Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tubuh memerlukan bahan bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan pergerakan badan. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urin adalah pertumbuhan dan perkembangan, sosiokultural, psikologis, kebiasaan seseorang, tonus otot, intake cairan dan makanan, kondisi penyakit, pembedahan, pengobatan, pemeriksaan diagnostik dan lain-lain. Kebanyakan masyarakat sering mengabaikan keinginannya untuk berkemih. Padahal sikap seperti itu dapat menyebabkan masalah-masalah yang berhubungan dengan eliminasi urin, seperti retensi urin, inkontinensia urin, dan enurisis. 1.2 Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sesuai dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin 2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu : a. b. c. d. e. f. g. Melakukan pengkajian data Menganalisa data Mendiagnosa keperawatan Mengidentifikasi kebutuhan segera Merumuskan suatu tindakan yang komprehensif Melaksanakan suatu tindakan sesuai rencana Mengevaluasi pelaksanan asuhan kebidanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Eliminasi urin adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bledder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urin ke bledder. Dalam bledder urin di keluarkan melalui uretra. Eliminasi urin adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Sehingga urin dapat keluar dengan baik 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urin 1. Pertumbuhan dan perkembangan Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin pada orang tua volume bledder berkurang demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering. 2. Sosiokultural Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat kemih pada lokasi terbuka 3. Psikologis Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih 4. Kebiasaan seseorang Misalnya seseorang hanya bisa berkemihdi toilet, sehingga ia tidak dapat berkemih dengan menggunakan pot urine 5. Tonus otot Eliminasi urin membutuhkan tonus otot bledder, ototabdomen dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. tampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian di

6.

Intake cairan dan makanan Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urin, kopi, teh, coklat, cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin

7.

Kondisi penyakit Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang di keluarkan melalui kulit. Peradangan menimbulkan retensi urin. dan iritasi organ kemih

8.

Pembedahan Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan menurun.

9.

Pengobatan Penggunaan diuretik menigkatkan output urin, antikolinergik dan anti hipertensi menimbulkan retensi urin.

10. Pemeriksaan diagnostik Intravenus pyelogram dimana pasien di batasi intakesebelum prosedur untuk mengurangi output urin. 2.3 Masalah-masalah Eliminasi Urin 1. Retensi urin Merupakan penumpukan urin dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam bladder melebihi dari 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml. 2. Inkontinensia urin Adalah ketidakmampuan otot spinkter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Ada 2 jenis inkontinensia a. Stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat tekana intra abdomen meningkat seperti pada saat batuk, tertawa b. Urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadisaat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah 3. Enurisis Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang di akibatkan tidak mempunyai mongontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada oarang jompo. 3

2.4 Perubahan pola berkemih 1. Frekuensi Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairanyang meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stres dan wanita hamil 2. Urgensy Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadipada anak-anak karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang. 3. Dysuria Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan struktur uretra. 4. Polyuria (Diuresis) Produksi urin melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM. 5. Urinary suppresion Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urin secaratiba-tiba. Anuria (urin kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urin : 100-500 ml/24 jam) 2.5 Proses Berkemih Berkemih (mictio, mycturi, voiding atau urination) adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini di mulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada oprang dewasa)dan 200-250 cc (pada anak-anak). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urin yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan

impuls/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal. Komposisi urin : 1. 2. Air (96%) Larutan (4%) a. Larutan organik urea, amonia, kreatin, dan uric acid

b. Larutan anorganik Natrium (sodium), klorida, kalium(potasium), sulfat, magnesium, dan fosfor, Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak 2.6 Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Eliminasi Sistem tubuh yang berperan dalma terjadinya proses eliminasi urin adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra 1. Ginjal Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut) terdiri atas ginjal sebelh kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk di buang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yangdibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron urin disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. 2. Kandung kemih Kandung kemih (buli-buli bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam, memanjang di tengah, dan melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh. Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam di atur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfinter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot

lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.

3.

Uretra Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan sistemreproduksi, berukuran panjang 13,7 16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaituprostat. Selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7 6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine ke bagian luar tubuh Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, membran mukosa ini, pada keadaan patologis, yang terus menerus akan menjadikannya media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

2.7 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urin 1. Pengumpulan urin untuk bahan pemeriksaan Cara pengambilan urin tersebut, antara lain : pengambilan urin biasa, pengambilan uri steril, dan pengumpulan selama 24 jam. a. Pengambilan urin biasa merupakan pengambilan urin dengan mengeluarkan urin secara biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya di gunakan untuk

pemeriksaan kadar gula dalam urin, kehamilan, dan lain-lain b. Pengambilan urin steril merupakan pengambilan urin dengan menggunakan alat steril, di lakukan dengan kateterisasi yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya. c. Pengambilan urin selama 24 jam merupakan pengambilan urin yang di kumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urin selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal. Persiapan Alat dan Bahan : 1. 2. Botol penampung beserta penutup Etiket khusus

Prosedur kerja (untuk pasien mampu buang air kecil sendiri) 1. 2. Cuci tangan Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

3.

Bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, maka bantu untuk buang air kecil. Keluarkan urin, kemudian tampung ke dalam botol.

4.

Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri, maka anjurkan pasien untuk buang air kecil dan biarkan urin yang pertamakeluar dahulu. Kemudian anjurkan menampung urin ke dalam botol

5. 6. 2.

Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan Cuci tangan

Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang airkecil sendiri di kamar kecil di lakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut di lakukan untuk menampung urin dan mengetahui kelainan dari urin (warna dan jumlah)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian 1. Riwayat keperawatan a. b. c. 2. Pola berkemih Gejala dari perubahan berkemih Faktor yang mempengaruhi berkemih

Pemeriksaan fisik a. Abdomen : Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus b. Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina d. Genetalia laki-laki : Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum

3.

