Anda di halaman 1dari 32

Presentasi Kasus Pediatri Sosial

ANAK LAKI-LAKI USIA 2 TAHUN 3 BULAN DENGAN SPEECH DELAYED DEVELOMPMENT

Oleh : Dwi Prasetyo Nugroho Syamsudduha G99112057/G-18-13 G99112026/G-23-13

Pembimbing: dr. Hari Wahyu Nugroho, Sp.An, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2013

BAB I STATUS PENDERITA I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Agama Nama Ayah Pekerjaan Ayah Nama Ibu Pekerjaan Ibu Alamat Tanggal Pemeriksaan II. ANAMNESIS Alloanamnesis diperoleh dari orangtua pasien pada tanggal 16 Juli 2013. A. Keluhan Utama Belum bisa berbicara seperti anak seusianya. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari bagian THT yang akan menjalani tes BERA. Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan emoh, pa dan ma dan hanya bisa menangis jika menginginkan sesuatu.Sedangkan menurut ibu pasien teman seusianya sudah bisa berbicara banyak kata dan bisa menyatakan keinginannya tanpa menangis. Ibu pasien merasa anak tersebut : An. R : 2 tahun 3 bulan : Laki-laki : Islam : Bp. M : Swasta : Ny. S : Ibu Rumah Tangga : Sukoharjo : 16-7-2013

selama ini selalu sehat, tidak pernah sakit. Juga suka bermain dengan teman temannya, aktif bergerak. Tetapi hanya bicara nya yang agak tertinggal. Di keluargapun tidak terdapat yang mengalami keluhan serupa. Pasien sudah dapat makan minum sendiri (+) dan baru belajar memakai pakaian sendiri. BAB dan BAK tidak ada kelainan. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat makan/ minum makanan/ minuman yang tidak biasa : disangkal Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal Riwayat mondok Riwayat trauma : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat kejang sebelumnya Riwayat sakit kuning : disangkal D.

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Riwayat gangguan serupa di keluarga Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal : disangkal

E. Faringitis Bronkitis :(+)

Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Malaria Polio : disangkal : disangkal

: disangkal

Pneumonia : disangkal Morbili Pertusis : disangkal : disangkal

Demam typoid : disangkal Disentri Reaksi obat : disangkal : disangkal

Meningitis :disangkal

F.

Riwayat Imunisasi Jenis I II BCG 0 bulan DPT 2 bulan 4 bulan POLIO 0 bulan 2 bulan Hepatitis B 0 bulan 2 bulan Campak 9 bulan Kesimpulan : imunisasi sesuai jadwal IDAI III 6 bulan 4 bulan 4 bulan IV 6 bulan -

G. Senyum Tengkurap Merangkak Mengoceh Duduk Berdiri Berjalan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : umur 2 bulan : umur 3 bulan : umur 5 bulan : umur 3 bulan : umur 6 bulan : umur 1 tahun : umur 1,5 tahun

Berbicara 1 kata : 1,5 tahun Mengoceh : 1 tahun

Menyatakan keinginan tanpa menangis : Kesimpulan: Kemampuan motorik kasar Kemampuan bahasa Kemampuan adaptif-motorik halus Kemampuan personal sosial : setara dengan usia : tidak setara dengan usia : setara dengan usia : setara dengan usia

H. Riwayat Kesehatan Keluarga Ayah Ibu Saudara kandung : baik : baik : baik

I. Riwayat Makan dan Minum Anak ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Frekuensi pemberian 8x/ hari, lama menyusui + 10 menit, bergantian antara payudara kanan dan kiri, setelah menyusu anak tidak menangis. Susu formula diberikan sejak usia 6 bulan sampai dengan usia 2 tahun, frekuensi pemberian 4-6x/ hari, setiap pemberian 80-120 cc, cara pembuatan 2-4 sendok takar dalam 80-120 cc air matang. Bubur saring diberikan sejak usia 1 tahun, 3x/ hari Buah-buahan mulai diberikan sejak usia 1 tahun, macamnya pisang, jeruk, pepaya; frekuensi pemberian 1-2x/ hari. J. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal Pemeriksaan di Frekuensi : bidan : Trimester I : 1x/ bulan Trimester II : 1x/ bulan Trimester III : 2x/ bulan Keluhan selama kehamilan : Disangkal darah. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin, tablet penambah

