Anda di halaman 1dari 14

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN (Hari Pertama Praktek) I.

Kasus : Halusinasi II. Proses terjadinya masalah A. Pengertian: Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999). B. Teori yang menjelaskan halusinasi Teori yang menjelaskan terjadinya halusinaasi adalah sebagai berikut: Teori Biokimia Terjadi sebagai zat respon terhadap stress neurotic yang mengakibatkan dan

terlepasnya

halusinogenik

(buffofenon

dimethytransferase) Teori Psikoanalisis

Merupakan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar C. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif maladaptive Respon Adaptif Distorsi Pikiran

Respon

Gejala Pikiran

- Respon Logis - Respon akurat - Perilaku sesuai - Emosi sosial

- Distorsi pikiran - Perilaku aneh / tidak sesuai - Menarik diri

- Delusi Halusinasi - Perilaku diorganisasi - Sulit berespon dengan pengalaman

Gambar 1. Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005) D. Jenis dan Karakteristik Halusinasi Berikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien dengan halusinasi Jenis halusinasi Halusinasi Dengar Data objektif Bicara/tertawa sendiri Data subjektif Mendengar suara atau kegaduhan

(klien mendengar suara/ bunyi Marah-marah tanpa sebab yang tidak ada hubungannya Mendekatkaan dengan stimulus yang nyata) Mendengar suara kearah tertentu. atau Menutup telinga kebisingan, paling sring suara kata yang jelas, berbicara

telinga Mendengar suara atau mengajak cakap Mendengar suara yang mengajak melakukan bercakap-

dengan klien bahkan sampai percakapan kedua lengkap antara

yang berbahaya.

penderita

halusinasi.

Pikiran yang terdengar jelas dimana perkataan disuruh klien mendengar pasien melakukan

bahwa untuk

sesuatu kadang kadang dapat membahayakan. Halusinasi Pengelihatan (klien melihat gambaran yang jelas/samar stimulus terhadap nyata Menunjuk-nunjuk tertentu kearah Melihat sinar, geometris, melihat monster hantu bayangan, bentuk kartun, atau

adanya Ketakutan pada sesuatau daari yang tidak jelas

yang

lingkungan dan orang lain tidak melihatnya) Stimulus kilatan penglihatan cahaya, dalam gambar

geometris, gambar karton atau

panorama

yang

luas

dan

kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang

menyenangkan / sesuatu yang menakutkan seperti monster. Halusinasi Penciuman (klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpastimulus yang nyata) Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya bau- bau yang tidak menyenangkan. Mengendus-endus seperti Membaui membaui tertentu Menutup hidung bau-bauan seperti feses, kadang tersebut menyenangkan klien bagi bau-bauan urine,

darah, dan

kadangbau-bauan

Halusinasi penciuman biasanya akibat stroke, tumor, kejang dan demensia. Halusinasi Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses (klien merasakan sesuatu yang Muntah tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak) Halusinasi Kinestetik (klien merasakan badanya Memegang kakinya atau Mengatakan badaantya anggoata badan yang lain yang dianggapnya Mengatakan bergerk diudara

bergerak disuatu ruangan atau anggota badanya bergerak) Halusinasi Perabaan (klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus

bergerak sendiri Menggaruk-garuk permukaan kulit ada

serangga dipermukaan kulitnya. Mengatakan tersengan listrik seperti

yang nyata)

Halusinasi Visceral (perasaan tertentu yang timbul dalam tubuhnya)

Memegang badannya yang Mengatakan dianggapnya berubah mengecil

perutnya setelah

bentuk dan tidak normal seperti biasanya

minum softdrink

E. Fase Halusinasi Halusinasi yang dialami klien bila berada intensitasnya dan keparahan (Stuart & Laraia,2001) membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin berat halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan ) Karakteristik : Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Perilaku klien : Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan ) Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Perilaku klien : Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,

pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. c. Fase III Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Perilaku klien : Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya ) Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Perilaku klien : Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

III.

Proses Keperawatan Halusinasi 1. Pengkajian 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan sifat dasar dan faktor resiko yang akan memperngaruhi jenis dan jumlah sumber yang dibangkitkan oleh individu dalam menghadapi kecemasan. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial budaya. Berikut penjabaran masing-masing aspek tersebut. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut: a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem)

d) Gangguan tumbang prenatal, perinatal, neonatal dan anak-anak. e) Kembar 1 telur lebih beresiko daripada kembar 2 telur. f) Factor biokimia mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami

seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivvasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. a) Ibu/ pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak sensitive b) Hubungana dengan ayah yang tidak dekat/perhatian yang berlebihan. c) Konflik pernikahan d) Komunikasi double bind e) Koping dalam menghadapi stress tidak konstruktif atau tidak adaptif f) Gangguan identitas g) Ketidakmampuan menggapai cinta Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota.

2. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi merupakan penyebab langsung yang dapat memicu munculnya halusinasi:. Sifat halusinasi Terdiri dari 4 aspek yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

a) Biologis Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. b) Psikologis Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat ketakutan tersebut. c) Social Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan conforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan d) Spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sesuatu terhadap

sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk Asal halusinasi Eksternal Internal Waktu Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan : stimulus eksternal : pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

Jumlah pengkajian mengenai kuantitas halusinasi yang dialami klien dalam satu periode.

3. Penilaian stressor terhadap halusinasi Respon Fisiologis : Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan Respon Kognitif Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.. Respon Perilaku Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.. Respon Afektif Gelisah, kemampuan konsentrasi menurun, marah dan menangis, perasaan tidak berdaya, bingung, kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif, melukai diri sendiri atau orang lain Respon Sosial Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan

harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu.

4. Sumber Koping Kemampuan personal : berupa ketrampilan dan kemauan klien untuk menghalau halusinasi sehingga pasien dapat mengontrol halusinasi. Dukungan social : dukungan emosional dan bantuan yang dapat diberikan keluarga dan teman dekat untuk klien dalam menghalau halusinasinya, misalnya menemani pasien mengobrol saat

halusinasi muncul, mengingatkan minum obat dan memberi motivasi dan perhatian pada klien. Aset materi : pada halusinasi terdapat kemungkinan tidak memiliki aset sosial, materi dan ekonomi yang mendukung penyembuhan klien Keyakinan positif : klien mempunyai sikap diri yang mendukung perubahan yang positif seperti kehidupan klien sebelum klien mengalami halusinasi. 5. Mekanisme koping yang digunakan halusinasi Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

2. Proses terjadinya halusinasi Faktor predisposisi biologis


Abnormalitas perkembangan sistem saraf, lesi daerah frontal, dopamine neurotransmitter, pembesaran ventrikel, gangguan tumbang,, factor biokimia.

psikologis
Penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien

sosiocultural
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota.

Faktor presipitasi Jumlah


Kuantitas halisinasi muncul pada klien

sifat
Bio:kelelahan,obat-obatan, delirium, intoksikasi alkohol Psiko: cemas yang berlebihan Sosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup

asal

waktu
Frekuensi halusinasi muncul pada klien

Penilaian terhadap stressor kognitif


penurunan fungsi ego

afektif
Ansietas dari ringan sampai berat

fisiologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak

perilaku
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata..

sosial
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata

Sumber koping Kemampuan personal


ketrampilan yang dimiliki klien

Dukungan sosial
dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan

Aset material

Keyakinan positif
teknik pertahanan dan motivasi

modal ekonomi yang dimiliki klien dan keluarga

Mekanisme koping
Regresi Proyeksi Menarik diri

3. Pohon masalah halusinasi

Perilaku kekerasan akibat Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan masalah utama Gangguan persepsi sensori:halusinasi Rangsangan internal meningkat, rangsang eksternal menurun Menarik diri penyebab Kerusakan interaksi sosial Harga diri rendah Deficit perawatan diri Koping individu tidak efektif

isolasi

Factor predisposisi

Faktor presipitasi

IV. DiagnosaKeperawatan Halusinasi. V. RencanaTindakanKeperawatan (Terlampir)

Tujuan Umum: Pasien secara bertahap mampu mengontrol halusinasi

Tujuan Khusus: 1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya 2. Pasien dapat mengenal halusinasi 3. Pasien dapat mengontrol halusinasi 4. Pasien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi 5. Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasi IMPLEMENTASI SP 1 Tindakan Keperawatan 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien 5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi. 7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi 8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian 2 1. Evaluasi SP 1 2. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakapcakap dengan orang lain 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 1. Evaluasi SP 1 2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi 3. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi Tindakan Keluarga 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

1. Evaluasi SP 2 2. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah) 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 1. Evaluasi SP 3 2. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

1. Evaluasi SP 2 2. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) 3. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

EVALUASI

Pasien dan keluarga mengetahui jenis halusinasi, isi, waktu, frekuensi dan
situasi yang menimbulkan halusinasi pasien

Pasien dapat menghardik halusinasi Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain

Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan


(kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)

Pasien minum obat secara teratur Keluarga mengetahui cara-cara mengendalikan halusinasi Keluarga mampu merawat pasien halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosa Keperawatan Jiwa Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Stuart GW Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: EGC. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai