Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar fosil diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat yaitu biobriket. Biobriket merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik (Erliza Hambali,dkk,2006). Pembuatan biobriket arang umumnya menggunakan limbah biomassa seperti jerami, serbuk gergaji, atau berbagai cangkang biomassa seperti kopi, coklat maupun kemiri serta jagung, ketela dan limbah jarak pagar (Fuad, 2008). Limbah biomassa yang masih belum banyak dimafaatkan padahal jumlahnya banyak tersedia yaitu jerami padi. Dalam pembuatan biobriket dengan menggunakan bahan baku jerami padi ditambahkan tempurung kelapa yang biasanya digunakan untuk pembuatan biobriket dengan komposisi perbandingan campuran antara jerami padi dan tempurung kelapa sehingga didapatkan nilai kalor yang memenuhi standar biobriket. Slah satu variabel yang menentukan kualitas biobriket adalah kadar polutan yang dihasilkan pada proses pembakaran. Polutan yang lebih di fokuskan pada kadar NOx dan CO hasil pembakaran. Polutan jerami padi memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan tempurung kelapa. Sehingga diharapkan biobriket yang dihasilkan memiliki kadar emisi gas NOx dan CO yang kecil. Peneliti ingin mengetahui kadar gas buang NOx dan CO pada pembakaran biobriket yang dihasilkan menggunakan perbandingan komposisi.

1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan nilai manfaat tanaman jerami padi dan tempurung kelapa yang dianggap sebagai limbah organik yang kurang dimanfaatkan dengan menjadikannya sebagai biobriket yang merupakan bahan bakar alternatif. 2. Mengetahui komposisi yang optimal dari campuran jerami padi dan tempurung kelapa terhadap kualitas biobriket yang dihasilkan . 3. Mengetahui besarnya nilai kalor dari variasi perbandingan jerami padi dan tempurung kelapa. 4. Mengetahui emisi gas CO dan NOx dari variasi perbandingan jerami padi dan tempurung kelapa yang nilai analisa ultimat dan nilai kalor yang memenuhi standar biobriket.

1.3 Manfaat Penelitian adapun manfaat dari mengetahui emisi gas buang NOx dan CO pada

pembakaran biobriket dengan memanfaatkan jerami padi dan tempurung kelapa 1. Merupakan referensi yang dapat digunakan sebagai referensi untuk pembelajaran bagi mahasiswa politeknik negeri sriwijaya. 2. Merupakan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah bagi penulis.

1.4 Rumusan Masalah Pada proses pembuatan biobriket arang dari campuran jerami padi dan tempurung kelapa, dilakukan proses karbonisasi terlebih dahulu. Dalam penelitian pembuatan biobriket arang dari campuran jerami padi dan tempurung kelapa, ingin mengetahui berapa kadar emisi gas SOx dan CO pada pembakaran biobriket yang memiliki nilai kalor tertinggi dengan perbandingan jerami padi dan tempurung kelapa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu pekeriaan (Kadir, 2008). Energi merupakan sektor utama dalam perekonornian Indonesia dewasa ini dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang baik dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pelestarian sumber daya energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah. Situasi energi di Indonesia tidak terlepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang makin meningkat menimbulkan kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber energi silih (alternatif) untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk itu perlu untuk mengidentifikasi sektor mana yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya energi silih. Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu, sektor-sektor

perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas bumi, listrik tenaga air, dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar (Nodali 2009).

2.1 Biomassa Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber biomassa antara lain tongkol jagung, jerami, dan lain sebagainya; material kayu seperti kayu atau kulit kayu, potongan kayu, dan lain sebagainya; sampah kota misalkan sampah kertas dan tanaman sumber energi seperti minyak kedelai, alfalfa, poplars, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut

Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-kira sampai 75%), lignin (sampai dengan 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda. Keuntungan penggunaan biomassa untuk surnber bahan bakar adalah keberlanjutannya, diperkirakan 140 juta ton rnetrik biomassa digunakan pertahunnya. Keterbatasan dari biomassa adalah banyaknya kendala dalam penggunaan untuk bahan bakar kendaraan bermobil. Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, ter dan lain sebagainya. Energi yang disimpan itu dapat dimanfaatkan dengan langsung membakar kayu itu, panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau untuk keperluan lainnya. Potensi biomassa di Indonesia adalah cukup tinggi. Dengan hutan tropis Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jurnlah energi yang terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 milyar kkal setahun. Demikian juga sekam padi, tongkol jagung, dan tempurung kelapa yang merupakan limbah pertanian dan perkebunan, memiliki potensi yang besar sekali.

2.2 Bahan Bakar Bahan bakar adalah istilah populer media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik. Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena menghasilkan

panaa. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun, 2003). Konsumsi energi bagi manusia merupakan suatu masalah besar dimana sumber energi banyak digunakan sekarang yaitu minyak bumi dan batubara yang cadangannya makin menipis. Oleh sebab itu penghematan konsumsi energi bagi umat manusia perlu ditanggulangi guna penyelamatan kebutuhan hidup masa datang. Hal ini bisa terjadi terutama di negara-negara berkembang (Nusyirwan dan Nuryetti, 1980). Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar makin lama makin mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang-pedagang kecil vang memerlukan bahan bakar (Anonimous, 2000)

2.3 Jerami Padi Jerami padi adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Jerami padi terdiri atas daun pelepah daun, dan ruas atau buku. Ketiga unsur ini relatif kuat karena mengandung silika dan selulosa yang tinggi dan pelapukannya memerlukan waktu yang lama. Namun apabila diberi perlakuan tertentu akan mempercepat terjadinya perubahan strukturnya. Hasil jerami sangat dipengaruhi oleh cara budidaya seperti jarak tanam atau populasi tanaman, takaran pupuk dan pemeliharaan tanaman untuk mencegah kehilangan biomas akibat hama dan penyakit. Kesuburan tanah berpengaruh terhadap jerami yang dihasilkan. Pada lahan bermasalah, seperti pH rendah, kadar besi tinggi, Al tinggi, kadar makro (N, P, K, S) dan Mikro (Cu dan Zn) dan lapisan olah tanah dangkal, pertumbuhan tanaman terhambat sehingga jumlah jerami yang dihasilkan sedikit. Musim atau iklim dan tinggi tempat berpengaruh terhadap bobot biomas jerami padi. Hal ini erat hubungannya dengan tinggi

