Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

KATARAK PRESENILIS MATUR OCULI DEKSTRA

Pembimbing: Dr. Heru Mahendrata S., SpM

Disusun Oleh: Isti Ansharina Kathin 030.05.122

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH PERIODE 29 NOVEMBER 2010 1 JANUARI 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 2010

BAB I STATUS PASIEN I. Identitas Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan Status Perkawinan Agama \ Alamat : Tn. W : Laki-laki : 43 tahun : Karyawan perusahaan ekspedisi : SMA : Menikah : Islam : Jl. Manggarai Utara II Rt 11/01 Kel. Manggarai Kec. Tebet, Jakarta Selatan II. Anamnesis Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 6 Desember 2010 pukul 13.00 A. Keluhan Utama Penglihatan mata kanan buram sejak satu minggu yang lalu. B. Keluhan Tambahan Tidak bisa melihat pada jarak jauh. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan buram sejak satu minggu yang lalu. Pasien mengaku tidak bisa melihat jauh dan melihat lebih buram dengan mata kanannya setelah ia bangun pagi seminggu yang lalu dan menetap sampai sekarang. Sebelumnya tidak ada keluhan apapun. Pasien sudah menggunakan obat tetes mata Insto, namun tidak ada perbaikan. Pegal pada bola mata disangkal, nyeri saat bola mata digerakkan disangkal. Pasien menyangkal adanya penglihatan seperti tabir yang menutup, panglihatan seperti nyala api, pasien juga menyangkal adanya

sakit kepala, mual maupun muntah. Mata kiri tidak ada keluhan. Pasien belum pernah menggunakan kacamata. Pasien merupakan perokok aktif, 1-2 batang rokok per hari. Riwayat menkonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang disangkal. D. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan pada mata sebelumnya. Pasien menyangkal riwayat asma, alergi makanan maupun obat. Hipertensi disangkal, kencing manis tidak diketahui. E. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya anggota keluarga dengan penyakit yang sama. Riwayat anggota keluarga dengan diabetes mellitus maupun hipertensi disangkal. III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda-tanda vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan B. Status Ophtalmologis Visus: AVOD AVOS Pemeriksaan Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Palpebra Superior : 1/60, pinhole (-) : 6/6 Okuli Dekstra Ortoforia Baik, ke segala arah Ptosis (-), oedem (-), ektropion Okuli Sinistra Ortoforia Baik, ke segala arah Ptosis (-), oedem (-), ektropion : 120/80 mmHg : 80 kali per menit : afebris : 20 kali per menit : baik : compos mentis

(-), entropion (-), trikiasis (-), (-), entropion (-), trikiasis (-),

Konjungtiva tarsalis superior Konjungtiva bulbi

distrikiasis (-) distrikiasis (-) Hiperemi (-), litiasis (-), folikel Hiperemi (-), litiasis (-), folikel (-) (-) Injeksi konjungtiva (-), injeksi Injeksi konjungtiva (-), injeksi silier (-), perdarahan silier (-), perdarahan subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-) Hiperemi (-), litiasis (-), folikel Hiperemi (-), litiasis (-), folikel (-) Jernih Dalam Gambaran kripti baik Bulat, isokor, RCL +, RCTL + Keruh, shadow test (-) Sulit dinilai Refleks fundus (+) menurun, papil sulit dinilai 13,1 mmHg (-) Jernih Dalam Gambaran kripti baik Bulat, isokor, RCL +, RCTL + Jernih Jernih Refleks fundus (+) 17,3 mmHg

Konjungtiva tarsalis inferior Kornea Camera Oculi Anterior Iris Pupil Lensa Vitreous Humor Funduskopi Tekanan Intra Okuler

IV. Resume Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama penglihatan mata kanan menjadi buram sejak seminggu yang lalu. Sulit melihat jauh, diobati dengan Insto tidak ada perubahan. Muncul saat bangun tidur seminggu yang lalu dan belum membaik sampai ia datang ke RS. Sebelumnya tidak ada keluhan. Pasien mengkonsumsi 2 batang rokok per hari. Pada status oftalmologis, didapatkan: AVOD AVOS Pemeriksaan Lensa Vitreous Humor Funduskopi : 1/60, pinhole (-) : 6/6 Okuli Dekstra Keruh, shadow test (-) Sulit dinilai Refleks fundus (+) menurun, papil sulit dinilai V. Diagnosis Okuli Sinistra Jernih Jernih Refleks fundus (+)

