Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SYOK KARDIOGENIK

A. DEFINISI Syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena disfungsi ventrikel kanan atau kiri, atau kedua-duanya. Kurangnya keadekuatan dari fungsi pemompaan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan kegagalan sirkulasi. Ini terjadi kira-kira sekitar 6-10% pada pasien dengan infark miokard akut, dan ini merupakan penyebab utama kematian dengan MI ini. Rata-rata kematian pada syok kardiogenik ini telah dikurangi dengan terapi revaskularisasi awal sekitar 50-60%. Syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan perfusi

jaringan tidak cukup untuk mendistribusi bahan-bahan makanan dan pengambilan sisasisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok disebabkan oleh tidak adekuatnya perfusi jaringn akibat dari kerusakan fungsi ventrikel ini.Syok Kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, berasal akibat gangguan fungsi pompa jantung. Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat. Klasifikasi syok dibagi dalam 3 tahap, yaitu : 1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.

2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ. 3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.

B. ETIOLOGI Syok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary, masalah struktural dam disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard akut yang menyebabkn kehilangan 40% atau lebih fungsi miokardium. Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu infark miokard besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kuulatif sebagai akibat dari beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien dengan

disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada sistem kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika mereka mengganggu aliran darah ke jantung.

Faktor etiologi pada kasus syok kardiogenik: 1. Iskemia ventrikuler primary Infark miokard akut Kardiopulmonari arrest Operasi jantung terbuka

2. Masalah struktural Ruptur septal Ruptur otot papilaris Free wall rupture Aneurisma ventrikel Kardiomiopati Kongestif Hipertropik Terbatas Tumor intrakardiak Emboli paru Trombus atrium Disfungsi valvuvar Miokard akut Tamponade kardiak Miokard memar

3. Disritmia Bradidisritmia Takidisritmia

Faktor predisposisi : Dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor-faktor predisposisi timbulnya syok

kardiogenik yaitu :

1. Umur yang relatif lebih tua pada syok kardiogenik : umumnya lebih dari 60 tahun 2. Telah terjadi payah jantung sebelumnya 3. Adanya infark lama dan baru 4. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok 5. IMA yang meluas secara progresif 6. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral, disenergi ventrikel 7. Gangguan irama dan nyeri hebat 8. Faktor ekstramiokardial : obat-obatan penyebab hipotensi atau hipovolemia

C. PATOFISIOLOGI Syok kardiogenik merupakan akibat dari terganggunya kemampuan ventrikel untuk memompa darah keseluruh tubuh, dimana menyebabkan penurunan di SV dan peningkatan didalam darah ventrikel kiri dan berakhir pada systol. Penurunan di SV mengakibatkan penurunan pada CO, yang mana menyebabkan penurunan suplai oksigen seluler dan ketidakefektifan perfusi jaringan. Biasanya, kinerja miokard menurun sebagai kompensasi vasokonstriksi yang meningkatkan miokardial afterload dan tekanan darah rendah sehingga memperburuk MI.

D. MANIFESTASI KLINIS Timbulnya kardiogenik syok dalam hubungannya dengan IMA dapat dikategorikan dalam : 1.Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4 6 jam setelah infark akibat gangguan miokard masih atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri 2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang 3. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesaknafas akut.

Keluhan nyeri dada pada infark miokard akut biasanya di daerah substernal, rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut.Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih dari jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.