rendahnya radiasi surya selama pertumbuhan tanaman, yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis tanaman dan akumulasi biomas. Suhu udara yang tinggi pada malam hari juga berpengaruh terhadap respirasi tanaman, sehingga hasil fotosintesa berkurang dan selanjutnya mengurangi produksi jerami tanaman. Kompenen dari biomassa sendiri sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin. Persentase dari ketiga unsur tersebut adalah selulosa 40-45% (untuk tumbuhan kasar dan halus), lignin 25-35% untuk tumbuhan halus dan 1725% untuk tumbuhan kasar hemiselulosa 20% untuk tumbuhan halus dan 17-25% untuk tumbuhan kasar. (Hornell, 2001). Indonesia memperoduksi 51 juta ton gabah kering pada tahun 2005, menghasilkan sekitar 80 juta ton jerami yang mengandung 400.000 ton N, 80.000 ton P2O, dan 800.000 K2O. Dalam bentuk pupuk, hara dan jerami dihasilkan setara dengan 870.000 ton urea, 220.000 ton SP36 dan 1.6 juta KCl atau setara dengan 2.69 juta ton pupuk. Jerami padi juga bisa digunakan sebagai briket bahan bakar. Nilai kandungan jerami padi bila digabung dengan bunkil jarak dan sekam padi bisa mencapai 5500 kcal/kg belum lagi ditambah kulit kedelai yang bisa dimanfaatkan sebagai briket. Briket jerami padi tentu bisa menjadi alternatif bahan bakar bagi masyarakat di pedesaan untuk menghemat biaya bahan bakar dari minyak atau gas. Karena briket jerami padi lebih bersih dan tidak mengandung racun seperti hal-nya briket batubara yang menghasilkan gas oksida nitrit (NOx) dan oksida sulfur (SOx). Jerami padi selain digunakan sebagai tempat biakan jamur merang juga dapat berfungsi sebagai campuran makanan ternak karena kandungan protein yang cukup memadai. Jika kita melihat daerah-daerah yang kering di pulau Jawa maka peternakan sapi di daerah tersebut sering mengalami kekurangan pakan sapi, mengapa kita tidak mencoba mengolah jerami padi sebagai bahan baku alternatif pakan sapi? Walau kandungan gizi jerami padi lebih rendah dari rumput galah atau rumput gajah namun tidak ada salahnya mencoba jerami sebagai pakan ternak sampingan untuk sapi di daerah kering.

Kegunaan lain dari jerami padi adalah sebagai penghasil bio-ethanol atau gas hidrogen. Dengan menggunakan reaksi hidrolisis pada jerami padi akan didapatkan ethanol untuk bahan bakar mesin giling dan kendaraan bermotor. Dan jika membutuhkan gas untuk pembangkit listrik maka proses gasifikasi dari jerami padi mampu memproduksi gas hidrogen untuk menyalakan turbin listrik. Hasil gasifikasi jerami padi berupa bubuk abu bisa digunakan sebagai campuran briket atau pupuk organik. Bukan main betapa banyaknya fungsi jerami padi yang selama ini dianggap sebagai limbah pertanian ini. Melihat banyaknya fungsi jerami padi tersebut sudah selayaknya para petani mulai dibekali pengetahuan dan keterampilan bagaimana memanfaatkan jerami padi pasca panen di pedesaan. Jumlah jerami padi yang cukup melimpah tentunya mampu menghasilkan nilai tersendiri bagi kaum petani di Indonesia begitu juga para peternak yang bisa menjadikan jerami padi sebagai makanan samping selain makanan pokok hewan ternak seperti daun dan rerumputan. Tata cara pengelolaan limbah pertanian ini tentunya ditujukan untuk kesejahteraan kaum petani sendiri sehingga mereka mampu mengelola pertanian dan hasil-hasilnya tanpa harus merambah ke kota untuk mencari penghasilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran jerami antar lain: a. Kadar air Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperatur pembakaran. b. Kadar kalori Semakin besar nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin meningkat. c. Kadar abu Kadar abu yang tinggi didalam jerami tidak mempengaruhi proses pembakaran. Kadar abu yang tinggi dalam jerami akan memepersulit penyalaan. d. Volatile matter atau zat-zat yang mudah menguap Semakin banyak kandungan volatile matter pada biobriket maka semakin mudah bio-briket untuk terbakar dan menyala.

e. Bulk density Jerami mempunyai bulk density yang jauh lebih rendah dibandingkan arang kayu. Secara teoritis pembakaran bahan bakar menghasilkan CO2 dan H2O saja, padahal kenyataannya pembakaran pada bahan bakar banyak yang tidak sempurna dimana akan menimbulkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Adapun beberapa polutan dari bahan bakar antara lain : Sulfur Dioksida (SO2), Carbon Monoksida (CO), Oksida nitrogen (NO2), Oksidan (O3), Hidrokarbon (HC), Khlorin (CL2), Partikel debu, Timah Hitam (Pb), Besi (Fe).

2.4 Tempurung Kelapa Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Pada bagian pangkal tempurung terdapat 3 buah lubang tumbuh (ovule) yang menunjukkan bahwa bakal buah asahnya berlubang 3 dan yang tumbuh biasanya satu buah. Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Dari berat total buah kelapa, antara 15% sampai 19% merupakan berat tempurungnya. Selain itu tempurung juga banyak mengandung lignin. Sedang kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa adalah berkisar antara 18200 kJ/kg hingga 19338.05 kJ/kg (Palungkun, 2009). Tempurung kelapa pada dasarnya mengandung unsur-unsur kimia seperti karbon, hidrogen dan nitrogen disamping unsur-unsur mineral seperti kalium, kalsium da magnesium. Unsur-unsur kimia seperti karbon, hidrogen, dan nitrogen ini tergabumg dalam bentuk senyawa organik yag merupakan kandungan pokok dari tempurung kelapa yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa serta bahan-bahan yang dapat diekstraksi seperti gula dan gum serta sejumlah abu ( Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981).

Tabel 1. karakteristik kimia tempurung kelapa Komponen Kadar Air Kadar Abu Kadar Karbon Kadar Zat Menguap Sumber : Pranata 2007 Persentase (%) 7,8 0,4 18,80 80,80

Tempurung kelapa yang termasuk kayu keras, secara kimiawi memiliki komposisi yang sama dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Komposisi kimia tempurung kelapa dapat dilihat di Tabel.

Tabel 2. komposisi kimia tempurung kelapa Komponen Lignin Hemiselulosa Selulosa Sumber : Pranata 2007 Lignin merupakan senyawa kimia yang umumnya didapat dari semua tumbuhan vaskuler, yang biasanya terdapat dalam sel, antar sel dan dinding sel. Lignin sebenarnya terdiri dari banyak senyawa kompleks yang tidak berbentuk, berupa polimer tiga dimensi dengan struktur phenylpropane. Semaakin banyak kadar lignin dalam tempurung kelapa maka tempurung kelapa tersebut akan semakin keras. Pada kayu lignin akan mulai terdeformasi ( sudah tidak berwujud lagi) pada temperatur 300-500 C (Kusnetsov, 2005). Persentase (%) 36,51 19,27 33,61

2.5 Bioarang Bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, kertas, ataupun limbah pertanian lainnya yang dapat

10

dikarbonisasi. Bioarang ini dapat digunakan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang (Brades dan Tobing, 2008). Suatu bahan bakar akan murah jika bahan baku yang digunakan murah, banyak tersedia, dan cara atau teknologi yang dipakai untuk mengolahnya sederhana. Itulah sebabnya diperkenalkan bioarang. Bioarang adalah arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, sekam padi dan limbah pertanian lainnya. Biasanya bahan tersebut dianggap sampah yang tidak berguna sehingga sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Namun, bahan-bahan tersebut sebenarnya dapat diolah menjadi arang, yang selanjutnya disebut bioarang. Bioarang yang dihasilkan selain memperhatikan faktor internal harus juga memperhatikan faktor eksternal seperti persaingan di pasar global yang memerlukan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah dan juga mutu produk (Hendra dan Darmawan, 2000).

