Anda di halaman 1dari 21

BAB I ILUSTRASI KASUS

A. Identitas penderita Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat : Tn. J : 50 Tahun : Laki-laki : Swasta : Boyolali

B. Anamnesa 1. Keluhan utama : mata kanan ada kotoran putih yang menetap 2. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih sejak 1 bulan SMRS setelah kecelakaan lalu lintas, mata kanan pasien terdapat kotoran putih yang tidak kunjung hilang/menetap. Mata kanan juga terlihat merah, nerocos dan bahkan pasien sering gelisah dengan sering memegang mata kanannya. Saat dilakukan pemeriksaan dengan senter, terlihat respon fotopobia pada mata kanan pasien. Sebelum kecelakaan, pasien tidak pernah mengeluhkan gangguan pada mata nya sama sekali. 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat penyakit hipertensi (-) b. Riwayat penyakit DM (-) c. Riwayat penyakit jantung (-) d. Riwayat alergi obat (-) e. Riwayat trauma (+) f. Riwayat mondok (-) 3. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat penyakit hipertensi (-) b. Riwayat penyakit asma (-) c. Riwayat penyakit DM (-)

C. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi cukup. 2. Vital sign T : 120/80 mmHg N : 88x/menit Rr : 20x/menit S : 36,6 C 3. Status gizi: Berat badan /tinggi badan : 50 kg/165 cm IMT : 18,4 kg/m2 (normoweight) 4. Kepala : mesochepal 5. Mata : Konjunctiva bulbi hiperemis (+/-), Konjungtiva bulbi injeksi (+/-), kornea oedem (+/-), infiltrat putih di perifer kornea (+/-) 6. Hidung : nafas cuping hidung (-) 7. Mulut : bibir sianosis (-), mulut kering (-) 8. Thorak : Cor : Bunyi jantung I/II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Suara dasar vesikuler +/+. Suara tambahan -/-. 9. Abdomen : peristaltik (+) normal, nyeri tekan (-), supel, hepar/lien tak teraba 10. Ekstremitas :
atas : akral dingin -/-. Oedem -/ bawah : akral dingin -/-. Oedem -/- ,

D. Diagnosa OD ulcus cornea E. Tujuan terapi 1. Mencegah berkembangnya bakteri 2. Mengurangi reaksi radang

3. Mencegah manifestasi komplikasi yang lain.

F. Terapi 1. Non medikamentosa Edukasi Edukasi pada penderita ulkus kornea 1). Menggunakan kacamata gelap untuk mengurangi fotofobia 2). Mengurangi atau menghindari paparan cahaya matahari, debu dan angin 3). Makan-makanan yang bergizi 4). Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang 5). Mencuci tangan sesering mungkin

2. Medikamentosa a. Antibiotik Gentamycin tetes mata 6 kali sehari, 1 tetes per kali pakai b. Sikloplegik Atropin sulfat tetes mata 3 kali sehari 1 tetes. c. Analgetik Parasetamol tablet 3 kali sehari 500 mg.

G. Penulisan resep dr. Evander jln. Kanggotan 22 Surakarta Telp. 081330407XXX SIP Surakarta, 22 Juni 2013

R/ Gentamycin 0.3% guttae optic cc 5 No.I 6 dd gtt II OD R/ Atropine sulphate 1% guttae optic cc 5 No 1 3 dd gtt I OD R/ Paracetamol tab mg 500 No. X 3 dd tab 1 Pro: Tn J (50 th)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2 Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata menyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2 Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. 1

B. EPIDEMIOLOGI Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada korneaseperti penggunaan lensa kontak yang lama. Dari penelitian juga didapatkan insidens terjadinya ulkus kornea meningkat hingga 8 kali ganda pada mereka yang tidur sambil memakai

lensa kontak berbanding dengan mereka yang memakai lensa kontak ketika jaga.
4,5,6,7