Manifestasi lain syok kardiogenik yang ditandai sebagai berikut : Tekanan darah sistol <90 mmHg Laju jantung >100x/menit Denyut nadi lemah Bunyi jantung berkurang Perubahan sensorium Kulit dingin, pucat, lembab Urine output <30 ml/jam Nyeri dada Disritmia Takipneu Krakles Penurunan curah jantung Index cardiac <2.2 L/min/m2 Peningkatan tekanan arteri pulmonari Peningkatan tekanan atrial kanan Peningkatan resisten vaskuler sistemik

E. PENGKAJIAN DAN DIAGNOSIS Beberapa variasi manifestasi klinis terjadi pada pasien syok kardiogenik, tergantung pada faktor etiologi, riwayat kesehatan dahulu, dan tingkat keparahan status syok.Beberapa manifestasi klinis disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa, dimana semua berhubungan dengan respons syok. Inisial manifestasi klinis berhubungan dengan penurunan CO. Tanda dan gejala termasuk SBP kurang dari 90 mmHg, penurunan sensorium, kulit dingin, pucat dan lembab, dan UO kurang dari 30 ml/jam. Pasien juga mengeluh nyeri dada. Takikardi uncul sebagai kompensasi penurunan CO. Denyut nadi lemah, dan adanya bunyi jantung yang melemah berarti S1 dan S2 berkurang sebagai akibat dari penurunan kontraktilita. Irama nafas meningkat untuk meningkatkan oksigenasi. Nilai ABG mengindikasikan pernafasan alkalosis yang dibuktikan oleh penurunan PaCo2. Ditemukannya urinalisis menunjukkan penurunan natrium urin dan peningkatan osmalality urin dan gravitasi spesifik sebagai ginjal mulai

mengheat natrium dan air. Pasien juga mungkin mengalami disritmia, tergantung pada masalah yang mendasari. Karena ventrikel kiri yang gagal, pada auskultasi paru mungkin terdengar bunyi krakles dan ronchi, ini mengindikasikan berkembangnya edema paru. Hipoksemia terjadi dengan dibuktikannya dari kegagalan PaO2 dan SaO2 sebagaimana diukur oleh nilai ABG. Bunyi jantung mungkin memperlihatkan S3 dan S4. Pembesaran vena jugularis tampak jelas karena kegagalan sisi kanan. Pengkajian parameter hemodinamik pada seorang pasien syok kardiogenik memperlihatkan penurunan CO dengan CI kurang dari 2.2 L/min/m2 adanya peningkatan PAOP lebih dari 15-18 mmHg. Peningkatan pengisian tekanan perlu untuk menyingkirkan hypovolemia sebagai akibat kegagalan sirkulasi. Peningkatan PAOP mencerminkan peningkatan ventrikel kiri tekanan akhir diastolik (LVEDP) dan volume akhir diastolik (LVEDV) yang dihasilkan dari penurunan SV. Dengan kegagalan ventrikel kanan, RAP juga akan meningkat. Kompensasi vasokonstriksi menghasilkan peningkatan SAVR tersebut. Echocardiography menegakkan diagnosis syok kardiogenik dan menjadi penyebab lain dari kegagalan sirkulasi. Karena kegagalan mekanisme kompensasi dan ketidakefktifan perkembangan perfusi, berbagai manifestasi klinis lain muncul.Iskemia miokard berkembang sebagaimana dibuktikan dengan peningkatan yang terus-menerus di HR, disritmia dan nyeri dada. Fungsi paru yang memburuk menyebabkan gangguan pernafasan, Nilai ABG selama fase ini menyatakan asidosis metabolik dan pernapasan serta hipoksemia seperti ditunjukkan dengan PaCO2 tinggi, HCO3 rendah dan PAO2 rendah. Gagal ginjal terjadi sebagai akibat dari perkembangan anuria dan peningkatan BUN serta tingkat kreatinin serum. Hipoperfusi serebral ditandai oleh penurunan LOC.