2.5.1 Briket Bioarang Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas dari bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya. "Briquetting" terhadap sesuatu material merupakan cara mendapatkan bentuk dan ukuran yang dikehendaki agar dipergunakan untuk keperluan tertentu. Biasanya briquetting ini lazim dilakukan terhadap peat, garam, arang dan bahan mineral lainnya (Josep dan Hislop, 1999). Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo menyimpulkan bahwa briket arang yang dihasilkan setara dengan briket arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat yang mudah menguap (volatile mailer) yang

11

rendah serta kadar karbon terikat (fixed carbon) dan nilai kalor yang tinggi. Kualitas briket bioarang juga ditentukan oleh bahan pembuat/penyusunnya, sehingga mempengaruhi kualitas nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar bahan menguap, dan kadar karbon terikat pada briket tersebut (Hartoyo, 1983). Menurut Schuchart, dkk (1996) pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah).

2.5.2 Kegunaan Briket Bioarang Briket bioarang merupakan bahan bakar alternatif yang cukup berkualitas. Bahan bakar ini dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang sederhana, tetapi panas (nyata api) yang dihasilkasi cukup besar, cukup lama dan aman. Bahan bakar ini cocok digunakan oleh para pedagang atau pengusaha yang memerlukan pembakaran yang terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Pari,2002).

2.5.3 Keunggulan Briket Bioarang Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket bioarang antara lain adalah biayanya amat murah. Alat yang digunakan untuk pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena berasal dari sampah, daun-daun kering, limbah pertanian yang sudah berguna lagi. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia disekitar kita. Briket bioarang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya (Andry,2000). Bioarang merupakan arang yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi,

12

dan tekanan pada saat dilakukan pencetakan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket. Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Mudah dinyalakan 2. Tidak mengeluarkan asap 3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun 4. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktulama 5. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik (Nursyiwan dan Nuryetti, 2005). Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air pada pembriketan antara (10 20)% berat. Ukuran briket bervariasi dari (20 100) gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomis, teknis dan lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Beberapa tipe/bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder), telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan dari bentuk briket adalah sebagai berikut : 1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran. 3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar. Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumenadalah sebagai berikut : a. Daya tahan briket. b. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya. c. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga. d. Bebas gas-gas berbahaya.

13

e. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi energi, pembakaran yang stabil). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam pembuatan briket antara lain : 1. Bahan baku Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap. 2. Bahan perekat Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan pencampuran, pencetakan, pengeringan dan pengepakan. a. Penggerusan adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran butir tertentu. Alat yang digunakan adalah crusher atau blender. b. Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisi tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan adalah mixer, combining blender. c. Pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuaikan yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah Briquetting Machine. d. Pengeringan adalah proses mengeringkan briket menggunakan udara panas pada temperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket. e. Pengepakan adalah pengemasan produk briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan.

Beberapa

parameter

kualitas

briket

yang

akan

mempengaruhi

pemanfaatannya antara lain : 1. Kandungan Air

14

Moisture yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam : a. Free moisture (uap air bebas) Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan airdrying. Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling dan preperation equipment. b. Inherent moisture (uap air terikat) Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 110 oC selama satu jam. 2. Kandungan Abu Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. 3. Kandungan Zat Terbang (Volatile matter). Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas- gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950oC. Untuk kadar volatile matter 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara (15-25)% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan sedikit. 4. Kerapatan () Dilakukan dengan mendeterminasi berapa rapat massa biobriket melalui perbandingan atara massa biobriket dengan besarnya dimensi volumetrik biobriket jerami padi dan tempurung kelapa.

15

5. Kekeuatan Impact Bertujuan untuk mengkur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material itu patah. Pengujian ini merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (calliester, 2007). Ukuran partikel mempengaruhi kekuatan briket yang dihasilkan karena ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula sehingga kuat tekan briket akan semakin besar. Sedangkan distribusi ukuran akan menentukan kemungkinan penyusunan (packing) yang lebih baik. 6. Nilai Kalor Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient temperatur. Net calorific value biasanya antara (93-97)% dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket.

2.5.5 Teknologi Pembriketan Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bahan bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses

pengangkutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembriketan antara lain:

A. Prinsip Dasar Pembuatan Briket Proses karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan baku asal menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin.

16

Prinsip Karbonisasi Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan. Namun dalam pengarangan, energi pada bahan akan dibebaskan secara perlahan. Apabilah proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika bahan masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman. Bahan tersebut masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti memasak, memanggang, dan mengeringkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dibakar langsung menjadi abu. Lamanya pengarangan ditentukan oleh jumlah atau volume bahan organik,ukuran

parsial bahan, kerapatan bahan, tingkat kekeringan bahan, jumlah oksigen yang masuk, dan asap yang keluar dari ruang pembakaran. Pada bagan dibawah terlihat bahwa abu yang merupakan hasil akhir proses pembakaran tidak memiliki energi lagi. Sementara itu, arang masih memiliki jumlah energi karena belum menjadi abu. Arang itulah yang akan proses menjadi briket kemudian superkarbon.