C. ANATOMI KORNEA Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 911 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,6 Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 1 1. Epitel Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membrana Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descement Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 1,5 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.4,5,6

D. ETIOPATOGENESIS Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea. Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,

pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai kelainan inflamasi yang lain.1,2,6,8 Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya waktu tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis dengan virus herpes simpleks. Keratitis herpes simpleks merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan berulang yang dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan yang menurunkan sistem imun.
4,7

. Pengguna lensa kontak dapat memiliki

komplikasi baik secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang

diperburuk dengan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu kelembaban kornea dankonjungtiva, penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan inflamasi, dan infeksi.12

Hipoksia Dan Hiperkapnea Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak. Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.12 Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs

dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau kadang-kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis.12

Alergi Dan Toksisitas Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan okular. Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.12\

Kekuatan Mekanik Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat

penting mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan.12

Efek Osmotik Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi. 12 Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi. Keratitis

acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada mereka yang coba membuat solusi pembersih sendiri. 12

E. FAKTOR RISIKO Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi berat, riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak, immunosuppresi, trauma dan infeksi umum. 4,7

F. BENTUK ULKUS Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba dan virus. 1,2,5

Ulkus Kornea Tipe Sentral Ulkus kornea tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok, moraxela liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e.coli, proteous), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (Candida albican, fusarium solani, spesies nokardia, sefalosporium dan aspergilus). 1,2

Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada kornea, keratitis neurotrofik, pemakaian kortikosteroid atau imunosupresif, pemakaian obat anestetika lokal, pemakaian Idoxyuridine (IDU), pasien diabetes melitus dan ketuaan. 1 Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion adalah penggumpalan sel-sel radang yang tampak sebagai lapisan pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan jamur. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membrane Descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus.2

Ulkus Kornea Tipe Perifer (marginal) Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks. Ulkus ini timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea. 2 Ulkus kornea marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi

hipersensitivitas terhadap eksotoksin Stqfilokokus. Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskuler. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari limbus oleh interval bening, dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Biasanya bersifat rekuren, dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumonic, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia. l,2

G.ETIOLOGI Penyebab dari ulkus kornea adalah: 7,13 Ulkus kornea akibat jamur, yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja petanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus jamur disebabkan organisme oportunis seperti Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan macam-macam ulkus jamur ini. Ulkus fungi ini indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrate di tempat-tempat yang lebih jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan sering juga lesi satelit, merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi komea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea. Terdapat juga kongesti siliaris dan konjungtiva yang nyata, tetapi gejala nyeri, mata berair dan fotofobia biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea akibat bakteri. Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan Candida, mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas. 2,6,7 Bakteri merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang biasanya terlibat yaitu Pseudomonas aeroginosa, staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer. Meskipun awalmnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis Pseudomonas aeroginosa. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif, Staphylococcus aureus, S. epidermidis. S

treptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang terkena yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh Pseudomonas aeroginosa maka tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak. 1,2,7,9,10 Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster, Adenovirus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik, yang bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di ganglion Gasserian, serta unilateral. Pada virus Hepes simpleks, biasanya gejala dini dimulai dengan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga disertai dengan pembesaran kelenjar preaurikuler.1,2,9,10 Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis dengan virus herpes simpleks. Pasien umumnya mengeluh nyeri. Mulanya berupa keratopati pungtata atau pseudodendrit. Tanda klasik berupa infiltrat cincin dan perineural timbul kemudian. Kornea perifer memilki karakteristik morfologi dan imunologi yang berbeda yang memungkinkan terjadinya suatu reaksi inflamasi. Tidak seperti bagian sentral kornea yang avaskuler, kornea perifer sangat dekat dengan konjungtiva limbal sebagai sumber nutrisi melalui kapilernya, sumber sel imunokompeten seperti makrofag, sel Langerhans, limfosit dan sel plasma. B Beberapa stimulus inflamasi pada kornea perifer yang disebabkan oleh invasi organisme mikroba (bakteri, virus, jamur, parasit), deposit imun kompleks (penyakit imun sistemik), trauma, keganasan, atau kondisi dermatologi yang menghasilkan respon imun lokal maupun sistemik, mengakibatkan pengerahan neutropil dan aktivasi komplemen (baik klasik maupun jalur alternatif) pada