F. MANAJEMEN PENGOBATAN Pengobatan pasien syok kardiogenik membutuhkan pendekatan yang agresif. Tujuan utama terapi ini adalah untuk mengobati penyebab yang mendasarinya, peningkatan efektivitaspompa, dan memperbaiki perfusi jaringan. Pendekatan ini mencakup identifikasi faktor-faktor etiologi dari kegagalan pompa dan pemberian agen farmakologis untuk meningkatkan curah jantung. Agen inotropik yang digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas dan mempertahankan keadekuatan tekanan darah dan perfusi jaringan. Diuretik digunakan untuk pengurangan preload. Apabila tekanan darah telah distabilkan, agen vasodilatasi digunakan untuk preload dan pengurangan afterload. Agen Antidisritmia

seharusnya seharusnya digunakan untuk menekan/mengontrol disritmia yang dapat mempengaruhi curah jantung. Intubasi dan mekanisme ventilasi mungkin diperlukan untuk mendukung oksigenasi. Pompa balon intraaortik (IABP) adalah langkah sementara untuk mengurangi beban kerja miokard oleh peningkatan pasokan miokardial dan penurunan permintaan miokard.Ini akan berhasil dengan peningkatan perfusi arteri koroner dan mengurangi afterload ventrikel kiri. Setelah penyebab kegagalan pompa telah diidentifikasi, tindakan harus diambil untuk memperbaiki masalah ini jika memungkinkan. Jika masalah tersebut berkaitan dengan infark miokard akut, revaskularisasi dini dengan angioplasti koroner atau dengan pembedahan koroner arteri angioplasti memberikan manfaat kelangsungan hidup yang lebih signifikan. Agen trombolotik dapat digunakan pada pasien. Terapi untuk mengurangi miokard harus mencakup pembatasan aktivitas, analgesik, dan obat penenang. Ketika terapi konvensional gagal, oksigenasi membran eksteacorporeal (ECMO) dapat digunakan untuk mendukung pasien syok kardiogenik akut. Sirkulasi mekanik ini membantu mempertahankan perfusi organ yang efektif, memungkinkan waktu untuk ventrikel pasien membaik atau untuk dilakukannya transplantasi jantung.

G. MANAJEMEN KEPERAWATAN Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama perawat di area keperawatan kritis. Tindakan pencegahan termasuk mengidentifikasi pasien pada risiko dan pengkajian serta manajemen status kardiopulmuner pasien. Pasien dalam syok kardiogenik mungkin memiliki sejumlah diagnosis keperawatan, tergantung pada perkembangan penyakit. Prioritas keperawatan diarahkan terhadap : 1. Membatasi permintaan oksigen miokard 2. Peningkatan pasokan oksigen miokard 3. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosional 4. Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi : Pemberian analgesik, sedatif, dan agen untuk mengontrol afterload dan disritmia Posisi pasien untuk kenyamanan Membatasi aktivitas Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman

Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan Memberikan pemahaman terhadap pasien tentang kondisinya Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup pemberian oksigen tambahan, pemantauan status pernafasan pasien dan memberikan obat yang diresepkan. Manajemen keperawatan yang efektif dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang tepat dan pengelolaan SDM , preload, afterload dan kontraktilitas. Hali ini dapat dicapai melalui pengukuran akurat dari variabel hemodinamik dan pengontrolan administrasi cairan serta inotropik dan agen vasoaktif. Hasil penilaian dan pengelolaan fungsi pernafasan juga penting untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat. Pasien yang memerlukan terapi IABP perlu sering diawasi untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi meliputi pembentukan emboli, infeksi, pecahnya

aorta,trombositopenia, penempatan balllon tidak tepat, perdarahan, waktu tidak benar dari ballon, pecahnya ballon, dan kompromi sirkulasi dari ujung cannulated.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktiliti 2. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan peningkatan metabolisme kurangnya nutrisi exogenous

