Anda di halaman 1dari 28

TEKNIK EVALUASI PERENCANANAAN

Pemilihan Mode Transportasi Umum di Kota Bandung Menggunakan Metode AHP (Analitic Hierarchical Process)

Disusun oleh: Selfa Septiani Aulia (10610009)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk

terbanyak di Indonesia. Pada saat ini Kota Bandung dijuluki sebagai kota metropolitan, karena menurut data BPS Tahun 2011, penduduk Kota Bandung berjumlah 2.420.146 juta jiwa. Akibat banyaknya penduduk pula yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang terjadi di Kota Bandung, salah satunya adalah kemacetan. Penyebab kemacetan di Kota Bandung disebabkan oleh 2 hal, yaitu semakin bertambahnya penduduk yang disertai dengan meningkatnya kendaraan pribadi dan luas badan jalan di Kota Bandung yang hanya 3,10% dari seluruh Kota Bandung sehingga tak sebanding dengan banyaknya kendaraan yang seharusnya melewatinya. Masalah kemacetan di Kota Bandung ini merupakan masalah yang serius, karena pada tahun 2031 transportasi di Kota Bandung diprediksikan lumpuh total akibat meningkatnya penduduk yang disertai dengan meningkatnya kendaraan pribadi Kemacetan yang semakin kronis ini menimbulkan berbagai masalah yang erat kaitannya dengan sektor lingkungan, sosial dan ekonomi. Kerugian utama dari kemacetan adalah menurunnya efisiensi dan efektifitas perekonomian kota yang sekaligus dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional yang antara lain terhambatnya waktu yang telah ditetapkan, sehingga tidak memenuhi target kuantitas. Bertambahnya biaya operasi dan konsumsi bahan bakar, serta dapat menurunkan produktivitas pekerja. Salah satu kerugian akibat kemacetan yang terjadi di Kota Bandung adalah pemborosan biaya transportasi sehingga mengakibatkan pemborosan biaya transportasi yang mencapai 2,4 Milyar di kota tersebut. Selain itu dengan kemacetan ini laju pencemaran udara pun akan semakin meningkat. Salah satu solusi jangka pendek yaitu membangun ruas-ruas jalan baru semisal jalan layang. Akan tetapi, dengan penambahan ruas jalan tersebut malah akan menambah demand baru sehingga kemacetan akan timbul lagi dalam waktu
Teknik Evaluasi Perencanaan 1

yang tidak lama. Itu sebabnya solusi yang tepat adalah dengan demand management melalui dua solusi utama, yaitu menghambat pertumbuhan kendaraan pribadi dan meningkatkan pelayanan kendaraan umum. Akan tetapi, dalam kenyataannya, untuk menghambat pertumbuhan kendaraan pribadi masih agak sulit dilakukan karena masih belum tegasnya pemerintah dalam menerapkan progressive charging, yaitu dengan menaikkan pajak, restribusi parkir, dan sebagainya. Sedangkan dalam meningkatkan pelayanan kendaraan umum masih mungkin dilaksanakan, mengingat banyak kota-kota di dunia yang berhasil menyediakan dan meningkatkan pelayanan transportasi umum yang diminati oleh masyarakat, sehingga dapat mengurangi kemacetan, seperti busway di Kota Bogota, Kolombia, subway di Kota London, Inggris dan monorail di Kota Tokyo, Jepang. Akan tetapi, untuk negara berkembang, seperti Indonesia, dalam hal ini Kota Bandung, menjadi penting karena harus benar-benar diperhatikan jenis moda transportasi umum apa yang paling cocok untuk digunakan di Kota Bandung berdasarkan aspek pembiayaan penyediaannya (aspek ekonomi), aspek kriteria yang berada di SISTRANAS 2005, yaitu aspek efektif dan efisien (selamat, aksesbilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan tepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan efisien), dan aspek sosial budaya. 1.2 Rumusan Masalah Kemacetan yang terjadi di Kota Bandung salah satunya disebabkan oleh

melonjaknya penduduk dari tahun ke tahun. Dengan melonjaknya penduduk tersebut, maka diiringi oleh naiknya kepemilikan akan kendaraan pribadi, sehingga kemacetan di Kota Bandung merupakan sebuah masalah serius yang harus segera ditangani. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan kemacetan di Kota Bandung adalah dengan penyediaan dan peningkatan pelayanan angkutan umum. Akan tetapi, menjadi penting karena harus benar-benar diperhatikan jenis moda transportasi umum apa yang paling cocok untuk digunakan di Kota Bandung. Maka dari itulah dibuat kriteria untuk memilih transportasi umum di Kota Bandung, seperti aspek ekonomi, aspek efektif dan efisien dan aspek sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rumusan permasalahan antara lain:
Teknik Evaluasi Perencanaan 2

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kriteria utama dalam penentuan moda transportasi umum di Kota Bandung? 2. Moda transportasi apa yang dipilih sebagai salah satu alternatif untuk menyelesaikan kemacetan yang terjadi di Kota Bandung?

