Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan makalah Nefrotik Syndrom ini selain merupakan tugas juga merupakan materi

bahasan dalam mata kuliah Fundamental of Pathophysiology and NursingCare in Urinary System Block. Dimana mahasiswa dari setiap kelompok akan membahas materi, sesuai dengan trigger yang telah ditugaskan kepada masingmasing kelompok. Ginjal merupakan salah satu organ yang memegang peranan penting dalam menjaga homeostasis tubuh. Salah satu fungsi vital ginjal ialah sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti resorbsi sejumlah solute dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solute dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai urin melalui sistem pengumpul. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan gangguan homeostasis tubuh yang dapat bermanifestasi secara sistemik. Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal ialah sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.

Tujuan 1. Mengetahui tentang definisi dari penyakit Nefrotik Syndrom 2. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Nefrotik Syndrom 3. Mengetahui etiologi dari penyakit Nefrotik Syndrom 4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Nefrotik Syndrom 5. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Nefrotik Syndrom 6. Mengetahui komplikasi dari penyakit Nefrotik Syndrom 7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari penyakit Nefrotik Syndrom 8. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Nefrotik Syndrom 9. Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit Nefrotik Syndrom Manfaat Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca mengetahui mengenai penyakit Nefrotik Syndrom dan asuhan keperawatannya klien yang menderita penyakit Nefrotik Syndrom.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999). Sindrom Nefrotik dikarakteristikkan oleh bocornya protein yang berasal dari darah ke urin melalui glomeruli menghasilkan proteinuria (960 mg/m2/24 jam;atau 40 mg/m2/jam), hipoalbuminemia (serum albumin <25 g/L), hiperkolesterolemia dan edem generalisata (1-5). 2. KLASIFIKASI Pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu:

1. Sindrom nefrotik respon steroid (SNSS) 2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) Beberapa batasan yang dipakai pada SN adalah: a. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. b. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. c. Relaps jarang: proteinuria +2/> muncul kembali kurang dari dua kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. d. Relaps sering : proteinuria +2/> muncul kembali 2 kali dalam 6 bulan atau 3 kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. e. Dependen steroid: relaps terjadi saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut. f. Resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu ke delapan pengobatan steroid alternating. Whaley dan Wong (1999) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik: a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change Nephrotic Syndrome). Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihatdengan mikroskop cahaya. b. Sindrom Nefrotik Sekunder Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. c. Sindrom Nefrotik Kongenital Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.

Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

3. EPIDEMIOLOGI Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002) 4. ETIOLOGI Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : a. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Toksin Bacterial alergen: Endocarditis, logam Cytomegalic (Hg), Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. dan berat Trimethadion, paramethadion, probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome 1

c. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :

Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. Glomerulonefritis proliferatif o Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. o Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. o Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk. o Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin betaIC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. o Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas. d. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk. 5. FAKTO RESIKO

Jenis kelamin: pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Dengan angka kejadian 2/100.000 kelahiran/tahun. Sementara untuk orang dewasa perbandingannya sama antara laki-laki dan perempuan.

Usia: biasanya banyak di usia 2-6 tahun . Punya riwayat keluarga yang pernah menderita NS Penyakit genetic Penyakit imun Penggunaan obat intravena (heroin, dll) Infeksi hepatitis B atau C, HIV Imunosupresi (hasil penggunaan cyclosprine) Kanker Penggunaan analgesik kronik Kehamilan Alergi

6. PATOFISIOLOGI

Idiopatik

Sekunder

Bawaan

Fokal Segmental

Sindrom Nefrotik

Kurang informasi

Gangguan pembentukan glomerulus

MK : Kurang pengetahuan tentang penyakit

Albumin melewati membran bersama urine

Hpoalbuminemia

T ekanan koloid turun, tekanan hidrostatik naik

Retensio cairan di rongga perut

Cairan masuk ke ekstra seluler

Asites

Retensio cairan seluruh tubuh

Gangguan citra tubuh

Edema anasarka Menekan diafragma Ekspansi otot pernapasan tidak optimal Nafas tidak adekuat Menkan isi perut Gangguan imobilisasi Mual muntah Penekanan terlalu dalam pada tubuh MK : Gangguan cairan dan elektrolit

Nafsu makan turun

MK : Gangguan pola napas

MK : Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Pengiriman nutrisi dan O2 ke jaringan turun

Hipoksia jaringan Kondisi lemah Daya tahan tubuh turun

MK : Gangguan tumbuh kembang

MK : Gangguan mobilitas fidsik

MK : Resiko infeksi

MK : Kerusakan integritas kulit

MK : Ganguan perfusi jaringan

7. MANIFESTASI KLINIS Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah

periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang

menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa Sakit kepala, malaise, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002).

8. KOMPLIKASI a. Keseimbangan nitrogen Proteinuri masif pada SN menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif. Penurunan masa otot sering ditemukan (10% - 20%) tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka, dan baru tampak setelah edema menghilang. b. Hiperlipidemia dan lipiduri Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kolesterol

disebabkan peningkatan LDL ( Low Density Lipoprotein ), lipoprotein utama pangangkut kolesterol, LDL yang tinggi ini disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. lipiduri ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel cast seperti badan lemak berbentuk oval (Oval Fat Boddies) dan Fatty cast . c. Hiperkoagulasi Kelainan ini disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktifitas berbagai faktor koagulasi SN intinsik cukup dan ekstrinsik. meliputi Mekanisme peningkatan hiperkoagulasi pada komplek

fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. d. Metabolism kalsium dan tulang Vitamin D merupakan unsur yang penting dalam metabolisme kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN umumnya normal maka osteomalasi dan hipoparatiroidisme yang tak terkontrol jarang dijumpai. e. Infeksi Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan gangguan sistem komplemen. Penurunan kadar IgG, IgA, dan Gamma Globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah sel T dalam sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas seluler. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferin dan Zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi dengan normal. f. Gangguan fungsi ginjal Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubuler akut, mekanisme lain yang menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.