Metode Karbonisasi Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Tentu saja metode pengarangan yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi keuangan. Berikut dijelaskan beberapa metode karbonisasi (pengarangan). a. Pengarangan terbuka Metode pengarangan terbuka artinya pengarangan tidak di dalam

ruangan sebagaimana mestinya. Risiko kegagalannya lebih besar karena udara langsung kontak dengan bahan baku. Metode pengarangan ini paling murah dan paling cepat, tetapi bagian yang menjadi abu juga paling banyak, terutama jika selama proses pengarangan tidak ditunggu dan

17

dijaga. Selain itu bahan baku harus selalu dibolak-balik agar arang yang diperoleh seragam dan merata warnanya. b. Pengarangan di dalam drum Drum bekas aspal atau oli yang masih baik bisa digunakan sebagai tempat proses pengarangan. Metode pengarangan di dalam drum cukup praktis karena bahan baku tidak perlu ditunggu terus-menerus sampai menjadi arang c. Pengarangan di dalam silo Sistem pengarangan silo dapat diterapkan untuk produksi arang dalam jumlah banyak. Dinding dalam silo terbuat dari batu bata tahan api. Sementara itu, dinding luarnya disemen dan dipasang besi beton sedikitnya 4 buah tiang yang jaraknya disesuaikan dengan keliling silo. Sebaiknya sisi bawah silo diberi pintu yang berfungsi untuk

mempermudah pengeluaran arang yang sudah jadi. Hal yang penting dalam metode ini adalah menyediakan air yang banyak untuk memadamkan bara. d. Pengarangan semimodern Metode pengarangan semimodern sumber apinya berasal dari plat yang dipanasi atau batu bara yang dibakar. Akibatnya udara disekeliling bara ikut menjadi panas dan memuai ke seluruh ruangan pembakaran. Panas yang timbul dihembuskan oleh blower atau kipas angin bertenaga listrik. e. Pengarangan supercepat Pengarangan supercepat hanya membutuhkan waktu pengarangan hanya dalam hitungan menit. Metode ini menggunakan penerapan roda berjalan. Bahan baku dalam metode ini bergerak melewati lorong besi yang sangat panas dengan suhu mendekati 70C.

Mencampur Bahan Perekat Sifat ilmiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Namun permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan

18

dipilih. Penentuan bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket ketika dibakar dan dinyalakan. Faktor harga dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya. Jenis Bahan Perekat Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari pengikat dan kualitasnya, pemilihan bahan pengikat dapat dibagi sebagai berikut : Berdasarkan sifat / bahan baku perekatan briket : Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut : a. Memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau batu bara. b. Mudah terbakar dan tidak berasap. c. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya. d. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya.

Berdasarkan jenis Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk

pembuatan briket, yaitu : a. Perekat anorganik Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak

terganggu. Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan pengikat sehingga dapat menurunkan nilai kalor.Contoh dari

menghambat pembakaran dan

pengikat anorganik antara lain semen, lempung, natrium silikat. b. Perekat organik Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang

19

efektif.

Contoh

dari pengikat organik di antaranya kanji, tar, aspal,

amilum, molase dan parafin. c. Clay (lempung) Clay atau yang sering disebut lempung atau tanah liat umumnya banyak digunakan sebagai bahan perekat briket. Jenis-jenis lempung yang dapat dipakai untuk pembuatan briket terdiri dari jenis lempung warna kemerahmerahan, kekuning-kuningan dan abu-abu. Perekat jenis ini menyebabkan briket membutuhkan waktu yang lama untuk proses pengeringannya dan briket menjadi agak sulit menyala ketika dibakar. d. Tapioka Jenis tapioka beragam kualitasnya tergantung dari proses pembuatannya terutama pencampuran airnya dan pada saat dimasak sampai mendidih. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam

pembuatan puding, sop, pengolahan sosis daging, dan lain-lain.

e. Getah karet Daya lekat getah karet lebih kuat dibandingkan dengan tanah liat dan tapioka. Namun, ongkos produksinya lebih mahal dan agak sulit mendapatkannya karena harus membeli. Briket dengan perekat jenis iniakan menghasilkan asap tebal berwarna hitan dan beraroma kurang sedap bila dibakar. f. Getah pinus Keunggulan perekat ini terletak pada daya benturannya yang kuat, meskipun dijatuhkan dari tempat yang tinggi briket akan tetap utuh serta mudah menyala jika dibakar. Namun asap yang keluar cukup banyak dan menyebabkan bau yang agak menusuk hidung.

Dari jenis-jenis bahan perekat di atas, yang paling umum digunakan adalah bahan perekat tapioka.

20

Kombinasi Bahan Perekat Untuk mendapatkan karbon yang memiliki sifat yang unggul dari segi mutu dan lebih ekonomis dari segi biaya produksinya, tidak jarang produsen briket arang mengkombinasikan 2 jenis bahan perekat sekaligus. Disisi lain, penggabungan macam-macam perekat ini bertujuan meningkatkan

ketahanan briket dari faktor-faktor yang kurang menguntungkan, seperti temperatur ekstrim, kelembaban tinggi, dan kerusakan selama pengangkutan. Teknik Pencampuran Adonan Sebatas untuk keperluan sendiri, pencampuran adonan arang dan perekat cukup dengan kedua tangan disertai alat pengaduk kayu atau logam. Namun, jika jumlah briket diproduksi cukup besar, kehadiran mesin pengaduk adonan sanga dibutuhkan untuk mempermudah pencampuran dan

memperingan pekerjaan operator. Apabila mesin pengaduk adonan tersebut dianggap masih belum memadai, bisa dicoba mesin molen yang sering dipakai mencampur adukan semen yang kapasitasnya beragam, mulai yang mini hingga yang raksasa. Semua peralatan digunakan tersebut harus bertenaga mesin agar target yang telah ditetapkan oleh perusahaan dapat terkejar (Oswan Kurniawan dan Marsono, 2008). Mencetak dan Mengeringkan Briket Pencetakan arang bertujuan untuk memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Dengan kata lain, pencetak briket akan memperbaiki penampilan dan mengangkat nilai jualnya. Oleh karena itu bentuk ketahanan briket yang yang diinginkan tergantung dari alat pencetak yang digunakan. Alat Pencetak Ada berbagai macam alat percetakan yang dapat dipilih, mulai dari yang paling ringan hingga super berat, tergantung tujuan penggunaanya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan pengempaan sampai nilai

tertentu sesuai yang diinginkan, biasanya briket rumah tangga memiliki tingkat kekerasan antara (2.000-5.000) kg/cm2, sedangkan untuk industri

21

tingkat kekerasannya sekitar (5.000-20.000) kg/cm2, semakin padat dan keras briket, semakin awet daya bakarnya (Oswan Kurniawan dan Marsono, 2008).

Pengeringan Briket Umumnya kadar air briket yang telah dicetak masih sangat tinggi sehingga bersifat basah dan lunak. Oleh karena itu, briket perlu dikeringkan.

Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan mengeraskannya hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya, dikenal 2 metode pengeringan, yakni penjemuran dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven.

