Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

VULNUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Valyandra Praszita PR, S. Ked (20070310100)

Dokter Penguji : dr. Suryo Habsara, Sp.B

SMF ILMU BEDAH RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2012

HALAMAN PENGESAHAN
VULNUS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh: Valyandra Praszita PR, S. Ked 20070310100

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 13 Januari 2012 Oleh : Dokter Penguji

dr. Suryo Habsara, Sp.B

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaaan ini dapat diakibatkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk luka bermacam-macam bergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk yang disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compang-camping disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet pada permukaan kulit akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. 2. JENIS LUKA Luka Bakar Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada luas, dalam dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur, dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Luka Sengatan Listrik Kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus atau karena ledakan tegangan tinggi, antara laian akibat petir. Luka Akibat Zat Kimia

Luka akibat zat kimia biasanya merupakan luka bakar. Luka ini dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja dan kecelakaan industri atau di laboratorium dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, , cara dan lama kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh. Cedera Suhu Dingin Pada waktu suhu jaringan turun akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi sehingga timbul oedem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.kerusakan jaringan akibat suhu dingin terjadi karena cairan sel mengkristal. Sel saraf, pembuluh darah dan otot lurik sangat peka terhadap suhu rendah, sedangkan kulit, fasia, dan jaringan ikat lebih tahan. Kulit masih tampak sehat tetapi otot dibawahnya mati. Luka Radiasi dan Ionisasi Radiasi adalah pancaran dan pemindahan energi melalui ruang dari suatu sumber ke tempat lain tanpa perantara massa atau kekuatan listrik. Energi ini dapat berupa radiasi elektromagnetik seperti cahaya, sinar roentgen, sinar gamma dan radiasi partikel yang merupakan sinar alfa, beta, proton, neutron, atau positron. Sinar roentgen merupakan pancaran eektromagnetik dari metal yang ditembakelektron pada tabung hampa. Sinar gamma adalah hasil pemecahan radioaktif yang daya tembusnya tinggi. Sinar alfa adalah inti helium yang yang dipancarkan dari proses pemecahan raioaktif atom berat dan berdaya tembus dangkal. Sinar beta terdiri atas elektron bermuatan negatif yang berdaya tembus sedang, yang selain oleh pemecahan radioaktif juga dihasilkan oleh pembangkit tenaga betatron. Sinar gamma, sinar roentgen dan neutron berdaya tembus tinggi sehingga sangat berbahaya untuk manusia. Luka Tembak Luka tembak mempunyai ciri yang khas. Beratnya cedera akibat luka tembak tidak hanya dari jaringan yang terkena tetapi juga dari jenis senjata atau peluru yang dipakai. Beratnya cedera akibat luka tembak tergantung energi kinetik yang

membentur jaringan. Besarnya energi dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan gaya berat peluru. Cedera luka tembak dapat disebabkan oleh peluru berkecepatan tinggi ataupun rendah. Luka Gigit dan Sengatan Serangga Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan atau manusia. Hewan liar yang biasanya menggigit adalah memang ganas dan pemakan daging sepert harimau, singa, hiu, atau bila hewan tersebut terganggu, terkejut, disakiti, diganggu ketika sedang memiliki anak, sedang makan atau sedang sakit. Bila hewan menggigit tanpa alasan yang jelas harus dicurigai kemungkinan hewan tersebut menderita penyakit menular seperti rabies. 3. FASE PENYEMBUHAN LUKA Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan remodelling yang merupakan perupaan ulang jaringan. Fase Inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit keluar dari pembuluh darah yang saling melekat dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi melepaskan kemotraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast lokal dan sel endotel serta vasokonstriktor. Sementara itu, terjadi reaksi inflamasi. Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen. Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a yang menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular meningkatsehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan oedem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjelas berupa warna kemerahan karena kapiler yang melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktivitas selular yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju karena daya kemotaksis. Leukoasit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.

Monosit dan limfosit yang kemudian muncul, ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebutjuga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah. Monosit yang berubah menjadi makrofag ini juga menyekresi bermacammacam sitokin dan growth factor yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka. Fase Proliferasi Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali untuk menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya dalam proses remodelling, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan ikatan intramolekul dan anatar molekul menguat. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast dan kolagen serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnyadan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan menutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase remodelling. Fase Remodelling Pada fase ini terjadi proses pematanagan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakann berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Oedem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan

diserap kembali, kolagen yang berelebih diserap dan sisanya mengerut sesuai besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. Perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologis. 4. CARA PENYEMBUHAN LUKA Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka akan terisi oleh jaringan granulasi dan lalu ditutup oleh jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik terutama kalau lukannya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan kontraksi hebat. Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka. Pada penyembuhan jenis ini, kontraksi yang terjadi biasanya tidaklah dominan. Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem yang terjadi bila luka segera diupayakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka terjadi. Parut yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil. Namun penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping seperti luka tembak sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup, yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenali. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan dieksisi (debridemen) dahulu kemudian dibiarkan selama 4-7 hari, baru selanjutnya dijahit. Luka akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. Jika setelah debridemen luka langsung dijahit, diharapkan terjadi penyembuhan primer.