K. Riwayat kelahiran Lahir sectio secarea di rumah sakit dengan usia kehamilan 36 minggu, berat badan lahir 2900 gram, panjang badan 50 cm, menangis kencang setelah lahir. L. Pemeriksaan Postnatal Pemeriksaan di rumah sakit, frekuensi 3 bulan 3 kali. M. Riwayat Keluarga Berencana : Ibu penderita menggunakan pil KB N. Pohon Keluarga

An. R, 2 tahun 3 bulan

III.PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Berat badan Tinggi badan B. Tanda vital Nadi Laju Pernapasan Suhu C. Kulit D. Kepala E. Mata : 112 x/menit, regular, teraba kuat : 24 x/menit, reguler : 36,7 0C : warna sawo matang, lembab, pucat (-), ikterik (-) : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-) F. Hidung G. Mulut H. Telinga I. Tenggorok J. Leher Bentuk Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan tidak melebar Kanan atas Kiri atas : SIC II linea parasternalis dextra : SIC II linea parasternalis sinistra : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) : sianosis (-), mukosa basah (+) : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-) : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1 : kelenjar getah bening tidak membesar : normochest K. Thorax : CM, gizi kesan baik : 13 kg : 80 cm

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Kiri bawah Auskultasi Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi

: SIC V linea medioclavicularis sinistra

: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-) : fremitus raba dada kanan = kiri : sonor di seluruh lapang paru Batas paru hepar Redup relatif Redup absolut : SIC VI dextra : batas paru hepar : hepar Batas paru lambung : SIC VII Sinistra

Auskultasi L. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-) : dinding perut sejajar dinding dada : peristaltik (+) normal : timpani : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit baik

M. Ekstremitas : Akral dingin - Sianosis ujung jari Oedema -

Capilary refill time < 2 detik Arteri dorsalis pedis teraba kuat

N. Status Neurologis Koordinasi Sensorik Motorik : baik : baik : kekuatan +5 +5 O. Perhitungan Status Gizi 1. Secara klinis Nafsu makan Kepala Mata Mulut Ekstremitas : baik : rambut jagung (-), susah dicabut (+) : CA (-/-), SI (-/-) : bibir kering dan pecah-pecah (-) : pitting oedem (-) +5 +5 tonus N N N N

Status gizi secara klinis : gizi kesan baik 2. Secara Antropometri BB = 13 x 100 % = 104 % (WHO 2006) 2 SD < Z score <.3 SD U 12,5.

TB = 80 x 100 % = 89 % (WHO 2006) -3 SD < Z score < -2 SD U 89

BB = 13x 100 % = 123% (WHO 2006) 0 SD < Z score < 2SD TB 10,5

Status gizi secara antropometri : gizi baik

IV. RESUME Pasien merupakan konsulan dari bagian THT yang akan menjalani tes BERA. Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan emoh, pa dan ma dan hanya bisa menangis jika menginginkan sesuatu.Sedangkan menurut ibu pasien teman seusianya sudah bisa berbicara banyak kata dan bisa menyatakan keinginannya tanpa menangis. Ibu pasien merasa anak tersebut selama ini selalu sehat, tidak pernah sakit. Juga suka bermain dengan teman temannya, aktif bergerak. Tetapi hanya bicara nya yang agak tertinggal. Di keluargapun tidak terdapat yang mengalami keluhan serupa. Pasien sudah dapat makan minum sendiri (+) dan baru belajar memakai pakaian sendiri. BAB dan BAK tidak ada kelainan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital nadi: 112 x/menit, regular, teraba kuat, laju pernapasan: 24 x/menit, reguler dan suhu: 36,7 0C. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan kepala sampai ekstremitas maupun status neurologis. Dari pemeriksaan status gizi, didapatkan BB 13 kg dan TB 90 cm. Status gizi secara klinis dan dari perhitungan antropometri kesan gizi baik.