B. Pembakaran Briket 1. Spesifikasi dasar bahan bakar padat (briket) Bahan bakar padat memiliki spesifikasi dasar antara lain : a. Nilai kalor (heating value) Nilai kalor bahan bakar padat terdiri dari GHV ( gross

heating value/nilai kalor atas) dan NHV (net heating value/nilai kalor bawah). Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang

dihasilkan atau ditimbulkan oleh satu gram bahan bakar tersebut dengan meningkatkan temperatur 1 gr air dari (3,5-4,5) C, dengan satuan kalori (Koesoemadinata, 1980). Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar di dalam zat asam. Makin tinggi berat jenis bahan bakar, makin rendah nilai kalor yang diperolehnya. b. Kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Air yang terkandung dalam kayu atau produk kayu dinyatakan sebagai kadar air (Haygreen dkk, 1989). Kadar air bahan bakar padat ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam bahan bakar padat dengan berat kering bahan bakar padat tersebut. c. Kandungan abu (ash)

22

Abu atau disebut dengan bahan mineral merupakan bahan yang tidak dapat terbakar. Abu adalah bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan hingga berat konstan (Earl, 1974). d. Kandungan belerang/sulfur (S) Sulfur (S) terkandung dalam senyawa organik (Sor), dalam pyrite (Sp), dalam senyawa sulfat (Ss). S total = Sor + Sp + Ss e. Kandungan BTG (bahan yang dapat membentuk gas) Kandungan BTG (bahan yang dapat membentuk gas) pada bahan bakar padat terdiri dari unsur-unsur C, H dan S. f. Kandungan FC (fixed carbon) Komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas yaitu KT (karbon tetap) atau disebut FC (fixed carbon). Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon dalam arang selain fraksi abu, zat mudah menguap dan air, perhitungan kadar karbon. Kandungan FC (fixed carbon) adalah kandungan karbon tetap yang terdapat pada bahan bakar padat yang berupa arang.

2. Tahapan dalam pembakaran bahan bakar padat Tahapan dalam pembakaran bahan bakar padat antara lain : a. Pengeringan (drying) Dalam proses ini bahan bakar mengalami proses kenaikan temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang berada pada

permukaan bahan bakar tersebut, sedangkan untuk kadar air yang berada di dalam akan menguap melalui pori-pori bahan bakar padat tersebut. b. Devolatilisasi (devolatilization) Devolatilisasi yaitu proses bahan bakar mulai mengalami dekomposisi setelah terjadi pengeringan. c. Pembakaran arang (char combustion)

23

Sisa dari pirolisis adalah arang (fixed carbon) dan sedikit abu, kemudian partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi arang yang memerlukan 70% - 80% dari total waktu pembakaran.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan bakar padat Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran (Sulistyanto A,2006), antara lain : a. Ukuran partikel Salah satu faktor yang mempengaruhi pada proses pembakaran bahan bakar padat adalah ukuran partikel bahan bakar padat yang kecil. Dengan partikel yang lebih kecil ukurannya, maka suatu bahan bakar padat akan lebih cepat terbakar. b. Kecepatan aliran udara Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran udara dan kenaikan temperatur. Dengan kata lain, apabila kecepatan aliran udara mengalami kenaikan maka akan diikuti kenaikan temperatur dan laju dari pembakaran biobriket naik dalam satu rentang waktu. c. Jenis bahan bakar Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar. bahan bakar padat

Karakteristik tersebut antara lain kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) dan kandungan moisture (kadar air). Semakin banyak kandungan volatile matter pada suatu bahan bakar padat maka akan semakin mudah bahan bakar padat tersebut untuk terbakar dan menyala. d. Karakteristik bahan bakar padat yang terdiri dari: 1. Kadar karbon 2. Kadar air (moisture) 3. Zat-zat yang mudah menguap (Volatile matter) 4. Kadar abu (ash) 5. Densitas

24

6. Nilai kalori Biobriket adalah bahan bakar padat yang berasal dari biomassa yang mengalami proses kompaksi hingga menjadi suatu jenis produk bahan bakar padat yang lebih mudah digunakan, efisien dan bersih. Penelitian telah banyak dilakuka untuk mempelajari karakteristik pembakaran biobriket. Istanto T. (2003),

meneliti pengaruh variasi kecepatan aliran udara (0,4-1,0 m/s) terhadap laju pembakaran pada briket campuran batubara dan sampah kota. Penelitiannya di dapatkan bahwa kenaikan aliran udara akan menaikkan laju perpindahan massa oksigen ke permukaan partikel, tetapi kenaikan ini terbatas. Laju pembakaran akan naik menuju maksimum kemudian akan turun dengan kenaikan lebih lanjut dari kecepatan aliran udara setelah kondisi optimum. Sulistyanto A. (2006), meneliti biobriket yang menggunakan bahan baku dari sabut kelapa

yang dicampur dengan batubara dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran biobriket, antara lain : 1. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat. 2. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran akan semakin lama. Dengan demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalornya lebih tinggi dibandingkan dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah, sehingga makin tinggi berat jenis biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan sehari-hari sebaiknya digunakan biobriket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu maksimal paling cepat. Dengan kata lain, briket yang baik untuk keperluan rumah tangga adalah briket yang tingkat polutannya rendah, pencapaian suhu maksimalnya paling cepat dan mudah terbakar pada saat penyalaannya.

25

2.6 Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain. Penambahan gas ke udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup

secara optimal. Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transfortasi, dan lainlain dapat membahayakan kesehatan manusia, mengganggu kehidupan hewan dan tumbuhan dan terganggunya iklim (cuaca). Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polusi sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S) dan karbon monoksida selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari prosesproses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan, polusi udara dapat juga disebabkan oleh aktivitas manusia. Daya racun suatu bahan tergantung pada kualitas dan kuantitas bahan tersebut. Dengan jumlah sedikit sudah membahayakan manusia ini tidak lain karena kualitasnya cukup memadai untuk membunuh. Oleh sebab itu pengetahuan akan sifat fisika dan kimia bahan beracun dan berbahaya sangat penting terutama bagi karyawan yang bekerja dalam pabrik. Kegunaan bahan, akibatnya terhadap manusia dan lingkungan, tanaman dan hewan, walau sebagai pengetahuan umum sangat penting peranannya. Demikian juga sifat bahan terhadap pengaruh temperatur tinggi, terhadap air,terhadap benturan dan sebagainya perlu dipahami oleh para karyawan di pabrik. Nilai ambang batas pada mulanya ditujukan pada

26

karyawan yang bekerja di perusahaan industri yaitu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja selama mereka bekerja dalam pabrik. Sebagai karyawan yang bekerja untuk puluhan tahun harus terjamin kesehatannya akibat kondisi udara dan lingkungan kerjanya. Udara sekelilingnya haruslah memenuhi syarat kesehatan walaupun

mengandung bahan tertentu. Agar udara memenuhi syarat kesehatan maka konsentrasi bahan dalam udar ditetapkan batasannya. Artinya konsentrasi bahan tersebut tidak mengakibatkan penyakit atau kelainan selama delapan jam bekerja sehari atau 40 jam seminggu. Ini menunjukkan bahwa di tempat kerja tidak mungkin bebas polusi udara. Nilai ambang batas adalah alternatif bahwa walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjanya, manusia merasa aman. Dalam perkataan lain, nilai ambangbatas juga diidentikkan dengan kadar maksimum yang diperkenankan. Kedua pengertian ini mempunyai tujuan sama Udara bersih adalah udara yang hanya mengandung gas-gas saja.