Katarak Presenilis matur OD VI. Diagnosis Banding VII. Pemeriksaan Anjuran - Laboratorium: Gula darah, Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan - Tekanan darah - Elektrokardiografi - Uji Anel - Sebelum dilakukan operasi harus diketahui fungsi retina, khususnya makula, diperiksa dengan alat retinometri - Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur kekuatannya ( dioptri ) dengan alat biometri - mengukur kelengkungan kornea untuk bersama ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam: Keratometri VIII. Penatalaksanaan Operasi Katarak IX. Prognosis ad vitan Ad functionam Ad sanationam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

BAB II ANALISIS KASUS

Diagnosis katarak presenilis matur pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis diketahui pasien adalah laki-laki berusia 43 tahun. Didapatkan adanya keluhan penglihatan mata kanan yang buram sejak satu minggu yang lalu. Pasien kesulitan melihat jauh. Ketika diobati dengan Insto tetes mata, tidak ada perubahan. Keluhan ini muncul saat pasien bangun pagi seminggu yang lalu dan belum membaik sampai ia datang ke RS. Sebelumnya tidak ada keluhan. Pasien mengkonsumsi 2 batang rokok per hari. Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya penurunan visus pada mata kanan, yaitu 6/60. Lalu adanya kekeruhan pada lensa mata kanan, shadow test (+), vitreus yang sulit dinilai karena tertutup kekeruhan lensa, serta refleks fundus yang menurun menjadi dasar mengapa kami mendiagnosis pasien dengan.katarak presenilis matur. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, ditujukan sebagai persiapan operasi pada pasien ini. Pasien ini merupakan indikasi dilakukannya operasi katarak, mengingat stadiumnya yang sudah matur.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KATARAK A. Definisi Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), bahasa Inggris (Cataract) dan Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Mungkin sekali karena pasien katarak seakanakan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan (opasitas) pada lensa yang tidak dapat menggambarkan obyek dengan jelas di retina, yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau kedua-duanya. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat dan menimbulkan kebutaan. Namun katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimal dengan oftalmoskop, kaca pembesar. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing -masing mata jarang sama. Katarak traumatik, katarak kongenital dan jenis - jenis lain lebih jarang dijumpai. Usia merupakan penyebab paling sering terkadinya katarak. Selain itu katarak juga dapat disebabkan karena faktor kongenital, herediter, dan juga berhubungan dengan penyakitpenyakit sistemik, metabolik, penyakit okular lainnya, trauma, radiasi, infeksi maternal, trauma elektrik dan pemakaian obat - obatan. B. Insidens Diperkirakan 5-10 juta individu mengalami kerusakan penglihatan akibat katarak setiap tahun (Newell, 1986). Di USA sendiri ada 300. 000 400.000 ekstraksi mata tiap tahunnya. Insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua. Diketahui kebutaan di Indonesia berkisar 1, 2% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka tersebut presentasi angka kebutaan utama ialah : Katarak Kelainan kornea Penyakit glaukoma Kelainan refraksi Kelainan retina Kelainan nutrisi 0,70 % 0,13 % 0,10 % 0,06 % 0,03 % 0,02 %

Sedangkan menurut catatan The Framinghan Eye Study, katarak terjadi 18 % pada usia 65 74 tahun dan 45 % pada usia 75 84 tahun. Beberapa derajat katarak diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun. Sehingga 95 % jenis katarak adalah katarak senilis. C. Etiologi , Patofisiologi dan Klasifikasi Etiologi dan patogenesis katarak sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Pada katarak yang terkait usia, kerusakan foto-oksidatif pada serat-serat membran dan protein lensa dikatakan menjadi penyebab utama. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan produk oksidasi seperti oxidized glutathione dan penurunan antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase pada penderita katarak senilis. Teori stres oksidatif pada katarak disebut kataraktogenesis. Selain itu, seiring dengan bertambahnya usia terjadi peningkatan akumulasi pigmen di dalam lensa, juga penambahan cairan dan pemecahan protein lensa yang membuat berat dan ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun. Sebagian katarak berhubungan dengan penyakit mata lain (seperti retinitis pigmentosa dan miopia tinggi) atau penyakit sistemik spesifik (misalnya diabetes mellitus dan galaktosemia).2,3 Pajanan sinar ultraviolet, kurang gizi, merokok dan peminum alkohol adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko katarak. Tidak hanya ultraviolet, tipe radiasi lainnya seperti radiasi sinar X dan radiasi kosmik berkaitan dengan perkembangan katarak. Terbukti dari tingginya angka kejadian katarak pada negaranegara tropis juga profesi-profesi khusus yang terpapar radiasi seperti pilot dan astronot. Kekurangan gizi khususnya zat antioksidan seperti beta-karoten, selenium, vitamin C dan E juga dapat mempercepat proses berkembangnya penyakit katarak. 1,4,6 Secara umum ada dua proses patogenesis katarak yaitu:3 a. Hidrasi Terjadi perubahan komposisi ionik pada korteks lensa dan penimbunan cairan di antara celah-celah serabut lensa.