Pada manusia penyembuhan luka dengan cara reorganisasi dan regenerasi jaringan hanya terjadi di epidermis, hati dan tulang yang dapat menyembuh alami tanpa meninggalkan bekas. Organ lain termasuk kulit mengalami penyembuhan secara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan jaringan semula. 5. PENYEMBUHAN JARINGAN KHUSUS Tulang Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan yang berasal dari pembuluh darah di endostium, kanal havers pada korteks dan periosteum. Hematom yang terbentuk segera diserbu oleh proliferasi fibroblast yang bersifat osteogenik yang berasal dari mesenkim periosteum dan sedikit dari endostium. Fibroblast osteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik antarsel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna oleh osteoid disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom yang berosteoid disebut kalus yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan semakin padat dan tampak seperti perekat patahan.di daerah yang agak jauh dari patahan dan pendarahannya lebih bagus, mulai terbentuk jaringan tulang karena proses peletakkan kalsium pada osteoid, sedangkan pada lokasi patahan sendiri yang pendarahannya lebih sedikit, osteoblast berdiferensiasi menjadi kondroblast dan membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah menjadi jaringan tulang dan tulang rawan makin keras, dan setelah terisi kalsium menjadi jelas terlihat pada pemeriksaaan radiologis. Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang biasa melalui enkondral. Pada saat ini patahan dikatakan telah menyambung dan menyembuh secara klinis. Selanjutnya terbentuk tulang lamelar dan perupaan ulang selama berbulan-bulan. Pada anak, perupaan ulang dari pembentukan kalus primer ini disertai proses pengaturan kembali pertmbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan akan pulih sampai derajat tertentu. Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan lebih cepat karena perdarahan yang lebih banyak sehingga nekrosis yang terjadi di pinggir patah tulang tidak banyak dan kalus interna segera mengisi rongga patah tulang. Penyembuhan patah tulang yang terjadi pada tindakan reduksi dan pasca fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Penyembuhan seperti ini disebut penyembuhan per primam. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari

stres dan tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga setelah bahan osteosintesis dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang sembuh persekundam dengan kalus. Tendo Bila tendo yang merupakan ujung otot lurik terluka atau putus, hematom yang terbentuk akan mengalami penyembuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang melekat di jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotrofi karena tidak ada yang menggerakkan. Dengan demikian tendo yang putus sama sekali tidak akan berfungsi kembali. Agar dapat berfungsi kembali, tendo harus dijahit rapi dengan teknik khusus disertai perawatan khusus pasca tindakan agar perlekatan dengan jaringan sekitarnya dapat dicegah. Fasia Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal. Hematom dan eksudasi yang terbentuk akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot tebal, kuat dan luka robeknya tidak sembuh betul dengan atau tanpa jahitan mungkin akan tertinggal defek yang akan menyebabkan herniasi otot. Otot Otot lurik dan otot polos mampu sembuh dengan membentuk jaringan ikat. Walaupun tidak berergenerasi, faal otot umumnya tidak berkurang karena adanya hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan baik. Usus Luka pada usus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus memiliki perdarahan yang kaya sehingga 2-3 minggu, kekuatannya dapat meebihi daerah yang normal. Serabut Saraf Trauma saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh, sedangkan tarikan menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh. Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang lama