1.3

Tujuan dan Sasaran Berikut ini merupakan pembahasan mengenai tujuan dan sasaran dari

penulisan paper ini. 1.3.1 Tujuan Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memilih moda transportasi umum yang paling cocok untuk digunakan di Kota Bandung sebagai alternatif solusi masalah kemacetan yang terjadi di Kota Bandung dengan menggunakan metode AHP (Analitic Hierarchical Process). 1.3.2 Sasaran Sasaran untuk mencapai tujuan dari penulisan paper ini adalah: 1. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mendasari pemilihan berbagai alternatif moda transportasi umum yang cocok untuk digunakan di Kota Bandung. 2. Mengidentifikasi jenis-jenis moda transportasi umum yang cocok untuk digunakan di Kota Bandung sebagai alternatif untuk menyelesaikan kemacetan yang terjadi di Kota Bandung.

1.4

Metodologi Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah

metode pengumpulan data berdasarkan data yang diambil dari internet dan metode analisis data dengan menggunakan software expert choice 11 dan microsoft excel 2010 untuk memilih jenis moda transportasi umum yang cocok digunakan di Kota Bandung.

Teknik Evaluasi Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Transportasi Publik Transportasi publik adalah seluruh alat transportasi di mana penumpang

tidak bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi publik umumnya termasuk kereta dan bus, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, feri, taxi, dan lain-lain. Transportasi publik merupakan sarana transportasi utama di Bumi. Angkutan umum merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat daerah maupun kota, menunjang mobilitas orang, barang dan jasa, serta memengaruhi kemampuan daerah dan kota dalam menjalankan fungsinya. Peranan angkutan umum: a) melayani paksawan b) mengurangi penggunaan kendaraan pribadi c) menghemat keseluruhan konsumsi BBM d) melayani kebutuhan angkutan jarak jauh e) membuka lapangan kerja Pendekatan pelayanan angkutan umum: 1) Mengutamakan proyek yang mementingkan angkutan umum. 2) Mengutamakan layanan angkutan umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 3) Mengorganisasi armada angkutan umum dengan baik. 4) Mendorong penghematan biaya dan penggunaan BBM. 5) Mengubah sikap dan kebiasaan masyarakat. Peran Angkutan Umum: 1) Pelayanan kepentingan mobilitas orang, barang, dan jasa; terutama melayani mobilitas paksawan. 2) Pengendalian lalu-lintas; mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. 3) Pengembangan wilayah. 4) Penyediaan lapangan kerja. 5) Penghematan energi (BBM). Tujuan pengadaan angkutan umum:
Teknik Evaluasi Perencanaan 4

1) Tingkat tinggi mobilitas orang, barang dan jasa demi kelancaran kehidupan sosial ekonomi dan budaya. 2) Hubungan antar daerah demi keutuhan kesatuan dan persatuan. 3) Kesejahteraan masyarakat. 2.2 Tinjauan Kebijakan Tinjauan kebijakan ini berisi tentang undang-undang yang terkait dengan

sistem transportasi. Salah satunya adalah UU No. KM 49 Tahun 2005 Tentang SISTRANAS (Sistem Transportasi Nasional) karena sasaran SISTRANAS ini dijadikan sebagai salah satu kriteria dalam pengambilan keputusan. 2.2.1 SISTRANAS 2005 Menurut UU No. KM 49 Tahun 2005, SISTRANAS adalah transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir untuk membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis. Sasaran SISTRANAS adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesbilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Selamat, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah kejadian kecelakaan terhadap jumlah pergerakan kendaraan dan jumlah penumpang atau barang. Aksesbilitas tinggi, dalam arti bahwa jaringan pelayanan transportasi dapat menjangkau seluas mungkin wilayah nasional dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain

Teknik Evaluasi Perencanaan

dengan perbandingan antara panjang dan kapasitas jaringan transportasi dengan luas wilayah yang dilayani. Terpadu, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan antarmoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan, yang meliputi pembangunan, pembinaan dan penyelanggarannya sehingga lebih efektif dan efisien. Kapasitas mencukupi, dalam arti bahwa kapasitas sarana dan prasarana transportasi cukup tersedia untuk memenuhi permintaan pengguna jasa. Kinerja kapasitas tersebut dapat diukur berdasarkan indikator sesuai dengan karakteristik masing-masing moda, antara lain perbandingan jumlah sarana transportasi dengan jumlah penduduk pengguna transportasi, antara sarana dan prasarana, antara penumpang - kilometer atau ton - kilometer dengan kapasitas yang tersedia. Teratur, dalam arti pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu keberangkatan dan waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur dengan jumlah sarana transportasi berjadwal terhadap seluruh sarana transportasi yang beroperasi. Lancar dan cepat, dalam arti terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain kecepatan kendaraan per satuan waktu. Mudah dicapai, dalam arti bahwa pelayanan menuju kendaraan dan dari kendaraan ke tempat tujuan mudah dicapai oleh pengguna jasa melalaui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan tiket, dan kemudahan alih kendaraan. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain melalui indikator waktu dan biaya yang dipergunakan dari tempat asal perjalanan ke sarana transportasi atau sebaliknya. Tepat waktu, dalam arti bahwa pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang tepat, baik saat keberangkatan maupun kedatangan, sehingga masyarakat dapat merencanakan perjalanan dengan pasti. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan jumlah pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu terhadap jumlah sarana transportasi berangkat dan datang. Nyaman, dalam arti terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas fasilitas terhadap standarnya.

