Anda di halaman 1dari 12

RESIRKULASI FLOK UNTUK KEKERUHAN RENDAH PADA KALI PELAYARAN SIDOARJO DENGAN SISTEM BATCH Widyaningsih, H.A.

1) Syafei, A.D.2) Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS Surabaya, email: hesty_enviro@yahoo.com

1)

Abstrak - Salah satu metode alternatif yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi adalah resirkulasi flok. Resirkulasi flok ini juga dilakukan untuk memanfaatkan kembali flok dari proses sedimentasi agar tidak dibuang ke lingkungan. Upaya resirkulasi ini menggunakan flok yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi skala laboratorium dengan sistem batch (jar test) pada saat penggunaan dosis optimum tiap koagulan. Sampel yang digunakan dalam penelitian mempunyai kekeruhan kurang dari 100 NTU. Sampel ini berasal dari Kali Pelayaran yang diambil di influen proses pengadukan cepat IPA Taman Tirta Sidoarjo yang diendapkan selama + 3 jam. Koagulan yang digunakan dalam penelitian yakni aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), polyaluminum chloride (PAC) dan ferric chloride (FeCl 3 ). Parameter yang diuji pada penelitian adalah pH, warna, kekeruhan, Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS). Dosis optimum yang diperoleh dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) adalah 40 mg/L. Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 50% dapat meningkatkan efisiensi penyisihan untuk kekeruhan dari 85,03% menjadi 93,42%, warna dari 85,69% menjadi 90,82%, dan TSS dari 79,63% menjadi 87,04%. Dosis optimum yang diperoleh dengan menggunakan koagulan polyaluminum chloride (PAC) adalah 35 mg/L. Koagulan polyaluminum chloride (PAC) dengan melakukan resirkulasi flok 20% dapat meningkatkan efisiensi penyisihan untuk kekeruhan dari 95,13% menjadi 97,66%., warna dari 94,17% menjadi 96,12%., dan TSS dari 89,29% menjadi 92,86%. Dosis optimum yang diperoleh dengan menggunakan koagulan ferric chloride (FeCl 3 ) adalah 40 mg/L. Koagulan ferric chloride (FeCl 3 ) dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 10% dapat meningkatkan efisiensi penyisihan untuk kekeruhan dari 87,53% menjadi 93,41%, warna dari 87,61% menjadi 92,92%, dan TSS dari 78,13% menjadi 87,50%. Kata Kunci: dosis optimum, Jar test, koagulan, resirkulasi flok I. PENDAHULUAN Sungai merupakan salah satu sumber air bersih yang memberikan kuantitas cukup besar dibandingkan dengan sumber air bersih lainnya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kualitas air sungai semakin hari semakin menurun. Kualitas air sungai semakin menurun disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran terhadap air sungai, baik kontaminasi dari limbah domestik maupun limbah industri. Salah satu kendala dalam menciptakan kualitas air olahan yang baik adalah tidak terciptanya optimasi pada proses koagulasi-flokulasi. Kekeruhan merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air. Kekeruhan yang rendah dapat menurunkan kinerja proses koagulasi flokulasi karena jarak antar partikel koloid menjadi cukup jauh. Jarak antar partikel koloid yang jauh akan menghambat terjadinya flok (Reynold dkk., 1996). Koagulan juga memiliki peranan yang cukup penting dalam proses koagulasi-flokulasi untuk destabilisasi suspensi koloid dan untuk menghilangkan partikel tersuspensi atau bahan organik. Hampir semua partikel yang berada di air baku memiliki muatan negatif seperti partikel koloid dan 1