2.6.1 Polusi Udara Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang, seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara lain SO2, NOx, CO, CO2, Hidrokarbon dan lain-lain). Macam bahan pencemar udara dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok antara lain. 1. Klasifikasi Menurut Bentuk Asal a. Bahan pencemar udara primer yaitu polutan yang apabila menyebar, keadaan tetap seperti keadaan semula, misal partikel halus, senyawa sulfur, nitrogen, karbon, senyawa organic. b. Bahan pencemar udara sekunder yaitu bahan pencemar udara primer yang mengalami reaksi dengan senyawa lain setelah keluar dari sumbernya, misalnya SO3 + H2O H2SO4. 2. Klasifikasi menurut keadaan fisik

27

a. Partikel misalnya aerosol, mist, smoke, dan fog. b. Gas misalnya true gas dan vapor. 3. Klasifikasi menurut susunan kimia bahan pencemar a. Inorganik misalnya CO, SO2. b. Organik misalnya metan, benzen dan etilen.

Pencemaran udara disebabkan oleh asap buangan, misalnya gas CO2 hasil pembakaran, SO, SO2, CFC, CO, dan asap rokok. 1. CO2 Pencemaran udara yang paling menonjol adalah semakin meningkatnya kadar CO2 di udara. Karbon dioksida itu berasal dari pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi), juga dari mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu. Meningkatnya kadar CO2 di udara tidak segera diubah menjadi oksigen oleh tumbuhan karena banyak hutan di seluruh dunia yang ditebang. Sebagaimana diuraikan diatas, hal demikian dapat mengakibatkan efek rumah kaca. 2. CO Di lingkungan rumah dapat pula terjadi pencemaran. Misalnya, menghidupkan mesin mobil di dalam garasi tertutup. Jika proses pembakaran di mesin tidak sempurna, maka proses pembakaran itu menghasilkan gas CO (karbon monoksida) yang keluar memenuhi ruangan. Hal ini dapat membahayakan orang yang ada di garasi tersebut. Selain itu, menghidupkan AC ketika tidur di dalam mobil dalam keadaan tertutup juga berbahaya. Bocoran gas CO dari knalpot akan masuk ke dalam mobil, sehingga dapat menyebabkan kamatian. 2.6.2 Polutan 1. NOx Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai 2 bentuk yang sifatnya berbeda, yakni gas NO2 dan gas NOx. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NOx diudara daerah perkotaan yang berpenduduk

28

padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx di udara, seperti transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan lain-lain. Pencemaran gas NOx diudara terutama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alami. Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 g/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 g/m3 dan 500 g/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat. (Yoky Edy Saputra. 2009)

a.

Dampak pencemaran Nitrogen Oksida (NOx) Gas nitrogen oksida (NOx) ada dua macam , yakni gas nitrogen monoksida (NO) dan gas nitrogen dioksida (NO2). Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Udara yang mengandung gas NO dalam

29

batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2. Udara yang telah tercemar oleh gas nitrogen oksida tidak hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh gas NOx pada tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi yang lebih tinggi gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun. Dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi sempurna sebagai tempat terbentuknya karbohidrat melalui proses fotosintesis. Akibatnya tanaman tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan. Konsentrasi NO sebanyak 10 ppm sudah dapat menurunkan kemampuan fotosintesis daun sampai sekitar 60% hingga 70%. Pencemaran udara oleh gas NOx dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates yang disingkat dengan PAN. Peroxy Acetil Nitrates ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kabut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat menggangu lingkungan.

b. Pengaruh bagi kesehatan Nitrogen dioksida merupakan polutan udara yang dihasilkan pada proses pembakaran. Ketika nitrogen dioksida hadir, nitrogen oksida juga ditemukan ; gabungan dari NO dan NO2 secara kolektif mengacu kepada nitrogen oksida (NOx). Pada saat konsentrasi tinggi, dimana mungkin hanya dialami pada kecelakaan industri yang fatal, paparan NO2 dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang berat dan cepat.

30

Pengaruh kesehatan mungkin juga terjadi pada konsentrasi ambient yang jauh lebih rendah seperti pada pengamatan selama peristiwa polusi di kota. Bukti yang didapatkan menyarankan bahwa penyebaran ambient kemungkinan akibat dari pengaruh kronik dan akut, khususnya pada subgrup populasi orang yang terkena asma. NO2 terutama berkelakuan sebagai agen pengoksidasi yang kemungkinan merusak membran sel dan protein. Pada konsentrasi tinggi, saluran udara akan menyebabkan peradangan yang akut. Ditambah lagi, penyebaran dalam waktu-singkat berpengaruh terhadap peningkatan resiko infeksi saluran pernapasan. Meskipun banyak pengontrolan penyebaran yang dilakukan, fakta secara jelas

mendefinisikan hubungan antara konsentrasi atau dosis dan umpan baliknya tidaklah cukup. Untuk penyebaran yang akut, hanya konsentrasi yang sangat tinggi (>1880 mg/m3, 1 ppm) mempengaruhi kesehatan orang ; bilamana, orang dengan asma atau penyakit paru-paru yang akut lebih rentan pada konsentrasi lebih rendah. (Yoky Edy Saputra, 2009). 2.6.3 Pengukuran Kadar Emisi Analisa kontaminan kimia dalam udara semakin penting mengingat pengaruhnya terhadap kesehatan. Bahan kimia dalam udara seperti SOx, H2S, NOx, NH3, ozon, debu dan lain-lannya dapat mengganggu kesehatan para pekerja dalam pabrik atau masyarakat sekelilingnya. Metoda analis kontaminan dalam udara tidak berbeda dengan analisa kimia biasa, kecuali diperlukan alat khusus untuk pengambilan contoh dari udara. Ada beberapa cara penentuan diantaranya metode test tube detector, impinger, botol sampling, adsorpsi dan disorpsi, serta metode direct reading. Setiap metodemempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam melakukan analisa gas, ada dua hal yang perlu dipahami yaitu mengenai system pengambilan contoh serta teknik pengukuran. Untuk dapat melakukan analisis gas sesuai dengan peralatan yang ada di laboratorium, telah dikembangkan beberapa metoda pengambilan contoh, dimana masing-masing