Teknik Evaluasi Perencanaan

Tarif terjangkau, dalam arti terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai dengan daya beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap memperhatikan berkembangnya kemampuan penyedia jasa transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator perbandingan antara pengeluaran ratarata masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan transportasi terhadap pendapatan. Tertib, dalam arti pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain perbandingan jumlah pelanggaran dengan jumlah perjalanan. Aman, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor eksternal transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah terjadinya gangguan dengan jumlah perjalanan. Polusi rendah, dalam arti polusi yang ditimbulkan sarana transportasi baik polusi gas buang, air, suara, maupun polusi getaran serendah mungkin. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara tingkat polusi yang terjadi terhadap ambang batas polusi yang telah ditetapkan. Efisien, dalam arti mampu memberikan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan tertentu yang harus ditanggung oleh pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan, atau memberikan manfaat tertentu dengan pengorbanan minimum. Keadaan ini dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan manfaat dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sedangkan utilisasi merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem transportasi yang dapat dinyatakan dengan indikator seperti faktor muat penumpang, faktor muat barang dan tingkat penggunaan sarana dan prasarana. 2.3 AHP (Analitical Hierarchical Process) AHP adalah mengabstraksikan struktur suatu sistem untuk mempelajari hubungan fungsional antara komponen dan akibatnya pada sistem secara keseluruhan. Namun, pada dasarnya sistem ini dirancang untuk menghimpun secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai alternatif. Analisis ini yang ditujukan untuk membuat suatu model
Teknik Evaluasi Perencanaan 7

permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi ketika data dan informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali. Jadi sistem ini hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi (Saaty, 1994). Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, antara lain: a. Dekomposisi. Setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, perlu

dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya. b. Comparative Judgement. Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Hasil penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. c. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison, vektor cirinya (eigen) adalah untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mengetahui prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hierarki. d. Logical Consistency, yakni konsistensi yang memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyekobyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut (Saaty, 1994): 1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan

menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami

Teknik Evaluasi Perencanaan

permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. 2. Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat para responden yang dianggap sebagai keyperson. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan, 2) para pakar dan 30 orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemenelemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. 5. Pengolahan horizontal, yaitu: a) Perkalian baris, b) Perhitungan vector prioritas atau vector ciri (eigen vector), c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) Perhitungan rasio inkonsistensi. 6. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden. 7. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 4 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria. Hasil masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak n ,, ,....., 1 2 3. Menghitung Lamda max (max) dengan rumus:

..(1)

Menghitung Consistency Index (CI) dengan rumus :

..(2)

Teknik Evaluasi Perencanaan

Menghitung Consistency Ratio (CR) dengan rumus :

..................................................(3)

RC adalah nilai yang berasal dari tabel acak seperti tabel 2.1. Jika CR < 0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR > 0.1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten, maka pengisian nilainilai pada matriks berpasangan baik dalam unsur kriteria maupun alternatif harus diulang. Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan jawaban yang sebenarnya. Hasil akhirnya berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan skor yang tertinggi.

Tabel 2.1 Tabel random Consistency

Teknik Evaluasi Perencanaan

10

BAB III GAMBARAN UMUM

3.1

Profil Wilayah Kota Bandung Kota Bandung adalah ibukota Provinsi Jawa Barat dengan luas 16.729,65

ha. Kota ini merupakan dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 675 1050 meter di atas permukaan laut, yang berada pada koordinat 6 50 38 - 6 58 50 LS dan 107 33 34 - 107 43 50 BT. Bentuk bentangan alam Kota Bandung merupakan cekungan dengan morfologi perbukitan di bagian Utara dan dataran di bagian Selatan. Kota Bandung termasuk dalam wilayah Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Citarum bagian hulu. Secara nasional. DPS ini sangat penting karena merupakan pemasok utama waduk Saguling dan Cirata yang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, pertanian, dan lainnya. Secara geografis, jarak Kota Bandung yang relatif dekat dengan Jakarta sebagai ibukota Negara dan pusat perdagangan, menjadikan Kota Bandung berkembang pesat di berbagai bidang kegiatan pembangunan. Secara morfologi regional, Kota Bandung terletak di bagian tengah Cekungan Bandung, yang mempunyai dimensi luas 233.000 Ha. Secara administratif, cekungan ini terletak di lima daerah administrasi kabupaten/kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan 5 Kecamatan yang termasuk Kabupaten Sumedang. Kawasan Cekungan Bandung dikelilingi oleh Gunung Tangkuban Perahu (Kabupaten Bandung Barat dan Subang) dan Gunung Manglayang (Kabupaten Sumedang) di sebelah Utara; Gunung Bukit Jarian, Gunung Mandalawangi dan Gunung Kasur (Kabupaten Sumedang) di sebelah Timur; Gunung Puntang, Gunung Malabar, Gunung Rakutak dan Gunung Bubut (Kabupaten Bandung) di sebelah Selatan; dan Bukit Kidang Pananjung, Gunung Lagadar dan Gunung Bohong (Kota Cimahi).