kelamaan akan kolaps atau terisi fibroblast. Sel saraf di pusat setelah 24-48 jam akan menumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan rata-rata 1mm per hari. Akson ini akan tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir bila pertumbuhannya meneukan selubung mielin yang utuh. Dalam selubung inilah, akson tumbuh ke distal. Bila dalam pertumbuhannya akson tidak menemukan selubung yang kosong, pertumbuhannya tidak maju dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri atas akson yang tergulung. Keadaan ini disebut neuroma. Tentu saja tidak setiap akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan yang sesuai terutama kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung mielin sudah dimasuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin menemukan selubung lagi. Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik daripada lesi tarik yang merusak pembuluh daraj dan nutrisi. Melalui bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus dipertemukan, kemudian saraf yang terputus itu disambung dengan menjahit epi dan perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik. Jaringan Saraf Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia dan membentuk jaringan yang disebut gliosis. Pembuluh Darah Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya luka, derasnya arus darah yang keluar dan kemampuan tamponade jaringan sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastin pada pembuluh darah akan mengerut dan otot polosnya berkontraksi. Bila kerutan ini lebih kuat dari arus darahnya yang keluar, luka akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Bila sempat terbentuk gumpalan darah yang menyumbat luka, permuakaan dalam gumpalan perlahan-lahan akan dilapisi endotel dan akan mnegalami organisasi menjadi jaringan ikat. Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat, bagian tengah akan tetap cair karena turbulensi arus sedangkan dinding dalamnyaperlahanlahan akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma palsu.

Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami retraksi dan kontraksi akibat adanya serat elastin dan otot dinding. 6. GANGGUAN PENYEMBUHAN LUKA Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting meliputi koagulopati dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menhambat penyembuhan luka karena hemostasis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan, dan kontaminasi. Bila sistem dya tahan tubuh selular maupun humoral terganggu, pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan baik. Gangguan sistem imun dapat terjadi pada infeksi virus terutama HIV, kegaasan tahap lanjut, penyakit menahun bera seperti TB, hipoksia setempat, seperti ditemukan pada aterosklerosis, DM, morbus raynaud, morbus burger, kelainan vaskular (hemangioma, fistel arteriovena) atau fibrosis. Sistem imun juga dipengaruhi oleh gizi kurang akibat kelaparan, malabsorbsi, juga oleh kekurangan asam amino esensial, mineral mauapun vitamin serta oleh gangguan dalam metabolisme misalnya pada penyakit hati. Selain itu, fungsi siste imun ditekan oleh keadaan umum yang kurang baik seperti pada usia lanjut dan penyakit tertentu misalnya penyakit cushing dan addison. Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian obat sitostastik (obat penekan reaksi imun) misalnya setelah transplantasi organ dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi , hematom, benda asing serta jaringan mati seperti sekuester dan nekrosis sangat menghabat penyembuhan luka. Bila luka atau ulkus tidak kunjung sembuh, harus dilakukan pemeriksaan kembali dengan memperhatikan fase penyembuhan luka untuk menentukan sebab gangguan. Lakukan anamnesis lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik , radiologi, biakan dan kalau perlu lakukan biopsi histologik/patologik serta pemeriksaan serologik. Luka dikatakan kronik atau gagal sembuh bila gagal menutup atau gagal mengalami epitelisasi dalam 30 hari. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan kembali

secara teliti yang diikuti dengan terapi optimal dan luka tak kunjung sembuh diperlukan tindakan bedah. Sekarang ini banyak dikembangkan penggunaan berbagai balutan atau terapi tambahan untuk membantu penyembuhan luka terutama untuk luka kronik, seperti penggunaan terapi oksigen hiperbarik, penggunaan tekanan negatif, enzim-enzim serta berbagai jenis balutan. 7. PENANGANAN LUKA Diagnosis Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat ringannya luka. Tindakan Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, bergantung dari berat dan letak luka serta kondisi penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai ialah larutan povidone iodine 1% dan larutan klorheksidin 0.5%. Larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka. Kemudian daerah sekitar lapang kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka secara mekanis dari kontaminan. Misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau (debridemen) dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan air NaCl. Akhirnya dilakukan penjahitan dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan banyak cairan yang berlebihan, perlu dibuatkan penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa misalnya kasa yang mengandung vaselin, ditabah dengan kasa penyerap, dan dibalut dengan pembalut elastis. 8. PENYULIT Penyulit Dini Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis decara teliti. Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan dikeluarkan. Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapang bedah. Jika seroma mengganggu atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh, sbaiknya dibuka dan dipasang penyalir. Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada keadaan demikian luka harus dibuka kembali,

dibiarkan terbukadan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari cairan luka atau nanah. Penyulit Lanjut Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka sekitar satu tahun, sedangkan keloid justru tumbuh. Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang sangat mencolok terutama di wajah, leher dan tangan. Kontraktur dapat mengakibatkan cacat berat dan gangguan pada sendi misalnya pada luka bakar.