b. Sklerosis Serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong ke arah tengah sehingga bagian tengah (nukleus) menjadi lebih padat, mengalami dehidrasi serta penimbunan kalsium dan pigmen.2,5 Klasifikasi katarak dapat dibagi menjadi : 1. Berdasarkan usia : a. Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun ) b. Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun ) c. Katarak presenile (terlihat pada usia 40 50 tahun) d. Katarak senile ( setelah usia 50 tahun ) 2. Katarak traumatik 3. Katarak komplikata 4. Katarak sekunder 5. Katarak diabetik 1. Katarak Kongenital Adalah katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir, bayi berusia kurang dari satu tahun dan dapat menyebabkan kebutaaan pada bayi jika ditangani dengan kurang tepat. Dibagi menjadi 2 jenis : a. katarak kapsulolentikular katarak yang mengenai kapsul dan korteks b. katarak lentikular katarak yang mengenai korteks atau nukleus saja , tanpa disertai kekeruhan kapsul. Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti : rubella ( pada trimester pertama)

Bentuk katarak konginental : putih ( leukokoria ).

mumps hepatitis toxoplasma katarak zonularis atau lamelar katarak pungtata katarak polaris anterior katarak polaris posterior

Pada pupil bayi yang terkena katarak konginental akan terlihat bercak Penyulit pada katarak kongenital total adalah tidak kuatnya rangsangan pada makula lutea , sehingga makula tidak berkembang sempurna , dan sering menyebabkan ambliopia. Selain itu katarak konginetal dapat menyebabkan terjadinya nistagmus maupun strabismus. Pengobatan katarak konginental bergantung kepada : 1. katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya/ segera setelah katarak terlihat 2. katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadi juling 3. katarak bilateral parsial, dapat dicoba dengan kacamata dan midriatikum terlebih dahulu , bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan tanda juling dan ambliopia pembedahan maka dilakukan

2. Katarak Juvenil

Adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti: 1. Katarak metabolik a.) Katarak diabetika dan galaktosemik (gula) b.) Katarak hipokalsemik (tetanik) c.) Katarak defisiensi gizi d.) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria) e.) Penyakit Wilson f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain 2. Otot Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun) 1. Katarak traumatic a. Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis) b. Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma) c. Katarak anoksik d. Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol (MER-29), antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, besi) e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom 3. Katarak Senilis 2. Katarak komplikata

Kejadian paling sering adalah katarak yang disebabkan oleh usia lanjut atau senil. Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Namun kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak ini hampir selalu mengenai kedua mata, walaupun yang satu lebih berat daripada yang lain. Kekeruhan dapat terjadi di korteks atau sekitar nukleus. Pada katarak senil sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan sistemik seperti diabetes melitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Penyebab katarak ini masih kurang pasti, namun dikaitkan dengan proses penuaan dan perubahan lensa pada usia lanjut. Tidak ada terapi medis untuk katarak senil, namun ekstraksi lensa dapat diindikasikan apabila penurunan penglihatan mengganggu aktifitas normal penderita. 3. a. EPIDEMIOLOGI Katarak senil adalah jenis katarak yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab kebutaan. Katarak senil ini terus berkembang menjadi salah satu penyebab utama dari gangguan visual serta kebutaan di dunia. Umur merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya katarak senil. Penelitianpenelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai dengan sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sama halnya di Indonesia, katarak juga merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan. Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki peringkat pertama dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan beberapa penelitian katarak lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit hitam paling banyak.