Intake dan output cairan a. b. c. d. e. f. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam) Kebiasaan minum di rumah Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan Output urin dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi Karakteristik urin : warna kejernihan, bau, kepekatan

4.

Pemeriksaan fisik a. Abdomen : distensi bladder, pembesaran abdomen, bising usus, nyeri abdomen, adanya kelainan abdomen yang lain b. Genetalia wanita : implamasi, lesi, nodul, adanya sekret dari meatus, vaginitas atropi c. Pemeriksaan genetalia laki-laki : adanya pengeluaran dari meatus uretra, adanya lesi, tenderness, pembesaran skrotum

5.

Pemeriksaan diagnostik a. b. Pemeriksaan urin : warna, kejernihan, dan bau Kultur urin : leukosit, eritrosit, glukosa, dan pH

3.2 Diagnosa Keperawatan & Rencana 1. Gangguan pola eliminasi urin : inkontinensia Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengontrol dalam pengeluaran urin. Kemungkinan berhubungan dengan : a. Gangguan neuromuskuler b. Spasme bladder c. Trauma pelvic d. Infeksi saluran kemih e. Trauma medulla spinalis Kemungkinan data yang di temukan : a. Inkontinensia b. Keinginan berkemih yang segera c. sering ke toilet d. menghindari minum e. Spasme bladder f. Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml Tujuan yang di harapkan a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urin setiap 4 jam b. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urin c. Klien berkemih dalam keadaan rileks Intervensi dan rasional 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam Rasional : membantu mencegah distensi/ komplikasi 2. Tingkatkan aktifitas dengan kolaborasi dokter/ fisioterapi Rasional : meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder 3. Kolaborasi dalam bladder training Rasional : menguatkan otot dasar pelvis 4. Hindari faktor pencetus inkontinensia urin seperti cemas Rasional : mengurangi/ menghindari inkontinensia 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi Rasional : mengatasi faktor penyebab 6. Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, tindakan lainnya Rasional : meningkatkan pengetahuan dan di harapkanpasien lebih kooperatif

2.

Retensi urin Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas. Kemungkinan berhubungan dengan : a. b. c. d. e. Obstruksi mekanik Pembesaran prostat Trauma Pembedahan Kehamilan

Kemungkinan di temukan data : a. b. c. d. e. f. Tidak tuntasnya pengeluaran urin Distensi bladder Hipertropi prostat Kanker Infeksi saluran kemih Pembedahan besar abdomen

Tujuan yang di harapkan : a. b. Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam Tanda dan gejala retensi urin tidak ada

Intervensi dan rasional 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam Rasional : menentukan masalah 2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam Rasional : memonitor keseimbangan cairan 3. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi Rasional : menjaga defisit cairan 4. Kurangi minum setelah jam 6 malam Rasional : menjaga nokturia 5. Kaji dan monitor analisis urin elektrolit dan beratbadan Rasional : membantu memonitor keseimbangan cairan 6. Lakukan latihan pergerakan Rasional : meningkatkan fungsi ginjal dan bladder 7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih Rasional : relaksasi pikiran dapat meningkatkan kemampuan berkemih 8. Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/ fisioterapi 10

Rasional : menguatkan otot pelvis 9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter Rasional : mengeluarkan urin 1) Persiapan alat dan bahan 1. 2. 3. Urineal Pengalas Tisu

2) Prosedur kerja 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Cuci tangan Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan Pasang alas urineal di bawah glutea Lepas pakaian bawah pasien Pasang urineal di bawah glutea/ pinggul atau di antara kedua paha Anjurkan pasien untuk berkemih Setelah selesai, rapikan alat Cuci tangan, catat warna, dan jumlah produksi urine

3) Melakukan Kateterisasi Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe indikasi, yaitu tipe intermitent indwelling (falley kateter) Indikasi : Tipe Intermitent 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tidak mampu berkemih 8 12 jam setelah operasi Retensi akut setelah trauma uretra Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik Cedera tulang belakang Degenerasi neuromuskular secara progresif Untuk mengeluarkan urine residual (straight kateter) dan tipe

Tipe indwelling 1. 2. Obstruksi aliran urine post op uretra dan struktur disekitarnya (Tur P) 11

3. 4.

obstruksi uretra inkontinensia dan disorientasi berat

4) Persiapan alat dan bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sarung tangan steril Kateter steril (sesuai dengan ukuran dan jenis) Duk steril Minyak pelumas / jelly Larutan pembersih antiseptik (kapas sublimat) Spuit yang berisi cairan Perlak dan alasnya Pinset anatomi Belgkok

10. urineal bag 11. sampiran 5) Prosedur kerja (pada perempuan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Cuci tangan Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan Atur ruangan Pasang perlak / alas Gunakan sarung steril Pasang duk steril Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (+3 kali hingga bersih) 8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Bersihkan bagian dalam 9. Kateter diberi minyak pelumas pada ujungnya, lalu asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas, asupan (2,5 5 cm) atau hingga urine keluar 10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades atau sejenisnya dengan menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap. Bila tidak dipasang tetap, tarik kembali sambil pasien disuruh napas dalam 11. Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi ke arah samping 12. Rapikan alat 13. Cuci tangan 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Eliminasi urin adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bledder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urin ke bledder. Dalam bledder urin di keluarkan melalui uretra. Eliminasi urin adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Sehingga urin dapat keluar dengan baik 3.2 Saran 1. Bagi pasien Hendaklah pasien bisa bekerja sama dengan tenaga kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan baik dan teliti. 2. Bagi mahasiswa Mahasiswa dapat melaksanakan teori manajemen keperawatan dalam praktek keperawatan. tampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian di

13

Anda mungkin juga menyukai