NANDA Penurunan jantung berhubungan dengan perubahan Keadaan darah

NOC curah Keefektifan jantung Indikator: Tekanan darah,

NIC pompa Perawatan Cardiac Aktivitas : Evaluasi nyeri dada (ex : intensitas, lokasi, penjalaran, durasi, dan faktor penyebab

kontraktiliti Definisi: pompa

hasil yang diharapkan

Kecepatan jantung dan faktor yang mengurangi

oleh yang diharapkan nyeri jantung yang tidak Index jantung yang Melakukan penilaian yang adekuat untuk diharapkan komprehensive terhadap mencapai kebutuhan Fraksi ejeksi yang sirkulasi periferal (ex: periksa metabolisme tubuh tekanan periferal, edema, diharapkan Batasan Aktivitas toleransi kapiler refill, warna, dan temperatur ekstremitas)

yang diharapkan Nadi

Karakteristik : 1. Perubahan kecepatan jantung/ irama Aritmia Bradikardi Perubahan EKG Palpitasi Takikardi

perifer kuat Ukuran normal Warna kulit

Dokumentasikan

adanya

jantung kardiak distrimia Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung

Monitor frekuensi tanda vital Distensi vena leher Monitor status kardiovaskuler tidak ada Disaritmia tidak ada Bunyi jantung Monitor termasuk distrimia gangguan kardiak, kedua

abnormal tidak ada 2. Perubahan preload Edema Angina tidak ada Edema

irama dan konduksi Monitor status respirasi untuk

Penurunan tekanan tidak ada vena central Edema

gejala gagal jantung peripheral Monitor abdomen untuk adanya indikasi penurunan perfusi pulmonal Monitor keseimbangan cairan (ex: intake/output dan berat badan setiap hari) Monitor pacemaker yang

Penurunan tekanan tidak ada arteri paru

Diaporesis sedalamdalamnya tidak ada Kelemahan ekstrim tidak ada yang

Kelemahan Peningkatan tekanan vena central Peningkatan tekanan arteri paru Distensi jugularis Murmur Peningkatan BB 3. Perubahan afterload Kulit berkeringat Dispnea Penurunan perifer

berfungsi, jika diperlukan

Mengenali adanya perubahan tekanan darah Mengenali efek psikologis yang menekankan kondisi darah Evaluasi respon pasien pada yang ektopi atau distrimia Menyediakan terapi antiaritmia darah berdasarkan unit kebijaksanaan yang (obat antiaritmia, kardioversion/defibrilasi), jika

Status Sirkulasi vena Indikator : Tekanan sistolik diharapkan Tekanan diastolik diharapkan

Tekanan nadi yang diperlukan Monitor respon pasien terhadap nadi diharapkan Rata-rata tekanan pengobatan antiaritmia

Instruksikan pasien dan Penurunan resistensi darah yang diharapkan pembuluh darah Tekanan vena central keluarga pada pembatasan

pulmonal Penurunan tahanan tekanan sistemik resistensi

yang diharapkan Tekanan pulmonal

aktivitas dan progresi Atur periode latihan dan

darah paru yang diharapkan

istirahat untuk menghindari

Hipotensi ortostatik kelelahan Peningkatan tidak ada pembuluh Monitor toleransi aktivitas klien

Kecepatan jantung yang diharapkan Bunyi jantung

darah pulmonal Peningkatan tahanan tekanan sistemik Oliguria

darah abnormal tidak ada Angina tidak ada Gas darah yang

Pengisian kembali diharapkan dari perifer Perubahan kulit Hasil tekanan berbeda-beda pembacaan Arteri-vena oksigen warna berbeda dengan yang diharapkan Bunyi nafas

darah adventitious tidak ada ventrikel kiri Penurunan volume gerak Penurunan jantung Ortopnea index Dispnea paroksismal index index S3 atau S4 (bunyi jantung) nocturnal index index

4.

Perubahan kontraktilitas

Ronki basah Batuk Fraksi ejeksi < 40% Penurunan

beban kerja ventrikel kiri Penurunan volume gerak Penurunan jantung Ortopnea 5.

Tingkah

laku/

Dispnea nocturnal emosional paroksismal Kegelisahan Keresahan Edema

S3 atau S4 (bunyi jantung)

perifer tidak ada laku/ Asites tidak ada Status kognitif yang diharapkan Kelemahan ekstrim tidak ada

5.