Teknik Evaluasi Perencanaan

11

3.1.1 Sistem Transportasi Kota Bandung Sistem transportasi Kota Bandung terdiri dari angkutan darat jalan raya dan rel, dan angkutan udara. Adapun sarana transportasi di Kota Bandung terdiri atas; a. Bus Angkutan bus di Kota Bandung dioperasikan oleh Damri. Terdapat 12 trayek yang pada saat ini dioperasikan dengan 243 kendaraan bus. Bus yang digunakan oleh Damri merupakan bus besar dengan kapasitas 40 - 62 tempat duduk. Seringkali terlihat pada jam sibuk pagi dan sore, bus kota Damri memuat penumpang yang cukup banyak. Selain Damri, terdapat satu trayek bus sedang yang dioperasikan oleh koperasi angkutan umum yaitu trayek Antapani KPAD yang dioperasikan oleh Kobutri. Pada saat ini Kobutri mengoperasikan 12 bus sedang. Selain itu pula terdapat bus TMB (Trans Metro Bandung) yang sudah beroperasi sejak tahun 2009 yang melintas di Jalan Soekarno Hatta. b. Angkutan Kota Jumlah trayek angkutan kota resmi di Kota Bandung berjumlah 38 trayek dengan 4.695 kendaraan (Dinas Perhubungan dalam Rencana Induk Transportasi, 2006). Angkutan kota yang beroperasi di Kota Bandung selama 5 tahun terakhir belum pernah mengalami pertambahan baik dari sisi jumlah kendaraan maupun jumlah trayek. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan kota dan pertumbuhan demand yang cukup pesat. Dampaknya adalah tumbuhnya angkutan tidak resmi serta ojeg khususnya pada daerah daerah yang baru berkembang. c. Kereta Pelayanan jasa kereta api (KA) perkotaan di wilayah Kota bandung hanya tersedia 2 jurusan pinggiran kota yakni ke Padalarang (8 KA/hari) dan ke Cicalengka (17 KA/hari). Di masa datang direncanakan akan dioperasikan jaringan kereta api ringan (KAR) yang melayani koridor Timur Barat di wilayah Kota Bandung. Angkutan jalan rel di Kota Bandung yang merupakan sistem transportasi sub urban dioperasikan oleh PT. KAI dengan menggunakan kereta api diesel (KRD). Stasiun utama adalah Kiaracondong dan terminal akhir di Padalarang dan Cicalengka. Angkutan jalan rel ini

Teknik Evaluasi Perencanaan

12

merupakan angkutan kommuter yang melayani koridor barat-timur yaitu antara Padalarang Bandung Cicalengka. d. Taxi Terdapat sekitar 1.040 taksi di Kota Bandung yang dioperasikan oleh enam perusahaan yaitu Centris, PukopAU, Kota Kembang, Gemah Ripah, 4848, Kuat dan Blue Bird. Semua operator taksi merupakan perusahaan swasta. Beberapa taksi dimiliki secara individu tetapi dioperasikan dalam nama satu perusahaan. Berkaitan dengan berkurangnya permintaan akibat krisis moneter tahun 1998, beberapa perusahaan mengurangi armada operasional mereka. Sekitar 120 taksi (sekitar 13% dari armada kota) yang tidak dioperasikan.

Teknik Evaluasi Perencanaan

13

BAB IV ANALISIS Dalam bab ini dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemilihan jenis moda transportasi umum yang cocok di Kota Bandung. Pemilihan prioritas ini didasarkan pada bobot masing-masing alternatif moda transportasi, diantaranya bus, MRT (Mass Rapid Transit, yaitu busway, subway, tram, dan monorail), dan kereta api. Pemberian bobot pada moda transportasi ini didasarkan pada beberapa kriteria yang diolah berdasarkan metode proses hirarki analitik.

4.1

Penentuan Kriteria Keputusan dalam Penentuan Skala Prioritas Penentuan jenis moda transportasi umum yang terbaik di Kota Bandung

mengacu pada tiga kriteria, yaitu aspek pembiayaan penyediaan transportasi umum (aspek ekonomi), aspek efektivitas dan efisiensi yang mengacu pada kebijakan SISTRANAS tahun 2005, dan aspek sosial dan budaya. 1. Aspek Pembiayaan Penyediaan Transportasi Umum (Aspek Ekonomi) Aspek pembiayaan dan penyediaan transportasi umum ini erat kaitannya dengan pengembalian modal/ BEP (Break Even Poin). Dalam penyelenggaraan angkutan pemerintah berfungsi sebagai pengendali jumlah angkutan umum maupun tarif angkutan. Selain sebagai pengendali jumlah angkutan maupun tarif angkutan, peranan yang penting lagi yaitu bahwa pemerintah membiayai berbagai kegiatan baik itu berupa pembangunan maupun pemeliharaan berbagai fasilitas fasilitas yang dapat mendukung dalam usaha peningkatan pelayanan angkutan umum, antara lain: terminal, rambu rambu lalu lintas, marka jalan, tempat henti (shelter), dan juga lampu pengatur lalu lintas (traffic light). Sumber pembiayaan tersebut diperoleh dan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan juga bantuan dari luar negeri. 2. Aspek Efektivitas dan Efisiensi (SISTRANAS 2005) Aspek efektivitas dan efisiensi yang mengacu ke kebijakan SISTRANAS 2005 paling prioritas untuk pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung adalah kenyamanan, keselamatan, teratur, lancar dan cepat serta kapasitas.

