Anda di halaman 1dari 24

BAB 1 PENDAHULUAN Dalam keadaan normal, ketuban sebagai salah satu hasil konsepsi memiliki peranan penting baik

dalam kelangsungan kehamilan maupun saat proses persalinan berlangsung. Dalam kehamilan, ketuban berperan sebagai pelindung janin terhadap trauma dari luar, membuat janin bisa bergerak bebas dan melindungi suhu tubuh janin. Sementara itu peranannya pada proses persalinan yaitu dalam hal meratakan tekanan dalam uterus sehingga serviks jadi terbuka; dan ketika selaput ketuban itu pecah saat inpartu maka akan semakin memberi tenaga untuk membuka jalan lahir karena membuat pembukaan serviks semakin besar, mempercepat penurunan bagian terbawah janin, dan membantu membersihkan jalan lahir.1,2 Terdapat kecenderungan selaput ketuban pecah lebih awal pada ibu hamil yang disertai dengan beberapa faktor resiko seperti adanya peningkatan degradasi kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, kehamilan ganda, hidramnion, atau defisiensi nutrisi.8 Secara umum hal ini disebut Ketuban Pecah Dini (KPD). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah suatu keadaan berupa pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, yang bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1 Istilah ini kemudian berkembang sesuai dengan usia kehamilan saat diagnosis ditegakkan yaitu apabila pecahnya selaput ketuban itu terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu maka disebut Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM).3,4,7,10 Keadaan ini kemudian menjadi salah satu pusat perhatian para ahli di bidang Obstetri oleh karena komplikasinya yang melibatkan ibu dan janin. Secara umum komplikasi yang menyertai KPD baik bagi si ibu maupun janin adalah ancaman infeksi (intrauterine ascending infection) yang nantinya akan berakibat fatal hingga terjadinya kematian janin bila penanganannya tidak segera dan tidak tepat karena semakin besar periode laten (jarak waktu antara kejadian pecahnya selaput ketuban dengan mulainya persalinan) maka resiko infeksi akan semakin besar.3 Apabila pecahnya selaput ketuban terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (24-37 minggu) yang disebut sebagai PPROM maka bahaya utama yang mengancam adalah terjadinya kelahiran prematur.3,7 Hal ini terkait data statistik yang menunjukan bahwa 85 % morbiditas dan

mortalitas neonatus adalah prematuritas3 dan PPROM merupakan faktor risiko ketiga terbesar (30-40 % kehamilan dengan PPROM berakhir dengan kelahiran prematur) 4 terjadinya kelahiran prematur dengan insiden sebesar 3 % dari seluruh kehamilan.3 Harapan pun kemudian bertumpu pada kemampuan mendiagnosis sedini mungkin keadaan ini dan memberikan penanganannya yang tepat sesuai usia kehamilan, keadaan ibu dan keadaan janin dimana infeksi dan kelahiran prematur serta kompilkasi lain bisa dicegah sehingga outcome berupa well health baby dan well health mother bisa dicapai.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of Membranes (PROM) adalah suatu keadaan berupa pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, yang bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1,3 Keadaan ini apabila ditinjau dari usia kehamilan, bisa terjadi pada usia kehamilan aterm (37-40 minggu) atau pada usia kehamilan preterm (24-37 minggu) yang selanjutnya disebut Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM).3,7 Sumber lain menyebutkan pula istilah Early Rupture of Membranes (ERM) yaitu apabila pecahnya ketuban berlangsung pada fase laten persalinan kala I.1 2.2 Prevalensi Menurut Eastman, insiden KPD ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan. 1 Khusus untuk PPROM , dari prevalensinya yang sebesar 3 % dari semua kehamilan ternyata mampu menyumbangkan 30-40 % kelahiran prematur.3 2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Sampai saat ini etiologi atau penyebab pasti terjadinya KPD masih belum jelas. Akan tetapi ada beberapa faktor resiko yang dianggap berperan dalam terjadinya KPD tersebut, diantaranya: a. Peningkatan degradasi kolagen b. Infeksi (misalnya infeksi saluran kemih) c. Inkompetensi serviks d. Hormonal e. Kehamilan ganda dan polihidramnion f. Defisiensi nutrisi

