batu karang atau batu vulkanik. 2. Metode Lepas dasar dengan cara tali tunggal (Off Bottom Method).

Metode lepas dasar ini, benih rumput laut ditanam dengan cara mengikatkan pada suatu rentangan tali atau bibit diikatkan pada tali plastik/nilon yang direntangkan di atas dasar perairan dengan patok kayu atau bambu. Jarak ris dengan dasar perairan umumnya lebih kurang 25 - 50 cm atau jarak tanaman terhadap permukaan air berfluktuasi sesuai dengan naik turunnya air laut. 3. Metode Apung (Floating Method). Pada prinsipnya metode apung (Floating Method) ini mirip sekali dengan metode dasar (off bottom), hanya posisi rumput laut terletak dekat permukaan air. Fungsi tiang pancang digantikan dengan sebuah rakit. Gracilaria verrucosa merupakan alga merah yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, alga juga berpotensi sebagai pupuk organik karena mengandung bahan-bahan mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, dan yodium (Arif et al., 2011). Menurut Aslan (1998) Gracilaria umumnya dipelihara ditambak. Keadaan tambak yang baik untuk budidaya Gracilaria harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut : 1. Tambak terletak dekat dengan sumber air laut dan air tawar. 2. Area tambak harus terlindung dari arus angin yang kuat. 3. Dasar tambak terdiri dari pasir bercampur lumpur sedikit dengan ketebalan 15 20 cm. 4. Air tidak mengandung lumpur sehingga kekeruhan air masih cukup tinggi bagi tanaman untuk menerima sinar matahari. 5. pH berkisar antara 7,0 8,7; salinitas berkisar 15 25 ppt, dan suhu berkisar antara 20 25oC. Keberhasilan budidaya yang dicapai tidak terlepas dari kesesuaian iklim setempat, minat masyarakat, kemudahan bubidayanya serta ketersediaan bahan baku. Untuk itu dilakukan percobaan tentang sistem jaring rakit yang dilakukan oleh kelompok kami di pantai Teluk Penyu Nusakambangan Cilacap. Peningkatan dalam mengelola usaha rumput laut, perlu teknologi budidaya yang tepat sehingga pada gilirannya kelangsungan budidaya yang dilakukan dapat meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitasnya (Widyartini, 2007).

V.

KESIMPULAN

1. Budidaya rumput laut di perairan tambak dan laut atau pantai dapat dilakukan dengan metode dasar, lepas dasar dan apung 2. Budidaya yang dilakukan menggunakan metode apung yaitu dengan sistem tali tunggal, jarring rakit dan jaring tubular. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yaitu suhu, pH, tingkat kecerahan, kedalaman perairan, salinitas, oksigen terlarut dan arus air.

DAFTAR REFERENSI Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta. Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. University of South Florida, USA. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta. Ditjenkanbud. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta. Febriko, S.D., Agus S., Sofiati, Rahman M. A. 2010. Peningkatan Produksi Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Tambak dengan Penambahan Pupuk. Penerbit Kanisius, Jakarta. Meiyana, M., Evalawati dan A. Prihaningrum. 2001. Biologi Rumput Laut. Petunjuk Teknis No. 8. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. Hal 3-7. Padhi S.B., Behera G., Behura S., Swain P., Behera S., Panigrahi H., Panigrahi M., Beja S., Mishra A., Das N., Baidya S., Pradhan S. and Das P. 2010. Utilisation of nitrate and ammonium by algal biomass available in prawn cultivation sites in Chilika Lake, Orissa. Algal Research Laboratory, P.G. Department of Botany, Berhampur University, Bhanja, 760007, Bihar. Journal of Botanical Research, ISSN: 09769889 & E-ISSN: 09769897. Vol. 1, Issue 1, 2010, PP-01-06. Umami, Arif, Sri D., Sri H. 2011. Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L. var.Tiron) Dengan Perlakuan Gracilaria verrucosa Sebagai Penjerap Air Pada Tanah Pasir. Laboratorium Biologi dan Struktur Fungsi Tumbuhan FMIPA Undip. ISSN: 1410-8801.Vol. 13, No. 2, Hal. 60-66. Widyartini, D. S., dan Insan A.I. 2007. Meningkatkan Produksi Rumput Laut Gracilaria gigas melalui Modifikasi Sistem Jaring. Oceana. Vol 22 (4). Zaneveld, J.S. 1955. Economic marine algae of tropical South and East Asia and their utilization. Ind. Pac. Fish. Counc. Spec. Publ. 3 : 155.

Anda mungkin juga menyukai