g. Komplikasi lain Malnutrisi kalori protein dapat terjadi pada pasien SN dewasa terutama apabila disertai proteinuri masif, asupan oral yang kurang dan proses katabolisme yang tinggi. Hipertensi tidak jarang ditemukan sebagai komplikasi SN terutama dikaitkan dengan retensi natrium dan air (Prodjosudjadi W., 2006)

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan rutin Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED Urinalisis : Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif ( 2+), dapat disertai hematuria. Kimia darah : koesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin, asam urat, Na, K, Ca dan P Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal Klirens kreatinin (rumus Schwart) K x tinggi badan (cm) Kreatinin serum (mg/dl) Nilai K pada: BBLR < 1 tahun Aterm < 1 tahun 1-12 tahun Perempuan 13-21 tahun Laki-laki 13-21 tahun Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai) = 0,33 = 0,45 = 0,55 = 0,57 = 0,70

b. Pemeriksaan atas indikasi Foto torak, EKG bila dijumpai edema berat ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis

CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis, leukosituria dan silinderuria ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE Biopsi ginjal dengan indikasi: o Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis o Usia <1 tahun o C3 menurun secara persisten o Steroid persisten/ relaps sering (selama atau pasca terapi steroid)

10. PENATALAKSANAAN a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3 gram/kgBB/hari b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu

d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital (Arif Mansjoer,2000) PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan sindroma nefrotik semata-mata untuk

mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyulit. Prinsip pengobatan simtomatik dan rasional berdasarkan patofisiologi Patofisiologi Kerusakan glomerulus Pengobatan 1. Imunosupresif 2. Antikoagulansia 3. Antiagregasi trombosit Kehilangan protein Diet kaya protein hewani

Penurunan tekanan osmotik dan Infus salt poor human albumin hipoalbuminemia Sekresi aldosteron meningkat Retensi Na dan air Diuretik spironolakton Diuretik spironolakton Sembab (resisten ) Drainase furosemid atau

Kerusakan glomerulus Imunosupresif - Prednisone 2 mg/kgBB/hari (kurang dari 80 mg/hari) dibagi 3 takaran selama 28 hari atau 2 minggu untuk penderita dengan remisi lengkap. Selanjutnya 4 mg/kgBB/hari sebagai takaran tunggal selama satu bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai total 4-6 bulan.

- Prednisone 60-80 mg/hari selama 2-4 minggu. Bila memperlihatkan remisi lengkap dilanjutkan intermeten selama 4-6 bulan. Antikoagulansia Digunakan untuk mencegah penyulit hiperkoagulasi dengan fenomen tromboemboli, mencegah terjadinya agregasi trombosit dan defosit fibrin atau thrombus. Yang sering dipakai adalah heparin, warfarin, dan fenindion. Dapat dikombinasi dengan obat sitostatik seperti siklofosfamid. Antiagregasi trombosit Indometasin merupakan obat anti inflamasi untuk arthritis. Takaran biasanya antara 3-4 mg/kg BB/hari per rectal atau 2-3 mg/kg BB/hari per oral. Koreksi keadaan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan osmotik . Diet kaya protein; terutama protein hewani dengan takaran 2-3 gram/kg BB/hari. Infus salt-poor human albumin; rumus berikut dipakai untuk memperkirakan takaran albumin yang diperlukan : (kons. Albumin yang diinginkan kons. Albumin serum) x perkiraan x 2 Indikasi medik untuk pasien sindroma nefrotik yang resisten terhadap diuretik (500 mg Furosemid dan 200 mg spironolakton). Retensi natrium dan air. 1. Pembatasan garam dapur Pemberian garam dapur sekitar 1,5 gram per hari disertai pemberian diuretik. Penderita dilarang makan ikan asin, telur asin, kecap, atau makanan kaleng. 2. Pemberian diuretik

Dianjurkan pemberian diuretik hidroklorotiazid atau furosemid dengan atau tanpa kombinasi Potassiumsparring diuretics. Penambahan 50100 mg triamteren penting untuk mencegah hipokalemia. 3. Pengobatan lokal sembab Pada penderita dengan anasarka berat dan serum albumin < 1,5 gram/100 ml atau telah menderita penurunan faal ginjal LFG, diuresis spontan atau diuresis dengan diuretik sulit diharapkan. Kadang dengan cara incisi kulit tungkai dapat mengeluarkan cairan sebanyak 2-3 liter per hari. Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. PROTOKOL PENGOBATAN International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. a. Sindrom nefrotik serangan pertama Perbaiki keadaan umum penderita : Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 23 gram/kgBB/hari.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan alkalosis diuretic perlu dipantau atau kemungkinan cairan hipokalemia, antihipertensi. metabolic, kehilangan

intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

b. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah

diagnosis relapse ditegakkan. Perbaiki keadaan umum penderita

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.

Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan

Sindrom nefrotik kambuh sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m 2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m 2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan. Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

REFERENSI Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Rauf, Syarifuddin. 2002. Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Makassar : FK UH Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC Wong,L. Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC Prodjosudjadi W., 2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 1174 - 81 Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC Doengoes et. Al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa. Jakarta : EGC

LAPORAN PROBLEM SOLVING NEFROTIK SYNDROM

Oleh: Silfiah Nofi Permata (105070200111023)

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2012

Anda mungkin juga menyukai