2.4 Patogenesis

Gambar 1. Faktor Resiko terjadinya KPD Peningkatan Degradasi Kolagen Degradasi kolagen dimediasi oleh Matrix Metalloproteinase, yang dihambat oleh enzim enzim yang diproduksi oleh tissue inhibitor spesifik & inhibitor lainnya. Interstitial Colagenases Matrix M-1 (MMP-1) & MMP-8 membelah triple helix dari fibrillar colagen, yang kemudian didegradasi lebih lanjut oleh gelatinase MMP-2 & MMP-9. Gelatinase-gelatinase tersebut juga memecah kolagen tipe IV, fibronektin & proteoglikan. Pada selaput ketuban manusia, protein & mRNA MMP-1 & MMP9 terdapat pada sel epitelial selaput amnion & korionik tropoblas. Sehingga lapisan kompak kolagenous dari selaput ketuban terletak di antara 2 lapisan sel yang memproduksi Matrix Metalloproteinase. Tissue inhibitor terhadap metalloproteinase membentuk kompleks 1:1 dengan metalloproteinase & menghambat aktivitas proteolitiknya. Tissu inhibitor M-1 (TIMP-1) berikatan dengan MMP-1, MMP-8, & MMP-9 yang teraktivasi, & TIMP-2 berikatan dengan bentuk laten dan aktif dari MMP-2. TIMP-3 & TIMP-4 menghambat matrix Metaloproteinase seefisien TIMP-

1. Aktivitas yang terkoordinasi dari Matrix metalloproteinase & Tissue inhibitornya adalah hal yang esensial bagi proses remodeling dari matrix ekstraseluler. Integritas dari membran amnion tidak akan mengalami perubahan selama masa gestasi, disebabkan karena kombinasi dari aktivitas yang rendah dari Matrix Metalloproteinase & konsentrasi yang relatif lebih tinggi dari TMP-1. Mendekati persalinan, keseimbangan antara Matrix Metaloproteinase yang teraktivasi & inhibitor-inhibitornya berubah ke arah degradasi proteolitik terhadap matrix ekstra seluler selaput ketuban. Pada amnion dan korion manusia, aktivitas MMP-9 meningkat & TMP-1 menurun secara dramatis pada persalinan. Aktivitas MMP-1 meningkat sebelum persalinan; aktivitas MMP-9 & MMP-3 meningkat selama persalinan, & aktivitas TIMP-1 meningkat setelah bayi lahir. Perubahan-perubahan tersebut mencerminkan progresi yang terkoordinasi dari rangkaian kejadian sebelum & selama persalinan yang mengakibatkan degredasi terkendali dari kolagen dalam selaput ketuban. KPD mungkin disebabkan karena aktivitas yang tidak seimbang dari metalloproteinase & tissue inhibitornya, kemudian menyebabkan degradasi matrix ekstra seluler yang tidak memadai pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase meningkat pada KPD aterm, aktivitas protease meningkat pada KPD preterm (dengan aktivitas MMP-9 yang dominan). Infeksi intra uterin dapat merupakan predisposisi KPD melalui beberapa mekanisme, salah satu mekanisme tersebut menginduksi degradasi dari matrix ekstra seluler. Beberapa organisme yang terdapat pada flora vagina, termasuk streptokokus group B, stafilokokus aureus, trikomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang mengakibatkan bakterial vaginosis, mensekresi protease yang dapat mendegradasi kolagen dan melemahkan selaput ketuban. Secara in vitro, proteolisis dari matrix selaput ketuban dapat dicegah dengan pemberian antibiotika. Infeksi Data epidemiologi menunjukan adanya hubungan antara kolonisasi bakteri pada traktus genitalia oleh streptokokus group B, Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang menyebabkan vaginal vaginosis (vaginal anaerob, gardnerella vaginalis, mobiluncus species, dan micoplasma genitalia) dengan meningkatnya kejadian KPD. Demikian juga pada banyak penelitian

menyatakan pengobatan infeksi pada wanita dengan antibiotika dapat menurunkan kejadian KPD Peranan infeksi dalam menimbulkan KPD dapat melalui beberapa mekanisme: 1. Banyak organisme yang sering ditemukan dalam flora vagina, termasuk streptokokus group B, staphylococcus aureus, trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial vaginosis, mensekresi protease yang dapat menyebabkan degradasi kolagen dan melemahkan selaput ketuban. 2. Respon inflamasi tubuh terhadap infeksi traktus genitalia mempunyai mekanisme yang potensial untuk terjadinya KPD. Respon inflamasi berupa pelepasan PNM dan makrofag yang dibawa ketempat infeksi dan memproduksi sitokin, matriks metaloproteinase, dan prostaglandin. Inflamasi sitokin, meliputi IL-1 dan TNF , sel korion. 3. Infeksi bakteri dan respon inflamasi tubuh menyebabkan terjadinya iritabilitas uterus dan degradasi kolagen selaput amnion. Strain tertentu dari bakteri menghasilkan phospolipase A2, yang dapat merangsang pelepasan prekursor prostaglandin yaitu asam arakidonat kedalam cairan amnion. Respon imun terhadap infeksi berupa pembentukan sitokin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin cyclooxygenase E2 II, oleh yang sel amnion. Prostaglandin asam E2 merangsang menjadi dapat mengubah arakidonat merupakan produk dari monosit, sitokin ini meningkatkan

ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada tingkat transkripsi dan post-transkipsi pada

prostaglandin. Prostaglandin E2 mengurangi sintesis kolagen dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3. 4. Komponen lain dari infeksi adalah pembentukan glukokortikoid. Glukokortikoid merangsang pembentukan prostaglandin. Demikian juga dexametason menekan sintesis fibronektin dan kolagen tipe III pada kultur membran amnion. Penemuan ini menunjukan bahwa pembentukan glukokortikoid dalam respon terhadap infeksi menyebabkan ruptur membran amnion. Inkompeten Serviks Dengan adanya inkompeten serviks menyebabkan selaput amnion di tempat tersebut akan menerima tekanan yang lebih besar dari intrauterin. Adanya serviks yang

membuka menyebabkan selaput amnion lebih sering kontak dengan flora vagina yang dapat menyebabkan infeksi. Hormon Progesteron dan estradiol menekan remodeling matrik ekstraseluler pada jaringan reproduksi. Kedua hormon tersebut menekan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi metaloproteinase tissue inhibitor pada fibroblas serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menekan produksi kolagenase pada jaringan fibroblas serviks. Relaxin yang diproduksi pada desidua dan plasenta merupakan hormon yang berperan meregulasi remodeling connective tissue, dan melawan efek inhibitor dari estradiol dan progesteron dengan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 selaput amnion. Kehamilan Kembar dan Polihidramnion Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrauterin menyebabkan peregangan selaput amnion dan dapat menurunkan perfusi pada membran amnion sehingga mempermudah terjadinya KPD. Defisiensi Nutrisi Vitamin C sangat diperlukan untuk pembentukan kolagen. Pasien dengan defisiensi vitamin C sering menderita KPD. Pasien dengan KPD perawatan konservatif sering diberikan suplementasi vitamin C. Ibu hamil dengan anemia sangat riskan terjadi infeksi, dengan infeksi seperti yang dijelaskan diatas dapat merangsang terjadinya KPD. Lain-lain Keadaan yang sering dihubungkan dengan terjadinya KPD adalah trauma baik langsung pada selaput ketuban maupun tidak langsung yaitu pada dinding abdomen. Pemeriksaan dalam yang dilakukan terlalu sering juga merupakan predisposisi terjadinya KPD. Wanita yang merokok juga dapat meningkatkan kejadian KPD. 2.5 Diagnosis Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan: Anamnesis Berupa adanya riwayat keluar air pervaginam dengan warna, bau yang sesuai dengan ciri air ketuban, atau dengan adanya partikel-partikel dalam cairan

seperti rambut-rambut halus (lanugo) dan lemak (verniks), bisa ada darah, tapi Ibu tidak merasakan adanya kontraksi.3,7 Pemeriksaan fisik Dengan inspeksi area genital tampak adanya cairan yang keluar pervaginam. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo yaitu bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan atau apabila ibu batuk, maka akan keluar cairan dari Ostium Uteri Internum (OUI).7 Dengan pemeriksaan dalam berupa Vaginal Toucher (VT) bisa didapatkan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban yang sudah pecah.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan seperti dengan menggunakan kertas lakmus yang menunjukkan reaksi basa yaitu bila semula kertas lakmus berwarna merah maka ia akan berubah jadi biru, tapi bila semula memang biru maka tidak akan terjadi perubahan warna pada kertas itu. Akan tetapi sebelumnya untuk memperoleh hasil yang akurat maka mesti ditanya dulu pada ibu apakah sebelumnya melakukan hubungan suami istri, karena adanya kontaminasi semen atau darah bisa menimbulkan hasil positif palsu.3 Pemeriksaan secara mikroskopis juga bisa dikerjakan dengan indikator berupa tampaknya lanugo atau verniks kaseosa.3,7 Apabila dengan pemeriksaan fisik masih timbul keragu-raguan maka bisa dilakukan pemeriksaan ultrasonography (USG) untuk mengetahui Amniotic Fluid Index (AFI) selain juga bisa untuk mengetahui usia kehamilan, berat janin dan presentasinya. Dan apabila dengan USG juga masih ragu maka bisa dilakukan amniocentesis bila perlu dan bila fasilitas memungkinkan untuk mengetahui apakah membran benar telah ruptur.3 2.6 Penatalaksanaan Tergantung pada usia kehamilan ketika KPD terdiagnosis, keadaan janin, dan keadaan ibu. Prinsipnya adalah memperpanjang kehamilan hingga paru-paru janin matang (pada KPD preterm) atau segera pertimbangkan untuk terminasi kehamilan apabila dicurigai atau terdiagnosis korioamnionitis.

KPD dengan kehamilan aterm Data statistik menunjukan bahwa 90 % pasien dengan status ini akan mengalami persalinan spontan dalam 24 jam, sehingga pada kasus ini dalam memutuskan apakah persalinan akan ditunggu berlangsung spontan atau dengan induksi adalah tergantung keputusan ibu dan keluarga dengan tetap memberi pertimbangan bahwa bahaya infeksi akan tetap mengancam sebanding dengan besarnya angka periode laten, yaitu semakin lama jarak antara pecahnya ketuban dengan berlangsungnya persalinan maka resiko untuk terjadinya infeksi baik pada ibu maupun pada janin akan semakin meningkat.3 Prinsip penanganan pada keadaan ini adalah a. Diberikan antibiotika profilaksis, berupa Ampisillin 4 x 500 mg selama 7 hari b. Bisa dilakukan observasi hingga persalinan berlangsung spontan dengan tetap memperhatikan keadaan janin (gerak janin dan denyut jantung janin) dan keadaan ibu ( suhu rektal) c. Terminasi harus segera dilakukan apabila: hasil pemeriksaanadmission test patologis, bila suhu rektal meningkat atau lebih dari 37,6oC, belum ada tanda-tanda inpartu setelah observasi selama lebih dari 12 jam Terminasi kehamilan dilakukan dengan mempertimbangkan nilai pelvic score (PS):11 Nilai Pelvik menurut Bishop Kriteria Pembukaan serviks (cm) Pendataran serviks Konsistensi serviks Posisi serviks Penurunan kepala diukur dari bidang Hodge III (cm) Apabila PS > 5, maka terminasi bisa dilakukan dengan drip oksitosin dan bila drip gagal maka seksio cesaria adalah pilihannya. Tapi apabila PS < 5 maka perlu 0 0 0 30 % Keras Ke belakang -3 1 1-2 40 50 % Sedang Searah sumbu jalan lahir -2 2 3-4 60 70 % Lunak Ke arah depan -1 . 0 +1 +2 3 5-6 80 %

dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu apabila ingin diakhiri dengan persalinan pervaginam dengan menggunakan misoprostol 50 mikrogram tiap 6 jam secara oral dengan pemberian maksimal 4 kali pemberian. KPD dengan kehamilan Preterm 50 % kasus sesuai data statistik akan lahir prematur dengan jarak 1 minggu dari waktu pecahnya ketuban.3 Ancamannya adalah kelahiran prematur dengan kondisi janin yang viable dan juga ascending infection 7, sehingga prinsip penanganannya adalah sebisa mungkin memperpanjang kehamilan hingga paru-paru janin matang. a. Penanganan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas NICU yang lengkap b. Diberikan antibiotika profilaksis, berupa Ampisillin 4 x 500 mg selama 7 hari c. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (bila usia kehamilan < 35 minggu) berupa deksametasone 5 mg tiap 6 jam. d. Observasi di kamar bersalin : tirah baring selama 24 jam (selanjutnya dirawat di ruang obstetri) dan observasi temperatur rektal tiap 3 jam. e. Observasi di ruang obstetri: temperatur rektal dicek setiap 6 jam dan juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu leukosit dan laju endap darah (LED) tiap 3 hari. f. Perawatan konservatif dilakukan sampai janin viable dan selama perawatan dilarang melakukan pemeriksaan dalam. g. Setelah satu minggu perawatan konservatif, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban. h. Pasien bisa dipulangkan pada hari ke-7 perawatan konservatif dengan saran: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, dan bila keluar air lagi disarankan untuk segera ke rumah sakit untuk dipertimbangkan diterminasi dengan tetap melihat hasil laboratorium. Adapun kriteria infeksi pada KPD secara klinis dan laboratorium sebagai pertimbangan menterminasi kehamilan adalah: Kriteria klinis infeksi pada KPD:8 1. Febris 2. Uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam) 3.Takikardia (denyut nadi maternal > 100x/mnt) 4. Denyut jantung janin yang > 160 x/mnt Kriteria Laboratorium infeksi pada KPD:8