partikel tersuspensi. Fe3+ dan Al3+ adalah salah satu kation yang paling efektif untuk destabilisasi koloid. Ada beberapa jenis koagulan konvensional yang sering digunakan untuk pengolahan air, antara lain adalah ferric chloride (FeCl 3 ) dan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ). Selain itu, terdapat koagulan polimer telah dikembangkan beberapa tahun, seperti polyaluminum chloride (PAC) yang membawa muatan positif yang tinggi seperti koagulan konvensional (Ye dkk., 2006). Salah satu sumber air baku di Kabupaten Sidoarjo yakni Kali Pelayaran. Kali Pelayaran merupakan saluran buatan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk kota Sidoarjo baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada tahun 2010 Kali Pelayaran mengalami kekeruhan rendah yakni nilai kekeruhan kurang dari 100 NTU (Degremont, 1978). Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses koagulasi-flokulasi yakni dengan melakukan resirkulasi flok yang terendapkan. Pada penelitian ini dilakukan dua tahap penting dalam upaya resirkulasi flok yaitu penentuan dosis optimum tiap koagulan dan upaya resirkulasi flok menggunakan sistem bacth dengan alat jar test. Flok yang digunakan pada penelitian ini adalah endapan yang dihasilkan dari proses koagulasi flokulasi sedimentasi skala laboratorium. Penggunaan kembali flok yang dihasilkan bersama dengan koagulan diindikasikan dapat meningkatkan efisiensi removal pengolahan air yang dilakukan. Oleh karena itu, resirkulasi flok ini bisa diaplikasikan dalam upaya pengolahan air sebagai suatu alternatif yang bisa dimanfaatkan dan digunakan bagi upaya pemenuhan kebutuhan air minum. II. METODE Metode penelitian adalah langkah-langkah teknis yang akan dilakukan selama penelitian tugas akhir. Metode perencanaan dimulai dengan sampel air baku, persiapan koagulan, uji koagulasi dengan sistem batch, penentuan dosis optimum, dan resirkulasi flok. Sampel Air Baku Sampel yang digunakan dalam penelitian mempunyai kekeruhan rendah (<50 NTU). Sampel yang berasal dari intake IPA Taman Tirta Sidoarjo didiamkan selama + 3 jam. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan kekeruhan air sampel karena mengendapnya partikel diskrit didalam sampel (Reynold dkk, 1996). Persiapan Koagulan Jenis koagulan yang digunakan dalam bentuk bubuk adalah aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), polyaluminum chloride (PAC) dan ferric chloride (FeCl 3 ). Masing-masing larutan koagulan dibuat konsentrasi 1% dengan mengencerkan 10 gram koagulan dengan larutan aquades hingga volume air menjadi 1 liter.

Uji Koagulasi Dengan Sistem Batch Penelitian koagulasi dengan sistem batch menggunakan alat Jar test yang dilengkapi 6 pengaduk. Air sampel dipindahkan ke 6 gelas ukur 1 liter. Penelitian dilakukan dua kali (duplo) untuk mendapatkan hasil yang pasti dari setiap uji yang dilakukan. Pengadukan cepat sebesar 200 rpm (G = 395/det) selama 60 detik setelah penambahan koagulan dengan dosis yang telah ditentukan, dilanjutkan dengan pengadukan lambat sebesar 40 rpm (G = 35,26/det) dengan waktu 15 menit dan kemudian diendapkan selama 30 menit. Setelah pengendapan, supernatan dikumpulkan dari 2 cm di bawah permukaan untuk dilakukan analisa selanjutnya (Yang dkk., 2010). Analisis yang dilakukan pada supernatant yakni analisis pH, warna, kekeruhan, Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS). Pengukuran pH menggunakan pH meter (HACH Portable pH Meter sensION1). Kekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter (HACH Portable Turbidimeter 2100Q). Pengukuran warna dilakukan setelah melalui penyaringan dengan vacuum filter dengan menggunakan alat spektrofotometer (HACH Portable Spectrophotometer DR 2800). Total padatan terlarut (TDS) diukur dengan menggunakan HACH Portable conductivity sensION5. Analisis selanjutnya adalah TSS (Total Suspended Solid) dimana pengukuran ini menggunakan metode pengukuran Gravimetri. Penentuan Dosis Optimum Penelitian penentuan dosis optimum bertujuan untuk mengetahui dosis koagulan optimum yang nantinya akan digunakan untuk proses resirkulasi flok. Penelitian ini dilakukan prosedur yang sama untuk koagulan aluminium sulfate, polyaluminum chloride (PAC) dan ferric chloride (FeCl 3 ). Variasi dosis tiap koagulan diberikan yakni 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, dan 45 mg/L. Pembubuhan dosis koagulan dilakukan sebelum proses pengadukan cepat. Resirkulasi Flok Flok hasil dari koagulasi saat dosis optimum koagulan dibiarkan mengendap membentuk lumpur. Endapan flok tersebut dikumpulkan secukupnya hingga + 200 mL (diperkirakan +2 gram padatan kering) untuk dilakukan karakteristik. Flok yang telah terkumpul diletakkan pada cawan kemudian dilakukan dengan metode gravimetri yakni dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C hingga membentuk padatan kering. Flok yang telah kering ditumbuk hingga menjadi bubuk halus, kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan XRF. Dosis yang dibubuhkan adalah dosis koagulan optimum yang telah diperoleh. Prosentase dosis resirkulasi flok yang diberikan yakni 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%. Kuantitas endapan flok yang diresirkulasi berdasarkan volume flok yang mengendap selama 30 menit. Pembubuhan prosentase dosis resirkulasi flok dilakukan bersamaan dengan dosis optimum koagulan pada penelitian penentuan dosis optimum sebelum pengadukan cepat. 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Air Sampel Parameter yang digunakan untuk menguji kualitas dari sampel sebelum penelitian meliputi kekeruhan, warna, pH, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Suspended Solid (TSS). Adapun hasil uji karakteristik awal sampel dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini: Tabel 1 Karakteristik Awal Air Sampel No Parameter Satuan 1 2 3 4 5 pH Kekeruhan Warna TSS TDS NTU PtCo mg/L mg/L Sampel I 7,66 46,1 98 54 298 Hasil Analisis Sampel II Sampel III 7,57 7,64 48,6 49,6 103 113 56 64 292 290