V. DAFTAR MASALAH Kemampuan bahasa setara dengan usia 13 bulan

VI. DIAGNOSA BANDING VII. Speech delayed development Stimulisasi kurang DIAGNOSIS KERJA

Speech delayed development VIII. Gizi baik PENATALAKSANAAN a. Menunggu hasil tes BERA b. Konsul RM untuk terapi wicara c. Edukasi: IX. Ad vitam Ad sanam Motivasi keluarga mengenai kondisi pasien Konseling PROGNOSIS : bonam : bonam

Ad fungsionam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN GANGGUAN BAHASA DAN BICARA Ada perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi ia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia dapat menyusun katakata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang tidak normal (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau

menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oralmotor dalam fungsinya untuk bicara dan makan. Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara. Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anakanak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (sebagai contohnya kejang). Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak. Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orangorang terdekat dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan gangguan yang menetap. Gangguan bicara menurut para ahli adalah sebagai berikut : 1. Menurut Van Riper Berbicara dikatakan terganggu bila berbicara itu sendiri membawa perhatian yang tidak menyenangkan pada si pembicara, komunikasi itu sendiri terganggu, atau menyebabkan si pembicara menjadi kesulitan untuk

menempatkan diri (terlihat aneh, tidak terdengar jelas, dan tidak menyenangkan). 2. Menurut Berry and Eisenson Gangguan pada berbicara: (1) Tidak mudah didengar, (2) Tidak langsung terdengar dengan jelas, (3) Secara vocal terdengar tidak enak, (4) Terdapat kesalahan pada bunyi-bunyi tertentu, (5) bicara itu sendiri sulit diucapkannya, kekurangan nada dan ritme yang normal, (6) Terdapat kekurangan dari sisi linguistik, (7) Tidak sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan perkembangan fisik pembicara, dan (8) Terlihat tidak menyenangkan bila ia berbicara. B. PROSES FISIOLOGIS BICARA Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara. Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.

Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi. Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting. C. ETIOLOGI GANGGUAN BAHASA & BICARA Penyebab kelainan berbicara dan bahasa bisa bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kondisi lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis, dan lain sebagainya. Gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut : 1. Lingkungan sosial dan emosional anak

Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa takut. Sebaliknya, gagap juga dapat menimbulkan problem emosional pada anak. 2. Sistem masukan / input Gangguan pada sistem pendengaran, penglihatan, dan defisit taktilkinestetik dapat menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak seharusnya sudah dapat mengenali bunyibunyian sebelum belajar bicara. Anak dengan otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima atau mengungkapkan bahasa. Gangguan bahasa juga terdapat pada tuli karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : TORCH), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autism infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya. Anak dengan gangguan penglihatan yang berat, akan terganggu pola bahasanya. Pada anak dengan defisit taktilkinestetik akan terjadi gangguan artikulasi, misalnya pada anak dengan. anomali alat bicara perifer, seperti pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang, bisa didapati gangguan bicara berupa disartria. 3. Sistem pusat bicara dan bahasa.

Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi, dan perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Dalam hal ini, terdapat defisit kemampuan otak untuk memproses informasi yang komplek secara cepat. Kerusakan area Wernicke pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan menyebabkan hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau symbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke. Penderita mampu mengerti kata-kata yang dituliskan atau didengar, namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan. Apabila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang (regio girus angular), ke inferior (area bawah lobus temporalis), dan ke superior (tepi superior fisura sylvian), maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang total untuk mengerti bahasa dan berkomunikasi, disebut dengan afasia global. Bila lesi tidak begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tidak mampu menyusun katakata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Kerusakan pada area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks menyebabkan penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya dan mampu bervokalisasi namun tak mampu mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan katakata selain suara ribut. Kelainan ini disebut afasia motorik, kirakira 95% kelainannya di hemisfer kiri. Regio fasial dan laringeal korteks motorik berfungsi mengaktifkan gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Kerusakan pada region-regio ini menyebabkan ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindrom Down. Pada anak dengan retardasi mental, terdapat disfungsi otak akibat adanya ketidaknormalan yang luas dari struktur otak,