10

1. Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL merupakan alaram) 2. Pengukuran C-reactive protein cairan amnion gas-liquid chromatography bermanfaat dalam mendeteksi amnionitis. 3. Amniosintesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan amnion yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob) 2.7 Komplikasi Komplikasi yang terjadi diantaranya tergantung dari usia kehamilan saat didiagnosis, dan lamanya periode laten. Komplikasi utama pada ibu adalah terjadinya infeksi, sedangkan pada janin selain berupa infeksi, juga bisa berupa kelahiran prematur, abruptio placenta, fetal distress, fetal restriction deformities, pulmonary hipoplasia dan bahkan sampai terjadinya kematian janin. 2.8 Prognosis Baik buruknya tergantung pada sedini mungkin dalam mendiagnosis KPD dan management yang segera dan tepat sehingga resiko infeksi bisa diminimalisir. Pada kasus PPROM , prognosisnya baik pada usia kehamilan >32 minggu sepanjang tidak ada komplikasi yang menyertai seperti malformasi kongenital. 2.9 Pencegahan Sulit untuk bisa dilakukan pencegahan, oleh karena penyebab pasti KPD itu sendiri belum ditemukan. Akan tetapi dengan menghindari beberapa faktor resikonya, terjadinya KPD mungkin bisa dicegah. Pencegahan disini juga meliputi upaya mencegah terjadinya intrauterine ascending infection misalnya dengan pemberian antibiotika profilaksis, atau dengan mengurangi pemeriksaan dalam.

BAB 3 LAPORAN KASUS

11

A. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat Bangsa Status Perkawinan Tanggal MRS B. Anamnesis 1. Keluhan Utama : Keluar air per vaginam Perjalanan penyakit : Pasien datang mengeluh keluar air pervaginam sejak pukul 08.00 WITA (15 Agustus 2013), cairan yang keluar dirasakan pasien seperti merembes, tidak lengket dan jernih. Air dirasakan merembes tiba-tiba saat pasien baru bangun dari tidur. Cairan tersebut dikatakan tidak berbau busuk. Pasien tidak merasakan nyeri perut hilang timbul sebelumnya dan tidak terdapat lendir bercampur darah. Gerak anak dirasakan baik oleh pasien dan tidak terdapat riwayat panas badan sebelumnya. Riwayat trauma atau berhubungan seksual sebelumnya disangkal. Makan dan minum seperti biasa, buang air kecil dan buang air besar lancar. 2. Riwayat Menstruasi Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 35 hari tiap kali menstruasi Hari pertama haid terakhir : 19 November 2012 TP : 26 Agustus 2013 : NPID : 22 Tahun : Perempuan : Hindu : Ibu rumah tangga : Desa Panji Sukasada Buleleng : Indonesia : Menikah : 15 Agustus 2013 (pkl 09.45 WITA)

3. Riwayat Perkawinan Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang sudah 5 bulan 4. Riwayat Persalinan : 1. Saat ini

12

5. Riwayat Ante Natal Care (ANC) Di bidan, secara teratur. Pemeriksaan USG pernah dilakukan 1 kali di dokter spesialis kebidanan dan kandungan dan dikatakan baik. 6. Riwayat KB Pasien tidak pernah menggunakan KB 7. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit jantung, asma, diabetes mellitus, alergi obat dan hipertensi disangkal oleh pasien. 8. Riwayat Imunisasi TT telah dilakukan 2 kali C. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu tubuh Tinggi badan Berat badan Status Generalis Mata THT Toraks Abdomen Ekstremitas Status Obstetri Pemeriksaan Luar : anemia -/-, ikterus -/: kesan tenang : Cor Pulmo : S1S2 tunggal, regular, mur-mur : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/: baik : composmentis : 110/80 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : 36,6 C : 157 cm : 59 kg

: ~ status obstetri : edema -/-, hangat +/+

13

1. Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae 2. Abdomen Inspeksi Palpasi I. : Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan striae albicantus) : 1. Pemeriksaan Leopold Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah Procesus Xiphoideus (34 cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong) II. III. IV. 2. His (-) Auskultasi Pemeriksaan dalam : Tampak cairan jernih merembes keluar dari vagina, darah (-).lakmus test (+) VT (pk.09.45) : Pembukaan servik 1 jari, eff 25%, ketuban (-) jernih Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat D. Diagnosis Kerja G1P0000, 38-39 minggu, tunggal/hidup, ketuban pecah dini + anemia ringan PBB: 3410 gram E. Rencana Kerja Penunjang dx : DL,SI,TIBC, ferritin Terapi : exp. Pervaginam Ampicillin 4 x 500 mg tablet : DJJ +, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kiri, frekuensi (140x/menit) Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan bagian kecil di kanan. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala) Bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul

14

Monitoring KIE

: keluhan, vital sign, his, djj,kemajuan persalinan, temperature rectal setiap 3 jam : penderita dan keluarganya tentang rencana untuk tindakan pengelolaan KPD aterm.