Tingkah

emosional Kegelisahan Keresahan

Ketidakseimbangan

Status nutrisi :

Manajemen nutrisi Aktivitas : Menanyakan jika pasien memiliki alergi makanan apapun Memastikan preferensi makanan pasien Menentukan, bekerjasama dengan diet sebagai jumlah kalori yang tepat, dan jenis gizi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan gizi Mendorong asupan kalori yang tepat bagi tubuh jenis dan gaya hidup Mendorong peningkatan asupan protein, besi, dan vitamin C, yang sesuai. Menawarkan makanan ringan (mis.; sering minuman, jus buah-buahan/buah segar) yang

nutrisi Kurang dari Indikator: kebutuhan berhubungan tubuh Intake nutrisi Intake makan dan Energi

dengan peningkatan minum metabolisme Definisi : Keadaan Massa tubuh individu yang Berat badan mengalami Tindakan biokimia kekurangan asupan Asupan makanan nutrisi untuk melalui oral memenuhi Status nutrisi: intake kebutuhan makanan dan cairan metabolic Indikator : Batasan Asupan makanan karakteristik : melalui selang Kram abdomen Asupan cairan Nyeri abdomen melalui oral Keengganan untuk Asupan cairan makan Asupan total BB kurang dari 20% parenteral nutrisi

atau lebih di bawah ideal


sesuai Memberikan makanan ringan, bubur, dan hambar, yang sesuai Menyediakan pengganti gula, yang sesuai Memastikan bahwa diet termasuk makanan tinggi serat untuk mencegah sembelit Menawarkan bumbu dan rempah-rempah sebagai alternatif garam Menyediakan pasien dengan protein tinggi, kalori tinggi, bergizi jari makanan dan minuman yang dapat mudah dikonsumsi, yang sesuai Menyediakan makanan pilihan Menyesuaikan diet untuk gaya hidup pasien yang sesuai Pasien mengajarkan cara untuk menjaga buku harian makanan, yang diperlukan Memantau rekaman asupan gizi konten dan kalori Menimbang pasien interval waktu yang tepat Mendorong pasien untuk memakai gigi palsu benar dipasang dan/atau mendapatkan perawatan gigi Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan gizi

Kapiler rapuh Diarrhea Rambut rontok Bising usus hiperaktif Kurangnya makanan Kurang informasi Kurang minat pada makanan

Kehilangan berat badan dengan intake yang adekuat

Miskonsepsi Misinformasi Luka membrane mukosa

Merasakan tidak mampu menelan makanan

Kehilangan tonus otot

Melaporkan perubahan sensasi rasa

Melaporkan intake makanan kurang dari RDA

Merasa segera kenyang setelah memasukan makanan

Luka rongga mulut Steatorhea

Kelemahan otot menelan atau mengunyah

dan bagaimana untuk bertemu dengan mereka Mendorong safe makanan persiapan dan pelestarian teknik Menentukan presentase pasien kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi Membantu pasien menerima bantuan dari program gizi masyarakat yang sesuai, yang diperlukan

Kanulasi Vena Sentral


INDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL 1. Untuk menginfus cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena perifer. 2. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi parenteral atau kemoterapi. 3. Penderita syok. 4. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi resusitasi. 5. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti pada hipovolemia, ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada orang gemuk atau tranfusi cairan dibutuhkan secara cepat. 6. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena perifer telah digunakan atau rusak. 7. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure) 8. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis. KONTRAINDIKASI KATETERISASI VENA SENTRAL