3. b. ANATOMI

Gambar 1 : Anatomi dan Struktur Lensa Manusia

Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Nukleus ini bersifat lembek yang berangsur-angsur mengeras dengan bertambahnya usia. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai

korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Dibagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar. 3. c. ETIOLOGI Penyebab katarak senil sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Tetapi, seiring dengan menigkatnya usia, maka lensa seseorang akan mengalami perubahan - perubahan yaitu bertambahnya tekanan dan ketebalan lensa, serta berkurangnya kekuatan akomodasi dari lensa. Cristalin atau protein lensa dirubah oleh modifikasi dan agregasi bahan kimia menjadi molekul protein. Hasil dari terjadinya agregasi protein ini menyebabkan berfluktuasinya indeks refraksi, penghamburan cahaya, serta lensa menjadi kurang transparan. Adanya modifikasi bahan kimia pada protein nuklear lensa juga dapat memproduksi pigmen secara progresif. 3. d. GAMBARAN KLINIK Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang dalam beberapa bulan atau tahun merupakan gejala utama dari katarak termasuk katarak senil. Silau juga merupakan salah satu masalah pada katarak senil, keluhannya yaitu berupa silau ditempat terang atau apabila sedang mengendarai kendaraan dan menghadapi sinar yang datang di malam hari. Adanya penglihatan ganda (mononuklear diplopia) mungkin juga dapat terjadi. Pada stadium insipien pembentukan katarak, penglihatan jauh kabur, penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata. Miopia artifisial ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipien. Terdapat tiga tipe dari katarak senil ini yaitu tipe nuklear, kortikal dan subskapsular posterior. Tidak jarang terjadi dua tipe atau lebih pada satu penderita.

Ket : NC: nuclearis cataract ACC : anterior corticalis cataract PCC : posterior corticalis cataract PSC: Posterior subcapsularis cataract

1. Tipe nuklear Katarak nuklear dimulai dengan adanya perubahan secara berlebihan yang dialami oleh nukleus lensa yang diakibatkan karena bertambahnya umur. Tipe ini berhubungan dengan myopia karena terjadi peningkatan indeks refraksi dari nukleus lensa dan juga peningkatan abrasi sperikal. Katarak nuklear cenderung untuk berkembang lambat. Walaupun pada umumnya terjadi bilateral, namun bisa juga terjadi unilateral dan menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat jarak jauh dibandingkan dengan jarak dekat. Pada stadium awal, mengerasnya nukleus lensa menyebabkan peningkatan index refraksi dan kemudian menyebabkan terjadinya myopia lentikular. Pada beberapa kasus, hal ini menimbulkan terjadinya second sight atau penglihatan ganda perubahan index refraksi yang secara tiba-tiba antara nukleus sklerotik dan korteks dapat menyebabkan diplopia monocular. Pada kasus lanjut usia, nucleus lensa menjadi lebih keruh dan berwarna coklat yang dinamakan katarak nulear brunescent.

Gambar 2. Katarak Nuklear

2. Tipe kortikal Katarak kortikal dapat termasuk pada daerah anterior, posterior dan equatorial korteks. Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. Katarak kortikal disebabkan oleh perubahan komposisi ion dari korteks dan hidrasi lensa. Katarak ini biasanya terjadi bilateral namun dapat juga terjadi asimetris. Dampak terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung pada lokasinya. Salah satu gejala yang sering timbul adalah penglihatan yang menjadi silau, misalnya silau terhadap lampu mobil. Selain itu monocular diplopia juga bisa terjadi.

Gambar 3. Matur Cortical Cataract

Gambar 4. Hypermatur Cortical Cataract

Gambar 5. Morganian Cataract.