Pada Tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa karakteristik awal air sampel yang akan digunakan untuk penelitian memiliki rentang hasil analisis tiap parameter yang hampir sama. Dari hasil analisis tersebut dapat dilakukan perbandingan tiap koagulan. Koagulan yang digunakan adalah aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), polyaluminum chloride (PAC) dan ferric chloride (FeCl 3 ). Pengambilan air sampel dilakukan pada tanggal 27 Maret 2011 untuk koagulan Aluminium Sulfate, 7 April 2011 untuk koagulan polyaluminum chloride (PAC)dan 22 April 2011 untuk koagulan ferric chloride (FeCl 3 ). Variasi yang dilakukan adalah penggunaan tiga jenis koagulan, dosis koagulan, dan prosentase volume flok yang diresirkulasi. Penentuan Dosis Optimum Koagulan Kali Pelayaran Penelitian penentuan dosis optimum bertujuan untuk mengetahui dosis koagulan optimum yang nantinya akan digunakan untuk proses resirkulasi flok. Penelitian ini dilakukan prosedur analisis yang sama untuk koagulan aluminium sulfate, polyaluminum chloride (PAC) dan ferric chloride (FeCl 3 ). Berikut ini adalah hasil analisis kekeruhan dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 :

Gambar 1 Grafik Analisis Kekeruhan Dari Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 , PAC dan FeCl 3 4

Berdasarkan Gambar 1. diatas terlihat bahwa pada dosis 40 mg/L dari koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) terjadi penurunan kekeruhan terbesar, yaitu dari 46,1 NTU menjadi 6,9 NTU. Pada dosis 35 mg/L dari koagulan PAC terjadi penurunan kekeruhan terbesar, yaitu dari 48,6 NTU menjadi 2,4 NTU. Sedangkan penurunan kekeruhan terbesar menggunakan koagulan FeCl 3 diperoleh hasil yang sama dengan menggunakan koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 yakni 40 mg/L. Namun, nilai kekeruhannya yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan Al 2 (SO 4 ) 3 yakni 6,19 NTU. Seiring bertambahnya dosis koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi pada Gambar 1., maka nilai kekeruhan setelah proses semakin menurun dan efisiensi penurunan kekeruhan semakin besar. Namun, setelah dosis dengan nilai kekeruhan terkecil, nilai kekeruhan meningkat kembali. Hal tersebut disebabkan oleh dosis koagulan yang melebihi dosis optimum dapat menyebabkan restabilisasi dari koloid. Restabilisasi akan terjadi dimana koloid yang bermuatan negatif akan berubah menjadi koloid yang bermuatan positif, diyakini karena adanya muatan positif yang masih reaktif di permukaan koloid (Reynold dkk., 1996). pH merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi proses koagulasiflokulasi. Muatan hasil hidrolisis dan endapan hirdroksida keduanya dapat dikontrol dengan pH (Zonoozi dkk., 2008). pH awal sampel untuk koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 yakni 7,66, 7,57 dan 7,64. Berikut ini adalah hasil analisis pH dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 :

Gambar 2 Grafik Analisis pH Dari Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 , PAC dan FeCl 3 Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pH pada setiap penambahan dosis koagulan. Penurunan pH tersebut terjadi karena adanya reaksi hidrolisis Al dan Fe yang akan membebaskan ion H+ sehingga dapat menekan nilai pH. Hal tersebut menandakan bahwa alkalinitas dalam air rendah. Pada dasarnya alkalinitas akan bereaksi dengan ion H+ untuk menjaga nilai pH tetap stabil (Hendricks, 2005). Pada Gambar 2. diatas terlihat bahwa penurunan nilai pH koagulan FeCl 3 lebih terlihat dibandingkan dengan koagulan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa koagulan FeCl 3 bersifat asam dan memiliki rentang pH yang lebih besar dibandungkan dengan koagulan lainnya (Pernitsky, 2003).