31

metoda ini mempunyai karakteristik tersendiri. Ada dua cara pengambilan contoh yang biasa digunakan, yaitu : 1. Pengambilan contoh secara total Pada cara ini komponen yang akan dianalisis diambil bersama-sama udara, sehingga dibutuhkan cara analisis yang selektif dan sensitiF. Di samping itu dibutuhkan pula suatu cara untuk memisahkan sampel ke sistim analisis. Peralatan yang biasa digunakan untuk melaksanakan cara ini dapat berupa tabung vakum, pipet gas sample, siringe sampel dan kantong plastik. Peralatan untuk mengukur sampel yang telah ditangkap dengan cara ini biasanya adalah khromatografi gas dan spektromassa. Dalam menganalisa sampel dengan cara ini, hal-hal yang harus diperhatikan adalah : a. Pengukuran harus dilakukan sesegera mungkin b. Mendinginkan sampel dan menghindari kontak langsung dengan cahaya matahari baik selama pengambilan contoh maupun sebelum dianalisa. 2. Pengambilan contoh secara selektif Pada cara ini hanya sebagian dari contoh total yang diambil. Metode ini dikembangkan sedemikan rupa sehingga dapat menangkap gas yang akan dianalisis dengan peralatan sederhana yang umum terdapat di laboratorium. Cara yang biasa dilakukan untuk pengambilan contoh secara selektif ini adalah: a. Menangkap gas dengan suatu bahan kimia (impinger) b. Metode kondensasi c. Penampungan dengan membran filter d. Penampungan dengan absorban padat

Beberapa peralatan yang umumnya digunakan dalam pengukuran kadar emisi gas adalah impinger dan TGM 555 (Toxic Gas Monitor), kelebihan dan kekurangan dari kedua peralatan ini adalah: Kelebihan dan kekurangan dari TGM 555 adalah: 1. Dapat berfungsi sebagai penangkap gas yang sesuai dan sekaligus dapat mendeteksi konsentrasi gas pada saat analisa sedang berlangsung. 2. Hasil analisa lebih akurat.

32

3. Jenisnya terbatas. 4. Harga alat mahal. 5. Cara pengoperasian cukup rumit.

Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari impinger adalah: 1. Harga alat relatif jauh lebih murah. 2. Cara pengoperasian lebih mudah. 3. Tidak dapat mendeteksi konsentrasi pada saat analisa. (konsentrasi diukur menggunakan instrument atau metodologi tertentu). 4. Volume sampel sulit ditentukan. (tidak dilengkapi dengan alat ukur aliran) 5. Hasil pengukuran tidak terlalu akurat.

33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian yang dilaksanakan ini adalah metoda eksperiment atau percobaan. Adapun waktu penelitian akan dilakukan dari bulan Mei s/d Juni 2012. Tempat penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dinas Pertambangan dan Energi. 3.2 Bahan dan Alat yang digunakan 3.2.1 Bahan yang Digunakan : 1. Jerami padi 2. Tempurung kelapa 3. Tapioka 4. Air Aquadest 3.2.2 Alat yang digunakan 1. Furnace 2. Neraca Analitik 3. Stopwatch 4. Bomb Kalorimeter 5. Gelas kimia 50 ml 6. Gelas kimia 500 ml 7. Mortal 8. Desikator 9. Crush porselen 10. Spatula 11. Pengaduk 12. Penjepit 13. Botol Aquadest 14. Oven 15. Seperangkat alat pencetak briket 16. Hot Plate

34

17. Cawan silika 18. benang 19. TGA 3.3 Perlakuan dan Rancangan Penelitian 3.3.1 Perlakuan Penelitian Perlakuan percobaan yang dilakukan pada pembuatan briket arang adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Persiapan bahan baku dan bahan perekat. Persiapan peralatan. Analisis bahan baku, yaitu analisis kandungan air, kadar abu, zat terbang, karbon tetap dan nilai kalor. 4. 5. Pembriketan. Analisis produk, yaitu analisis kandungan air, kadar abu, zat terbang, karbon tetap, dan nilai kalor. 3.3.2 Rancangan kegiatan penelitian Perlakuan proses pembuatan briket arang meliputi pengeringan awal dan karbonisasi. Suhu yang digunakan pada proses pengeringan awal adalah 110 oC selama 1 jam. Pada proses karbonisasi bahan baku, suhu yang digunakan adalah 500 oC selama 15 menit. Bahan baku yang digunakan adalah cangkang jarak pagar dan sekam padi. Komposisi yang digunakan pada proses pembuatan briket arang yaitu 50% jerami padi : 50% Tempurung Kelapa, 60% Jerami Padi: 40% Tempurung Kelapa, Dan 70% Jerami Padi :30% Tempurung Kelapa, 80% Jerami Padi : 20% Tempurung Kelapa, 90% Jerami Padi : 10% Tempurung Kelapa dengan penambahan perekat sebanyak 10% Tapioka. Analisa yang dilakukan pada briket arang yang dihasilkan yaitu kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon tertambat, dan nilai kalor.

3.4 Prosedur Percobaan 3.4.1 Persiapan Bahan Baku

35

Persiapan bahan baku meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, dan pengayakan yang bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku yang akan digunakan agar didapatkan produk briket yang baik. 3.4.1.1 Pengeringan Bahan Baku Pengeringan bahan baku yaitu jerami padi dan tempurung kelapa, bertujuan untuk menghilangkan kadar air bebas (free moisture) yang terkandung dalam bahan baku. Pengeringan ini dilakukan pada suhu 110oC di oven selama 1 jam. 3.4.1.2 Pengecilan Ukuran Bahan Baku Jerami padi dan tempurung kelapa yang telah kering masih mempunyai ukuran yang relatif besar, maka dilakukan pengecilan ukuran bahan baku sehingga dihasilkan ukuran bahan baku ini dilakukan dengan memecah bahan baku dengan alat grinding mill. 3.4.1.3 Proses Karbonisasi Bahan Baku Setelah melakukan pengeringan, maka pada bahan baku harus dilakukan proses karbonisasi untuk meningkatkan nilai kalor yang ada pada briket yang dihasilkan. Pada jerami padi dilakukan proses karbonisasi dengan suhu 500oC selama 15 menit, sedangkan untuk tempurung kelapa dengan 650oC selama 30 menit. 3.4.1.4 Pengayakan Pengayakan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan keseragaman ukuran bahan baku yaitu 60 mesh. Pengayakan ini dilakukan dengan menggunakan alat sieving. 3.4.1.5 Proses Pembuatan Larutan Perekat Persiapan tepung Tapioka untuk larutan perekat, setelah itu melakukan pemanasan pada suhu 75oC selama 10 menit. Kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk larutan perekat. 3.4.2 Pembriketan Adapun langkah langkah dalam pembriketan yaitu : 1. Mencampurkan jerami padi dan tempurung kelapa yang telah dilakukan

36

proses karbonisasi dengan komposisi 50% : 50%, 60% : 40%, 70% : 30%, 80% : 20%, 90% : 10% ditambah zat perekat dengan ukuran tertentu (konstan) untuk setiap komposisi bahan baku. 2. Melakukan pencetakan dalam cetakan briket dengan variasi kuat tekan pembriketan 3000psi, 6000psi, 12600psi 3. Mengeringkan briket dengan cara dimasukkan di oven pada temperatur 110 oC selama 1 hari hingga briket terasa ringan bila diangkat. 4. Melakukan analisis produk terhadap kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon tetap, dan nilai kalor. 3.4.3 Analisis Produk Analisis produk meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon tetap, dan nilai kalor. Prosedur analisis yang dilakukan sama dengan prosedur analisis bahan baku.