jaringan maupun pembuluh darah. Aktivasi komponen komplemen dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menggerakan faktor kemotaktik untuk neutrofil (C3a, C5a). Neutrofil, menginfiltrasi kornea perifer dan melepaskan enzim proteolitik dan kolagenolitik, metabolit oksigen reaktif, dan substansi proinflamasi (platelet-activating-faktor, leukotrin, prostaglandin), menyebabkan disolusi dan degradasi stroma kornea. Di samping itu, konjungtiva limbal yang mengalami inflamasi memproduksi kolagenase yang memperberat terjadinya degradasi stroma. Penyakit sistemik dapat menyebabkan deposit kompleks imun terjadi oleh karena enzim degradatif yang dilepaskan terutama oleh neutrofil. H. GEJALA KLINIS 1,2,6,7,10,11 Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrirn oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 2 Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi

seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion. 1,2,6,10 I. DIAGNOSIS 7,11 Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah: Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Pemeriksaan fisik

Visus Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta. Slit lamp Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.

Pemeriksaan penunjang

Tes fluoresein Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak). Pewarnaan gram dan KOH Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur. Kultur Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. J. DIAGNOSIS BANDING 1 Konjungtitivitis Keratitis Iritis akut Glaukoma akut

K. PENATALAKSANAAN 7,11 Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini pengobatan dengan steroid masih kontroversi.6 Secara umum ulkus diobati sebagai berikut : Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan secret yang banyak, jangan dibalut karena dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan memberikan media yang baik untuk perkembangbiakan kuman penyebabnya. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari Antisipasi kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal kecuali pada kasus yang berat.

Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh karena efek langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme pathogen serta kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena

mikroorganisme. Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel polimorfonuklear leukosit. Neutrofil mampu menyebabkan destruksi jaringan oleh metabolit radikal bebasnya maupun enzim proteolitiknya. Alasan yang masuk akal penggunaan kortikosteroid yaitu untuk mencegah destruksi jaringan yang disebabkan oleh neutrofil tersebut. Berikut adalah kriteria pemberian kortikosteroid yang direkomendasikan : 3,7,8 Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga organisme penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif terhadap antibiotik yang telah digunakan. Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon pengobatan. Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan virulensi lain.Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian antibiotik sangat dianjurkan sebelum memulai pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang (prednisolon asetat atau fosfat 1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama 24-48 jam setelah terapi awal. Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi pemberian dapat ditingkatkan dengan periode waktu yang pendek kemudian dapat di tapering sesuai dengan gejala klinik.3,8 Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang, kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2 minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.

L. KOMPLIKASI Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan parut kornea dapat berkembang yang pada akhirnya menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks juga dapat terjadi, glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan endoftalmitis, penipisan kornea yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan katarak juga bisa menjadi salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,6

M. PROGNOSIS Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambannya pasien mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya penyulit maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan tiap hari dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak terjadi atau ulkus bertambah berat, disgnosis dan terapi alternatif harus dipertimbangkan.3,4