Warna sebenarnya (true colour) biasanya disebabkan oleh adanya kehadiran zat organik terlarut dan koloid (Degremont, 1978). Sebelum pengukuran warna sebenarnya dilakukan penghilangan padatan tersuspensi dengan penyaringan (Sawyer dkk., 1978). Berikut ini adalah hasil analisis dan efisiensi removal warna dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ):

Gambar 3 Grafik Analisis Warna Dari Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 , PAC dan FeCl 3 Berdasarkan Gambar 3. diatas terlihat bahwa pada dosis 40 mg/L dari koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) terjadi penurunan warna terbesar, yaitu dari 98 PtCo menjadi 15 PtCo. Pada dosis 35 mg/L dari koagulan PAC terjadi penurunan warna terbesar, yaitu dari 103 PtCo menjadi 6 PtCo. Sedangkan penurunan warna terbesar menggunakan koagulan FeCl 3 diperoleh hasil yang sama dengan menggunakan koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 yakni 40 mg/L. Namun, nilai warna yang diperoleh hampir sama dibandingkan dengan Al 2 (SO 4 ) 3 yakni 14 PtCo. Pada Gambar 3. terlihat bahwa seiring bertambahnya dosis koagulan dalam proses koagulasiflokulasi-sedimentasi, maka nilai warna setelah proses semakin menurun dan efisiensi penurunan warna semakin besar. Namun, setelah dosis dengan nilai warna terkecil, nilai warna meningkat kembali. Penurunan warna tersebut disebabkan oleh adanya kemampuan muatan positif dari flok hidrosida yang menyerap asam humat dan fulvat penyebab warna sebelum flok hidrosida mengendap (Hendricks, 2005). Sebagian besar warna disebabkan oleh koloid dan zat terlarut (Reynold dkk, 1996). Nilai warna meningkat kembali menunjukkan hidroksida yang terbentuk tidak dapat mengendap dengan baik setelah mengikat zat penyebab warna (Wulandari, 2009). Total Padatan Tersuspensi (TSS) dalam air terutama disebabkan oleh zat tersuspensi. Zat tersuspensi merupakan bahan yang tertahan oleh filter dengan ukuran 0,2-m atau lebih kecil dari rata-rata ukuran pori-pori (Sawyer dkk., 1978). Berikut ini adalah hasil analisis dan efisiensi removal TSS dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 :

Gambar 4 Grafik Analisis TSS Dari Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 , PAC dan FeCl 3 Berdasarkan Gambar 4. diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan TSS memiliki kecenderungan yang sama dengan dengan penurunan kekeruhan. Namun, nilai TSS masih lebih besar dibandingkan dengan nilai kekeruhan. Pada dosis 40 mg/L terjadi penurunan TSS terbesar menggunakan koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 . Nilai TSS akhir dengan menggunakan koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 adalah 11 mg/L dan Nilai TSS akhir dengan menggunakan koagulan FeCl 3 adalah 14 mg/L. Sedangkan untuk koagulan PAC, penurunan TSS terbesar terjadi pada dosis 35 mg/L. Seiring bertambahnya dosis koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi, maka nilai TSS setelah proses semakin menurun dan efisiensi penurunan TSS semakin besar. Namun, setelah dosis dengan nilai TSS terkecil, nilai kekeruhan meningkat kembali. Hal tersebut disebabkan oleh dosis koagulan yang melebihi dosis optimum dapat menyebabkan restabilisasi dari zat tersuspensi (Reynold dkk, 1996). TDS (Total Dissolved Solid) mempunyai kandungan garam dalam air (Reynold dkk, 1996). Kadungan total padatan terlarut dapat diperkirakan dengan cepat dengan menggunakan pengukuran specific-conductance (Sawyer dkk., 1978). TDS awal sampel untuk koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 yakni 298 mg/L, 292 mg/L dan 290 mg/L. Berikut ini adalah hasil analisis TDS dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 :