neurotransmitter atau mielinisasi, sehingga perkembangan mentalnya terhenti atau tidak lengkap, sehingga berpengaruh pada semua kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. 4. Sistem produksi Sistem produksi suara meliputi laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut. D. MACAM-MACAM GANGGUAN BICARA Gangguan bicara pada anak dapat dibagi menjadi : 1. Gangguan bicara kongenital a. Retardasi mental Pada umumnya seorang anak dengan gangguan bicara yang nyata terlambat, juga menderita gangguan intelegensi. Tetapi harus disingkirkan kemungkinan lain seperti gangguan pendengaran dan sebagainya. b. Ketulian ( akibat rubela, kernicterus,sindrom turner, osteogenesis imperfecta ) Rehabilitasi harus sedini mungkin dengan alat pendengar dan sekolah luar biasa agar anak dapat mengenal bunyi-bunyian sebelum belajar bicara. c. Cerebral palsy Gangguan bicara pada anak ini mungkin disebabkan olehretardasi mental dan disartria akibat spastisitas, atetosis, ataksia, korea dan sebagainya. Pertolongan dengan speech therapy sering dapat menolong bila gangguan intelegensi tidak terlampau berat. d. Anomali alat bicara perifer ( palatum, bibir, gigi, lidah ) Gangguan bicara berupa disartria terutama pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang yang hebat. Pada palatoskizis pertolongan

dengan speech therapy sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum dilakukan pembedahan plastik, agar anak tidak membiasakan diri berbicara melalui hidung atau menutup lubang palatum dengan menekan pangkal lidah ke atas, yang akan sukar dikoreksi kemudian, terurtama jika sudah berlangsung lama. Koreksi bicara sesudah pembedahan harus dilakukan secepatnya. e. Gangguan perkembangan bicara (developmental speech disorders) Misalnya developmental dyslexia, gagap, developmental dysarthria, developmental word deafness, developmental motor aphasia. 2. Gangguan bicara didapat a. Afasia akibat penyakit yang disertai kejang, pascaensefalitis, pascatrauma, neoplasma, ganggua vaskuler otak, penyakit degeneratif. Daerah speech pada manusia normal yang menggunakan lengan kanan ialah hemisfer kiri (hemisfer yang dominan). Akibat kerusakan berat pada daerah bicara tersebut, misalnya oleh trauma kepala, ensefalitis, tumor, penyakit degeneratif dan sebagainya, dapat timbul afasia. Pada anak yang masih sangat muda, hemisferektomi tidak menyebabkan afasia. Hal ini merupakan bukti bahwa pusat bicara dapat berpindah dan berkembang di hemisfer kanan. Pada anak yang sudah besar dan sudah icara, keadaan tersebut tidak mungkin lagi. Gangguan bicara ini kadang- kadang terdapat pada anak yang menderita epilepsi. Pertolongan dengan speech therapy memberikan hasil yang memuaskan. b. Disartria pada bells palsy (kelumpuhan N.VII perifer), polio mielitis, tumor batang otak, miastenia gravis, penyakit degeneratif. Dapat terjadi akibat kelemahan otot- otot oleh penyakit yang mengenai syaraf perifer seperti Bells palsy, poliomielitis,meastenia grafis dan beberapa penyakit degeneratif seperti Friedrichs ataxia. Pertolongan terutama ditunjukan kepada penyakit primernya. c. Psikogenik

Pada gangguan psikologis yang berat baik di rumah maupun yang didapat dari pengalaman anak yang lalu dapat memperlambat bicara dengan baby talk. Kadang- kadang disatria yang menyebabkan seseorang anak berbicara berbisik akan tetapi dengan artikulasi yang bik, mungkin merupakan reaksi konfersi (husteri) dan memerlukan pertolongan psikiater. d. Sosiokultural Kadang- kadang gangguan bicara terdapat pada anak yang berasal dari lingkungan yang kurang di rumah dan disektarnya, yaitu karena stimulasi untuk berbicara tidak cukup walaupun inteligensi normal. Contohnya ialah anak-anak yang lama tingga di rumah sakit atau rumah yatim piatu. E. PATOFISIOLOGI GANGGUAN BAHASA DAN BICARA Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang

mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. KETERLAMBATAN BICARA FUNGSIONAL Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya. Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi terutama dermatitis atopi dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna adalah gejala berulang seperti meteorismus, flatus, muntah, konstipasi, diare atau berak darah. Lidah tampak timbal geographic tounge, drooling (sialore) atau halitosis. Seringkali disertai gangguan tidur

malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam tidur, malam terbangun, brushing dan sebagainya. Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klinis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya. Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan. F. EPIDEMOLOGI Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia pra sekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. Pada umur 5 tahun, 19% dari anak-anak diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% kelemahan berbicara, 4,6% kelemahan bicara dan bahasa, dan 6% kelemahan bahasa). Gagap terjadi pada 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja.

Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia pra sekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi dari pada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah keatas. G. DIAGNOSA GANGGUAN BAHASA DAN BICARA Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. Untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan pengujian terhadap intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai situasi dan selama interaksi dengan anakanak lain membantu memastikan keparahan, bidang spesifik anak yang terganggu, dan membantu dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan emosional. 1. Anamnesis Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain : a. Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya berkedip, terkejut, atau menggerakkan bagian tubuh. b. Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya saat berbicara padanya. c. Kapan bayi mulai mengeluarkan suara aaaggh d. Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memaling atau e. mencari ke arah suara.

f. Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum g. Mengikuti perintah satu langkah, seperti beri ayah sepatu atau ambil koran h. Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukkan oleh anak, seperti mata, hidung, kuping, dan sebagainya Selain itu harus diperhatikan juga tanda bahaya adanya gangguan bahasa dan bicara yaitu bila pada usia: a. 4 - 6 Bulan Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh b. 8 - 10 Bulan Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian. Usia 10 bulan belum bereaksi ketika dipanggil namanya. c. 9 - 10 bulan Tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis. d. 12 - 15 Bulan 12 bulan, belum menunjukkan mimik.12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti mama, dada; tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu. 15 bulan, belum mampu memahami arti tidak boleh atau daag; tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda; belum dapat mengucapkan 13 kata. e. 18 - 20 bulan Tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian. f. 21 bulan Belum dapat mengikuti perintah sederhana. g. 24 bulan

Belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat. Tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon. Belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain. Tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya. h. 30 - 36 Bulan 30 bulan tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga. 36 bulan tidak menggunakan kalimat sederhana dan pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga. i. 3 - 4 tahun 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya. 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti ayah diucapkan aya. 4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lainlain. Gangguan oromotor dapat diperiksa pa, ta, pata, pataka. dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata

3. Pemeriksaan Penunjang a. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) Merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.

b. Pemeriksaan audiometri Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometric. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantudengar (hearing aid).

Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.

c. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang abnormal. d. Denver Developmental Screening Test Dalam melakukan tes ini, terdapat beberapa perkembangan dalam penggunaan tes, akan tetapi akan dijelaskan kembali perkembangan penggunaan test. Pada penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam 4 faktor diantaranya penilaian terhadap personal social, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar, dengan persyaratan tes sebagai berikut : Lembar formulir DDST II Alat Bantu atau peraga seperti benang wool merah, manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak bola kecil, bola tennis kertas dan pensil. Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan IQ gabungan : 1) Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: Penyelesaian susunan gambar. Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum,seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk mengidentifikasi. Respon dinilai sebagai benar atau salah. 2) Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: Mendesain balok. Anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar atau salah. H. PENATALAKSANAAN

Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anakanak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, para dokter dituntut agar lebih tanggap terhadap proses perkembangan bicara dan bahasa pada anak. Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta memberi tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan seharihari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang dewasa. Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa merespon apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan suara atau kata tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu kata secara jelas, pendengar sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan memperluas hingga dua kata. Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk memberi semangat dalam proses perkembangan bahasa anak : 1. Ekspresi kalimat seru 2. Mengombinasikan ekspresi verbal dengan mengarahkan atau melakukan gerak isyarat untuk mendapatkan benda 3. Mengoceh selama bermain