Teknik Evaluasi Perencanaan

14

Karena pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung lebih difokuskan kepada choice users, yang merupakan sebagai salah satu satu hulu dari penyebab kemacetan di Kota Bandung karena meningkatnya jumlah kendaraan pribadi disebabkan oleh choice users, maka kriteria kenyamanan, keselamatan, teratur, lancar dan cepat serta kapasitas merupakan kapasitas yang paling utama. Kenyamanan memiliki arti bahwa terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas fasilitas terhadap standarnya. Bagi choice users, yaitu kalangan menengah ke atas, kenyamanan dalam sebuah moda transportasi merupakan yang utama. Dari segi keselamatan, para choice users sangat mempertimbangkan dalam pemilihan moda transportasi yang akan digunakannya. Mereka akan memilih moda transportasi yang dapat memberikan rasa aman dengan resiko kecelakaan lalu lintas yang kecil dan aman dari gangguan sosial, seperti pencurian. Jadwal moda transportasi umum yang teratur, lancar dan cepat juga merupakan salah satu pertimbangan dari choice users. Karena, kemacetan tidak hanya memberikan dampak psikologis, tapi kemacetan juga merupakan salah satu penyebab hilangnya kesempatan seseorang akibat dari terbuangnya waktu secara sia-sia saat terjadi kemacetan, sehingga jika dikalkulasikan, kemacetan memberikan efek kerugian yang sangat besar, seperti contohnya adalah pemborosan biaya transportasi yang mencapai 2,4 Milyar di Kota Bandung. Dan berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi, kapasitas dari sebuah transportasi umum sangatlah penting, karena dengan jumlah kapasitas yang besar dalam pengangkutan penumpang, maka tidak terjadi lagi pemborosan waktu dan biaya. 3. Aspek Sosial dan Budaya Jika dilihat dari aspek sosial, sebuah transportasi umum bukan merupakan pemicu konflik transportasi umum lainnya. Contohnya seperti Trans Jakarta dengan KOPAJA atau Metro Mini. Selain itu pula, dari aspek budaya, harus terdapat adanya perubahan mind set yang awalnya malu untuk menaiki

angkutan umum karena kendaraan pribadi dianggap sebagai sebuah status sosial menjadi mau untuk menggunakan angkutan umum karena fasilitas yang

Teknik Evaluasi Perencanaan

15

diberikan oleh angkutan umum yang tidak kalah dengan fasilitas yang diberikan oleh mobil pribadi.

4.2

Penyusunan Struktur Keputusan Total expert dalam penyusunan hierarki ini adalah sebanyak 3 orang yang

merupakan ahli dalam bidang transportasi. Penyusunan struktur keputusan dalam penentuan prioritas pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung dilakukan dengan melakukan dekomposisi dari permasalahan yang ada sehingga akan tergambar kriteria kriteria yang mempengaruhi serta alternatif keputusan. Penyusunan hierarki menjadi salah satu tahapan dalam melakukan analisis data AHP. Penyusunan struktur hierarki diawali dengan tujuan/goal, kriteria dan alternatif pada tingkatan paling bawah. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan satu tujuan, 3 aspek kriteria dan 3 alternatif solusi sebagaimana ditampilkan pada diagram. Penyusunan struktur keputusan dapat dilihat pada diagram 4.1 berikut ini.

Sumber: Hasil Analisis 2013 Gambar 4.1 Struktur Hirarki Faktor Penentu Prioritas Moda Transportasi Umum

Teknik Evaluasi Perencanaan

16

Struktur hierarki ini kemudian dijadikan dasar dalam pelaksanaan perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Teknik perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan judgement expert. Oleh karenanya, dalam tahapan perbandingan berpasangan ini perlu ada parameter kriteria yang telah ditentukan agar responden dapat memahami definisi masingmasing kriteria. Berikut ini merupakan tabel 4.1 yaitu, tabel parameter masingmasing kriteria.
Tabel IV-1 Kriteria dan Parameter Penentuan Prioritas Moda Transportasi Umum di Kota Bandung

Kriteria Aspek Pembiayaan Penyediaan Angkutan Umum (Aspek Ekonomi) Aspek Efektivitas dan Efisiensi Aspek Sosial Budaya

Parameter Kemudahan dalam Pembiayaan Penyediaan Angkutan Umum Kenyamanan, Keselamatan, Teratur, Lancar dan Cepat serta Kapasitas Rendahnya Konflik dengan Angkutan Umum Lainnya. Mis. dengan taksi dan angkot

Sumber: Hasil Analisis 2013

4.3

Penyusunan Matriks Berpasangan Penyusunan matriks pendapat dilakukan dengan menentukan skala

kepentingan mengacu pada skala komparasi dari Saaty. Matriks pendapat dibuat berdasarkan tingkatan level dari masing-masing kriteria. Normalisasi bobot diperoleh dari hasil running program Expert Choice 11 dan Microsoft Excel 2010. Untuk pembobotan matriks pendapat dari masing-masing kriteria dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel IV-2 Pembobotan Matriks Pendapat