Gambar 5 Grafik Analisis TDS Dari Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 , PAC dan FeCl 3 Pada Gambar 5. dapat dilihat bahwa nilai TDS sesudah diolah lebih tinggi daripada nilai TDS sebelum diolah. Kenaikan nilai TDS terjadi akibat penggunaan koagulan kimia dalam pengolahan dan koagulan kimia tersebut masih tersisa sedikit dalam air. Penggunaan bahan kimia seperti polyaluminum Chloride (PAC) memberikan dampak peningkatan TDS lebih kecil

dibandingkan dengan koagulan lainnya. Hal tersebut dikarenakan untuk koagulan PAC dibutuhkan dalam jumlah lebih kecil untuk proses koagulasi (Patoczka dkk., 2006). Resirkulasi Flok Penambahan kekeruhan digunakan dalam koagulasi-flokulasi, biasanya untuk mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi, untuk mengurangi jumlah koagulan yang dibutuhkan, dan untuk membentuk endapan flok lebih kuat dan lebih (Zonoozi dkk., 2008). Metode alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah resirkulasi flok. Upaya resirkulasi ini menggunakan flok yang dihasilkan dari proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi skala laboratorium (jar test) pada saat penggunaan dosis optimum tiap koagulan. Analisis karakteristik flok yang diresirkulasi dilakukan untuk mengetahui efektivitas flok dalam proses resirkulasi. Kandungan mineral SiO 2 , Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , dan mineral lainnya dapat diperiksa dengan metode uji kimia XRF. Berikut ini adalah analisis karakteristik flok hasil dari menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 : Tabel 2 Karakteristik Flok
No 1 2 3 4 5 6 Parameter SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO TiO 2 K2O Satuan % % % % % % Hasil Analisis Lumpur Al 2 (SO 4 ) 3 PAC FeCl 3 36,3 17 32,6 9,97 1,74 0,66 34,8 20 31,5 8,3 1,6 0,7 22,9 9,2 60,37 4,34 0,94 0,42

Sumber: Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa ITS, 2011 Hasil analisis karakteristik flok dari Tabel 2. diatas memiliki kandungan terbesar untuk parameter SiO 2 (Silikat Oksida), Al 2 O 3 (Alumina Oksida), dan Fe 2 O 3 (Besi Oksida). Upaya resirkulasi untuk menambahkan kekeruhan dengan prosentase dosis flok yang berbeda-beda nampaknya memberikan perubahan pada parameter setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi skala laboratorium menggunakan koagulan yang berbeda pula. Berikut ini adalah hasil analisis tiap parameter setelah proses resirkulasi flok dengan menggunakan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ), PAC dan FeCl 3 :

(a)

b) 8

(c)

(d) (e) Gambar 6 Pengaruh Resirkulasi Flok dalam proses koagulasi. (a). Perubahan Kekeruhan, (b). Perubahan warna, (c). Perubahan TSS, (d). Perubahan pH, (e). Perubahan TDS

Pada Gambar 6(a). menunjukkan adanya penurunan nilai kekeruhan dalam air setelah pemberian flok sebelum proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi. Pada penggunaan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) penurunan nilai kekeruhan terjadi pada rentang prosentase resirkulasi 0%-50% dan kemudian mengalami kenaikan pada rentang prosentase resirkulasi 60%-70%. Setelah dilakukan prosentase resirkulasi 50%, diperoleh nilai kekeruhan sebesar 3,03 NTU. Pada prosentase resirkulasi 20% dari penggunaan koagulan PAC menghasilkanpenurunan kekeruhan paling besar hingga 1,23 NTU. Sedangkan pada penggunaan koagulan FeCl 3 terjadi penurunan kekeruhan terbesar hingga 3,27 ketika dilakukan resirkulasi 10%. Penurunan kekeruhan setelah resirkulasi disebabkan oleh adanya kandungan Silika yang cukup besar di dalam flok untuk tiap koagulan. Selain kandungan silika, flok juga masih mengandung Al dan Fe yang dapat membantu mengikat koloid penyebab kekeruhan. Reaksi sederhana pembentukan endapan aluminium dan besi dalam pengolahan air dapat dilihat sebagai berikut: Al 2 O 3 + H 2 O Fe 2 O 3 + H 2 O (Sieliechi dkk., 2010) Gambar 6(b). menunjukkan terjadinya penurunan warna setelah dilakukan resirkulasi. Pada penggunaan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) penurunan nilai warna terbesar terjadi pada 9 2Al(OH) 3 2Fe(OH) 3