3. Tipe subkapsular posterior Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia monocular.

Gambar 6. Posterior Subcapsular Cataract

Perbedaan stadium katarak senil


Imatur Kekeruhan Cairan lensa Iris Bilik mata depan Sudut bilik Sempit Normal Terbuka Sebagian Bertambah (air masuk) Terdorong Dangkal Normal Normal Matur Seluruh Normal Hipermatur Masif Berkurang (air + masa lensa keluar) Tremulans Dalam

mata Shadow test Penyulit Positif Glaukoma Negatif Pseudopos Uveitis + Glaukoma

Katarak Imatur Pada katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung, akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Katarak Matur Pada katarak matur lensa kehilangan cairan sehingga menyusut. Kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa yang terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh dengan warna kelabu atau amber (kuning sawo) biasanya coklat tua dan disebut black cataract. Lama-kelamaan kekeruhan seluruh lensa ini akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan dalamnya normal, iris shadow tidak ada dengan penyinaran samping. Pada stadium ini katarak dapat dipisahkan dari kapsul lensa dan sudah masuk untuk dioperasi.

Katarak Hipermatur Pada katarak hipermatur permukaan lensa dapat menjadi lebih keras atau lembek dan mencair. sehingga Masa lensa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul sehingga Bila lensa. Kadang-kadang berjalan hubungan katarak terus dengan berjalan pengkerutan

zonula Zinn menjadi kendor.. proses lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan mencair tidak dapat keluar. Hal ini akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. DIAGNOSIS Diagnosis katarak senil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinik serta pemeriksaan visus. a.Anamnesis Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang merupakan gejala utama yaitu : Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang dalam beberapa bulan atau tahun merupakan gejala utama. b. Pemeriksaan dengan menggunakan Slit lamp

Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp tidak hanya ditujukan untuk melihat adanya kekeruhan pada lensa, tetapi juga untuk melihat struktur okular yang lain seperti konjungtiva, kornea, iris dan segmen anterior lainnya.

DIAGNOSIS BANDING 1. Katarak traumatik : harus setelah mengalami trauma. Kontusi pada bola mata tanpa perforasi dapat menyebabkan katarak dan timbul beberapa hari/minggu setelah kontusio. 2. Uveitis Kronik : merupakan radang uvea yang mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput pelangi dengan gejala mata merah nyeri tekan disertai spasme iris, fotofobia dan lakrimasi bila terkena sinar kuat, visus menurun, kornea edem, dalam BMD terdapat penimbunan protein, fibrin dan sel radang yang memberikan gambaran flare, iris edem, pupil ,miosis dan refleks pupil lemah. PENGOBATAN Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa dan mengganggu kehidupan sosial sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit. Terdapat dua jenis pembedahan pada katarak yaitu Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular dan Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular. 1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular Jenis pembedahan yang sudah jarang dilakukan ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya, melalui insisi limbus superior 140 hingga 160 derajat. Pembedahan ini dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada ekstraksi ini tidak akan terjadi katarak sekunder. 2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular.

Ekstraksi ini adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Jenis pembedahan ini sejak beberapa tahun silam telah menjadi operasi pembedahan katarak yang paling sering dilakukan karena apabila kapsul posterior utuh, maka lensa intraokuler dapat dimasukkan ke dalam kamera posterior. Insidensi komplikasi pasca-operatif lebih kecil terjadi jika kapsul posteriornya utuh. 3. Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran - getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Sedangkan pengobatan medikamentosa yang tepat belum ditemukan, namun telah ada beberapa obat yang pernah dipakai antara lain : Iodium tetes, salep, injeksi dan iontoforesis, tidak jelas efektif, sedang beberapa pasien puas Kalsium sistein Imunisasi dengan yang memperbaiki cacat metabolisme lensa Dipakai lentokalin dan kataraktolisin dari lensa ikan Vitamin dosis tinggi juga dipergunakan

KOMPLIKASI Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul akibat intumesenensi atau pembengkakan lensa. Jika katarak ini muncul dengan komplikasi glaukoma maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu Uveitis kronik yang terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. Hal ini berhubungan dengan terdapatnya bakteri patogen termasuk Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

PROGNOSIS Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan.. Namun jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.

Daftar Pustaka 1. 2. 3. Ilyas Sidarta. Katarak dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Edisi ke-2. Cetakan ke-2. 2003. Halaman 207-218 G.Lang . ophtalmology.second edition. Wijana Nana. Katarak dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-3.1983. Halaman 192-210.

4.

Vaughan Daniel, et al. Gangguan Mata yang Menyertai Penyakit Sistemik dalam Oftalmologi Umum. Widya Medika. Cetakan I. 2000. Halaman 328-329.

Anda mungkin juga menyukai