F. Pemeriksaan Laboratorium DL (15/08-2013) HGB : 9,70 g/dL Platelet HCT RBC Fe :: 173x103/uL : 31,2 % : 3,76 x 106/uL : 51,8 ug/dL WBC : 5,26 x 103/uL

UIBC : 505,6 ug/dL TIBC : 557,40 ug/dL

G. Perjalanan Penyakit Pk. 09.45 23.30 His dan djj tiap 15 menit, djj (+) baik ToRec tiap 3 jam stabil 37,0oC

Pk. 15.20 wita : keluhan : sakit perut (+), keluar air (+), gerak anak (+) Pmx : Status present: Keadaan umum Kesadaran Nadi Respirasi Suhu tubuh Status general: : baik : compos mentis : 84 x/menit : 20 x/menit : 36,6 C

Tekanan darah: 120/70 mmHg

15

Kepala Toraks Abdomen Ekstremitas Status obstetri: Abdomen

: Mata : Jantung Pulmo

anemia -/-, ikterus -/ S1S2 tunggal, regular, mur-mur vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

: ~ status obstetri : (superior/inferior) edema -/-, hangat +/+

: tinggi fundus uteri 34 cm, letak kepala dengan penurunan 4/5, His (+), DJJ: 143

Pemeriksaan dalam (VT) : Pembukaan 2cm, efficement 25 %, ketuban (-) jernih, bagian bawah teraba kepala dengan denominator belum jelas penurunan Hodge I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat Assesment : G1P0000, 38-39 minggu, tunggal/hidup, partus kala I (keluar air) + anemia ringan PBB = 3410 gr, PS = 3 Penatalaksanaan : expectative pervaginam, ampicillin 4x 500g (oral) Terapi : Observasi : keluhan, vital sign, djj, his KIE : pasien dan keluarga Pk. 19:20 : keluhan : sakit perut (+), keluar air (+), gerak anak (+) Pmx : Status present: Keadaan umum Kesadaran Nadi Respirasi Suhu tubuh Status general: Kepala : Mata anemia -/-, ikterus -/: baik : composmentis : 84 x/menit : 20 x/menit : 36,7 C

Tekanan darah: 120/70 mmHg

16

Toraks Abdomen Ekstremitas Status obstetri: Abdomen

: Jantung Pulmo

S1S2 tunggal, regular, mur-mur vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

: ~ status obstetri : (superior/inferior) edema -/-, hangat +/+

: tinggi fundus uteri 34 cm, letak kepala dengan penurunan 4/5, His (+) 3-4x/10 30-35, DJJ: 142

Pemeriksaan dalam (VT) : Pembukaan 4cm, efficement 50 %, ketuban (-) jernih, bagian bawah teraba kepala dengan denominator belum jelas penurunan Hodge I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat Assesment : G1P0000, 38-39 minggu, tunggal/hidup, partus kala I (keluar air) + anemia ringan PBB = 3410 gr, Penatalaksanaan : expectative pervaginam, ampicillin 4x 500g (oral) Terapi : Observasi : keluhan, vital sign, djj, his KIE : pasien dan keluarga

Pk.23:15 : Pasien ingin mengedan. Dilakukan evaluasi: Abdomen : His (+) 4-5x/10~40-45 DJJ (+) 144x/menit VT : pembukaan lengkap, ketuban (-) jernih, teraba kepala dengan ubun-ubun kecil depan, penurunan Hodge III (+), tidak teraba bagian kecil atau tali pusat. Assesment: G1P0000, 38-39 mgg, tunggal/hidup, partus Kala II + anemia ringan Penatalaksanaan : Terapi : pimpin persalinan

17

Monitoring KIE Pk. 23:39 :

: observasi keluhan, vital sign, DJJ : kepada ibu tentang cara meneran

Lahir bayi laki-laki yang segera menangis, kemerahan dan tonus otot baik, caput (-), tidak ada kelainan, anus (+), nilai Apgar-score 8-9, berat badan lahir 3550 gram, panjang badan 50 cm, sisa ketuban jernih (+).

Pk. 23:45 : Lahir plasenta kesan lengkap, Assesment : P1001 PP Spt B PP hari 0 Penatalaksanaan : Monitoring : Observasi 2 jam post partum Terapi : Ampicillin 4 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Sulfas Ferosus 2 x 300mg Metyl Ergometrin 3x 0,125mg KIE : Mobilisasi ASI eksklusif KB post partum Tabel evaluasi 2 jam PP Pukul 00.15 00.30 00.45 01:00 01.30 02.00 Pk. 02.40 Pasien pindah ke ruangan. TD 110/70 110/70 120/70 120/80 120/80 120/80 N 80 80 84 84 82 82 RR 20 20 20 20 20 20 kontraksi + + + + + + Perdarahan -

Follow up di ruangan

18

Tgl 16-8-13

S Keluhan () Ma (+),Mi (+) ASI (+) Mobilisasi (+) Perdarahan pervaginam aktif (-) Nyeri luka jahit (-)

O St present TD : 110/70 N : 80 x/mnt RR :20 x/mnt St general Mata :an -/Cor/Po : dbn St obstetri Abd : Tfu 2 jr bpst Kontraksi (+) baik Distensi (-) BU(+)N Vag : Perdarahan aktif (-), Lochia (+)