Aspek Pembiayaan Aspek Efektivitas & Efisiensi Aspek Sosbud

Aspek Pembiayaan 1.000 0.511 0.223

Aspek Efektivitas & Efisiensi 1.957 1.000 0.131

Aspek Sosbud 4.481 7.652 1.000

Sumber: Hasil Output Analisis Microsoft Excel 2010

Teknik Evaluasi Perencanaan

17

4.4 Pengukuran Tingkat Konsistensi dan Pembobotan Kriteria Perhitungan indeks konsistensi (CI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan data yang dihasilkan. Perhitungan indeks konsistensi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 11. Sebuah hasil pengukuran dinyatakan valid apabila indeks konsistensinya < 0,1. Hasil analisis dengan menggunakan Expert Choice 11 ditunjukkan oleh gambar 4.2, menunjukkan bahwa indeks konsistensi sebesar 0,00197, yang berarti bahwa hasil pengukuran ini valid. Hasil pembobotan yang setelah dinormalisasi menunjukkan bahwa kriteria aspek efektivitas dan efisiensi menjadi pertimbangan terpenting dalam memilih moda transportasi umum di Kota Bandung. Untuk melihat nilai pembobotan dan nilai inkonsistensi serta persentase pembobotannya bisa dilihat pada gambar 4.2 berikut ini.

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.2 Pembobotan Kriteria

4.5

Pembobotan Alternatif Pemberian bobot pada alternatif yang tersedia dikategorikan berdasarkan

kriteria atau faktor pertimbangan yang digunakan, yaitu aspek pembiayaan penyediaan angkutan umum (aspek ekonomi), aspek efektivitas dan efisiensi dan aspek sosial budaya. Subbab selanjutnya akan memaparkan tentang hasil pembobotan alternatif per kriteria.
Teknik Evaluasi Perencanaan 18

4.5.1 Aspek Pembiayaan Penyediaan Angkutan Umum (Aspek Ekonomi) Berdasarkan hasil perhitungan bobot alternatif kriteria aspek pembiayaan penyediaan angkutan umum (aspek ekonomi) yang dihitung dengan Microsoft Excel 2010 dan Expert Choice 11, maka diperoleh hasil seperti tabel IV-3 untuk pembobotan matriks pendapat dari masing-masing alternatif pada kriteria aspek pembiayaan penyediaan dan hasil seperti gambar 4.3 untuk pembobotan alternatif pada kriteria sebelum normalisasi dan 4.4 untuk pembobotan alternatif pada kriteria setelah normalisasi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel IV-3, gambar 4.3 dan gambar 4.4 berikut ini.

Tabel IV-3 Matriks Alternatif Dengan Kriteria Aspek Pembiayaan Penyediaan Angkutan Umum di Kota Bandung

Aspek Pembiayaan Penyediaan Bus MRT KA

Bus 1.000 0.585 0.153

MRT 1.710 1.000 0.240

KA 6.542 4.160 1.000

Sumber: Hasil Output Analisis Microsoft Excel 2010

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.3 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Sebelum Normalisasi

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.4 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Setelah Normalisasi

Teknik Evaluasi Perencanaan

19

Dari gambar di atas, baik pembobotan alternatif pada kriteria sebelum maupun setelah normalisasi, memiliki nilai inconsistency sebesar 0,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhitungan pembobotan alternatif pada kriteria pembiayaan penyediaan angkutan umum valid karena indeks konsistensi < 0,1. Pada diagram batang di atas, alternatif moda transportasi kereta api memiliki nilai yang lebih besar, yaitu 0,722 pada saat sebelum normalisasai dan 1,000 setelah normalisasi. Hal tersebut karena dalam pembiayaan penyediaan transportasi lebih mudah jika dibandingkan dengan pembiayaan penyediaan transportasi MRT, karena melibatkan BUMN yang terkait dalam penyediaannya, yaitu PT KAI dan kerjasama antar Pemerintah Daerah, baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi. Tidak seperti MRT, yang merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat dan pemerintah Provinsi, serta sumber pembiayaannya pun berasal dari pinjaman luar negeri karena tidak ada pihak swasta yang mau mengivestasikan dananya sebab transportasi MRT merupakan moda transportasi dengan BEP (Break Even Poin) yang lama. 4.5.2 Aspek Efektivitas dan Efisiensi (Tinjauan Kebijakan SISTRANAS 2005) Berdasarkan hasil perhitungan bobot alternatif kriteria aspek efektivitas dan efisiensi yang dihitung dengan Microsoft Excel 2010 dan Expert Choice 11, maka diperoleh hasil seperti tabel IV-4 untuk pembobotan matriks pendapat dari masing-masing alternatif pada kriteria aspek efektivitas dan efisiensi. Hasilnya seperti gambar 4.5 untuk pembobotan alternatif pada kriteria sebelum normalisasi dan 4.6 untuk pembobotan alternatif pada kriteria setelah normalisasi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel IV-4, gambar 4.5 dan gambar 4.6 berikut ini.