BAB II PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS PASIEN No RM Nama Umur Alamat Agama Pekerjaan Tgl masuk RS 2. ANAMNESA Keluhan Utama : OS mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah yang terus mengalir pada telapak kaki kanan. Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang ke UGD RSPS dengan diantar oleh neneknya, mengeluh terdapat luka terbuka dengan darah yang terus mengalir pada telapak kaki kanan. Darah terus mengalir setelah OS menginjak pecahan kaca sekitar 30 menit SMRS. Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat alergi / Asma :disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Penyakit paru-paru Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Penyakit gula (DM) : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal - Riwayat Penyakit paru-paru, Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi), DM : 34.21.23 : An. ARR : 2 tahun : Pepe, Trirenggo, Bantul : Islam :: 10 Oktober 2011, jam : 17.00 WIB

Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) : disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum : Vital sign : menangis kuat, tidak tampak anemis, Kesadaran : CM TD N 108 x/mnt TB 127 Cm. Kepala Mata : : S 36,7 0C R 24 x/mnt BB 21 kg

Mesochepal, rambut hitam, panjang, tidak mudah dicabut. Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-).

Hidung Telinga Mulut Leher

dbn

:dbn : : dbn JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran

kelenjar . Thoraks Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak Pa : Ictus cordis kuat angkat Pe : redup (+) A : S1 > S2 murni, tidak ada bising Pulmo : I : simetris tidak ada ketinggalan gerak, retraksi dada tidak ada Pa : vokal fremitus ka = ki Pe : Sonor seluruh lapang paru A : Suara Dasar : vesikuler +/+ Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-) Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem - / -, dan varises - / -, turgor kulit normal, capillary refill<2.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan .F DIAGNOSIS Vulnus Laceratum (T.14.1) G. PENATALAKSANAAN Hecting I Pamol syrup Amoxicillin syrup 3x1 cth 3x1 cth

H. PROGNOSIS Dubia ad bonam

BAB III PEMBAHASAN


Pada pasien telah dilakukan tindakan yang tepat karena setelah pasien datang ke UGD segera dilakukan tindakan perwatan luka yang tepat. Seperti membersihkan luka dari kotoran yang nampak dengan NaCl kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan perhidrol ke area luka. Pengguyuran perhidrol ini dilakukan untuk membersihkan kotoran dan jaringan-jaringa mati yang berada di dalam luka. Setelah itu dilakukan penyempitan lapang pandang dengan duk steril. Kemudian dilakukan hecting pada vulnus lacerativum sesegera mungkin. Penjahitan luka dilakukan sebelum massa golden period luka terlewat. Hal ini dilakukan agar penyembuhan luka terjadi secara sanatio per primam intentionem atau penyembuhan luka primer. Penyembuhan luka primer ini akan memberikan hasil yang lebih baik daripada penyembuhan luka sekunder (sanatio per sekundam intentionem) yang akan memakan waktu penyembuhan yang lebih lama dan akan meninggalkan luka parut yang kurang baik.

BAB IV KESIMPULAN
Vulnus atau luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Macam luka yang dapat terjadi beranekaragam seperti luka bakar, luka tembak, luka akibat zat kimia, dll. Fase penyembuhan luka ada tiga yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling, yang masing-masing fase memiliki karakteristik tersendiri dan membutuhkan waktu tertentu. Cara penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem) memiliki hasil penyembuhan yang lebih baik daripada proses penyembuhan luka sekunder (sanatio per sekundam intentionem) yang akan memberikan luka parut tidak beraturan dan waktu penyembuhan yang lama. Penyembuhan luka pada organ hepar, tulang dan epidermis akan berlangsung tanpa meninggalkan bekas luka. Berbeda dengan penyembuhan luka pada kulit, tendon, otot yang akan menimbulkan bekas luka parut. Jadi dalam mendiagnosis dan memberikan penanganan pada area luka harus dilakukan secara cepat, tepat dan teliti agar dapat memberikan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Dunphy, J.E., and Way LW, eds. Current surgical diagnosis and Treatment, ed. California; Lange medical Publication, 1981 : 1517-40.

5 th

Gardner, B. and Shaftan, Surgical Emergencies in the Child, eds. Pediatric surgical Emergencies, ed. Philadelphia : J.B Lippincott company, 1990 : 552-8. Macraflane DA, Thomas LP, Textbook of surgery, 4th ed. London : ELBS, 1997 : 234-45. Nylus LM, Bombeck CT, Sabiston DC Jr. eds. Textbook of surgery, 6 th ed. Philadelphia : WB Saunders company, 1988 : 1151-60. Sjamsuhidajat R., de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, eds. Revisi, Jakarta : EGC : 1988 : 696-719.

Anda mungkin juga menyukai