4. Menirukan kata terakhir yang diucapkan anak 5. Menirukan suara lingkungan 6. Berusaha untuk bernyanyi Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru, dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguannya bicaranya akan dievaluasi oleh ahli terapi wicara. Anak tidak hanya membutuhkan stimulasi untuk aktifitas fisiknya, tetapi juga untukmmeningkatkan kemampuan bahasa.bila anak mengalami deprivasi yang berat terhadap kesempatan untuk mendapatkan pengalaman tersebut, maka akibatnya perkembangannya mengalami hambatan. Beberapa cara menstimulasi anak diantaranya. 1. Berbicara Setiap hari bicara dengan bayi sesering mungkin. Gunakan setiap kesempatan seperti waktu memandikan bayi, mengenakan pakaiannya, memberi makan dan lainlain. Anak tidak pernah terlalu muda untuk diajak bicara. 2. Mengenali berbagai suara Ajak anak mendengarkan berbagai suara seperti musik, radio, televisi. Juga buatlah suara dari kerincingan, mainan, kemudian perhatikan bagaiman reaksi anak terhadap suara yang berlainan.

3. Menunjuk dan menyebutkan nama gambargambar Ajak anak melihat gambargambar, kemudian gambar ditunjuk dan namanya disebutkan, usahakan anak mengulangi katakata, lakukan setiap hari. Bila anak sudah bisa menyebutan nama gambar, kemudian dilatih untuk bercerita tentang gambar tersebut.

4. Mengerjakan perintah sederhana Mulai memberikan perintah kepada anak misal letakkan gelas di meja. Kalau perlu tunjukkan kepada anak cara mengerjakan perintah tadi, gunakan kata-kata yang sederhana. Terapi anak gagap diawali dengan mengurangi stres emosional disertai bimbingan dan konseling terhadap orang tua demi kemajuan anaknya. Hampir separuh anak gagap dapat mengatasinya, walaupun demikian rujukan ke ahli terapi wicara merupakan bantuan yang sangat penting bagi anak, dan terapi lebih efektif jika dimulai pada masa pra sekolah. Indikasi rujuk yaitu jika anak terlihat tidak nyaman atau cemas saat bicara atau kecurigaan adanya hubungan gangguan ini dengan kelainan neurologis ataupun psikis pada anak. Dalam perjalanan tata laksana gangguan bicara dan bahasa, orang tua diharapkan untuk selalu memberikan motivasi terhadap anak atas perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa anaknya walaupun baru memperlihatkan sedikit perbaikan. I. PROGNOSIS Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Sebagian besar anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan.Untuk gangguan yang berhubungan kelainan organik seperti pada tuli konduksi, perbaikan masalah medisnya dapat menghasilkan perkembangan bahasa normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk

dibandingkan anak yang inteligensinya baik. Demikian juga dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan multipel, membutuhkan penanganan ekstra agar tidak meninggalkan kelainan sisa. Lingkungan yang berisiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut memperburuk prognosis.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam:Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, 2. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; Edisi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002; 91 3. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669 4. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC , 1997 ; 397410. 5. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made update Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682 6. British medical journal. Language disorders: a 10 year review. Bmj ; 2000. 7. Law J, Bowle J, Harris F, Harkness A, Nye C., Screening for speech and language delay; a systematic review of literature, In: Health Technology Assessment 1998 Vol2(9). research

8. Sidiarto L. Berbagai gangguan berbahasa pada anak. Proceedings of Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keempat. Jakarta: Penerbit Kanisius; 1991. 9. Rydz D, Srour M, Oskoui M, Marget N, Shiller M, Majnemer A, et.al. Screening for developmental delay in the setting of a community pediatr clinic: A Prospective assessment of parent-Report questionnaires. Pediatrics 2006;118;e1178-e1186. 10. Silva PA, Williams SM, McGee R. A longitudinal study of children with developmental language delay at age three; later intelligence , reading and behavior problems. Dev Med Child Neurol 1987;29;630-640. 11. Chris V, Suzanne H, Erik JA, Scherder, Ben M, Esther H. Motor Profile of Children With Development Speech and Language Disoreders. Pediatris, v0l 120 no 1 July, pp.e158-e163.

Anda mungkin juga menyukai