A P1001 partus spontan belakang kepala Post partum hari I

P Pdx Tx : Ampicillin 4 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Sulfas 300mg Metyl Ergometrin 3 x 0,125 mg Mx: Keluhan, Vital sign, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, perdarahan KIE : ASI ekslusif, mobilisasi dini, KB post partum Pdx : Tx : Ampicillin 4 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Sulfas 300mg Metyl Ergometrin 3 x 0,125 mg Mx : Pemeriksaan ke Poli keb bila obat habis atau ada keluhan KIE : ASI ekslusif, KB post partum Ferosus 2 x Ferosus 2 x

17-8-13

Keluhan () Ma (+),Mi (-) ASI (+) Mobilisasi (+) Perdarahan pervaginam aktif (-)

St present TD : 110/70 N : 80 x/mnt RR : 18x/mnt St general Mata an -/Cor/Po : dbn St obstetri Abd Tfu 2 jr bpst Kontraksi (+) baik Distensi (-) BU(+)N Vag : Perdarahan aktif (-), Lochia (+) BAB 4

P1001 partus spontan belakang kepala Post partum hari II (pasien boleh pulang)

19

PEMBAHASAN Pada kasus ini, pasien dengan inisial NPID, 22 tahun, beralamat di Desa Panji Sukasada Buleleng. Pasien datang pada tanggal 15 Agustus 2013 pukul 09.45 WITA dengan keluhan keluar air (merembes) pervaginam secara tiba-tiba saat pasien baru bangun dari tidur, kurang lebih pukul 08.00 WITA. Air tersebut berwarna jernih dan tidak berbau. Keluar air tidak disertai nyeri perut dan keluarnya lendir campur darah. Gerak anak dikatakan baik. Sebelumnya tidak terdapat riwayat trauma dan panas badan. BAK lancar. HPHT 19/11/2013 dengan perkiraan partus tanggal 26/8/2013. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal, tinggi badan pasien 157 cm. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah proccesus. xiphoideus (34 cm), letak kepala dengan punggung bayi di sisi kiri ibu, bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul. His tidak ada. DJJ (+) 140x/menit. Inspeksi di daerah sekitar genitalia tampak cairan jernih merembes keluar dari vagina, darah tidak ada. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks 1 jari, effacement 25%, ketuban tidak ada, cairan jernih. Pemeriksaan DL didapatkan ada anemia ringan. Berdasarkan definisi ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membranes (PROM) yaitu suatu keadaan berupa pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, yang bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan terdapat kesesuaian antara anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien di atas dengan teori. Beberapa hal dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjang dalam penegakan diagnosis KPD adalah : Anamnesis: Keluar air pervaginam jernih dan tidak berbau tanpa diawali oleh rasa mules/ sakit perut hilang timbul. Hari pertama haid terakhir : 19/11/2013 TP : 26/8/2013

Pemeriksaan fisik:

20

Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah proc. xyphoideus (34 cm), letak kepala dengan punggung bayi di sisi kiri ibu, bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul. His tidak ada. DJJ (+) 140x/menit. Tampak cairan jernih merembes keluar dari vagina, darah (-). Pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan servik 1 cm, eff 25%, ketuban (-), jernih. Pasien didiagnosis dengan G1P000, 38-39 minggu, tunggal/hidup, ketuban pecah dini. Pasien dikelola sesuai dengan KPD aterm. Setelah diagnosis ditegakkan, diberikan penjelasan kepada penderita dan suaminya tentang keadaannya yang kemudian harus MRS oleh karena telah terjadi pecah ketuban dini walaupun belum ada tanda-tanda inpartu. Pada kasus ini kemudian dilakukan pemeriksaan darah lengkap yang hasilnya menunjukkan pasien anemia ringan, diberikan ampicillin 4 x 500 mg dan kemudian diputuskan untuk observasi selama 12 jam. Selama observasi, temperatur rektal ibu yang diperiksa setiap 3 jam tidak mengalami kenaikan yang bermakna yaitu tetap stabil 37,0 oC, DJJ (+) baik, dan timbulnya his. Sekitar 14 jam kemudian timbul keinginan meneran, pembukaan lengkap, penderita memasuki partus Kala II. Kala II berlangsung selama 19 menit yang diakhiri dengan lahirnya bayi laki-laki yang segera menangis, kemerahan dan tonus otot baik, tidak ada kelainan, anus (+), nilai Apgar-score 8-9, berat badan lahir 3550 gram, panjang badan 50 cm, sisa air ketuban (+) jernih. Selanjutnya lahir plasenta dengan kesan lengkap. Pasien selanjutnya didiagnosis dengan P1001, partus secara spontan belakang kepala pada tanggal 15 Agustus 2013. Obat oral berupa Ampicillin untuk mencegah terjadinya infeksi setelah persalinan. Asam Mefenamat untuk mengurangi nyeri, Sulfas Ferosus sebagai suplemen untuk meningkatkan produksi sel darah merah, serta metil ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan. Setelah dilakukan observasi post partum selama 2 jam didapatkan keadaan umum pasien dalam batas normal sehingga boleh dipindahkan ke ruangan. Segera setelah melahirkan, pasien diberikan KIE tentang pentingnya ASI ekslusif bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, mobilisasi dini unuk membantu proses pemulihan keadaan tubuh sehabis melahirkan, dan KIE tentang KB post partum.