Kanulasi vena sentral harus dipertimbangkan pemasangannya pada penderita dengan gangguan pada faal pembekuan darah. Dapat terjadi hema- tom yang berbahaya pada pemasangan melalui vena subclavia dan jugularis, terutama bila mengenai pembuluh arteri. 2. Bila daerah pemasangan ada infeksi atau tanda-tanda radang harus dicari tempat lain yang lebih baik. 3. Kelainan anatomi dan taruma thoraks bagian atas misalnya fraktur clavicula, meningkatkan resiko via clavicula. 4. Penyakit paru yang kritis (COPD, asma) yang akan meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks pada pendekatan subclavia. 5. Penderita yang sementara di heparinisasi. 6. Trombosis da koagulopati 7. Penderita menolak atau tidak koperatif 8. Operator yang tidak berpengalaman yang tidak diawasi supervisor Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kateterisasi ke vena sentral. 1. Sebaiknya pemasangan kateterisasi vena sentral dilakukan diruang tindakan yang steril (bila ada) dan tidak dilakukan dilakukan di tengah bang- sal ruang perawatan untuk menghindari kontaminasi dan saling mengganggu dengan pasien lain 2. Buat informed konsen dan persetujuan keluarga. 3. Bila penderita masih sadar, sebelum pemasangan sebaiknya penderita diberitahukan terlebih dahulu maksud dan tujuan serta prosedur kate- terisasi vena sentral tersebut. 4. Kateterisasi vena sentral harus dilakukan se-asepsis mungkin mirip dengan prosedur pembedahan. 5. Waspadalah akan masuknya udara, walaupun pasien dalam keadaan headdown. 6. Selalu memikirkan dimana ujung jarum berada. 7. Darah harus dapat diaspirasi dengan mudah dari kateter intravena sebelum cairan infus atau obat dimasukkan. Bila tidak dapat diaspirasi de- ngan mudah berarti terjadi kesalahan penempatan sampai dibuktikan sebaliknya. 8. Jangan menarik kembali kateter yang telah/masih ada di dalam jarum logam (misal venocath) karena bahaya terpotongnya kateter oleh ujung jarum. Bila sampai terpotong maka pengambilannya hanya bisa dilakukan dengan cara pembedahan. 9. Kanulasi vena sentral dapat memakai kateter panjang untuk pemakaian jangka lama atau dengan kateter vena yang pendek misalnya abbocath ukuran besar untuk sementara pada keadaan darurat. Bila vena sudah terisi cairan dapat dilanjutkan dengan kanulasi vena perifer. 10. Dipasaran telah tersedia kateter intra vena dengan berbagai ukuran, diameter dan panjang yang bervariasi baik dengan single lumen atau multi lumen. Pilihlah
1.

yang sesuai dengan kebutuhan. Sesuaikan dengan lokasi pemasangan, lama pemasangan, indikasi pemasangan dan kemampuan ekonomi pasien. TEMPAT KATETERISASI VENA SENTRAL Kanulasi vena sentral dapat dipasang melalui beberapa tempat, masing-masing letak mempunyai keuntungan-keuntungan dan kerugian-keru- gian tersendiri. Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui : 1. Vena subclavia (pendekatan infraclavicular dan supraclavicular) . 2. Vena jugularis, pada vena jugularis interna (VJI) dan eksterna (VJE). 3. Vena femoralis 4. Vena antecubital, pada vena basilica atau cephalica. 5. Vena umbilikalis, pada bayi baru lahir. Akan tetapi tempat yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subclavia (pendekatan infraclavicular), vena jugularis interna, vena antecubital dan vena femoralis. KATETERISASI VENA SUBCLAVIA Anatomi Vena subclavia adalah kelanjutan dari vena axillaris. Dimulai pada tepi lateral kosta I, terus melintas diatas costa dan berakhir saat bergabung dengan vena jugularis interna di medial ujung klavicula. Ini mempunyai beberapa hubungan penting. Arteri subclavia biasanya terletak di posterior dan superior (yakni chepalad) dari vena dan dipisahkan oleh m. scalenus anterior pada tempat insersi otot ini ke kosta I. Arteri dan vena keduanya membentuk sulcus pada permukaan atas kosta. Pleksus brakhialis terletak di posterior arteri dan dengan demikian terletak di posterior vena dengan jarak yang lebih dekat. Nervus phrenikus melintas di anterior dan dapat melintas di bagian medial costa I. Nervus vagus juga berjalan di bagian anterior subclavia tetapi agak sedikit di medial nervus phrenikus. Nervus laryngeus recurren adalah cabang dari n. vegus. Cabang kanan terpisah dari vagus setinggi arteri subclavia dan memutar di belakang arteri dan naik ke atas sehingga berdekatan dengan trachea. Cabang kiri terpisah dari vagus setinggi arkus aorta, dan memutar di belakang arkus, naik pada fissura antara oesophagus dan trakea. Saraf-saraf tersebut juga jaraknya dekat dengan vena. Pleura dapat meluas hingga 1 inci diatas bagian medial clavicula dan mencapai setinggi collum costa I dimana lebih tinggi dibanding dengan artikulasio sternoclavikularis. Vena dengan demikian berada di sebelah anterior pleura tetapi pleura meluas pada ke dua arah atas dan bawah dari vena.