prosentase resirkulasi 50% hingga nilai warna sebesar 9 PtCo. Pada prosentase resirkulasi 20% dari penggunaan koagulan PAC terjadi penurunan warna terbesar hingga 4 PtCo. Sedangkan pada penggunaan koagulan FeCl 3 terjadi penurunan warna terbesar hingga 8 PtCo ketika dilakukan resirkulasi 10%. Penurunan warna disebabkan oleh adanya pembentukan muatan positif hidroksida akibat reaksi hidrolisis oksida dengan air sehingga yang menyerap zat organik penyebab warna (zat asam humat dan fulvat) sebelum hidroksida mengendap (Hendriks, 2006). Namun, ada beberapa terjadinya peningkatan nilai warna setelah proses resirkulasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya muatan positif hidroksida berlebih sehingga menyebabkan tingginya zat organik dalam air (Amir dkk., 2009). Penurunan TSS terjadi setelah dilakukan penambahan flok berdasarkan prosentase (Gambar 6(c)). Pada penggunaan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) penurunan nilai warna terbesar terjadi pada prosentase resirkulasi 50% hingga nilai TSS sebesar 7 mg/L. Pada prosentase resirkulasi 20% dari penggunaan koagulan PAC terjadi penurunan TSS terbesar hingga 4 mg/L. Sedangkan pada penggunaan koagulan FeCl 3 terjadi penurunan TSS terbesar hingga 8 mg/L ketika dilakukan resirkulasi 10%. Kekeruhan dan TSS saling berhubungan sehingga kekeruhan dapat digunakan sebagai indikator dari padatan tersuspensi (Huey dkk., 2010). Penurunan TSS disebabkan adanya pembentukan endapan Al(OH) 3 dan Fe(OH) 3 bermuatan positif akan cenderung bereaksi dengan koloid bermuatan negatif. Dan endapan SiO 2 akan bermuatan negatif pada pH 7-8 dan bereaksi dengan muatan positif sehingga berkurangnya muatan positif yang berlebih dalam air (Stankovic dkk., 2010). Nilai pH cenderung menurun pada Gambar 6(d)., selain disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisis Al dan Fe yang membebaskan ion H+ sehingga dapat menekan nilai pH (Hendriks, 2006). Penurunan pH juga terjadi karena adanya komponen yang bermuatan positif dari flok (Al 2 O 3 dan FeO 3 ) yang mengikat muatan negatif dari air (OH-) (Hassen, 2007). Penurunan pH untuk koagulan FeCl 3 lebih terlihat dibandingkan dengan koagulan lainnya, karena kandungan FeO 3 dalam flok sangat tinggi yakni 60,37%. Sehingga kemampuan mengikat muatan negatif dari air lebih tinggi. Berdasarkan Gambar 6(e). terlihat bahwa nilai TDS meningkat setelah dilakukan penambahan flok. Selain disebabkan oleh penggunaan bahan kimia seperti koagulan kimia yang masih tersisa sedikit dalam air (Mo dkk., 2007), peningkatan TDS juga terjadi adanya penambahan flok yang masih mengandung bahan kimia (Al dan Fe) (Amir dkk., 2009). Penggunaan bahan kimia seperti polyaluminum Chloride (PAC) memberikan dampak peningkatan TDS lebih rendah dibandingkan dengan koagulan lainnya. Hal tersebut dikarenakan untuk kadar koagulan PAC dibutuhkan lebih kecil (Patoczka, 2006).