21

Kepada pasien dan bayi dilakukan rawat gabung dengan harapan bisa mempererat hubungan antara ibu dan bayi, ASI ekslusif sedini mungkin dan diberikan selama 6 bulan, serta melatih pasien dalam merawat bayinya. Selama dirawat di ruangan, keadaan pasien semakin membaik sehingga bisa dipulangkan pada post partum hari ke II dengan diberikan KIE tentang ASI ekslusif, KB post partum, dan supaya pasien memeriksakan diri kembali ke poliklinik apabila ada keluhan terkait persalinannya. Etiologi atau faktor resiko bagaimana terjadinya KPD pada kasus ini masih belum jelas. Komplikasi yang berarti tidak dijumpai pada penderita, dan secara umum prognosis baik ibu maupun janin adalah baik. walaupun sebenarnya ancaman infeksi itu selalu ada.

22

BAB 5 RINGKASAN Telah dilaporkan kasus seorang wanita 22 tahun, Hindu, Bali, ibu rumah tangga, Desa Panji Sukasada Buleleng dengan diagnosis G1P0000, 38-39 minggu, tunggal/hidup, KPD, anemia ringan. Taksiran Berat Janin 3410 gram. Penegakan diagnosis KPD pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dikatakan keluar air pervaginam jernih dan tidak berbau tanpa diawali oleh rasa mules/ sakit perut hilang timbul. Pada pemeriksaan fisik dengan inspeksi tampak cairan jernih merembes keluar dari vagina, darah (-). Pada pemeriksaan dalam (VT) didapatkan ketuban sudah pecah karena tidak ditemukannya selaput ketuban, keluar cairan jernih dan teraba bagian terbawah janin yaitu kepala dengan denominator yang belum jelas. Penunjang diagnosis misalnya uji kertas lakmus telah dilakukan dan hasil menunjukkan positif Etiologi atau faktor resiko bagaimana terjadinya KPD pada kasus ini masih belum jelas. Ada beberapa komplikasi yang mungkin timbul dalam kasus ketuban pecah dini (KPD) baik pada ibu maupun janin tapi pada kasus ini tidak ditemukan adanya komplikasi. Keadaan umum ibu dan janin baik dan diperbolehkan pulang setelah 48 jam MRS.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Manuaba IB. Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi, edisi ke-2. Jakarta : EGC, 2003; 71-3. 2. Mochtar R. Sinopsis obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi , edisi 2. Jakarta : EGC, 1998; 255-8. 3. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. http://oascentral. emedicine.com/realmedia/ads/, Last update August 7, 2006. Accessed: February 24, 2008. 4. Steer P, Flint C. ABC of Labour Care: preterm labour and premature rupture of membranes. http://www.bmj.com/cgi/content/full/318/7190/1059, Last update April 17, 1999. 5. Williams MA, Mittendorf R. Cigarettes, Coffee, and Preterm premature rupture of membranes. http://aje.oxfordjournals.org/rss/current/xml, Last update January 9, 2006. Accessed: February 24, 2008. 6. Yang LC, Taylor DR. Maternal and Fetal outcomes of spontaneous Preterm premature rupture of membranes. http://www.jaoa.org/cgi/content/full/104/12/537, Last update December, 2004. 7. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. http://www.aafp.org/myacademy, Last update February 15, 2006. Accessed : . 8. Gjoni M. Preterm Premature Rupture of the Membrane. http://www.gfmer.ch/endo/pgc-network/index.htm, Last update February, 2005. 9. Ananth CV, Oyelese Y. Preterm premature rupture of membranes, intrauterine infection, adn olygohidramnios. http://www.green journal.org/cgi/content/full/104/1/71, Last update March, 2004. 10. Duff P. Preterm premature rupture of membranes. http://patients.uptodate.com/topic.asp?file=pregcomp/11274, Last update February, 2006. 11. Husodo, Lukito. Usaha Menghentikan Kehamilan. Dalam : Winkjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : Hal.795-807.

24

Anda mungkin juga menyukai