Teknik Kateterisasi Vena Subclavia Persiapan peralatan : 1. Disinfektan (betadine,alkohol) 2. Handscoen, masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk 3. Spoit 5 ml 2 buah,jarum ukuran 25-gauge. 4. Kateter dan dilator 5. IV tubing dan flush (Infus set, triway dan Nacl 500 ml) 6. Jarum insersi 18-gauge (panjang 5 cm)

7.

0,035 j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,0

Posisi Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) 10-150hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien. Bila ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua bahu.

Prosedur 1. Cek semua peralatan sebelum mulai. 2. Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati. 3. Palpasi fossa subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis. Bila jari ditempatkan secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara clavicula dan costa II. Gerakkan jari ke arah medial menuju incisura sternalis dan jari akan terhambat pada ujung medial clavicula. Ini adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju permukaan inferior clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena subcalvia. 4. Letakkan jari telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah pertemuan antara clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum 25gauge 2 cm lateral ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula atau tepat di lateral dari insersi m. subclavia costa I. 5. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18gauge yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah clavikula. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18gauge yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan 0,5 cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang incisura sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
1.

pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah clavikula. 2. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm tarik pelan-pelan sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila masih belum berhasil pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum dilakukan untuk melihat adanya pneumothoraks 3. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula atau jarum seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap 4. Susupkan kawat, pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat 5. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu sebaiknya ujung kateter tidak dibiarkan terbuka. 6. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan lancar. 7. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks.

Keuntungan kateterisasi Vena Subclavia 1. Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena posisi kateter dapat difikasasi dengan baik sehingga tidak mudah bergerak dan tidak meng- ganggu pergerakan pasien. 2. Vena subclavia hampir selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap. 3. Relatif kurang infeksi dibanding pemasangan di tempat lain. 4. Kateter mudah masuk ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah pada orang yang obes.. Kelemahan Kateterisasi Vena Subclavia 1. Umumnya dilakukan dengan teknik buta sehingga mudah merusak stuktur di dalam yang tidak terlihat. 2. Pleura, arteri, nervus phrenicus bahkan trakea mudah terjangkau oleh jarum yang salah masuk sehingga relatif lebih banyak komplikasi pneumothoraks dibanding teknik lainnya. 3. Bila terjadi komplikasi perdarahan relatif susah untuk ditangani.

Komplikasi kateterisasi vena subclavia 1. Hematom 2. Cellulitis 3. Trombosis 4. Plebitis 5. Cedera pada saraf 6. Penusukan pada arteri 7. Pneumothoraks 8. Hemopneumothoraks 9. Penusukan saraf 10. Fistel arteri-vena 11. Neuropati perifer 12. Kateter terputus/tertinggal di dalam 13. Teknik monitor tidak tepat 14. Posisi kateter tidak tepat

Anda mungkin juga menyukai