10

IV. KESIMPULAN Pada penggunaan koagulan aluminum sulfate (Al 2 (SO 4 ) 3 ) dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 50% dapat meningkatkan efisiensi penyisihan untuk kekeruhan dari 85,03% menjadi 93,42%, warna dari 85,69% menjadi 90,82%, dan TSS dari 79,63% menjadi 87,04%. Koagulan PAC diperoleh penyisihan parameter tertinggi dengan resirkulasi flok 20%. Peningkatkan efisiensi penyisihan parameter dengan koagulan PAC yakni untuk kekeruhan dari 95,13% menjadi 97,66%., warna dari 94,17% menjadi 96,12%., dan TSS dari 89,29% menjadi 92,86%. Penggunaan koagulan FeCl 3 dengan melakukan resirkulasi flok sebesar 10% dapat meningkatkan efisiensi penyisihan untuk kekeruhan dari 87,53% menjadi 93,41%, warna dari 87,61% menjadi 92,92%, dan TSS dari 78,13% menjadi 87,50%. DAFTAR PUSTAKA Amir, R., dan Isnaniawardhana, J.N. 2009. Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat Dalam Pengolahan Air Kali Cileulueur Kota Ciamis dan Pemanfaatan Resirkulasi Lumpur dengan Parameter pH, Warna, Kekeruhan dan TSS. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Ayguna,A., and Yilmazb,T. 2010. Improvement of Coagulation-Flocculation Process for Treatment of Detergent Wastewaters Using Coagulant Aids. International Journal of Chemical and Environmental Engineering, Volume 1, No.2.Turkey. Degremont. 1978. Water Treatment Plant Hand Book. Fifth Edition. John Willey and Sons. New York. Hassen, A. 2007.Selection of Clay Adsorbents and Determination of The Optimum Condition for Cefluoridation of Ground Water in Rift Valley Region. Department of Chemical Engineering, Addis Ababa University. Hendricks, David W.2005.Water Treatment Unit Processes: Physical and Chemical.Taylor and Francis Groups.USA. Huey, G.M., and Meyer, M.L. 2010.Turbidity as an Indicator of Water Quality in Diverse Watersheds of the Upper Pecos River Basin. Water 2010, 2, 273-284. USA. Larasati, P.N. 2005. Pengaruh Resirkulasi Flok Terhadap Efisiensi Penurunan Kekeruhan Buatan Pada Air Baku. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Masschelein, W.J. 1992. Unit Processes in Drinking Water Treatment. Marcel Dekker, Inc. New York. McLane, J.C. 2004. Water Quality Improves by Recycling Settled Sludge. American Waste Work Association 15-18. Mo, J., Hwang, J., Jegal, J., and Kim, J.2007. Pretreatment of a Dyeing Wastewater Using Chemical Coagulants.Dyes and Pigments 72 (2007) 240-245.Soul National University.South Korea. Patoczka, J.2006. Impact of Chemicals Addition in Water/Wastewater Treatment on TDS Concentration and Sludge Generation. Millburn. Pernitsky, D.J.2003.Coagulant.Associated Engineering Calgary.Alberta. Reynold dkk, T.D. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Brooks/Cole Engineering Division. Monterey. California. Sawyer, C.N., and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third Edition. Mc Graw Hill Kogakusha. Tokyo.

11

Sieliechi, J.M., Kayem, G.J., and Sandu, I.2010.Effect of Water Treatment Residuals (Aluminum and Iron ions) on Human Health and Drinking Water Distribution Systems.International Journal of Convervation Science, Volume 1, Issue 3, July-September 2010: 175-182. Stankovic, N.J., Purenovic, M.M., Randelovic, M.S., and Purenovic J.M. 2010.The Effects of Colloidal SiO2 and Inhibitor on The Solid Deposit Formation in Geothermal Water of Low Hardness. University of Ni, Ni, Serbia. Vogel.1985.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimaikro. Logman Group Limited.London. Wulandari. 2009. Efektifitas Polyaluminium Chloride (PAC) Dalam Menurunkan Kekeruhan, Warna, dan Fe pada Air Kali Bengawan Solo Segmen Sembayat. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Yang, Z., Gao, B., and Yue, Q.2010. Coagulation Performance and Residual Aluminum Speciation of Al 2 (SO 4 ) 3 and Polyaluminum Chloride (PAC) in Yellow River Water Treatment. Shandong Key Laboratory of Water Pollution Control and Resource Reuse.China. Zouboulis, A.L., and Tzoupanos, N. 2009. Alternative Cost-effective Preparation Method of Polyaluminium Chloride (PAC) Coagulant Agent: Characterization and Comparative Application for Water/Wastewater Treatment. Division of Chemical Technology, Department of Chemistry, Aristotle University of Thessaloniki.Greece. Zonoozi, M.H., Moghaddam, M.R.A., and Arami, M.2008.Removal of Acid Red 398 Dye from Aqueous Solutions by Coagulation/Flocculation Process. November/December 2008, Vol.7, No.6, 695-699.Amirkabir University of Technology (AUT).Iran.

12

Anda mungkin juga menyukai