Tabel IV-3 Matriks Alternatif Dengan Kriteria Aspek Efektivitas dan Efisiensi di Kota Bandung

Aspek Efektivitas & Efisiensi Bus MRT KA

Bus 1.000 0.137 0.523

MRT 7.319 1.000 0.158

KA 1.913 6.316 1.000

Sumber: Hasil Output Analisis Microsoft Excel 2010

Teknik Evaluasi Perencanaan

20

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.5 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Sebelum Normalisasi

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.5 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Setelah Normalisasi

Dari gambar di atas, baik pembobotan alternatif pada kriteria sebelum maupun setelah normalisasi, memiliki nilai inconsistency sebesar 0,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhitungan pembobotan alternatif pada kriteria aspek efektivitas dan efisiensi valid karena indeks konsistensi < 0,1. Pada diagram batang di atas, alternatif moda transportasi MRT memiliki nilai yang lebih besar, yaitu 0,769 pada saat sebelum normalisasai dan 1,000 setelah normalisasi. Hal tersebut karena moda transportasi MRT sebagian besar berhasil diterapkan di kota-kota di dunia, seperti Bogota, Tokyo, Singapura, dan London sehingga MRT merupakan salah satu moda alternatif untuk mengatasi kemacetan. MRT juga dipilih oleh hampir seluruh choice users yang berada di Jepang karena ke-efektivan dan ke-efisienannya. Berbeda dengan bus kota, yang dalam hal ini Trans Metro Bandung yang masih belum bisa mengatasi kemacetan di Kota Bandung. 4.5.3 Aspek Sosial Budaya Berdasarkan hasil perhitungan bobot alternatif kriteria aspek sosial budaya yang dihitung dengan Microsoft Excel 2010 dan Expert Choice 11, maka diperoleh hasil seperti tabel IV-5 untuk pembobotan matriks pendapat dari

Teknik Evaluasi Perencanaan

21

masing-masing alternatif pada kriteria aspek sosial budaya. Hasilnya seperti gambar 4.7 untuk pembobotan alternatif pada kriteria sebelum normalisasi dan 4.8 untuk pembobotan alternatif pada kriteria setelah normalisasi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel IV-5, gambar 4.7 dan gambar 4.8 berikut ini.
Tabel IV-3 Matriks Alternatif Dengan Kriteria Aspek Sosial Budaya di Kota Bandung

Aspek Sosbud Bus MRT KA

Bus 1.000 0.168 0.215

MRT 5.944 1.000 0.215

KA 4.642 4.642 1.000

Sumber: Hasil Output Analisis Microsoft Excel 2010

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.7 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Sebelum Normalisasi

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.8 Pembobotan Alternatif Pada kriteria Setelah Normalisasi

Dari gambar di atas, baik pembobotan alternatif pada kriteria sebelum maupun setelah normalisasi, memiliki nilai inconsistency sebesar 0,18. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhitungan pembobotan alternatif pada kriteria aspek efektivitas dan efisiensi valid karena indeks konsistensi < 0,1. Pada diagram batang di atas, alternatif moda transportasi MRT memiliki nilai yang lebih besar, yaitu 0,694 pada saat sebelum normalisasai dan 1,000 setelah normalisasi. Hal tersebut dikarenakan MRT dianggap tidak akan mengganggu transportasi umum lain, seperti angkot dan taksi. Akan tetapi,
Teknik Evaluasi Perencanaan 22

angkutan umum lain selain MRT bisa menjadi sebagai angkutan pengumpan untuk menuju ke shelter MRT. Selain itu pula, jalur MRT yang bisa berada di bawah tanah ataupun di atas jalan yang menyebabkan tidak akan mengganggu jalur kendaraan angkutan umum lain. Selain itu pula, MRT bisa dicirikan sebagai sebuah moda transportasi modern yang merupakan kendaraan umum bagi masyarakat modern sehingga dari sisi aspek budaya, MRT merupakan salah satu kendaraan umum yang harus diperhitungkan. Berbeda dengan bus kota yang terkadang memiliki konflik dengan kendaraan umum lainnya dan dari sisi budaya bus kota dicirikan sebagai kendaraan untuk kalangan menengah ke bawah. 4.6 Prioritas Moda Transportasi Publik Setelah melakukan analisis berdasarkan kriteria yang menjadi pertimbangan,

maka kini dapat dilakukan analisis prioritas pemilihan moda transportasi publik secara umum.

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.9 Prioritas Pemilihan Moda Transportasi Umum di Kota Bandung

Sumber: Hasil Output Analisis Expert Choice 11 Gambar 4.10 Grafik Prioritas Pemilihan Moda Transportasi Umum di Kota Bandung

Teknik Evaluasi Perencanaan

23

Kedua gambar di atas merupakan gabungan dari pembobotan yang dilakukan per aspek pada subbab sebelumnya. Gambar tersebut menunjukkan prioritas pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung berdasarkan kriteria aspek pembiayaan penyediaan angkutan umum, aspek efektivitas dan efisiensi dan aspek sosial budaya. Hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 11 menunjukkan bahwa prioritas pemilihan moda angkutan umum di Kota Bandung adalah MRT yaitu sebesar 54.7%, Kereta Api sebesar 34.3% dan bus 10.9%.

4.7

Analisis Hasil AHP Output perhitungan AHP

menunjukkan

prioritas

pemilihan

moda

transportasi umum terbesar yaitu MRT. Hal tersebut karena moda transportasi MRT sebagian besar berhasil diterapkan di kota-kota di dunia, seperti Bogota, Tokyo, Singapura, dan London sehingga MRT merupakan salah satu moda alternatif untuk mengatasi kemacetan. MRT juga dipilih oleh hampir seluruh choice users yang berada di Jepang karena ke-efektivan dan ke-efisienannya. Selain itu pula, dari segi sosial budaya, MRT dianggap tidak akan mengganggu transportasi umum lain, seperti angkot dan taksi. Akan tetapi, angkutan umum lain selain MRT bisa menjadi sebagai angkutan pengumpan untuk menuju ke shelter MRT. Selain itu pula, jalur MRT yang bisa berada di bawah tanah ataupun di atas jalan yang menyebabkan tidak akan mengganggu jalur kendaraan angkutan umum lain. Selain itu pula, MRT bisa dicirikan sebagai sebuah moda transportasi modern yang merupakan kendaraan umum bagi masyarakat modern sehingga dari sisi aspek budaya, MRT merupakan salah satu kendaraan umum yang harus diperhitungkan. MRT juga merupakan salah satu alternatif solusi dari berbagai rencana yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung sesuai dengan RPJPD Kota Bandung tahun 2005-2025. MRT yang direncanakan akan dibangun di Kota Bandung adalah monorail. Monorail adalah suatu rangkaian kereta ringan untuk angkutan barang atau penumpang yang bergerak di atas jalur sebuah rel tunggal, umumnya berupa rel layang, tetapi bisa juga berupa rel di atas permukaan tanah, di bawah level permukaan tanah atau di dalam terowongan. Pembangunan monorail ini akan melewati ring utara (Cihampelas Pajajaran - ROW KA Merdeka Juanda - St. Agung Teknik Evaluasi Perencanaan 24

Wiratayuda barat - Dipati Ukur) dan ring selatan (ROW A Merdeka Lembong Tamblong - Lengkong Besar Pungkur - Astana Anyar - Gardu Jati). Akan tetapi, dalam pembiayaan penyediaan angkutan umum MRT ini termasuk mahal dan susah, karena rata-rata pemerintah daerah tidak mampu membiayai proyek MRT ini sehingga harus ada kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta dalam penyediaan angkutan umum MRT ini.

Teknik Evaluasi Perencanaan

25

BAB V KESIMPULAN

5.1

Kesimpulan Berdasarkan pemaparan materi sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal,

diantaranya: 1. Pemilihan kriteria menjadi dasar pertimbangan pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung adalah aspek pembiayaan penyediaan angkutan umum (aspek ekonomi), aspek efektivitas dan efisiensi yang mengacu pada kebijakan SISTRANAS tahun 2005 (Kenyamanan, Keselamatan, Teratur, Lancar
dan Cepat serta Kapasitas), dan aspek sosial dan budaya.

2. Efektivitas

dan

efisiensi

menjadi

aspek

paling

penting

dalam

mempertimbangkan prioritas pemilihan moda transportasi umum di Kota Bandung. Efektivitas dan efisiensi disini menyangkut
kenyamanan,

keselamatan, teratur, lancar dan cepat serta kapasitas.

3. Moda transportasi umum yang menjadi prioritas dalam pemilihan transportasi umum di Kota Bandung adalah MRT. Angkutan umum ini unggul dalam aspek efektivitas dan efisiensi serta aspek sosial dan budaya. Sedangkan dalam aspek pembiayaan penyediaannya, kereta api menjadi prioritas alternatif yang paling unggul. 4. Bus merupakan moda transportasi yang kurang menjadi prioritas dalam pemilihan moda transportasi di Kota Bandung. Karena bus merupakan angkutan umum yang kurang dalam aspek efektivitas dan efisiensi serta terkadang sering menjadi pemicu konflik antar angkutan umum lainnya. 5.2 Kelemahan Studi Paper ini tentu tidak luput dari kekurangan, yaitu penentuan expert tidak

benar-benar nyata sehingga validitas data masih diragukan, moda transportasi umum yang dijadikan alternatif hanya tiga buah dan tidak meliputi berbagai macam moda transportasi lain yang ada dan pemilihan kriteria berdasarkan subjektivitas penulis dan perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.

Teknik Evaluasi Perencanaan

26

Daftar Pustaka BAPPEDA Kota Bandung. 2013. Revisi RTRW Kota Bandung 2010-2030. Bandung BPS Kota Bandung. 2011. Data Jumlah Penduduk Kota Bandung Tahun 2011. http://bandungkota.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=62:penduduk2011&catid=34:penduduk&Itemid=11 (tanggal akses 6 Juli 2013) Ganeca Pos. 2013. Kemacetan Kota Bandung. http://ganecapos.com/kemacetankota-bandung/ (tanggal akses 6 Juli 2013) Irawati, Ira. Dkk. 2012. Solusi Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Bandung Berdasarkan Pendapat Pakar. http://lib.itenas.ac.id/kti/wpcontent/uploads/2013/03/solusi-transportasi_ira23.pdf (tanggal akses 6 Juli 2013) Mangunsong, Adrian. Dkk. 2010. Penentuan Prioritas Moda Transportasi Mudik Mahasiswa Melalui Metode AHP (Analytical Hierarchical Process). http://www.scribd.com/doc/51168568/Laporan-Tekev-AHP-ModaTransportasi-Mudik#download (tanggal akses 6 Juli 2013) Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 tahun 2005

Teknik Evaluasi Perencanaan

27

Anda mungkin juga menyukai