BAB III PEMBAHASAN A. Antibiotik Pemakaian preparat antibiotik topikal spektrum luas pada kasus ini atas indikasi bahwa pada penderita tersebut berdasarkan gejala-gejala dan tanda pemeriksaan fisik mengacu pada ulkus kornea yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Pemakaian antibiotik spektrum luas dimaksudkan untuk membunuh bakteri tidak spesifik untuk sementara dilakukan kultur. Hal ini berdasarkan mekanisme kerja gentamycin yaitu mengikat ribosom bakteri sehingga tidak dapat melakukan sintesis protein. Mirip dengan semua golongan aminoglikosida, ketika gentamycin diberikan secara oral, menjadi tidak aktif secara sistemik. Hal ini disebabkan karena gentamicin tidak diserap dalam dosis yang cukup dari usus halus. Sediaan gentamycin biasa diberikan interavena, intramuskuler atau topikal. B. Sikloplegik Pemakaian sikloplegik pada kasus di atas adalah sebagai pencegahan terjadinya sinekia anterior maupun posterior yang dapat terjadi. Apabila sudah terjadi sinekia, maka pemberian sikloplegik ini akan melepaskan sinekia tersebut. Penggunaan sikloplegik di sini juga dimaksudkan untuk

mengistirahatkan iris sehingga mengurangi nyeri yang diakibatkan oleh spasme silier. Sikloplegik atropine mengakibatkan midriasis dengan melakukan blokade muskulus sphincter pupil yang biasa distimulasi dengan pelepasan asetilkolin. Atropin mengakibatkan sikloplegia dengan melakukan paralisa pada muskulus silier.

C.Analgetik Pemakaian analgesik pada kasus di atas adalah sebagai pengurang rasa sakit yang timbul akibat adanya kerusakan jaringan dan inflamasi pada kornea. Analgesik di sini hanya bersifat sementara untuk pengobatan gejala nyeri yang timbul. Pemberian analgesik parasetamol hanya bermaksud untuk mengambil efek mengurangi rasa sakit saja, tidak digunakan sebagai antiinflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49

2.

Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on June 21, 2013. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm.

3. 4.

Netter Atlas of Human Anatomy. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.

5.

Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10

6. 7.

Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44 Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9

8.

Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92

9.

Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of ophthalmology, section 2, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9

10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67 11. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on June 21, 2011. Available from: www.emedicine.com. 12. Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter. Citied on June 21, 2011.

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Farmasi
    Tugas Farmasi
    Dokumen25 halaman
    Tugas Farmasi
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Soal RM Blok
    Soal RM Blok
    Dokumen12 halaman
    Soal RM Blok
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    50% (2)
  • Kasus Farmasi Dan Pengobatannya
    Kasus Farmasi Dan Pengobatannya
    Dokumen55 halaman
    Kasus Farmasi Dan Pengobatannya
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Referat Jiwa
    Referat Jiwa
    Dokumen18 halaman
    Referat Jiwa
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Word Ileus Obstruktif
    Word Ileus Obstruktif
    Dokumen37 halaman
    Word Ileus Obstruktif
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Preskes Rehabilitasi Medik
    Preskes Rehabilitasi Medik
    Dokumen59 halaman
    Preskes Rehabilitasi Medik
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Retinoblastoma
    Retinoblastoma
    Dokumen24 halaman
    Retinoblastoma
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Preskes Anak
    Preskes Anak
    Dokumen21 halaman
    Preskes Anak
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Preskes Hemangioma
    Preskes Hemangioma
    Dokumen30 halaman
    Preskes Hemangioma
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • PRESENTASI KASUS Urologi
    PRESENTASI KASUS Urologi
    Dokumen7 halaman
    PRESENTASI KASUS Urologi
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Banding
    Diagnosis Banding
    Dokumen2 halaman
    Diagnosis Banding
    Reschita Adityanti
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Entropion
    Presentasi Kasus Entropion
    Dokumen18 halaman
    Presentasi Kasus Entropion
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Bahan Tutorial
    Bahan Tutorial
    Dokumen13 halaman
    Bahan Tutorial
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Cover DKK Pliss
    Cover DKK Pliss
    Dokumen4 halaman
    Cover DKK Pliss
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Kedaruratan Paru
    Kedaruratan Paru
    Dokumen43 halaman
    Kedaruratan Paru
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat
  • Disaster Plan
    Disaster Plan
    Dokumen23 halaman
    Disaster Plan
    Ancilla Cherisha Illinantyas
    Belum ada peringkat