3.4.4 Pengukuran Emisi Gas 3.4.4.1 Penyerapan gas Prosedur dalam pengambilan sampel adalah: a. Menyiapkan dapur pembakaran tempat membakar sumber polutan (jerami padi, tempurung kelapa dan biobriket). b. Menyiapkan peralatan IGG yang telah diisi dengan penyerap tiap parameter gas yang akan diukur dan diukur laju alir gas. c. Menghubungkan peralatan IGG dengan cerobong dapur pembakaran untuk menyerap polutan. d. Melakukan pembakaran di dapur pembakaran. e. Menghidupkan kompresor. Melakukan penyerapan selama 30 menit. f. Mematikan kompresor. f. Sampel siap dianalisa dengan mengambil penyerap yang ada untuk dianalisa. 3.4.4.2 Analisa kadar gas a. NOx, diuji dengan metode Phenol Disulphonic Acid, berdasarkan SNI 197117.5-2005, dimana kadar NOx ditentukan dengan analisa menggunakan

37

instrument, yaitu Spektrofotometer UV-Vis. b. Kadar CO ditentukan dengan analisa menggunakan instrument, yaitu spektrofotometer UV-Vis.

38

Jerami padi

Pengecilan Ukuran Tempurung Kelapa Ukuran 3- 5 cm Karbonisasi Pada Temp. 500oC, 15 menit Karbonisasi Pada Temp. ~ oC Hingga ~ menit

Pengecilan Ukuran Lolos 60 mesh

Pengecilan Ukuran Lolos 60 mesh

Dicetak dengan alat pencetak briket

Pencampuran (diaduk hingga Homogen) Perekat Tapioka

Pengeringan (di Oven 1 hari)

Biobriket Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biobriket Dari Campuran Jerami Padi Dan Tempurung Kelapa

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian pembuatan biobriket dari jerami padi dan tempurung kelapa adalah sebagai berikut :

4.1.1 Data Nilai Kalor Biobriket Nilai kalor biobriket dengan variasi komposisi dan tekanan dapat dilihat pada tabel. 3

Tabel 3. Pengaruh komposisi dan tekanan terhadap nilai kalor biobriket Tekanan Nilai Kalor (cal/gram) (Psi) 3000 6000 12600 90 : 10 1023,3368 1394,3241 1527.6455 80 : 20 3254,7852 3348.7628 3593,0511 70 : 30 3901,7718 4158.4221 4321,4532 60 : 40 50 : 50

3643,0371 4833,3982 3771,4538 4952,5792 3860,7426 5145,6341

4.1.2 Data Kandungan C, H, N Hasil analisa bahan baku dan biobriket dengan menggunakan alat TRUSPEC maka dihasilkan data nilai C,H,N yang dapat dilihat pada tabel.4

Tabel. 4 Analisa C H N menggunakan alat TRUSPEC Sampel Biobriket Carbon % 45,56 Nitrogen % 13,77 Hydrogen 3,647

4.1.3 Data Emisi Gas Hasil analisa emisi gas bahan baku dan biobriket maka dihasilkan data nilai kadar emisi gas yang dapat dilihat pada tabel 5

40

Tabel. 5 Data hasil pengukuran emisi gas Sampel Konsentrasi CO Jerami Padi Tempurung Kelapa Biobriket 0,6 mg/m3 0,9 mg/m3 0,5 mg/m3 NOx 1,79 mg/m3 1,90 mg/m3 3,17 mg/m3

4.2 Pembahasan Biobriket yang dihasilkan dianalisa ddengan menggunakan peralatan spektrofotometer UV dan truspec dan bomkalorimeter untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari biobriket. 4.2.1 Analisa data nilai kalor Analisa nilai kalor menggunakan bomkalorimeter didapatkan data data yang ditabulasikan pada gambar 1.

6000 5000 Nilai Kalor (Kj/Kg) 4000 3000 2000 1000 0 0 1 2 3 4 5 tekanan 3000 tekanan 6000 tekanan 12600

Perbandingan Komposisi

Gambar 1. Grafik nilai kalor komposisi dan tekanan

Ket :

1 = 90 : 10 2 = 80 : 20 3 = 70 : 30

41

4 = 60 : 40 5 = 50 : 50

Berdasarkan hasil pengukuran nilai kalor didapatkan nilai kalor yang tertinggi pada komposisi 50 : 50 dengan tekanan 12600 psi adalah sebesar 5145,6341 kJ/kg. Hal ini disebabkan karena nilai kandungan C H N yang terdapat pada biobriket komposisi 50 : 50. Kemudian dipengaruhi juga kandungan moisture, fly ash, volatile dry, fixed carbon. Biobriket yang memiliki kualitas terbaik yang didapatkan dari data dan grafik adalah sampel dengan perbandingan 50 : 50 dengan tekanan 12600 Psi . sampel inilah yang diambil untuk analisis nilai emisi gas dengan menggunakan metode absorbsi gas hasil pembakaran biobriket dan dilakukan analisis kadarnya menggunakan peralatan spektrofotometer Uv. Dari analisis yang dilakukan didapatkan nilai kadar emisi NOx biobriket sebesar 3,17 mg/m3 dan CO sebesar 0,5 mg/m3 dari bahan baku jerami tempurung kelapa. Analisa kadar emisi menggunakan spektrofotometer Uv didapatkan data data yang ditabulasikan pada gambar 2.

4 3,5 3 konsentrasi 2,5 2 1,5 1 0,5 0 jerami padi tempurung kelapa sampel biobriket NOx CO

Gambar 2. Grafik kadar emisi gas

42

Kadar CO pada biobriket seperti gambar 2. Terlihat menurun dari kadar CO pada jerami padi dan tempurung kelapa. Hal ini disebabkan karena kadar CO telah terlepas saat proses karbonisasi. Namun pada kadar NOx biobriket meningkat dari kadar NOx jerami padi dan tempurung kelapa. Hal ini menunjukkan bahwa kadar NOx tidak terlepas pada saat karbonisasi dan juga disebabkan bahan perekat tapioka mengandung pati yang dapat meningkatkan kadar NOx saat pembakaran. Nilai emisi gas CO da NOx biobriket yang dihasilkan sebesar 0,5 mg/m3 dan 3,17 mg/m3. Hal ini menunjukkan biobriket layak digunakan nilai emisinya masih dibawah standar yaitu < 1000 mg/m3 (peraturan gubernur sumatera selatan nomor 6 tahun 2012) Dari penelitian ini dapat disimpulkan biobriket yang dihasilkan layak digunakan karena nilai kalor dan emisi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai